Minggu, 03 Desember 2017

SAYA MASIH DAPAT MELANGKAH…


Bagian 1…

Kaylyn…

Menjadi ibu rumah tangga di usia dini menciptakan retakan demi retakan hidup seorang Kaylyn. Hal mengerikan, memilih mempertahankan  suatu kisah hidup hingga melupakan masa depan sendiri. Konflik perselisihan terus bermekaran saat kaki memilih bertahan, berhadapan, ataupun tinggal diam menangisi keadaan sekarang. Apa yang kupikirkan? Kenapa semua hal menghanyutkan diri masih terus saja mempermainkan? Adakah seseorang dapat membuatku keluar bahkan melepas setiap belenggu rantai penderitaan perjalanan hidupku.

“Kau harus membersihkan seluruh rumah ini!” perintah ibu mertuaku menatap tajam. Seolah saya hanyalah patung permainan bagi mertuaku sendiri. Lebih tepatnya, saya bukan seorang menantu tetapi pembantu terbaik dapat menyelesaikan segala pekerjaan rumah. Amarah, ucapan menghina, merendahkan akan selalu terngiang setiap waktu memenuhi gendang pendengaranku. 

“Kenapa kau selalu saja menghancurkan kegembiraan rumah ini?” seperti biasa menyalahkan ataupun menghubungkan antara kekacauan rumah dan diriku. Menjadi manusia pembawa malapetaka, hanya kalimat seperti itu saja mengikat hidupku. Tidak dapat disangkal, jika pernikahanku merupakan sebuah kesalahan terbesar dan harus kujalani selamanya. Menangis pun tak akan pernah menyelesaikan masalah.

Flashback…

Siapa tidak mengenal Keylyn Gilia Hadinar, sebentar lagi akan melanjutkan sekolahnya pada salah satu kampus nomor satu  dunia. Multi talenta bahkan dikenal siswa paling berprestasi di segala bidang. “Key, hebat yah!” pujian Vanah sahabat terbaik yang pernah ada. Setiap saat kami melewati banyak hal kemanapun kaki melangkah dan berjalan. 

“Vanah, juga terlihat keren” pujian balik buatnya.

“Andai kata, hidupku seperti dirimu memiliki kesempurnaan hidup” Vanah…

“Vanah, ayolah jangan membandingkan dirimu dengan orang lain” tegurku.

“Terkadang, saya berpikir ingin menjadi dirimu dan bukan diriku” tiba-tiba mulutnya berucap dengan kaki terhenti begitu saja melangkah menuju ruang kelas. Angin bertiup keras memenuhi taman sekolah, daun-daun berjatuhan menyebar ke seluruh tanah. 

“Saya hanya becanda,” kalimat Vanah berusaha menutupi pernyataan yang baru saja mengalir keluar dengan sangat mulus hingga menciptakan keheningan…

“Tidak seorangpun dapat mengetahui keadaan hidupnya hari ini dan esok hari, bisa saja saya terlihat sempurna dimatamu hari ini, tetapi pada keesokan harinya kau tiba-tiba mengejutkan menjadi terdepan karena sesuatu yang masih tersembunyi dalam hidupmu jauh melebihi dari standar kelebihanku sekarang.” Entah mengapa kata-kataku untuknya terlalu bijak... entah bersifat hanya ingin menghibur, ataukah pada dasarnya, saya menyadari kenyataan seperti ini benar-benar ada dalam aspek perjalanan hidup seseorang.

Berprestasi di segala bidang merupakan impian banyak orang, hingga membuat mereka semua menjadi begitu iri atas setiap hal dalam diriku. Tanganku selalu terlihat gemulai ketika mempertunjukkan beberapa tarian tradisional dan membuat orang sekitarku tercengang. Dapat memainkan beberapa alat musik seperti angklung, biola, juga gitar. Selain itu, prestasi akademik setiap tahunnya tidak seorangpun dapat berjalan maju mengalahkannya. Terdengar sombong saat bercerita di hadapan semua, tetapi inilah kenyataan hidupku. 

Hingga suatu ketika, semua menjadi sirna ketika detakan jantungku bergerak cepat saat dia mulai hadir mengisi perjalanan hidupku. “Key, sepertinya kita harus bersembunyi di sini sebelum pak Gandi menemukan kita” bisik Vanah. Siang itu kami berdua harus berhadapan dengan masalah kurang menyenangkan, akibat ulah Nayah salah satu teman sekelas. Nayah sengaja menumpahkan saus  ke arah pak Gandi tanpa sepengetahuannya sekitar salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Sampai akhir cerita, jika kami berdua menjadi kambing hitam perbuatannya. Secara kebetulan, kami pun tanpa sengaja bertemu mereka di tempat  yang sama. Berlari merupakan jalan terbaik dari masalah sekarang, berhadapan langsung pak Gandi guru terkiler biarlah menjadi tanda Tanya besar untuk esok hari.

“Key, tunggu di sini biar saya berjalan mengalihkan perhatian pak Gandi!” Vanah berjalan perlahan meninggalkan saya sendirian sekitar semak-semak tanaman liar.

“Vanah, caramu itu salah” gerutuku sendiri.

“Habislah saya sekarang” menepuk jidat sendiri.

“Ngapain kamu sembunyi seperti pencuri disini!” suaranya terdengar asing…

“Vanah, kenapa suaramu berubah jadi cowok?” mencoba berbalik. 

“Cantik juga” ketika berbalik ke arahnya. Nada jantungku tidak seperti biasanya, inilah awal dimana seorang Keylyn belajar mengenal cinta pertama pada masa remajanya. Awal melewati sebuah fase tentang  sebuah hubungan antara pria dan wanita. Tidak pernah terlintas, jika perkenalan kami merupakan jurang awal kehancuran masa depan antara satu sama lain. Semenjak pertemuan saat itu, kami berdua mulai berkomunikasi melalui celuler. Berawal dari saling memberi emoticon setiap status terbaru di dunia medsos, hingga akhirnya saling bercerita banyak tentang apapun yang bisa dijadikan bahan pembicaraan.

“Kau pasti menyukai es krim,” menyodorkan es krim di hadapanku.

Namanya Feivel, mempunyai bentuk tubuh ideal bersekolah di Tunas Sinar Harapan. Kami berdua mulai janjian ketemu atau sekedar mengikuti acara party anak zaman sekarang. Ciuman pertamakupun diambil olehnya secara tiba-tiba saat semua lampu padam dalam sebuah party ultah salah satu teman sekolahnya. 

“Saya menyukai apapun dalam dirimu, semenjak pertama kali kita bertemu” setelah mengambil  my first kis…

“Jadilah pacar terbaik buatku!” menyodorkan setangkai bunga untukku di hadapan banyak orang.

“Saya mau,” menangis terharu menyaksikan kelakuannya. 

Dari hanya sekedar berciuman, hingga membuat kami mulai ketagihan melakukan hal-hal melewati batas pergaulan. Hubungan kami berdua benar-benar tidak sehat, tetapi semua itu terus berjalan. Dia menjadi pacar pertamaku, sekaligus manusia yang berhasil merebut benda berharga bagi hidupku. Hal terburuk adalah Keylyn tidak lagi menjadi manusia polos tetapi benar-benar liar ketika berada di hadapannya.

“Saya perhatikan Key tidak enak badan sepertinya,” mimic wajah Vanah lain…

“Tidak apa-apa, Van” jawabku. 

“Beberapa hari ini, Key terus muntah-muntah pasti salah makan atau penyakit maag?”

Firasatku berkata lain, hanya saja saya terus menyembunyikan semua itu dari sahabatku Vanah. Hasil plano test menyatakan positif hamil, membuatku terus menangis sejadi-jadinya. Saya masih ingin mengejar mimpiku, dan tidak bercerita tentang menjadi seorang ibu. Bagaimana dengan beasiswaku nanti? Apa kata ayah, jika tahu anaknya mempermalukan dirinya? Andai kata, semua orang tahu, pasti mereka akan memberikan kata-kata penghinaan.

“Key, sebulan ini saya perhatikan wajahmu seperti gemuk dari sebelumnya” Vanah mencoba mencari tahu apa yang salah dalam tubuhku. 

“Itu hanya perasaanmu saja,” tegurku masih menutupi sesuatu darinya. Setiap malam tangisku pecah membayangkan betapa rusaknya hidupku sekarang. Selama sebulan ini, lebih bodohnya lagi saya berusaha menghilang dari hidup Feivel. Menggunakan sebuah stagen agar perutku tidak terlihat besar seperti wanita hamil lainnya. Jalan keluar dari masalah ini, hanya satu yaitu melenyapkan dia dari rahimku. Memukul perutku sendiri dan terus menangis…

“Key, badanmu lebih berisi sekarang” tegur Kinar teman sekelasku.

“Makanmu kebanyakan Key,” ternyata mereka semua memperhatikan porsi makanku.
Ini hanya mimpi belaka, sedang saya harus berjuang untuk berlari keluar. Vanah menarik tanganku, masih memakai seragam sekolah kami berjalan menuju suatu tempat. “Kita berdua selalu menghabiskan waktu sejak kecil hingga detik sekarang disini,” menatap tajam serta mencari tahu tentang apa yang sedang kusembunyikan sekarang. Rumah pohon tidak jauh dari area rumah tempat tinggal kami menjadi saksi masa kecil dan persahabatan yang masih berlangsung hingga detik sekarang.

“Kenapa menatap tajam ke arahku?” mencurigai sesuatu…

“Apa yang kau sembunyikan?” Vanah mencoba mencari tahu.

“Tidak ada” jawabku.

“Sejak kecil kita selalu bersama, jadi saya tahu dirimu” Vanah. Saya tidak bisa mengelak, pada akhirnya air mataku mengalir begitu hebat di hadapan Vanah. 

“Apa yang harus kulakukan? Saya hamil” tersentak membuat mata Vanah terbelalak tak mempercayai pernyataanku. Dia menyadari, bagaimana langkahku berjalan dan berjuang mengejar mimpi. Semua hancur dalam sekejap hanya karena sebuah hubungan…

Vanah tak pernah tahu, jika selama ini saya sedang menjalin hubungan bersama seseorang di luar lingkungan sekolah. Menjelaskan segala sesuatu secara detail tanpa berusaha menyembunyikan semua rahasia tentang hubunganku bersama Feivel. “Ayah pasti marah melihat kelakuan anaknya” menangis dan terus saja menangis. Hanya ayah satu-satunya yang saya miliki, andai kata ia tahu bagaimana hidupku sekarang kebencian bahkan kekecewaan terhadap diriku akan terlihat jelas pada dirinya.

Satu-satunya yang dapat memahami keadaanku sekarang hanya sahabatku Vanah. Saya tidak tahu harus berbuat apa-apa, selain menangis tentang kehancuran  masa depanku. Vanah tak pernah menyangka kejadian seperti ini menimpa hidupku. Andai kata, semua ini hanya mimpi belaka dan diriku segera terbangun dari tidur serta melupakan semua hal terburuk sekarang. 

“Kenapa kau tidak minta pertanggung jawaban atas semua perbuatannya?” Vanah menggeleng-gelengkan kepalanya seakan terkejut menyaksikan segala hal dalam diriku.

“Saya masih ingin bersekolah,” tangisku.

“Key, anak dalam rahimmu butuh seorang ayah” 

“Saya belum siap menjadi seorang ibu” rasa takut terus menghampiriku…

“Jadi, sekarang rencanamu apa?” Tanya Vanah.

“Entahlah, saya tidak mau menikah muda” terus memukul perutku.

“Key, hentikan? Itu bisa menyakiti bayimu” berusaha menghentikan kelakuanku.

“Saya benar-benar takut”

“Dimana alamat Feivel?” pertanyaan Vanah.

“Kau mau apa dengan Feivel?” tanyaku balik.

“Dia harus tahu keadaanmu sekarang,” jawaban Vanah.

“Jangan lakukan ituVanah,”

“Key, sadar tidak kalau anakmu butuh seorang dan jangan jadi manusia egois”

“Tidak Vanah”

“Key, masalah ini tidak akan selesai kalau kau terus saja menangis dan terus diam tanpa berkata jujur 
terhadap ayah dari anakmu” 

“Tapi Va,” masih belum ingin memberi tahu keberadaan ataupun nomor hand phone Feivel.

“Keylyn, hentikan kelakuan burukmu itu” teriak Vanah terhadapku. Pada akhirnya saya menyerah terhadap ucapan Vanah, memberi tahu alamat itulah yang sebenarnya sejak awal harus kulakukan. Mencari tahu keberadaan tempat tinggal Feivel hanya demi sebuah penjelasan tentang keadaanku sekarang. Ibunya berkata, jika dia sedang di luar rumah bahkan sambungan nomor Feivel pun tidak aktif. Vanah masih melajukan mobil dan bertanya-tanya terhadap semua teman-teman Feivel yang kukenal. Akhir cerita membuahkan hasil, setelah sepanjang hari terus mencari keberadaan Feivel. Dia terkejut melihat keberadaan kami di depannya, setelah sekian lama putus kontak dengannya. 

“Saya hamil,” tangisku pecah dengan rasa takut bercerita. Dia terkecut mendengar pernyataan dariku, wajahnya pucat bahkan sama sepertiku belum siap memasuki sebuah hubungan.

“Itu tidak mungkin,” Feivel masih berusaha meyakinkan dirinya jika pernyataanku itu hanya mimpi buruk dan tidak pernah terjadi. Dia masih berusaha menganggap permainan belaka atas kenyataan tersebut. Berulang kali saya meyakinkan dirinya, kalau semua itu kenyataan dan bukan mimpi untuknya.

“Berani berbuat, berarti kau harus berani bertanggung jawab!” bahasa tegas Vanah…

“Kau siapa?” pertanyaan sinis Feivel. Vanah dengan sikap amarahnya memberikan sebuah tinju keras ke arah Feivel. Nada emosi mulai keluar dari mulut mereka berdua hingga terjadi pertengkaran hebat antara satu sama lainnya. Hal yang belum pernah kuduga berakhir menjadi seperti sekarang. Berusaha melerai mereka, itulah keadaanku sekarang. Kesalahan terbesarku adalah melewati garis batas pergaulan hingga menghancurkan masa depanku sendiri. Saya mempunyai segala hal yang ingin dimiliki oleh banyak anak remaja di sekelilingku. Kecantikan, kekayaan, tingkat kejeniusan di atas rata-rata, tubuh sempurna, populer, dan masih banyak lagi hingga membuat semua orang menjadi iri atas apapun yang kumiliki. Hingga suatu ketika, semua itu menghilang begitu saja tanpa jejak hanya karena kesalahan semalam bersama Feivel.

Feivel berjanji akan mencari jalan keluar dari masalah ini, sedangkan Vanah mengancam tidak akan tinggal diam jika terjadi dirinya lari dari tanggung jawab. Berpikir semalaman dan terus menangis karena ketakutan dalam kamarku seorang diri. Apa yang akan terjadi hari esok dengan hidupku, Tuhan? Setiap hari saya harus mengikat bagian perutku, sehingga terlihat lebih kecil tanpa seorangpun menaruh curiga. Ayah tidak boleh tahu masalah ini, pikirku dalam hati. Pertemuan antara diriku dan Feivel kembali terjadi, tetapi tanpa kehadiran Vanah. Hal mengejutkan dari dirinya, bahwa ia berjuang keras melenyapkan darah dagingnya sendiri. Memberiku beberapa obat penggugur janin sebagai jalan keluar dari masalah kami. 

Saya lebih kejam sebagai calon ibu, dengan mengikuti segala kemauan Feivel. Berpikir tentang ayah, beasiswa, prestasi, masa depan, juga mimpiku membuatku nekat ingin mengikut petunjuk Feivel sebagai bahan pemecahan masalah. Tanpa berpikir panjang segera meneguk segala pil aborsi pemberian Feivel di rumah. Setelah beberapa hari, semua tak memperlihatkan hasil bahkan janin tersebut jauh lebih kuat untuk bertahan hidup dibanding apapun juga. Vanah tak pernah menyadari apa yang sedang kami lakukan untuk berusaha melenyapkan janin tersebut. Masih dalam pergumulan hebat, Feivel kembali memberikan ramuan obat aborsi merk lain. Hasil tetap sama, janin dalam kandunganku jauh lebih kuat dibanding seribu jenis obat aborsi. 

Hingga seminggu setelah kejadian tersebut, seluruh sekolah digemparkan oleh berita tentang kehamilanku yang makin lama semakin beredar di telinga seluruh siswa. Entah dari mana mereka mendapatkan berita, tidak mungkin Vanah menjadi biang gosip. Ketika melihat Vanah keluar dari ruang guru, perasaanku mengatakan seakan ada sesuatu yang terjadi. Saya dipanggil oleh kepala sekolah dan semu guru, lebih mengejutkan ayah berada di tengah mereka. “Key, katakana jika semua berita tentang kehamilanmu bohong belaka dan tidak benar?” ucap ayah masih belum mempercayai gosip yang sedang beredar. Seketika hatiku hancur, kecewa, menangis, berbicarapun terlalu sulit di hadapan mereka semua.

Kenapa Vanah tegah melakukan semua itu terhadap diriku? Dia menghancurkan persahabatan kami setelah sekian tahun dengan penyebaran gosip seperti ini. Seluruh siswa berada di luar berkumpul berusaha menjadi penguping pembicaraan kami. Nama baik ayah hancur, prestasiku pergi menjauh, beasiswaku dibatalkan inilah keadaanku sekarang. Jauh lebih buruk, kakiku harus berlutut agar dapat mengikuti ujian sekolah untuk terakhir kalinya di hadapan banyak orang.

“Beri saya kesempatan menyelesaikan ujianku” tangisku. Hati ayah sangat hancur, menganggapku tidak pernah ada bahkan mengusirku dari rumah itulah hidupku sekarang. Berjuang mati-matian agar Feivel mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Saya berusaha mencari cara, walaupun orang tuanya tak menyetujui pertanggung jawaban Feivel. Bagaimana mungkin, anak saya lahir tanpa seorang ayah. Saya harus tidur di jalan, tak tahu harus berjalan kemana?

Tiba-tiba Feivel berada di hadapanku dan berucap, jika dia siap mempertanggung jawabkan perbuatannya. Setidaknya, masih ada harapan untuk melahirkan anak ini ke dunia. Memasuki pernikahan, setiap hari hidupku hanya mengisahkan penderitaan dalam rumah tangga. Seluruh keluarga Feivel begitu membenci diriku. Hal terburuk terus terjadi bagi jalanku, tak pernah sedikitpun kebahagiaan menghampiri seperti keadaanku sebelumnya. Mertuaku selalu saja mereka-rekakan hal jahat buatku, terlebih ketika bayiku lahir. Tidak pernah ada setitik sinar bagi langkah hidupku, oleh karena kesalahan yang kulakukan.

BAGIAN 2 …

Flashback …

Memang ini takdir, bagian kehidupanku sekarang dan tak akan pernah pernah bisa lepas tentang berbagai akar permasalahan. Tinggal serumah bersama mertua juga beberapa ipar membuatku seperti berada di neraka. Ayah tidak ingin melihat wajahku lagi setelah semua hal terjadi terlebih permasalahan beasiswa  menuju salah satu universitas terbaik di luar negeri dibatalkan oleh pihak yayasan. Memori ketika seorang Keylyn harus bersujud di hadapan kepala sekolah, guru, dan para orang tua hanya demi mendapat respon persetujuan ujian kelulusan untuk terakhir kalinya terus terngiang memenuhi diriku. Menjatuhkan air mata, setidaknya saya masih dapat mengikuti ujian kelulusan sekolah sekalipun seluruh beasiswaku dibatalkan.  

“Kau bukan anak ayah lagi, pergi!” kata-kata ayah setelah namanya tercoreng akibat ulahku.

Hati ayah benar-benar kecewa karena permasalahan yang sedang membelitku saat itu. Wajar saja, jika ayah membenci diriku bahkan membuang seluruh foto ataupun segala memori dari dalam rumah. Ibu mertuaku terpaksa menerima keberadaan diriku di rumahnya, bukan karena ingin anaknya bertanggung jawab. Feivel sendiri lebih membela setiap kelakuan ibunya dibanding hidupku sendiri. Mereka semua membenciku, seakan saya hanyalah sampah masyarakat yang hendak dibuang.

“Kenapa kau selalu saja membuat mama mengamuk besar?” tegur Feivel terhadapku.

“Saya tidak melakukan apapun,” pembelaanku.

“Siapa bilang kalau kau tidak melakukan apapun?” teriak mama mertuaku. Setiap pertengkaran yang terjadi selalu saja ada orang ketiga masuk dan tidak lain adalah mama mertua ataupun beberapa ipar. Feivel bahkan bersifat acuh tak acuh melihat tingkah laku keluarganya terhadapku. Apakah ini karma akan segala dosa-dosa yang telah kulakukan sebelumnya? Masa depan hancur, harus menjadi ibu di usia dini, ayah menganggap putrinya telah pergi untuk selamanya, seakan hidup berada di neraka tinggal bersama keluarga suamiku sendiri.

Andai kata beberapa tahun lalu saya tetap berusaha menghilangkan nyawa anakku sendiri ketika masih berada dalam Rahim, mungkin kisah hidupku akan jauh berbeda. Inilah kenyataan terberat harus berjalan setiap saat melewati lautan duri membuat seluruh lapisan kulit menghamburkan tetesan darah. Jauh lebih baik berdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata sekalipun, dibanding melakukan pembelaan di hadapan mereka. 

“Kenapa kau diam?” teriak mama mertuaku.

“Gara-gara kelakuanmu, anakku harus menanggung malu menikah di usia masih muda” kembali mama berkata-kata seolah-olah saya merupakan penyebab terbesar masa depan Feivel hancur. Sementara, mama sama sekali tak berpikir jika pihak yayasan sekolahku kemarin dan kampus terbaik dunia membatalkan beasiswa yang selama ini menjadi impian semua orang. Ayah begitu membenci putrinya sendiri karena aib keluarga.

Tuhan, semakin saya berusaha berdiam diri, seakan segala sesuatu dalam diriku ingin segera meledak begitu saja. Pada kenyataan, seorang Keylyn berusaha menahan diri terhadap setiap masalah, akhir cerita meledak seketika. Pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi dalam kehidupan rumah tanggaku. Saya membenci karakter Feivel selalu menjadi pembela ibu tercintanya. Sejak awal, pernikahan kami memang sudah salah, kenapa? Karena sebuah bahtera yang di dahului  sex sebelum menikah. Kesalahan terbesarku juga adalah ketika masih menginjak usia masih terlalu remaja, saya tidak dapat mengendalikan diri sendiri. 

Setelah mengalami kejadian seperti sekarang, sekian tahun bertanya pada diri sendiri, apakah peranan seorang ibu benar-benar berharga pada masa labil ataupun usia pubertas seorang anak? Hidup tanpa seorang ibu, menghabiskan kisah perjalananku bersama ayah hingga akhir cerita berkata langkahku telah berjalan keluar dari lingkaran. Hal terkacau, dimana seseorang masih terlalu polos untuk mengenal cinta ataupun sebuah hubungan pria dan wanita untuk pertama kalinya melakukan hal terlalu jauh. Membutuhkan tuntunan pondasi kuat seorang ibu untuk mengajar sang anak ketika berhadapan dengan situasi seperti ini. Pertama kali menyukai seorang lawan jenis dapat berakibat fatal, andai kata basic seorang anak tidak kuat berada di area tersebut.

“Kau selalu membela orang tuamu” geramku tak tertahankan setiap mengalami pertengkaran hebat bersama Feivel. 

“Kenapa setiap hari selalu saja membuat keributan seperti ini?” makian Feivel.

“Tidak bisakah kehidupan rumah tangga kita sama seperti orang lain?” kalimatku dengan nada marah dan terlihat meninggi. Kehidupan rumah tanggaku hanya bercerita tentang pertengkaran, pertengkaran, pertengkaran, dan pertengkaran…

“Kenapa kau selalu saja menjadi istri paling bodoh, kacau, semua hal paling buruk ada dalam dirimu?” ejekan Feivel dalam kegeraman…

“Kenapa bunda selalu saja menangis?” Shine berjalan membawa boneka kesayangannya ke arah pojok kamar terbungkus tatapan penuh Tanya. Putriku masih terlalu kecil untuk memahami tentang pertengkaran di antara kedua orang tuanya. Keadilan dalam rumah besar Hadirah Marks tidak pernah ada bagi kami berdua. Shine diperlakukan oleh mereka seolah bukan bagian dari keluarga ini. Feivel pun selalu menjadi ayah paling acuh bagi dunia Shine putri kecil kami.

“Kau mencuri mainan Tania” Via salah satu iparku menuduh Shine mencuri mainan anaknya.

“Shine bukan pencuri tante,” Shine berusaha membela diri.

“Kau berbohong, memang dasarnya anak penghancur keluarga” pernyataan kasar yang tidak sepantasnya diarahkan pada seorang gadis kecil masih berusia 3 tahun. Mereka semua membenci kehadiran kami berdua, hanya menganggap sebagai pembawah kutuk. 

“Ka’Via,” nada geramku sedikit meledak melihat tangannya teracung ke wajah Shine.

“Bundanya datang menjadi pembela kesiangan,” sindirnya. Kata-kata makian berjalan begitu lurus setiap hari bagi dunia kami berdua. Memeluk Shine gadis kecilku sekuat mungkin, agar dirinya tidak merasa kehilangan kasih sayang. Berjalan keluar dari rumah, menangis sejadi-jadinya dan tetap mendekap gadis kecilku sekuat mungkin. Saya harus berjalan kemana untuk melampiaskan setiap rasa sakit dalam kehidupan kami. Semua orang menganggapku hanyalah sampah tanpa sebuah nilai sedikitpun.

Tuhan, sekarang saya harus bagaimana? Ayah menganggapku bukan putrinya lagi bahkan membuangku untuk selamanya, sedangkan Feivel selalu menjadi pembela terbaik bagi keluarganya. Apakah hidupku hanya bercerita tentang keburukan? Tidak adakah sedikit tempat buatku dan gadis kecilku di hati mereka? tiba-tiba hujan bermain begitu saja membasahi bumi dan segera menghapus air mata pada wajaku. Pakaian kami berdua basah,terus berjalan tanpa meperdulikan semua itu.

Tanpa sadar, sebuah motor berjalan ke arah selatan jalan dan hampir menghilangkan nyawa kami berdua. Seorang ibu segera berlari menyelamatkan diriku dan gadis kecilku. “Kau tidak kenapa-kenapa?” tegur sang ibu memeriksa area bagian tubuhku kalau-kalau terkena luka. Hanya terdiam dan terus mendekap kuat gadis kecilku dengan wajah menunduk.

“Pasti permasalahan keluarga?” tebak si’ibu segera menyadari raut wajahku.

“Dalam keluarga pasti akan terjadi ketidak cocokan antara satu sama lain terlebih jika ada begitu banyak pihak ketiga masuk mempermainkan segala sesuatunya,” wajahku tetap tertunduk tanpa berkata-kata mendengar ucapannya. Tuhan, kenapa dia dapat menebak apa yang sedang kuhadapi? Apakah dia seorang peramal? Membantuku berdiri dan mengajak kami ke rumahnya, memberikan kenyamanan untuk pertama kurasakan setelah bertaahun-tahun lamanya pergi menjauh. Rumah sederhana tetapi seakan memberi kesejukan bagi gadis kecilku. Terlihat Shine menikmati suasana rumah tersebut hingga tertidur lelap dalam dekapanku kembali. Memberikan kepada kami kehangatan sebagaimana mestinya.

“Makanlah!” menyuguhkan makanan hingga saya sendiri benar-benar melupakan masa-masa kesukaranku di rumah keluarga besar Hadirah Marks. Tanpa menolak sedikitpun mengambil makanan sambil membangunkan Shine agar mengisi perut kosongnya. Masih terdiam tanpa berkata-kata sedikitpun, hanya menyuapi makanan ke arah mulut gadis kecilku. 

“Bunda, makanannya enak” senyum Shine melirik tersenyum mendekap diriku.

“Kau suka? Siapa nama gadis kecil di hadapanku sekarang?” pertanyaan ibu tersebut penuh kelembutan. 

“Shine” jawaban gadis kecilku…

“Gadis kecil paling manis yang pernah ada di dunia” pujiannya.

“Kalau manis berarti semua semut bisa saja datang berkumpul di dekatku dong,” memasang wajah cute berkata-kata kembali. Pertama kali bagi Shine seakan mendapat kehangatan dari seseorang selain diriku, bahkan ayahnya sekalipun tak pernah ingin melihat apapun dalam dirinya. Tertawa lepas tanpa terlihat rasa takut tentang amarah, kegeraman, ataupun penghinaan banyak orang di sekelilingnya. 

“Gadis kecilku,” bisikan hatiku menahan rasa sakit jauh melebihi segalanya. 

“Akhirnya, dia tertidur juga” penuh kehangatan membaringkan tubuh mungil pada sebuah tempat tidur sederhana. Ibu tersebut menatap lembut ke arahku, menggenggam kuat jemari tanganku seolah menganggap jika saya adalah anaknya. Kami berjalan keluar dari kamar tempat tubuh mungil Shine tertidur lelap.

“Sejak tadi kau terus terdiam tanpa berkata-kata sepatah katapun” ungkapnya.

“Siapa namamu?” dia kembali bertanya. Dalam pertanyaannya, tangisku pecah seketika seakan beban berat tersimpan kuat memenuhi bagian punggung belakang. Entah, apa yang terjadi pada diriku hanya mengalirkan butiran Kristal semata…

“Menangislah, jika itu dapat mengobati luka hatimu” mendekapku kuat. Rasa tenang menyelimuti seketika tanpa harus mengingat tentang banyak hal dalam diriku untuk beberapa saat. 

“Keylyn, semua memanggilku Keylyn” jawabku setelah terdiam lama dalam dekapannya. Mulai bercerita awal hingga akhir segala beban hidupku terhadapnya begitu saja. Bagaimana kebahagiaanku pergi menjauh karena satu kesalahan terbesar sewaktu sekolah. Beasiswa, prestasi, kebahagiaan, kampus impianku, ayah, dan semuanya menghilang  dalam sekejap. Menghadapi permasalahan rumah tangga semakin hari semakin buruk, seakan pembawa kehancuran/bencana hanya bercerita tentang hidupku semata. Mertua, semua ipar, termasuk Feivel selalu saja menyudutkan bahkan hanya mengaggap jika saya hanya seorang manusia rendah. Pekerjaanku di rumah bukan sebagai istri, tetapi lebih tepatnya seorang pembantu rumah tangga terbaik buat mereka. Dimulai dari tangan yang tidak pernah menyentuh segala pekerjaan rumah, ketika memasuki gerbang neraka kisahku bercerita lain.

“Ibu belum memperkenalkan diri terhadapku” kalimatku tiba-tiba, setelah bercerita panjang lebar akan segala beban hidupku. 

“Ibu Azra,” jawaban singkat.

“Keluarga ibu mana?” bertanya-tanya sambil melihat ataupun mencari foto keluarga…

“Suami ibu sudah lama meniggal, sedang anak ibu ada 2 dan sudah berkeluarga.”

“Berarti ibu tinggal sendiri?” tanyaku lagi. Ibu Azra hanya mengangguk membenarkan pernyataanku, kedua anaknya berada di luar kota mengikut sang suami pindah tugas. 

“Key, dalam kehidupan rumah tangga membutuhkan proses panjang untuk menyatukan 2 perbedaan terlebih jika pernikahan berada di tahun-tahun pertama.” Sebuah pernyataan di arahkan terhadap diriku.

“Terkadang dapat bercerita hingga 10 tahun perjalanan. Entah bersifat tentang pertengkaran, orang ketiga, perbedaan pendapat, dan masih banyak lagi hal-hal menjadi akar permasalahan keluarga. Jika salah satu dari kalian tidak bijak melihat semua akan hancur dalam sekejap bahkan berujung perceraian di awal tahun-tahun pertama pernikahan.” Ujarnya kembali…

“Jujur, sejak awal saya belum siap memasuki bahtera pernikahan dan semua itu terpaksa” kepalaku tertunduk mengungkapkan semua yang ada dalam isi hatiku.

“Key, lupakan masa-masa kemarin dan jalani kehidupanmu yang sekarang sekalipun semua hanya bersifat keterpaksaan” ungkapannya membuat tangisku tiba-tiba kembali bermain…

“Saya benci Feivel yang selalu menjadi pembela ibu dan saudaranya, sementara saya tidak pernah berharga buatnya” ucapku.

“Key, apapun alasan pertengkaran dalam keluarga kecilmu tetaplah bijak untuk berpikir dan pertahankan bagaimanapun situasi paling menyakitkan menyerang dari berbagai arah dalam hidupmu.” 

“Ibu tidak mengerti semua yang kualami” ujarku.

“Key, jangan membuat kembali kesalahan kedua” 

“Saya tidak mengerti” sedikit  kebingungan tentang pernyataan  ibu Azra.

“Memasuki dunia sex sebelum terjadi pernikahan, itulah kesalahanmu sehingga ada begitu banyak hal seakan menghancurkan semua hal dalam dirimu. Key, tetaplah menjadi bagian terbaik dari kisah hidupmu sendiri dengan tetap bertahan apapun yang terjadi.” Mengajarkan hidupku mempertahankan sesuatu yang rusak bahkan terlalu sulit untuk diperbaiki oleh keadaan apapun juga. Menjadi  pertanyaanku, dimana saya akan mendapat kekuatan tetap bertahan, sedangkan Feivel  sendiri tak pernah berjuang untuk mempertahankan? 

“Selalu ada pertengkaran setiap berada di hadapannya, lebih menyakitkan mertua bahkan semua iparku selalu berada diantara pertengkaran kami,” saya hanya ingin mengungkapkan isi hati setidaknya dapat melepaskan setiap rasa sakit di dalamnya.

“Yang seharusnya terjadi, jika kalian harus mempunyai rumah sendiri walau hanya bercerita tentang gubuk setelah menikah, kenapa? Hal seperti ini akan membentuk tingkat kedewasaan ataupun menghindarkan adanya pihak ketiga masuk ketika sedang terjadi  perselisihan.” Ibu Azra.

“Berarti saya harus meninggalkan rumah mertua dan membentuk bahtera rumah tangga sendiri?” tanyaku seakan sulit memahami…

“Dalam sebuah rumah, pasti akan terjadi permasalahan-permasalahan terkacau jika terdapat beberapa kepala keluarga di dalamnya. Entah karena faktor ekonomi, perbedaan pendapat, pendidikan, derajat, dan masih banyak lagi.” Pada kenyataan, jika dalam rumah mertuaku terdapat lebih dari satu kepala keluarga berujung hal-hal kurang menyenangkan bahkan yang terjadi hanya masalah kecil menjadi besar.

“Tapi saya tidak katakan jika semua mertua dan ipar itu kejam atau dapat menjadi manusia paling jahat penyebab kekacauan rumah tangga. Tidak selamanya mertua ataupun ipar itu benar, tetapi tidak selamanya para mertua ataupun ipar itu jahat. Andai kata, seseorang harus berhadapan dengan sesuatu yang menyakitkan oleh karena seorang mertua ataupun ipar, tetaplah berpikir jika hal seperti ini hanyalah sebuah pembentukan pola pikir ataupun karakter kedewasaan.” Sekali lagi ibu Azra bercerita tentang dunia keluarga.

Objek depan mataku sekarang tidak lagi bercerita tentang masa remaja, prestasi, beasiswa, ataupun hal-hal lain melainkan tentang permasalahan bahtera rumah tangga. Resiko pernikahan dengan usia masih terlalu belia akan berdampak hal-hal seperti ini. Mereka saja yang menikah pada usia matang segala jenis konflik terjadi berujung perceraian, terlebih pernikahan usia belia. Apa yang harus kuperbuat? Haruskah kata hatiku bercerita tentang memperbaiki dan mempertahankan bukan membuat  segala sesuatunya semakin hancur berantakan? Di satu sisi ingin mempertahankan tetapi setiap saat  ada begitu banyak luka begitu sulit untuk disembuhkan begitu saja. Di lain sisi memilih memilih jalan berpisah hingga dapat mengobati setiap luka, namun sebuah pertanyaan muncul 

“apakah ini jalan terbaik buatku?”. 

Bagaimana kisah hidup gadis kecilku kelak, andai kata perceraian benar-benar terjadi? Kembali ke rumah mereka adalah hal paling menyedihkan dibanding apapun juga. Mendapat makian demi makian oleh seluruh anggota keluarga membuatku makin terpuruk. “Kau ingin kabur?” teriak sang mertua tanpa memperdulikan perasaanku sedikitpun. Di mata mereka hanya bercerita tentang kebencian sampai kapanpun. 

“Istri bodoh,kalau mau pergi, yah jangan kembali lagi dong!” pernyataan mengerikan Feivel.

“Kau hanya sampah bagi Feivel dan rumah ini, ngerti?” bagian terkacau salah satu iparku.

“Key, tetaplah menjadi bagian terbaik dari kisah hidupmu sendiri dengan tetap bertahan apapun yang terjadi.” Kata-kata ibu Azra terngiang jelas pada gendang pendengaranku setiap pernyataan-pernyataan makian mereka membungkus hidupku. Memilih bertahan, apakah memang jalan terbaik buatku? Saya masih berjuang memperbaiki hubungan terpuruk yang sedang berada di ujung tanduk sekalipun tak ada jalan bahkan semuanya tertutup hingga memunculkan luka lebih dalam. 

Mengikuti semua aturan rumah dengan menjadi sama seperti pembantu rumah tangga bahkan lebih dari itu. Berusaha menahan amarah ketika Feivel melemparkan ucapan makian demi makian ke arahku. Tetap berjuang menjadi istri terbaik buatnya, sekalipun segala jalan tertutup dan hanya akan bercerita tentang perceraian di antara kami berdua. Dalam kehidupan rumah tangga segala sesuatu membutuhkan proses panjang sama seperti mengejar  mimpi dan berada di sebuah puncak tertinggi. 

Bagian 3 …

Kisahku tidak bercerita tentang kebahagiaan, melainkan hanya berjalan pada luka lebih mendalam tanpa ujung di saat saya semakin berjuang untuk mempertahankan. Objek depan mataku sekarang hanya berbicara tentang pintu gerbang perceraian setiap detiknya. Ada begitu banyak keluarga memilih jalan perpisahan, kenapa? Karena segala jalan  tertutup untuk mempertahankan. Pada kenyataannya, rasa sakit, luka, air mata, kepahitan memang lebih kuat bermain dibandingkan apapun juga. Setitik kebahagiaan tidak pernah ada oleh semua hal terburuk membungkus satu dengan lainnya.

“Kenapa ayah selalu menyakiti  bunda?” gadis kecil dengan tangan mungilnya membelai wajahku. Dia tidak akan pernah mengerti tentang pertengkaran orang dewasa pada umumnya. Berusaha untuk membuatnya memahami pertengkaran orang dewasa memang biasa terjadi memakai bahasa anak kecil hingga gadis kecilku lebih mudah mencerna.

Ketika segala pintu tertutup untuk mempertahankan, mataku masih berjuang mencari setitik celah pada tiap dinding tembok pertahanan bahtera rumah tanggaku. Setidaknya, saya masih dapat berjuang membuatnya menjadi sebuah lubang besar meskipun semua itu mustahil dilakukan. “Tetaplah bertahan Key, sekalipun air matamu akan terus berjatuhan setiap detiknya” bisikan hatiku berbicara pada diriku sendiri bahkan berteriak jauh lebih kuat.

“Kau selalu menjadi  istri paling bodoh” makian sang mertua.

“Karena dirimu, di usia Feivel yang masih terlalu muda harus menjadi ayah” ka’Via menyalahkan kehancuran masa depan satu-satunya adik laki-lakinya. Seakan hanya saya semata penyebab kerusakan masa depan Feivel. Mereka tidak pernah berpikir, jika masa depan, beasiswa, prestasi, teman pergi menjauh dari hidupku bahkan ayah menganggap jika anaknya tak pernah terlahir ke dunia. 

Saya masih berusaha mencari jalan agar Feivel mau membentuk rumah tangganya sendiri, tanpa campur tangan siapapun anggota keluarga. Keluar dari rumah dan membentuk kehidupan keluarga kecil sama seperti kebanyakan orang pada umumnya. Masih dengan sikap hati-hati berusaha membujuk dia untuk tinggal pada sebuah rumah sederhana tanpa kehidupan orang tua atau siapapun. 

“Bagaimana kalau kita keluar dari rumah membentuk keluarga kecil sendiri?” berusaha berbicara dengan sangat berhati-hati.

“Sudah malam, jangan berisik” seakan Feivel hanya menganggap ucapanku angina lalu…

Kegagalan demi kegagalan membujuk Feivel membentuk keluarga kecilnya dalam sebuah rumah kontrakan sederhana terus terjadi. Keseharian Feivel bekerja pada sebuah bengkel peninggalan keluarga demi menyambung biaya hidup. Setelah pernikahan beberapa tahun lalu, tidak pernah tersirat sedikitpun untuk melanjutkan pendidikan. “Kenapa kau sok mengatur Feivel?” kegeraman ibu mertua, mendengar Feivel mengeluh setiap saat akan permintaanku agar membentuk rumah tangga sendiri dan terpisah jauh dari orang tua.

“Saya tidak bermaksud seperti pemikiran mama,” pembelaanku.

“Kenapa kau ingin memisahkan ibu dari anaknya?” masih berusaha menyalahkan diriku.

“Kenapa bukan kau dan anakmu saja yang harus keluar dari rumah?” kembali berkata-kata.

“Berarti mama menginginkan kami berdua berpisah?” tak pernah menyangka pemikiran terburuk mama mertuaku  untuk kehancuran bahtera rumah tangga anaknya.

“Bahkan lebih dari itu” jawabannya begitu menusuk hingga pada bagian dalam diriku. Pernikahan kami sejak awal memang sudah salah, terlebih jika saya berusaha mengikuti kemauan mereka untuk sebuah perceraian. Haruskah saya mengikut kemauan ipar bersama ibu mertuaku menerima kenyataan terpahit? Tuhan kemana saya harus pergi, andai kata perceraian itu benar-benar terjadi? Ayah tak lagi menganggapku sebagai anak, bahkan telah membuang segala kenangan baik berupa foto, pakaian, ataupun apapun tentangku dalam rumahnya. Harapan ayah hancur karena satu kesalahan terbesar yang telah kuperbuat. Masa depan, prestasi, beasiswa, dan mimpi pergi menjauh dari hidupku begitu saja…

Di rumah ini, saya hanyalah sampah terbusuk bagi setiap pemandangan mata semua anggota keluarga. Feivel merupakan ayah paling di dunia, sedikitpun kasih sayangnya tak pernah ada bagi gadis kecilku. Hal lebih mengejutkan adalah dia mulai memainkan tangan atau apapun benda di tangannya untuk menyakiti kehidupan kami. “Rasakan ini,”setiap kali marah tamparan, penghinaan, pukulan mulai dimainkan oleh tangannya. Haruskah saya bertahan Tuhan dengan keadaan terburuk seperti sekarang? Masih sanggupkah mataku mencari titik celah untuk mempertahankan bahtera rumah tangga yang memang sudah berada di ambang kehancuran? 

“Ayolah sayang,” lebih menyakitkan di depan mataku dia berani membawa seorang wanita ke dalam kamar kami dan semua itu tanpa rasa bersalah. 

“Apa tidak takut dengan istri kamu?” pertanyaan wanita tersebut tetap dalam pelukan feivel.

“Dia hanya sampah, jangan menyebut nama istriku lagi!” ujar Feivel…

“Bunda, kenapa ayah memeluk wanita lain di kamar?” rasa sakit begitu menusuk menyergap diriku 
seketika mendengar gadis kecilku bertanya-tanya tentang ayahnya. Lebih menyakitkan lagi, ibu mertuaku menyetujui hubungan perselingkuhan antara Feivel dan wanita tersebut. Semua anggota keluarga Hadirah Marks menyetujui hubungan mereka berdua tanpa memikirkan perasaanku. Membanding-bandingkan antara hidupku dan Malia dimulai dari segi pendidikan atau apapun itu hingga semakin membentuk luka paling dalam. 

Haruskah pintu pertahananku goyah? Andai kata, hatiku tetap belajar mempertahankan, akan tetapi bagaimana dengan akar kepahitan terus bermain bahkan makin berakar buat mereka dalam hidupku? Apakah mereka pernah peduli akan setiap luka demi luka menancap kuat hingga membentuk akar terpahit bagi perjalananku? Masihkah hatiku berjuang mencari setitik celah pada dinding bahtera rumah tanggaku untuk mempertahankan, sekalipun itu tidak pernah ada sama sekali? Pertanyaan demi pertanyaan terus menghampiri kehidupanku, memilih perpisahan atau tetap bertahan? Semakin saya berusaha menahan diri, akan tetapi pada akhirnya pertengkaran demi pertengkaran kembali bermain bahkan jauh lebih buruk dibanding sebelumnya. Setiap saat kehidupan rumah tanggaku hanya bercerita tentang pertengkaran dan kekerasan yang selalu saja membungkus.

“Saya berpikir jika kita berdua memang harus berpisah semenjak dulu” ungkap Feivel di hadapanku menyerahkan selembar kertas perceraian. Bagai tersiram air panas pada malam itu semakin membuatku menyimpan makin mendalam akar kekecewaan bersama kebencian jauh di dasar hatiku. 

“Sebaiknya kau meninggalkan rumah ini!” tanpa berpikir panjang melemparkan kalimat mengerikan ke arahku saat ini. Tuhan, jauh dari dasar hatiku kebencian akan dirinya jauh lebih kuat bermain sampai kapanpun juga. Dia menghancurkan masa depan, prestasi, mimpi, dan beasiswaku oleh karena kesalahan yang dilakukannya beberapa tahun lalu. Saya harus berlutut mengemis hanya untuk ujian kelulusan sekolah kemarin. Dia membuat hidupku berada di neraka sampai kapanpun juga. Ayah menganggapku sebagai aib keluarga karena perbuatannya. Saya masih berjuang untuk mempertahankan sekalipun segala sesuatunya lebih menyakitkan dibanding apapun, tetapi pada kenyataannya dia menyerahkan selembar surat perceraian.

“Kenapa ayah menyakiti bunda?” tiba-tiba gadis kecilku berada di antara kami. Seakan Shine menyadari tentang perpisahan orang tuanya akan segera terjadi. Feivel sama sekali tak pernah memperdulikan perasaan anak kandungnya sendiri, menganggap Shine adalah orang lain. Tuhan, tidak bisakah setitik saja rasa sayang terlihat pada sepasang mata Feivel bagi gadis kecilku? Dia memang tak akan pernah menginginkan kehidupan Shine, bahkan ketika di dalam kandungan. Lebih menyakitkan, disaat ketakutannya bermain dia ingin melenyapkan nyawa anak kandungnya sendiri dengan cara aborsi. Dosaku akan semakin besar , andai kata Shine pada saat itu benar-benar lenyap oleh beberapa ramuan yang memang telah berhasil masuk ke dalam tubuhku. Tetapi Tuhan berkata lain, Shine jauh lebih kuat dibanding ramuan penghancur dirinya ketika masih berada dalam kandungan.

“Tanda tangani secepatnya surat perceraian ini!” nada perintahnya makin geram.

“Saya akan keluar dari rumah ini, tetapi dengan syarat…” ungkapku.

“Apa?”

“Keluar tanpa harus menandatangani selembar surat di depanku,” ujarku, seakan masih berjuang untuk mempertahankan sekalipun akar kebencian jauh lebih kuat bermain dalam hidupku. Berlalu dari hadapan Feivel, dengan membawa Shine agar tetap berada dalam dekapanku. Dia tidak dapat berkata-kata sedikitpun untuk pertama kalinya di hadapanku. Selembar surat tersebut tidak akan pernah dapat menghancurkan hidup gadis kecilku, sebesar apapun akar kekecewaan dan kebencian melingkupi hidupku saat ini. Seluruh anggota keluarga Hadirah Marks tertawa puas menyaksikan kepergianku dari rumah mereka. 

Perpisahan antara kami benar-benar terjadi, sekalipun hatiku masih berjuang mencari titik celah untuk mempertahankan. Entah mengapa, kakiku berjalan kembali menuju sebuah rumah sederhana tempat dimana diriku dan Shine menikmati ketenangan untuk beberapa saat. Mengetuk pintu rumah di tengah kerasnya hujan membasahi bumi, seakan ikut menangis menyaksikan penderitaan kami. 

“Key,” ibu Azra terkejut melihat Shine berada dalam dekapanku di depan rumahnya. Tangisku pecah sejadi-jadinya, betapa sakitnya kehidupan seorang Keylyn melewati lautan pecahan kaca hingga menimbulkan luka semakin kuat. Ibu Azra mendekap diriku dan Shine, seakan memahami permasalahan yang sedang terjadi. Membawa kami masuk ke dalam rumahnya, kemudian mengeringkan tubuh Shine yang basah karena derasnya hujan. Menceritakan segala keadaan dan pada akhirnya perpisahan adalah jalan terbaik di antara kami.

“Semakin hatiku berjuang mempertahankan, tetapi luka kekecewaan dan akar kebencian semakin kuat bermain dalam hidupku” tangisku pecah mengungkapkan semua itu…

“Key, bertahanlah sekalipun kekecewaan dan kebencian jauh lebih kuat bermain” pernyataan ibu Azra membawaku dalam dekapannya. Bagaimana mungkin saya masih dapat bertahan, sementara kami berdua berada di tempat terpisah. Mata kepalaku sendiri menyaksikan, bagaimana dia berada seranjang bersama wanita lain tanpa rasa berdosa. Mengusir juga memberikan selembar surat perceraian hanya demi kesenangan pribadinya.

“Masa depan, prestasi, beasiswa, pendidikan, dan semuanya hancur. Ayah menganggap anaknya tidak pernah terlahir bahkan sekarang rumah tanggaku berada dalam sebuah jurang paling dalam,” mengutarakan perasaan terbungkus goresan demi goresan pada setiap titik dinding  hidupku. Tidak seorangpun pernah menyadari tentang dunia penderitaan Keylyn jauh melebihi kehidupan di neraka. Seakan tidak akan pernah ada tempat untuk membuka setitik jalan bagi langkahku…

“Menangislah selama itu bisa menghancurkan atau mengobati setiap luka pada dirimu,” ibu Azra memelukku kuat seakan tidak akan pernah melepasnya sedikitpun. Gadis kecilku tertidur pulas diantara derasnya air mataku mengalir. Seakan Tuhan membuatnya tidak merasakan bagaimana perihnya hati seorang ibu dalam tangisan. 

Setiap detik air mataku akan terjatuh membayangkan bagaimana saya harus berjalan melewati lembah tanpa kekuatan sedikitpun. Kekecewaan, air mata, amarah, kebencian, rasa sakit setiap detik jauh lebih kuat bermain disaat kaki hanya berjalan selangkah. Lembah kelam hanya bercerita tentang luka, ketika air mataku mengalir kaki pun ikut terjatuh seakan tidak dapat berjalan untuk mencari setitik celah hingga dapat keluar dari dalam.

Ibu Azra memberikan tumpangan tempat tinggal buat kami bahkan untuk selamanya. Berjualan di warung sederhana demi menyambung hidup, itulah pekerjaan ibu Azra. Setidaknya, saya dapat ikut membantu berjualan sekalipun hanya mendapat penghasilan kecil. Pagi itu tiba-tiba saja seluruh isi perut keluar hingga memuntahkan setiap makanan yang masuk. “Bunda, kenapa?” Shine terlihat takut juga khawatir tentang keadaanku. 

Semua menjadi gelap, hingga pada akhir cerita saya berada dalam sebuah kamar persegi. “Dimana saya sekarang?” pertanyaan itu muncul, masih berusaha bangun dari ranjang tersebut.

“Ibu tidak boleh banyak bergerak,” tegur salah seorang suster. 

“Ternyata saya berada di rumah sakit,” menyadari seragam yang dikenakan suster tersebut.

“Key, jangan banyak bergerak dan harus beristirahat total!” perintah ibu Azra sangat khawatir.

“Saya kenapa bisa ada disini, dok?” tanyaku.

“Key, sebentar lagi Shine akan mempunyai adik kecil” senyum ibu Azra. Bagai disambar petir mendengar ucapan ibu Azra bercerita jika terdapat janin dalam rahimku sekarang. Hamil tanpa suami inilah keadaanku sekarang. Terbuang dan tidak akan pernah dianggap oleh mereka semua. Bagaimana bisa saya dapat mengalami kejadian seperti sekarang ketika hidup terbuang? Kisahku bercerita harus menjalani hari-hari bersama gadis kecilku dan janin dalam Rahim tanpa pendamping.

Hamil anak kedua dan melahirkan tanpa seorang suami setelah 9 bulan berlalu, itulah perjalanan hidupku sekarang. Dia tidak pernah merindukan kami berdua bahkan tidak ada kata sedikitpun untuk mencari keberadaan keluarga kecilnya. Antara Feivel dan keluarga kecilnya seakan terdapat jurang besar sebagai penghalang sehingga dapat bersatu. Keegoisan, perselingkuhan, pihak ketiga, kekerasan, dan masih banyak lagi menjadi alasan terjadi perpisahan. Sekalipun kakiku berjuang mencari titik celah untuk mempertahankan, tetapi pada kenyataan segala jalan semakin tertutup.

“Selamat Key, anakmu laki-laki” ibu Azra tersenyum menggendong bayi mungil adik Shine.

“Bunda, kenapa ayah tidak pernah datang?” pertanyaan tersebut membuatku terpukul…

“Shine tidak boleh menyebut nama ayah lagi” membelai rambut Shine.

“Kenapa bunda?” tatapan matanya mencari jawaban…

“Karena ayah Shine sudah lama mati,” jawabku. 

“Shine bisa bermain di luar sebentar karena bunda lagi pengen istirahat setelah pulang dari rumah sakit,” ujar ibu Azra lembut. Berusaha menjauhkan Shine dari kalimat-kalimat penuh kebencian itulah dunia ibu Azra. Sebagai anak kecil, Shine hanya menurut tanpa bertanya kembali.

“Key, sebesar apapun kebencianmu jangan pernah bercerita buruk tentang ayah mereka” tegur ibu Azra setelah Shine berada di luar kamar…

“Jauh lebih baik Shine menerima kenyataan jika Ayahnya mati kan,” kalimatku.

“Key, jangan pernah menanamkan kebencian apapun terhadap Shine, bagaimanapun kerusakan rumah tanggamu sekarang. Tetaplah menjadi ibu yang bijak ketika berada di hadapan gadis kecilmu,” ungkapan ibu Azra membuat terdiam tanpa kata-kata untuk beberapa saat. Di satu sisi, akar kebencian jauh lebih berperan, tetapi di lain sisi saya harus berperan sebagai ibu bijak bagi kehidupan gadis kecilku. Apakah ini yang dikatakan kebahagiaan dan kehidupan?

3 tahun kemudian …

Hari ini usia Rivers genap berusia 3 tahun tanpa pernah mengenal rupa sang ayah. Menjadi seorang ibu sekaligus ayah bagi kedua buah hatiku memberi pengalaman tersendiri terlebih jalur tanpa batas buat kehidupan kami. Gadis kecilku Shine genap berusia 6 tahun, selalu menjadi kakak terbaik bagi adiknya. “Bunga ini buat bunda,” Rivers menyodorkan setangkai bunga putih tanpa noda sambil tersenyum. 

Perpisahan tanpa selembar kertas perceraian, itulah hal terburuk bagi jalanku bersama kedua buah hatiku. Dibalik kebencian, kemarahan, sakit hati, kecewa, dendam, dan penderitaan saya harus belajar memperlihatkan terhadap mereka berdua jika semuanya baik-baik saja. Bijak di tengah kehidupan tanpa pernah menanamkan perkataan buruk tentang ayah mereka, walau segala sesuatu terbungkus kebencian besar. 

“Bunda, apa wajah ayah seperti Ivers?”  pertanyaan polos anak yang masih berusia 3 tahun.

“Jawaban apa yang harus kuberikan untuknya, Tuhan?” jeritku tak mampu menahan, di lain sisi terdapat kebencian mendalam terhadap ayah mereka, namun di tempat berbeda saya tidak menginginkan kedua buah hatiku bertumbuh dalam sebuah akar luka sama seperti hidupku terhadap siapapun terlebih ayah mereka.

“Key, jangan pernah menanamkan kebencian apapun terhadap Shine, bagaimanapun kerusakan rumah tanggamu sekarang. Tetaplah menjadi ibu yang bijak ketika berada di hadapan gadis kecilmu,” kata-kata ibu Azra terus terlintas dalam benakku. Shine dan Rivers mempunyai pertanyaan-pertanyaan sama tentang ayah mereka. Duniaku dapat menjadi bahan tertawaan banyak orang saat ini, oleh karena setiap segala hal buruk terus menyergap tanpa batas perhentian.

“Anak bunda paling cakep sedunia sama seperti ayah” terus mendekap jagoanku.

“Benar bunda? Berarti ayah Ivers paling baik sedunia seperti jagoan bunda?” 

“Ivers punya ayah terbaik di dunia, akan selalu menjadi ayah terhebat bagi jagoan bunda,” membuat pernyataan seperti ini di hadapannya, namun bertentangan dari kenyataan sebenarnya. Jauh lebih menyakitkan, andai kata menanamkan kebencian terhadap kedua buah hatiku dibanding meluapkan segala amarah dan luka karena ketidak adilan ayah mereka. Saya masih dapat melangkah untuk menjadi bagian terbaik bagi kehidupan mereka, sekalipun segala segala sesuatunya sama sekali tidak memperlihatkan nilai kualitas. Kelak, jagoan kecilku akan memahami setiap area ketika harus berjalan untuk menapaki ataupun sesuatu yang ada di dalamnya.

Bagian 4…

“Gadis kecil bunda sudah pulang” menyapa Shine, terlihat raut  wajahnya tampak lemas seakan terdapat suatu masalah sama seperti kebanyakan orang dewasa pada umumnya. Dia sama sekali tak membalas sapaanku, hanya berjalan menunduk memasuki kamar. Setahun setelah kelahiran jagoanku Rivers yang lebih akrab dengan panggilan Ivers, akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari rumah ibu Azra. Salah satu anak ibu Azra memutuskan kembali ke rumah, dan saya tidak ingin menjadi beban bagi rumah sederhana tersebut. Dengan berbagai alasan, menempati rumah kontrakan kecil bersama buah hatiku, sambil berjualan keliling dan tetap membantu ibu Azra di warung miliknya.

Selama beberapa hari belakangan, gadis kecilku selalu saja terlihat termenung. Usianya masih terbilang kecil untuk memikirkan sebuah masalah ataupun sebuah beban dalam dirinya. Seperti ada sesuatu yang tidak beres ketika berada di sekolahnya, tetapi apa? Suatu ketika, tanpa sengaja saya mendapati dia menangis diam-diam di balik lemari kecil miliknya. Berusaha untuk memelankan suara isak tangisnya, sehingga tidak terdengar oleh siapapun. 

“Shine,” seakan mencari dirinya. Hal lebih mengejutkan, dia berusaha menghapus isak tangisnya, kemudian berjalan ke hadapanku. Segera merangkul dirinya, hatiku terus berteriak menginginkan gadis kecillku berbagi beban. Dia masih berusia 6 tahun untuk menutupi masalah yang sedang melilit tubuh mungilnya saat ini. 

“Anak bunda seperti punya masalah,” ujarku membawa dia dalam gendonganku.

“Masalah apa, bunda?” pertanyaan balik, masih berusaha menutupi air matanya. 

“Gadis kecil bunda seperti menutupi masalah,” tegurku.

“Tidak ada,” jawaban seorang anak usia 6 tahun. 

“Anak bunda harus bisa berbagi cerita,” terus mendekap gadis kecilku memberi kehangatan seorang ibu, setidaknya mengurangi beban dalam dirinya. Usia masih terlalu kecil untuk menyembunyikan sebuah rahasia hidup sama seperti kebanyakan orang dewasa pada umumnya. Mencari tahu apa yang sedang terjadi di sekolahnya merupakan jalan keluar dari masalah ini. Tetap terdiam bahkan menutupi isak tangisnya, sekalipun saya berusaha memancing. 

Seharian berada di sekolah Shine mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi secara diam-diam. Dari kejauhan melihat dan mendengar, bagaimana semua teman-temannya melemparkan berbagai kalimat ejekan. Dia tetap terdiam, tanpa membalas mereka sedikitpun. Ketika salah seorang guru menyuruhnya berjalan ke depan kelas, seluruh tubuhnya gemetar bahkan sangat takut. Mereka semua menertawakan Shine yang masih belum dapat menghafal satu huruf abjad sedikitpun ataupun jenis-jenis angka bahkan paling dasar. 

“Shine paling bodoh,” salah seorang temannya tertawa…

“Di suruh ke depan selalu gemetaran,” masih dengan anak yang sama memberikan ejekan.
Bodoh, gemetaran, idiot, tidak bisa menyanyi ataupun menari, dan masih banyak lagi ejekan buat dirinya hingga membuat dia terasingkan oleh teman-teman sekolahnya sendiri. Air matanya akan terjatuh secara diam-diam, ketika berada dalam kamar dan tidak bercerita di hadapan mereka semua termasuk ibunya sendiri. 

“Shine memang bodoh, idiot, jelek, tidak bisa menari atau bernyanyi” terekam sebuah kalimat pada gendang pendengaranku ketika isak tangisnya kembali menggema secara diam-diam di balik lemari kecil miliknya. Selama ini, saya memang kesulitan mengajari dia tentang berbagai huruf abjad maupun jenis-jenis angka, tetapi pikiranku berkata jika usianya masih terbilang kecil jadi semua itu wajar-wajar saja. 

Seakan ada hal tidak wajar dalam tumbuh kembang Shine, tetapi saya sama sekali tidak menyadari semua itu. Mencoba membawa Shine ke rumah sakit dan mencari tahu tentang masalah perkembangan otak dalam dirinya merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Hasil pemeriksaan menjelaskan jika otak Shine tidak akan pernah mampu menangkap objek di depan matanya, sekalipun dirinya tetap dapat menjalani hidup sama seperti manusia normal lain.

“Ada masalah pada otak Shine, sehingga dia kesulitan untuk menangkap atau memahami berbagai hal dalam dirinya.” Penjelasan dokter…

“Berarti anak saya seperti manusia autis, dok?”

“Dia akan sulit menangkap apapun penjelasan guru di sekolahnya, karena pengaruh permasalahan perkembangan otaknya mengalami masalah.” Ujarnya.

“Kenapa bisa, dok?” 

“Kemungkinan besar, sewaktu masih dalam kandungan ibu tanpa sengaja mengonsumsi obat-obat tertentu hingga mempengaruhi masalah perbentukan otaknya sewaktu masih berupa janin.” Ungkap dokter kembali. 

“Jujur dok, sewaktu dalam kandungan saya meminum banyak pil untuk melenyapkan dirinya, tetapi itu hanya masa lalu “ entah mengapa kalimat itu tiba-tiba saja keluar. Memori tentang pil aborsi kembali membayangi, namun hal luar biasa adalah Shine jauh lebih kuat untuk bertahan hidup. Dalam keadaan tertekan, ketakutan tentang kehancuran, masa depan suram jauh lebih kuat membayangi dibanding saya harus mempertahankan Shine. Tuhan, bagaimana kehidupan gadis kecilku kelak? Saya tidak ingin melakukan kesalahan untuk kesekian kalinya terhadap Shine.

“Saya menyesal melakukan semua itu, dok” tangisku pecah memenuhi ruangan dokter…

“Beruntung Shine masih terlahir sempurna tanpa cacat, ternyata dia jauh lebih kuat dibanding siapapun bahkan tidak masuk akal bagi pemikiran medis” ungkap dokter…

“Maksud dokter?” tanyaku.

“Secara medis, ketika seorang ibu mengonsumsi obat-obat tertentu terlebih dosis keras masuk kategori aborsi akan berdampak. Tentunya, janin tidak akan bertahan hidup atau terlahir cacat tanpa tangan, kaki, dan bisa saja kehilangan anggota tubuh lainnya.” Penjelasan dokter…

“Setidaknya, kondisi fisik Shine masih sempurna walaupun kenyataanya anda harus menerima permasalahan perkembangan otaknya sangat lambat dibanding anak-anak lain” lanjut dokter kembali menjelaskan lebih detail. 

“Apakah Shine berada dalam kategori autisme, dok?” 

“Shine bukan anak autis dan masih dapat menjalani banyak hal sama seperti manusia normal lainnya, hanya saja permasalahan perkembangan otak berada pada bagian terbelakang sehingga akan mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan dunia sekolahnya.”  Jawaban dokter.

Akibat perbuatanku beberapa tahun lalu, Shine harus mengalami kehidupan seperti sekarang bahkan terkucilkan. Bagaimana gadis kecilku dapat menyimpan beban hidup begitu rumit, hanya menangis di balik lemari untuk menyembunyikan kesedihan hatinya. Semua orang dapat berkata gadis kecilku akan selamanya menjadi manusia idiot, tetapi hatiku akan selalu mendekapnya untuk melewati masa-masa itu. Rumah tanggaku bisa saja berada di ujung tanduk bahkan telah memasuki jurang paling kelam, tetapi dunia gadis kecilku harus memancarkan sinar apapun keadaannya.

Kenyataan  terpahit bagi seorang ibu menyaksikan kisah sang anak mengalami kehidupan tidak seperti yang lain. Gadis kecilku akan mengalami permasalahan nilai mata pelajaran buruk, bahkan tinggal kelas berulang kali, cacian, terkucilkan, pandangan sebelah mata banyak teman-temannya. Shine selalu diam membisu tanpa pernah dapat berkata-kata terhadap ibunya sendiri oleh karena makian banyak teman sekolahnya. Hanya menyembunyikan isak tangisnya di samping lemari kecil kamarnya. Jauh lebih menyakitkan melihatnya menjatuhkan air mata sendirian dengan usia yang masih terlalu kecil. 

“Bunda, maafkan Shine tidak bisa seperti mereka” dalam tangisnya masih dapat berkata-kata, tanpa pernah dia menyadari telingaku dapat mendengar segalanya.

“Shine memang bodoh, idiot, jelek tidak bisa seperti mereka” mengejek dirinya sendiri dalam isak tangis yang masih berusaha disembunyikan olehnya. Gadis kecilku begitu tertutup, di hadapan  semua orang air matanya tidak akan pernah terjatuh, namun isak tangisnya akan bermain di suatu tempat tanpa pernah seorangpun menyadari. 

“Tidak seperti ini caranya,” jeritku menahan sakit berjalan untuk mendapati Shine dengan tetesan Kristal pada wajahnya. 

“Bunda,” dia segera menghapus setiap aliran air yang masih mengalir pada wajahnya. Mengangkat tubuh mungil Shine, dan membawanya dalam dekapanku erat-erat hanya untuk memberikan kekuatan hingga dia tidak merasa sendirian menjalani beban hidup. Saya masih dapat melangkah demi masa depan gadis kecilku, sekalipun dunia medis dapat berkata tingkat kebodohannya berada pada stadium akhir. 

Seorang ibu akan berjuang melawan pernyataan medis tentang masalah perkembangan otak gadis kecilnya, apapun keadaan yang ada di depan mata. Dunia dapat saja tertawa melihat hidup gadis kecilku, tetapi suatu hari kelak semua akan malu oleh karena kekuatan seorang ibu. Pondasi terhebat bagi sang anak adalah kekuatan doa dan perjuangan seorang ibu untuk membawanya keluar sebagai pemenang. Hari ini ataupun esok dunia dapt tertawa, kelak gadis kecilku akan membuat dunia tercengang-cengang karena sebuah berlian berharga ada dalam dirinya.

“Gadis kecil bunda berbeda dengan anak lainnya,” terus mendekap dirinya…

“Bunda,” hanya satu kalimat yang dapat mengalir dari mulutnya ketika berada di hadapanku.

“Gadis kecil bunda harus menangis dalam pelukan bunda bukan duduk bersembunyi di samping lemari, ngerti!” ujarku terus mendekap erat dirinya.   

“Bunda tahu kalau Shine nangis?” tubuh mungil Shine mencari jawaban.

“Bunda tahu semua, bagaimana Shine bersembunyi menangis di samping lemari setiap hari” jawabku menahan rasa sakit melihat keadaan Shine…

“Shine harus bisa berbagi cerita,” ujarku menghapus sisa-sisa butiran Kristal pada sepasang matanya.

“Andai kata air matamu akan terjatuh, kau harus berlari kuat untuk berada dalam dekapan bunda” jeritan hati seorang ibu berjuang menahan setiap rasa sakit. 

“Mereka semua mengejek Shine bodoh, idiot, hancur, orang aneh” Shine bercerita bagaimana semua teman-teman sekolahnya memandang hina apapun dalam dirinya.

“Shine bukan anak bodoh seperti yang mereka ucapkan, hanya butuh waktu untuk berjuang, berlatih, 
dan belajar hingga menjadi  sama seperti yang lain bahkan lebih dari mereka.” kalimat bijak seorang ibu, entahkah dia memahami bahasa dewasa seperti ini ataupun tidak.

“Gadis kecil bunda bukan manusia idiot seperti ucapan banyak orang, tetapi berlian berharga dan tidak pernah memiliki kesamaan di dunia ini. Sampai kemanapun mereka mencari jenis yang sama, namun tidak akan pernah menemukan, kenapa?” ungkapku kembali…

“Kenapa bunda?”

“Karena hanya gadis kecil bunda saja pemiliknya,” memberi harapan dan kekuatan baginya.

“Shine takut tidak bisa membahagiakan bunda nanti karena bodoh,” Shine hanya berpikir tentang bundanya ketika semua orang memberi makian …

“Gadis kecil bunda terlalu dewasa untuk berpikiran seperti ini,” kalimat hangat buatnya.

“Shine tahu kalau bunda selalu menderita, kalau Shine bodoh berarti bunda makin menangis” ucapan seorang anak masih berusia 6 tahun…

“Shine,” terus memeluk Shine.

“Bunda selalu bilang, kalau ayah adalah ayah terbaik di dunia selalu sayang Shine juga Ivers…tapi Shine tahu kalau dia ayah paling jahat selalu membuat bunda menangis” ungkapan Shine seolah menanam kemarahan besar terhadap ayahnya. Bagaimana tidak, shine selalu melihat peristiwa pertengkaran orang tuanya beberapa tahun lalu dan masih membekas hingga detik sekarang.  

“Shine masih terlalu kecil untuk mengerti pertengkaran orang dewasa,” berusaha memberi pengertian terhadap dirinya.

“Shine benci ayah,” ungkapnya.

“Kalau Shine sayang bunda, berarti di hati Shine juga harus ada nama ayah terhebat buat hidupmu.” Kalimat bijak seorang ibu sekalipun segala sesuatunya bertentangan ataupun berlawanan dari kenyataan sebenarnya.

“Ayah tidak pernah mencari bunda, Shine, juga Ivers” nada amarah Shine.

“Di hati ayah selalu ada nama Shine, jadi jangan pernah membenci ayah” berusaha membuatnya mengerti tanpa perlu seorang ibu harus menanamkan akar kemarahan dalam diri sang anak. Rasa kecewa, sakit, amarah, kebencian berbaur menjadi satu tetapi kehidupan sang anak akan mengalami tingkat keburukan, andai kata semua itu berada dalam dirinya. Cukup hidupku merasakan hal-hal seperti ini, akan tetapi dunia buah hatiku harus tetap berada pada jalur tepat. 

Dibalik kemarahan, kekecewaan, sakit hati, kepahitan sebagai seorang ibu, saya masih berjuang untuk bercerita tentang hal baik tentang dunia ayah mereka sekalipun pada kenyataan berlawanan bahkan bertentangan dari yang sebenarnya. Saya belajar bangkit dari keterpurukan akan permasalahan kehancuran rumah tangga maupun perkembangan otak Shine berbeda dari teman-teman sekelilingnya. Berjuang melawan status Shine tentang permasalahan perkembangan otaknya. Dapat dikatakan, jika tahun ini Shine harus tetap berada di kelas satu bangku sekolah dasar karena permasalahan tingkat kebodohannya. Belajar membagi waktu bagi kedua hatiku maupun berperan sebagai pencari nafkah.

Seorang ibu bijak akan berjuang membentuk kehidupan sang buah hati, sekalipun tanpa seorang ayah bersama mereka. Cukup sekali, saya melakukan kesalahan dengan tidak menginginkan kelahiran Shine, tetapi sebagai ibu, duniaku akan berjuang keras membawanya ke sebuah garis finish. Dunia medis dapat saja berkata akan masa depan Shine mengalami titik suram paling teratas, akan tetapi kekuatan seorang ibu dapat menghancurkan segala pernyataan terburuk.

Setiap hari ucapan mulutku hanya memperkatakan kalimat-kalimat positif, meskipun bagi semua orang ejekan demi ejekan terus membungkus Shine. Di sekolah atau area manapun tempat Shine berpijak semua dapat berkata-kata negative, namun dunia seorang ibu hanya mengungkapkan tentang kekuatan doa jauh melebihi segalanya. Apapun gambaran medis tentang dunia Shine, lain hal akan perjuangan pondasi terkuat untuk menghancurkan keadaan terburuk sekalipun.

Beruntung Shine tidak berada dalam jalur down syndrome akibat kesalahan terbesar yang telah kulakukan ketika dirinya masih berada dalam kandungan. Jika pada saat itu, dirinya mempunyai kekuatan luar biasa, berarti sekali lagi Shine dapat menunjukkan sesuatu yang lebih dari itu semua sehingga tetap bertahan. Pil aborsi manapun tidak dapat melenyapkan dirinya dari dunia, untuk sekarangpun permasalahan perkembangan otaknya tidak dapat menghancurkan langkah hidupnya kelak. Memiliki kepercayaan, Tuhan memberi kekuatan bagi dunia Shine hingga dapat mendaki gunung batu di hadapannya.

“Shine, gadis kecil bunda mempunyai kelebihan terhebat dalam dirinya jauh melebihi siapapun juga” mendekap gadis kecilku sebelum matanya terpejam pada malam hari. 

“Terimah kasih, bunda” senyum dari kehangatan mata Shine.

“Gadis kecil kecil bunda pasti menjadi manusia  terhebat  kelak,” senyumanku memberikan kehangatan bagi dunia Shine Gilia Marks. 

“Bunda, Ivers juga mau dipeluk seperti kakak” Rivers berlari kecil masuk dalam dekapanku bersama kakaknya. Mereka berdua harta tak ternilai yang Tuhan berikan, walaupun kisah perjalanan rumah tanggaku tidak pernah bercerita tentang kebahagiaan sedikitpun. 

“Jagoan bunda,” memberi kecupan hangat bagi Rivers. 

“Bunda, kalau Ivers besar mau jadi pilot biar bisa bawah bunda terbang” pernyataan polos sang jagoan tentang mimpinya. 

“Jagoan bunda,” membalas senyuman Rivers.

“Membawa kakak juga ayah terbang bersama di udara” sang jagoan menyebut nama ayahnya penuh kebahagiaan. Terdengar menyakitkan, kenapa? Dia tak pernah menyadari ataupun tahu tentang setiap keburukan sang ayah jauh sebelum dirinya berada dalam Rahim. Menginginkan jagoanku bertumbuh dan terbentuk pada sebuah area garis tepat, jauh lebih baik dibanding membuat kekacauan dalam dunianya. 

Setiap malam, sang jagoan akan menyebut nama sang ayah melalui doa kepolosan seorang anak berusia 3 tahun. Tanpa pernah lelah dengan senyum kebahagiaan bercerita banyak di hadapan Tuhan akan dunia sang ayah. Sekalipun tidak pernah tahu wajah sang ayah, hanya percaya akan setiap cerita sang bunda, namun semua itu selalu di bawah dalam doa jagoan kecil berusia 3 tahun. Di hati jagoan kecilku hanya bercerita, jika sang ayah benar-benar ayah terhebat dan terbaik jauh melebihi siapapun. 

“Tuhan, dimanapun ayah berada jangan biarkan sendiri berjalan melewati semuanya” isi curahan hati sang jagoan kepada Tuhan pada malam hari.

“Terimah kasih Tuhan, karena memberi ayah terbaik juga paling hebat buat Ivers, kakak” kepolosan sang jagoan. Andai kata jagoan kecil menyadari kenyataan terburuk tentang sang ayah? Akankah pernyataan tersebut masih melekat kuat? Dunia ayah terburuk jauh dari pemikirannya, itulah kenyataan yang sebenarnya dan tidak dapat disangkal. 

Jauh lebih memilih wanita lain dibanding mempertahankan kehidupan keluarga kecilnya. Pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi hingga membuat segala-galanya hancur berantakan bahkan semakin buruk antara satu sama lain. Di hadapan anak dan istri, membawa perempuan lain masuk ke dalam kamar. Inikah yang dikatakan sebagai ayah terbaik bagi pemikiran sang jagoan? Menyerahkan selembar surat perceraian demi kebahagiaan semu semata bagi diri sendiri. Hatiku berkata, jauh lebih baik sang jagoan tidak akan pernah bertemu ayahnya dibanding menyadari hal-hal terburuk hingga memberikan luka setiap sudut ruang dasar hatinya.

Sebagai seorang ibu bagi sang jagoan, saya hanya belajar membentuk dunianya dengan bercerita tentang kebaikan sang ayah tanpa pernah menyebut segala hal ataupun karakter terburuk di dalamnya. Kebencian akan menghancurkan perjalanan jagoan kecilku kelak. Dunia sang jagoan hanya akan bercerita tentang pelangi tanpa sebuah akar kebencian maupun rasa luka terpahit membungkus begitu erat. 

“Tuhan, lindungi ayah” isi doa sang jagoan…

“Jadi dokter buat ayah, kalau-kalau ayah sakit,Tuhan” 

“Tuhan, terimah kasih memberikan ayah paling tampan di dunia buat Ivers” rasa jenuh bercerita tentang ayahnya melalui doa bagi dunia si’Jagoan? Sama sekali jagoan kecilku tak pernah jenuh mencurahkan segala isi hatinya kepada Tuhan tentang dunia sang ayah.

Ketika berada di hadapan teman-teman seumuran dengannya, sang jagoan selalu bercerita tentang kebaikan ayah paling kuat sedunia diantara para ayah. Penuh semangat bermain, bercerita, berlari, dan berkata-kata jika dia mempunyai ayah terbaik. Dia tidak pernah tahu, jika segala sesuatunya bertentangan bahkan jauh dari kenyataan sebenarnya tentang kisah ayah terhebat bagi sang jagoan. Hati seorang setiap saat hancur mendengar semua hal pada kenyataan berlawanan dari keadaaan sebenarnya.

“Bunda, pasti ayah lagi merindukan Ivers sekarang” senyum polos menyatakan ataupun membayangkan sang ayah sedang merindukan dirinya. Andai kata, dia tahu tentang kehidupan terburuk ayahnya? Masihkah sang jagoan kecil akan tetap bercerita tentang kehebatan ayahnya?

“Pasti, sekarang ayah pasti merindukan sang jagoan paling cakep sedunia” berusaha menahan kepedihan luka selama bertahun-tahun tersimpan kuat jauh melebihi apapun di dunia ini.

Bagian 5…

Seperti biasa saya berusaha membagi waktu yang ada antara pekerjaan dan anakku. Pagi-pagi saya disibukkan dengan membuat kue untuk dijajahkan keliling, sambil mengantar Shine ke sekolah. Beberapa jam setelahnya berada di warung ibu Azra untuk bekerja sebagai tambahan penghasilan. Membawa jagoan kecilku ketika bekerja pada warung ibu Azra, sambil menunggu waktu siang menjemput Shine dari sekolahnya.  Pada malam hari masih bergumul mengajar Shine tentang pengenalan huruf dan angka-angka dasar. 

“Shine, coba tebak ini huruf apa?” tanyaku terhadap gadis kecilku.

“Huruf C bunda,” jawaban dengan memasang wajah senyum.

“Kakak payah, ini bukan C tapi B” Rivers membuatku terkejut, tanpa pernah kuajar sama sekali dia dapat menghafal semua jenis huruf.

“Ivers, ini huruf apa sayang?” tanyaku.

“Huruf E, bunda” jawab jagoan kecilku. Menyodorkan semua jenis huruf di hadapannya, dia menguasai semuanya. Lebih mengejutkan lagi, jagoan kecilku dapat membaca selancar saat usianya masih berusia 3 tahun seperti ini. 

“Ivers, coba baca kalimat ini sayang!” perintahku.

“Matahari bersinar cerah,” tanpa harus mengeja terlebih dahulu. 

“Jagoan kecil bunda, coba yang ini!” perintahku lagi.

“Bulan dan bintang bersinar pada malam hari,” sekali lagi membaca tanpa rasa kaku. 

“Dari mana jagoan kecil bunda belajar membaca?” tanyaku.

“Setiap malam bunda mengajar kakak di hadapan Ivers ,” jawaban dengan senyum.

“Bunda, Shine memang bodoh” terdapat perasaan minder pada diri Shine. 

“Siapa bilang gadis kecilku bodoh, hanya butuh waktu sedikit lagi” mendekap Shine. Di satu sisi, perasaan bahagia melingkupi oleh karena kemampuan Ivers, sedangkan di lain sisi terdapat Shine masih membutuhkan pergumulan luar biasa. Gadis kecilku hanya butuh waktu, kekuatan seorang ibu dapat menghancurkan dunia medis.

“Kakak tidak bodoh, Cuma sedikit idiot” ujar Rivers memeluk Shine.

“Jagoan kecil bunda, tidak boleh sekali-sekali berucap bodoh ataupun idiot terlebih pada kakak sendiri, ngerti” berusaha memberi pengertian. 

“Memang kenapa, bunda?” tatapan mata Rives meminta jawaban.

“Bodoh ataupun idiot adalah perkataan jelek, anak bunda hanya boleh mengucapkan kata-kata baik atau positif” ujarku.

“Bunda, kata-kata positif itu apa?” Shine kebingungan…

“Ivers tidak mengerti kata positif” jagoan kecilku menggeleng-gelengkan kepala.

“Positif berarti anak bunda hanya mengucapkan kalimat tidak mengejek orang, memberi semangat, mendoakan, membuat tersenyum, dan masih banyak lagi…” jawaban penuh sedikit penekanan sesuai mimic wajah yang mereka mengerti.

“Berarti Shine memang bodoh, Cuma karena bunda tidak mau menyakiti Shine jadi positif” kalimat Shine terlihat penuh kekecewaan…

“Gadis kecil bunda bukan anak bodoh, bukan karena ingin memberi semangat” ungkapku.

“Lantas?” Shine menatap…

“Hati seorang bunda selalu berkata kalau gadis kecilnya bernama Shine bukan manusia bodoh tetapi jenius. Kelak akan membuat seluruh dunia terkejut.” Jawaban terbaik bagi Shine.

“Benar bunda?” Shine berlari masuk dalam dekapanku erat-erat.

“Kakak tidak bodoh juga idiot, tapi jenius seperti kata bunda” jagoan kecilku tersenyum memeluk kakaknya dari belakang.

“Kakak, maafkan Ivers” masih melanjutkan ucapannya.

“Iyah,” Shine hanya mengangguk.

Terimah kasih Tuhan, memberikan  harta berharga di tengah kehancuran rumah tanggaku. Dunia buah hatiku masing-masing mempunyai satu kelebihan dan akan saling menutupi di antara mereka. Mereka mempunyai kelebihan juga kekurangan masing-masing, termasuk ketika berhadapan dengan sebuah objek depan mata. 

“Shine, sudah siap” memperbaiki kerah baju Shine, kemudian menaruh bekal dalam tasnya.

Mengantarkan Shine memakai sepeda tua ke sekolah. Menaruh Rivers pada bagian depan, sementara Shine berada di belakang sambil mengayuh sepeda. Saya mulai melupakan kerusakan rumah tanggaku oleh karena dunia mereka terus menjadi penyemangat. Bernyanyi, bersiul, tertawa sepanjang jalan bersama mereka menghibur hati. Terlebih tingkah jagoan kecilku selalu saja membuat tingkah konyol.

“Hatiku gembira, hatiku gembira, hatiku gembira, selalu gembira” Shine mulai bernyanyi melupakan ejekan-ejekan teman-temannya ketika berada di sekolah nanti.

“Sudah sampai, bunda” teriak jagoan kecilku.

“Anak idiot bersama ibunya sudah datang,” sindir salah satu orang tua teman sekelas Shine.

“Bagaimana anaknya tidak idiot, sedangkan ibunya saja tidak punya pendidikan tinggi” kembali menyindir seakan benar-benar membenci Shine.

“Shine, masuk yah dan jangan lupa semangat,” memberi kalimat terhadap Shine.

“Kakak, harus tetap tersenyum karena kakak bukan idiot” jagoan kecilku berlari kecil memeluk kakaknya penuh kehangatan.

“Terimah kasih, atas setiap ucapan anda” membalas hinaan ibu dari salah satu teman sekelas Shine terkenal jenius, kaya, cantik, nomor satu di segala bidang. Berlalu dari hadapannya jauh lebih baik, dibanding tetap tinggal mendengar setiap ejekan demi ejekan.

Pernyataan tentang pendidikan rendah terus membayangi gendang pendengaranku. Memori akan prestasi, beasiswa, masa depan, kampus terbaik dunia mulai kembali. Teriakan ayah mulai terngiang, kemarahan luar biasa bahkan menganggap anaknya tidak pernah terlahir ke dunia. Andai kata, waktu itu saya dapat menjaga diri tentu sekarang semua mata negara terarah padaku. Impianku hancur dalam sekejap hanya karena peristiwa semalam bersama Feivel. Kekecewaan ayah, hinaan banyak teman-temanku, penghianatan sahabat, kakiku harus berlutut hanya demi memohon mengikuti ujian untuk terkahir kalinya sekalipun beasiswaku harus ditarik. Menangis pun tidak akan mengembalikan semua mimpiku…

“Key, apa kau punya masalah?” tegur ibu Azra sejak tadi memperhatikan keadaanku.

“Tidak ada,” jawabanku spontan, kemudian melanjutkan membersihkan piring-piring kotor.

“Jangan bohong Key,” ibu Azra masih belum percaya…

“Shine diejek karena bundanya tidak memiliki pendidikan tinggi sama seperti yang lain, makanya gadis kecilku hidup seperti manusia idiot” jawabku menunduk.

“Jadi, kau masukkan ke hati setiap ejekan mereka?”

“Bukan masalah itu,” jawabku lagi,

“Lantas, Key?”

“Memori tentang beasiswa, prestasi, kemarahan ayah kembali memenuhi berandaku,”

“Key, andai kata kau ingin mengejar mimpimu tidak ada kata terlambat untuk memulai kembali” ungkapan ibu Azra membuatku terperanjat. Bagaimana mungkin semua itu bisa terjadi…

“Jangan biarkan seorangpun menganggap kau rendah, kejar mimpi yang pernah terpetik dalam hidupmu.” Kembali melanjutkan ucapannya.

“Itu tidak mungkin setelah bertahun-tahun, beasiswaku ditarik bahkan hanya demi ujian kelulusan saya harus berlutut di hadapan para guru juga teman-temanku” seperti itulah nasibku. Demi selembar ijasah sekolah menengah, lututku harus berjuang kuat.

“Key masih dapat melangkah, ikuti kata hatimu mengejar mimpi” ujar ibu Azra,

“Sekarang umurku sudah terlalu tua, bahkan dua buah hatiku bagaimana?” 

“Mengejar mimpi tidak memandang umur, selagi Key dapat berlari teruslah berlari” 

“Apa yang harus kulakukan,” tangisku pecah seketika…

“Key bisa mengambil kuliah malam, walau tanpa beasiswa sedikitpun. Permasalahan membagi waktu antara kuliah dan anak-anak awalnya rumit tetapi Key pasti bisa” memberi harapan buatku. Apakah saya  masih dapat berlari, ketika pertengahan jalan kakiku terhenti sekian tahun?
Berpikir, merenung, menganalisa tentang sebuah pernyataan, “Saya masih dapat melangkah, sekalipun segala sesuatunya pergi menjauh bahkan kakiku sendiri bertahun-tahun terhenti hanya karena sebuah objek.” Tidak ada kata terlambat untuk kembali belajar mendaki sebuah gunung hingga berada pada sebuah puncak. Andai kata, kaki sudah tidak dapat berlari, setidaknya tubuh masih dapat merangkak…

Permasalahan  keuangan, anak, masa lalu, umur, dan masih banyak lagi bukanlah alasan tepat menghentikan kaki untuk berlari hingga berada di garis finish kehidupan. Bukan berarti beasiswa maupun kampus terbaik dunia pergi menjauh, hingga jalan menuju Roma tertutup kuat. Masih banyak jalan menuju Roma, kelak hasil karyaku akan menjadi perbincangan bahkan perhatian dunia. Hanya menunggu waktu itu tiba, namun kaki juga mulai belajar kembali pada area pertandingan hingga menuju garis finish. Mengikuti ucapan ibu Azra, mulai mencari kampus dengan biaya murah untuk melanjutkan pendidikan Keylyn kembali. Bukan berarti, duniaku tidak berada pada kampus terbaik semuanya akan lenyap bahkan menghancurkan masa depan. Terkadang, ada saat seseorang menggerkan dunia, bukan karena dia berasal dari kampus terbaik dan terkenal melainkan hanya berjuang sekitar kampus pembuangan bahkan tidak akan pernah di anggap oleh banyak orang. 

Semua itu kembali pada pribadi masing-masing untuk berjalan bahkan berjuang mengejar sebuah objek. Hari ini keadaan dapat saja menertawakan, tetapi bila waktu itu tiba semua mata tidak akan pernah berkedip sedikitpun. Mengatur waktu antara pekerjaan, kuliah, kedua buah hatiku setiap hari itulah yang kulakukan sekarang. Berusaha menghemat keuangan hanya demi memenuhi kebutuhan biaya hidup, kuliah, kontrakan, kebutuhan sekolah gadis kecilku. Mencari uang tambahan selain menjajahkan kue, bekerja di warung, saya pun harus menjadi tukang cuci dan setrika baju beberapa rumah. Mengumpulkan seluruh pakaian kotor, kemudian membawanya ke rumah buat dicuci dan setrika, setelah bersih barulah di antar kembali.

“Ini upah kamu yah, bulan ini” ujar ibu Hemah salah satu rumah menjadi pelanggan tetapku untuk masalah. 

“Terimah kasih, bu” rasa haru melingkupi. Melupakan bagaimana kasarnya tanganku saat berada di sumur demi mendapat upah. 

“Tunggu, ini ada sedikit makanan buat Shine juga Rivers” menyodorkan rantang makanan.

“Sekali lagi terimah kasih,” ujarku sambil membungkukkan badan. Berjalan pulang ke rumah, Shine dan Rivers mengerti benar keadaanku bahkan tetap setia menunggu. Pagi-pagi sekali, saya harus dapat menyelesaikan membuat kue seperti biasa untuk dijajahkan, sekaligus memasak bekal makan Shine. Membersihkan rumah, mengurus kedua buah hatiku dengan memandikan juga memberi makan. Sambil menjajahkan kue di beberapa tempat, mengantarkan Shine ke sekolah kemudian kembali melanjutkan…

Sekitar pukul Sembilan pagi, berada di warung ibu Azra untuk bekerja sekalipun jajanan kue tidak sampai habis. Beruntung ibu Azra mau membantu dengan menaruh sisa kue pada warungnya untuk dijual hingga habis. Beliau mengerti tentang keadaanku sekarang, hingga saya dapat pulang pada siang hari sekitar pukul setengah dua siang. Syukurlah Shine dapat berjalan pulang sendiri tanpa harus dijemput, kakinya langsung menuju warung ibu Azra tidak jauh dari sekolahnya. Ketika berada di rumah saya harus berada di  sumur belakang, berjuang mencuci pakaian-pakaian kotor yang telah dikumpulkan dalam perjalanan menuju rumah. Untunglah, kedua buah hatiku dapat memahami keadaanku, tidak pernah bersungut apapun makanan yang ada di hadapan mereka. Setelah itu, tanganku masih harus berjuang menyetrika pakaian-pakaian yang sudah kering secepat bahkan selincah mungkin untuk mengejar waktu. 

“Shine, bangun sayang” membangunkan Shine sore hari dari tidur siangnya. 

“Bunda, masih ngantuk” mengucek-ngucek matanya.

“Shine, harus belajar biar pintar” ujarku menyodorkan segelas air putih. Setidaknya, segelas air putih terdapat kehangatan seorang ibu di dalamnya, sekalipun saat ini tidak sedang bercerita segelas susu karena permasalahan ekonomi. Sebelum berangkat kuliah, saya berjuang untuk memberi waktu mengajar Shine di rumah. Seberapa besar apapun kesibukan bundanya, harus selalu ada waktu terselip buatnya untuk mengarahkan dalam mata pelajaran. Perkembangan Shine Dan Rivers sangat jauh, masing-masing memiliki kelebihan satu sama lain. Jagoan kecilku sepertinya memiliki kadar IQ tinggi, mampu menguasai bentuk bendera dari berbagai negara jauh berbeda dengan Shine. 

Bukan berarti masa depan Shine suram, bahkan bisa saja berbalik tentang dunia kelak. “Shine, ini angka berapa” masih bergumul setiap saat tentang permasalahan pengenalan huruf juga angka-angka. Berbeda dengan jagoan kecilku, diusianya masih 3 tahun sibuk membaca buku-buku apapun di hadapannya.

“Bunda, Ivers kalau besar mau jadi dokter saja” teriak sang jagoan tanpa berkedip.

“Perasaan, kemarin bilang pilot, kenapa jadi berubah?” tanyaku.

“Ivers habis baca buku dokter-dokter bunda,” jawaban simple tapi terdengar lucu.

“Hahahahahaha,” tawa Shine.

“Dokter itu jenius, biar bisa ajar kakak Shine” kalimat terkacau sang jagoan.

“Tangan bunda sangat kasar,” Shine memegang mengelus tanganku.

“Shine, tidak apa-apa” memeluknya kuat.

“Maafkan Shine bunda, tidak bisa terlihat pintar” rasa bersalah terpancar kuat pada sepasang mata gadiskecilku, seakan menyesali semua hal dalam dirinya. 

“Shine pasti bisa, hanya belajar lebih giat lagi” ungkapku. 

“Shine takut bunda sakit,” air matanya terjatuh. Membayangkan bagaimana kerasnya beban hidup sehari-hari. Sebagai ibu, tanganku tidak akan pernah menyerah memperlihatkan pada dunia tentang masa depan gadis kecilku suatu hari kelak. Berjuang meraih mimpi, sekaligus menjadi ibu terhebat bagi kehidupan mereka. Pada malam hari berada di bangku kuliah mengejar sesuatu yang terhilang bertahun-tahun lamanya. Menitipkan kedua buah hatiku di rumah ibu Azra, bergegas pulang menjemput mereka kembali.

“Sampai jumpa besok Shine juga Ivers, nanti main bareng Sania lagi yah” bahasa lembut ibu Azra mencium kening mereka berdua. Ibu Azra mempunyai cucu bernama Sania sekaligus teman bermain Shine juga Rivers. Menidurkan kedua buah hatiku, kemudian menyelesaikan tugas-tugas kuliahku sebelum matakupun ikut terlelap. Keesokan harinya kembali memulai aktifitas seperti biasa. Bersyukur, Tuhan begitu baik bagi kehidupan kami hingga segala kebutuhan dapat tercukupi. 

“Tuhan, cukupkan uang ini” setiap mendapat upahku. Membeli beberapa celengan kaleng, kemudian membagi menjadi beberapa tempat. Mengatur sebaik mungkin biaya sekolah, makan, listrik, kontrakan, kuliah, ataupun berusaha menyelipkan sedikit uang untuk biaya-biaya tidak terduga lainnya. Terkadang, saya harus memungut  sayuran liar bersama Shine juga Rivers sekitar pinggir jalan untuk menu lauk sehari. Jika sisa makanan warung habis, maka itulah kegiatan kami yang baru. Beruntung, beberapa orang mempercayakan pesanan kue dalam jumlah banyak, entah karena acara arisan, syukuran, ulang tahun, dan lain sebagainya sehingga menambah pemasukan.

Hamil di luar nikah, prestasi pergi menjauh, beasiswa menghilang dalam sekejap, nama harus tercoret dari kampus terbaik dunia, terbuang dari kartu keluarga ayah, menghadapi kehidupan rumah tangga paling rusak merupakan bagian masa lalu paling kelabu. Akan tetapi, saya masih dapat melangkah bagaimanapun keadaan bahkan hal-hal terpahit membungkus. Ayah mampu menghidupi kebutuhanku seberapa besarpun keinginan, jauh ketika saya masih menjadi anak manis buatnya. Langkah hidupku sekarang bercerita tentang pergumulan beban hidup ketika berhadapan sebuah objek.

“Tetaplah menjadi bagian terbaik dalam kisahmu,” tanpa sadar Rivers membaca sebuah kalimat begitu nyaring dari salah satu buku yang kupinjam di perpustakaan kampus. Tuhan memakai jagoan kecilku tanpa sadar untuk memberi kekuatan tak ternilai buatku. Suara nyaringnya bergema kuat memenuhi gendang pendengaran, membungkus hingga ke sumsum tulang. Terdengar aneh, jika Rivers dapat membaca lancar, sedangkan kakaknya masih berjuang mengenal berbagai huruf. Terus berlari, membawa gadis kecilku menjadi pemenang…

Bagian 6…

3 Tahun kemudian…

“Tuhan, hatiku bersyukur atas segala yang diberikan buatku” menikmati anugerah Tuhan setelah berhasil menyelesaikan program studi ekonomi strata satu hanya dalam waktu 3 tahun dengan indeks prestasi kumulatif 4,00. Mengatur waktu antara pekerjaan, kuliah, buah hati mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Tidaklah semudah yang dibayangkan, terlebih hidupku masih harus berjuang penuh bagi hidup gadis kecilku. 


“Bunda,” memberikan setangkai bunga, entah memetik bunga siapa…

“Gadis kecil bunda,” memeluk serta memberikan ciuman.

“Bunda, ini apa?” sang jagoan terlihat bingung atas pakaian yang kukenakan.

“Kelak, jagoan bunda setelah lulus pasti memakai pakaian seperti ini” menjawab pertanyaan sang jagoan. Pakaian wisuda bersama toga di atas kepala terlihat janggal bagi sang jagoan. 

Beberapa tahun melewati samudera hidup bersama mereka, tetap tersenyum sekalipun segala sesuatunya mengiris hati tiap detik. Membayangkan semenjak memasuki bangku kuliah, kedua buah hatiku tidak pernah marah menunnggu sang bunda menjemput ketika malam terlalu larut. Mereka harus berada di rumah ibu Azra selama jam kuliah malamku berjalan, setelah selesai kakiku segera mengayuh sepeda menjemput. Pernah suatu waktu, dalam sebulan lebih saya harus membawah mereka bersama memasuki area kampus dikarenakan ibu Azra sedang berada di luar kota menjenguk anaknya.

Flashback…

“Key, maaf tidak bisa menjaga mereka selama sebulan ini” rasa bersalah ibu Azra akibat sang anak sedang mengalami kecelakaan hingga harus dirawat olehnya.

“Tidak apa-apa, ibu” jawabku. Sementara Sania juga bersama ibunya pun harus ikut, karena khawatir kondisi ibu  Azra di luar kota. Beruntung Sania masih seumuran Rivers, jadi permasalahan sekolah masih bisa dikondisikan.

“Sepenuhnya warung ini menjadi tanggung jawabmu sebulan penuh bahkan lebih” ibu Azra berkata-kata. 

“Tidak usah takut, kau dapat menutupnya siang hari seperti hari kepulanganmu” kembali melanjutkan ucapannya, benar-benar memahami akan kondisiku sekarang.

“Terimah kasih, ibu” ujarku. Seorang ibu selalu memberikan kata-kata bijak buatku dalam segala kondisi. Memberi tumpangan ketika saya tidak mempunyai tempat tinggal, membantu kondisi keuanganku ketika saya berkekurangan. Tidak pernah bosan ataupun marah, setiap malam kedua buah hatiku berada di rumahnya. Menjaga bahkan merawat mereka seperti cucu kandung sendiri, terlebih dunia Shine masih membutuhkan bimbingan.

Membawa kedua buah hatiku berada di tempat kuliah pada malam hari. Beruntung mereka tetap menjadi anak manis tanpa membuat keributan. Semua dosen memahami keadaanku, hingga membiarkan mereka berdua berada dalam ruangan sama seperti lain mengikuti mata kuliah. Minggu pertama, mereka harus menunggu di luar namun tak tegah dan takut terjadi sesuatu hingga membuatku membawanya masuk ruangan.

“Bunda, kumis bapak itu tebal sekali” sang jagoan terkejut melihat wajah pak Danils penuh jenggot tebal, hitam pekat terlihat menakutkan di depan.

“Jagoan bunda harus tetap jadi anak manis,” bisikku.

“Tapi Ivers takut, bunda” berusaha menutup matanya.

“Awas, kalau masih terdengar suara rebut-ribut, bapak tidak segan-segan…” pak Danils menghentikan kalimatnya. Beliau terkenal sebagai dosen kiler juga menakutkan bagi para mahasiswa, tetapi hatinya baik. Mengerti keadaanku, hingga membiarkan anak-anakku tetap berada dalam ruangan sama  seperti dosen lainnya. 

“Ivers harus diam,” tegur Shine menutup mulut sang jagoan. Mereka berdua terlihat lucu dengan tingkah laku terlihat ketakutan satu sama lain. Terkadang harus tertidur pulas, ketika mata kuliah sedang berjalan selama beberapa jam. Ada saat menjadi menghibur para mahasiswa/I lain dalam ruangan dengan tingkah konyol mereka berdua. 

“Ivers, ini buatmu” salah satu dosen menyodorkan sebatang cokelat.

“Bunda, Shine juga mau” teriak Shine membuat tawa seluruh ruangan.

“Shine mau, berarti harus menyanyi dulu sambil main alat music, bisa” ucap ibu Milkah.

“Shine, Shine, Shine” semua orang berteriak menyebut namanya. Karena tergiur sebatang cokelat, tanpa rasa malu berjalan ke depan mengambil sebuah biola pada sudut ruang kemudian memainkan sepenuh hati. Hal mengejutkan, dia dapat memainkan biola tersebut entah dari mana dengan suara merdu mulai menyanyikan sebuah  lagu. Saya tidak pernah tahu, jika di rumah ibu Azra terdapat biola tua hingga setiap malam dia selalu berlatih memainkan…

Saya baru menyadari setelah diberi tahu olehnya, bagaimana dia memainkan biola setiap malam tanpa diajar oleh siapapun. Ajaib, gadis kecilku dapat memainkannya, hanya karena ibu Azra sengaja memutar sebuah kaset berisi seorang anak perempuan memainkan biola sambil bernyanyi. Talenta tersembunyi dalam diri gadis kecilku baru kusadari sekarang. Semua orang bertepuk tangan riuh menyaksikan permainan biola gadis kecilku menyentuh hati.

“Cokelat ini berarti menjadi milikmu, gadis kecil” senyum ibu Milkah menyerahkan sebatang cokelat. Demi sebatang cokelat, tangannya dapat memperlihatkan pertunjukkan berkelas.
“Kakak Shine hebat,” jagoan kecilku memeluk kakaknya. Semua memberi pujian bagi dunia gadis kecilku. Hal paling membahagiakan bagi seorang ibu, setahun lebih melatih dirinya akan pengenalan huruf dan angka, hingga akhir cerita dapat menguasai semua itu. Shine sudah dapat membaca juga menulis tanpa mengalami kesulitan dalam dirinya. Sebagai seorang ibu, tetap berjuang membentuk perkembangan otaknya hingga memperlihatkan hasil.

Jagoan kecilku pun, sekarang berada di bangku sekolah dasar kelas 2, bagi usia Rivers masih menginjak 5 tahun. Setiap saat berteriak ingin sekolah, beruntung pihak sekolah mau menerima dia dengan usia masih terlalu muda. Selalu mendapat peringkat pertama, bahkan jauh lebih jenius dibanding siswa diatas usianya. Ketika berada di sekolah, sang jagoan selalu melindungi kakaknya dari semua anak yang ingin mengejek Shine. 

“Kakakku bukan idiot,” melindungi sang kakak dari semua anak. Hal membuat semua orang terkejut, mengajar beberapa mata pelajaran terhadap Shine ketika berada di sekolah. Sang jagoan terkenal jenius, setiap saat selalu berucap kakaknya bukanlah manusia idiot. 

“Kakakku hebat bagi hidup bunda juga Ivers,” berucap di hadapan semua teman-teman sekolah hingga semua guru bahkan para orang tua merasa malu akan setiap perkataannya. Perkembangan Shine pun mulai terlihat ketika berada di sekolah sedikit demi sedikit namun pasti. Dua buah hatiku berhasil menjadi perhatian bagi banyak orang secara mengejutkan. Seorang ibu merupakan pondasi terkuat bagi dunia sang anak. Kekuatan seorang ibu dapat menghancurkan dunia medis maupun perkataan semua orang tentang kelainan perkembangan otak Shine. 

“Terimah kasih Tuhan, atas semuanya” ucapan syukur naik ke hadapan Tuhan. Rasa haru membungkus oleh karena harta tak ternilai pemberian Tuhan.

Flashback…

Kini saya dapat memulai mengejar tentang sebuah mimpi. Impianku dapat menjadi seorang jurnalis sekaligus penulis terkenal, sekalipun jurusan yang kuambil sedikit berbeda jalur. Mencoba memasukkan lamaran ke beberapa perusahaan media di kota ini. Pada kenyataan umur seakan menjadi penghalang mimpiku, namun tidak ada hal mustahil untuk mengejar. Bersyukur, salah satu perusahaan besar mau menerima saya bekerja setelah memasukkan banyak lamaran. Memulai kisah hidupku menjadi  seorang wartawan, inilah yang kulakukan.

“Selamat siang, apakah saya bisa bertemu ibu Welnih Arista?” berusaha mengejar target untuk wawancara. Terdengar sulit melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti sekarang, kenapa? Karena ada begitu  banyak tokoh-tokoh penting tak ingin terlibat wawancara dengan wartawan. Pihak karyawan menolak ataupun menutupi keberadaan mereka.

“Maaf, saat ini ibu Welny sedang sibuk” ujar sekertarisnya. 

“Tolonglah mbak,” permohonanku, namun tak memperlihatkan hasil maksimal. Ada saat, saya harus menerobos sebuah tempat demi mencari sebuah berita penting. Dunia wartawan menuntut sesuatu objek tetapi menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat. Terkadang seorang wartawan diperhadapkan tentang kejujuran ataukah sebuah keboohongan. Tuntutan peran, tekanan, suap, kehidupan sehingga akhir cerita seorang wartawan mengambil jalan salah.

Ada saat dunia jurnalis akan berhadapan dengan sebuah kebohongan publik, namun bagaimana menyingkapi hal tersebut kembali pada pribadi masing-masing. Mencari sumber berita tanpa kenal lelah, dunia seperti inipun perjalanan para jurnalis. Memeriksa setiap kata, area, tanda baca, keadaan, dan masih banyak lagi untuk memecahkan sebuah teka-teki suatu objek tertentu, kemudian melakukan penjabaran di hadapan publik. Mempunyai tantangan tersendiri, ketika mencari sumber berita  akurat, namun bersikap lebih berhati-hati akibat segala serangan dari berbagai sudut arah. Berjam-jam menunggu seseorang hanya demi melakukan wawancara penting, namun tanpa hasil sedikitpun.

“Tata bahasa saat memecahkan masalah,” berbicara sendiri menyelesaikan tentang sebuah kasus ataupun mengejar informasi terpenting. Adaptasi tatanan bahasa baik formal maupun non formal, serta mempelajari tingkat pergerakan tubuh hingga ke dasar paling halus sekalipun, hanya demi sebuah pemecahan teka-teki.

“Oh my God, hujan” berada di antara derasnya hujan menembus tubuh guna pengumpulan informasi-informasi penting. Panas terik matahari menjadikan seni tersendiri bagi dunia seorang jurnalis. Dapat dikatakan, sejatinya adalah menikmati suasana mencekam sehingga menembus batas merupakan dunia seni bagi para jurnalis.

“Bunda, kenapa lama menjemput?” pertanyaan sang jagoan ketika motorku tepat berada di hadapannya.

“Maafkan bunda, jagoan kecil,” jawabanku terhadap sang jagoan. Berusaha mengatur waktu sebaik mungkin bagi hidup mereka sama seperti tahun-tahun kemarin.

“Kakak mana?” tanyaku kembali tidak melihat keberadaan Shine. 

“Bunda, makan ice cream” berlari kecil, Shine si’gadis kecil masih dengan tubuh mungilnya.

“Buat bunda,” Shine menyodorkan sesuap ice cream. Menikmati suasana ice cream di tengah panas 
terik bersama mereka merupakan pelangi hidup buatku. Menitipkan mereka seperti biasa di rumah ibu Azra, kemudian melanjutkan kembali pekerjaanku. Terkecuali hari rabu dan kamis membawa Shine mengikuti les music biola. Tahun-tahun kemarin merupakan hal tersulit bagi kondisi keuangan, namun seiring berjalannya waktu semua terlewati. Selain berperan sebagai jurnalis, saya masih dapat membuka toko kecil menjajahkan berbagai jenis kue baik tradisional maupun modern. Hasilnya dapat menyekolahkan juga memenuhi kebutuhan gadis kecil bersama sang jagoan. 

Selain menjadi jurnalis, saya pun merambat dalam bidang penulis. Membuat sebuah karya tulis dengan melakukan kombinasi antara karya ilmiah dan dunia fiksi. Seakan ada penghiburan, kebahagiaan, seni tersendiri ketika tanganku mulai memainkan papan tuts keyboard laptop milikku. Menuliskan beberapa gambaran perjalanan hidup seseorang, kemudian menghubungkan ataupun membuat gambaran secara melalui kalimat-kalimat hias sebagai alat. 

“Saya masih dapat melangkah” merupakan judul karya fiksi milikku. Sepulang kerja, menyiapkan makan bagi gadis kecil dan sang jagoan, berada di samping mereka ketika belajar hingga bermain. Berdoa bersama dua harta tak ternilai pemberian Tuhan, setelah berada di samping ranjang hingga mereka tertidur lelap. Tanganku mulai dapat memainkan laptop setelah jam 9 malam. 

Saya masih dapat melangkah bercerita tentang keadaan terkacau bahkan segala sesuatunya terlambat untuk dilakukan, akan tetapi kaki mengambil keputusan dengan belajar berjalan. Perpecahan rumah tangga bukanlah akhir segalanya, melainkan tetap berdiri kuat menjadi seorang ibu bagi dunia sang buah hati. Mengisahkan seorang ibu menjadi wonder woman terbaik di dunia, dimana membagi waktu sekaligus berperan ganda tanpa keluh kesah. Kekuatan sang ibu menghancurkan tafsiran medis tentang dunia si’gadis kecilnya.

“Saya hanya perlu menyelesaikan sedikit lagi, setelah itu mengirimkan ke beberapa penerbitan” senyum bahagia menyelimuti wajahku. 

Beberapa waktu lamanya menyelesaikan karya tulisku, hingga akhir cerita sebuah perjalanan hidup berada dalam lembaran-lembaran misterius. Mengirimkan pada salah satu penerbitan, menunggu beberapa waktu ternyata mendapat penolakan. Hal lebih mengejutkan berkali-kali mengirim ke banyak penerbitan, ternyata penolakan demi penolakan terus berlanjut. Akankah saya berhenti begitu saja? Tidak, jalanku tetap mempunyai pengharapan sampai kapanpun. Tidak ada hal yang mustahil bagi Tuhan, hanya membutuhkan perjuangan demi perjuangan.

“Key, hari ini Via tidak dapat berdiri depan sana, apa kau bisa menggantikan?” hal tak terduga, di tunjuk berdiri depan semua orang dan kamera melakukan Tanya jawab dengan seorang terkenal. Bagaikan mimpi, saya hanya bekerja di belakang layar ataupun mencari sisi berita serta melakukan pengamatan tentang kebenaran berita, kemudian menuangkan dalam bentuk tulisan. Perusahaan tempatku bekerja bergerak dalam 2 media, bersifat elektrooniik dan cetak.

“Kau mau atau tidak?” pertanyaan sedikit tegas, tetapi…

“Mau ibu,” ucapku kegirangan sambil meloncat. Mewawancarai salah satu arsitek terkenal hingga mengguncang dunia bernama Rehyind Kireyndia Budianto. Via berhalangan karena mengalami kecelakaan tiba-tiba, hingga saya terpilih sebagai pengganti. Mereka semua mempercayai tingkat kemampuan dari diriku untuk acara sepenting ini. Entah, dari mana ide seperti ini muncul oleh seluruh kru, diriku harus menggantikan Via.

Rasa gugup tentu mengguncang, karena ini merupakan debut pertama kali berdiri depan kamera. Mengawali sesi acara melalui ucapan salam bagi seluruh masyarakat yang  sedang menyaksikan acara tersebut. Bertanya tentang beberapa hal perjalanan hidup seorang Rehyind Kireyndia arsitek terkenal sejak awal kisah hidupnya.

“Bisakah, anda menjelaskan pemicu ataupun basic seorang arsitek terkenal tetap bertahan?” pertanyaan terdengar biasa, namun semua orang ingin mengetahui hal tersebut.

“Percaya akan sebuah pernyataan, tidak ada hal yang tidak mungkin bagi Tuhan akan terus membuatku tetap berdiri, bertahan, atau berlari kuat” jawaban sama sekali luar pemikiran, kupikir jawaban paling tetap bagi dunia mereka bercerita tentang terobosan bersama jalur pendidikan menjadi kombinasi membuat pertahanan kuat.

“Ketika dunia melihat gambaran nyata tentang karya ciptaan Rehyind Kireyndia, pemikiran seperti apa terlintas pertama kali dalam benak anda pada saat itu?” menatap ke arahnya. Bahasa tubuh, tata bahasa, penekanan-penekanan tertentu, gerakan tangan, penguasaan nada-nada kalimat ataupun tanda baca, sikap tertentu untuk memancing dalam keadaan tanpa sadar harus ada bagi dunia seorang jurnalis.

“Pertanyaan, Passion seperti apa dapat menciptakan sebuah pergerakan bersama pembentukan berbaur jadi satu lebih dari sekedar karya terobosan Rehyind Kireyndia” menjawab pertanyaan sebelumnya. Di balik dunia Rehyind Kireyndia mengisahkan tentang langkah tak biasa, namun terdapat banyak hal-hal tak terduga.

Berada di hadapan kamera live, merupakan pengalaman terbaru buatku. “Key, acara kali mendapat retting tinggi” Boy salah satu kru tersenyum bahagia. Pertama kali, tetapi Tuhan membuatku dapat melakukan semuanya dengan baik. Ibu direktur berencana akan membuat sebuah program terbaru buatku, di dalamnya saya berperan  sebagai host. Keajaiban terbesar buatku bersama buah hatiku. Badai telah berlalu, setahap demi setahap dapat kulalui walau membutuhkan proses menjadi seorang pemenang. 

“Hari ini, kita nikmati liburan di luar” ujarku penuh ceria.

“Benar, bunda?” Shine terlihat bahagia, sedangkan saya hanya menganggukkan kepala. Kami berjalan menyusuri pusat perbelanjaan keliling mencari kebutuhan Shine dan Rivers, sekaligus menikmati arena permainan sekitar tempat tersebut. Menikmati ice cream bersama mereka, tertawa bahagia melupakan setiap kenangan pahit beberapa tahun lalu. Terimah kasih Tuhan, memberikan permata paling berharga buatku.

“Boleh saya bergabung?” terdengar suara tidak jauh dari tempat kami. Berbalik mencari suara tersebut, ternyata Rehyind Kireyndia sang arsitek terkenal. Dia tersenyum manis melihat pemandangan wajah sang jagoan blepotan penuh ice cream, terlihat sangat kotor. Saya hanya mengangguk di hadapan seorang arsitek terkenal.

“Tentu saja,” ujarku. 

“Kelihatannya menyenangkan, siapa kurcaci-kurcaci ini?” bertanya sambil menunjuk…

“Ivers bukan kurcaci, tapi jagoan bunda” kepolosan seorang jagoan kecil.

“Ternyata, namanya Ivers, gadis mungil namanya siapa?” dia tersenyum mengangguk-anggukan kepala.

“Shine” spontan Shine menjawab.

Ternyata arsitek seperti dia menyukai dunia anak-anak. Semenjak pertemuan itu, pada salah satu pusat perbelanjaan kami menjadi akrab malahan lebih dari sekedar sahabat. Kedua buah hatiku terlihat sangat menikmati ketika Rehyind berada bersama mereka. Sang jagoan selalu saja bercerita tentang kebaikan ayahnya, walau sejak lahir hingga detik sekarang tak pernah mengenal wajahnya seperti apa? Menyukai setiap curahan hati Rivers, bagaimana doa buat sang ayah selalu ada. Pada akhirnya, Rehyind menyadari tentang keburukan seorang ayah jauh berlawanan bagi pemikiran sang jagoan.

“Kisah hidupmu jauh beda denganku” ujarnya.

“Memang, masalah rumah tanggaku masih jauh lebih dibanding masalahmu?” tanyaku.

“Tidak juga, hanya permasalahan tentang sesuatu” jawabnya.

“Aku perhatikan, pria itu terus saja memperhatikanmu” ucapku ketika kami berada sekitar halte menuju suatu tempat.

“Jujur, saya punya keadaan beda dengan kebanyakan orang” hanya kalimat seperti itu saja sebagai jawaban. Seakan tak memperdulikan semua itu, terlihat biasa saja. Mengalihkan perhatian mencari objek lain sebagai bahan pembicaraan. Dia seorang dengan karakter tersendiri, hanya saja terkadang memainkan situasi untuk beberapa area tertentu. Kami mempunyai bidang berbeda, jadi kupikir hal tersebut wajar bagi dunia arsitek seperti Rehyind. 

“Key, terimah kasih mau menjadi sahabat buatku” ujarnya, seolah pernyataan tersebut terakhir kalinya…

“Seharusnya saya berterimah kasih, selalu menjadi teman baik bagi anak-anakku”

“Betulkah? Tapi, sepertinya saya tidak akan melihat mereka lagi” ujarnya.

“Kenapa memang? Apa mereka berdua nakal?” tanyaku lagi.

“Bukan, melainkan saya akan melanjutkan hidupku di suatu tempat di luar sana untuk sementara waktu sekaligus melanjutkan pendidikanku kembali pada bidang lain” kalimat rehyind. Ternyata, diam-diam Rehyind telah membeli sebuah tiket dan pada keesokan harinya akan berada di suatu negara. Ingin melakukan sebuah petualangan, itulah hidupnya jauh berbeda denganku. Walaupun, perkenalan kami sangat singkat tetapi memberi kesan tersendiri. Dapat dikatakan kedekatan antara kami baru berjalan 2 bulan, namun berarti terlebih bagi anak-anakku. Tentu, sang jagoan akan selalu merindukan dirinya… 

Bagian 7…

Rehyind…

Saya tidak seperti kebanyakan gadis lain mempunyai kehidupan tersendiri. Ada saat saya dapat tertawa ataupun tersenyum lepas di hadapan banyak orang, namun pada kenyataan langkahku selalu bercerita tentang dunia misteri bahkan terlalu sulit dipecahkan. Semua orang sulit menebak isi pikiranku berlari ataukah mengejar arah kemana? Terkadang keadaan membuat saya tidak dapat bergerak sama sekali termasuk berada di samping lawan jenisku. Hidup, langkah, pendakian, mengejar atau apapun dalam duniaku bersifat teka-teki. Hingga detik sekarang pun, saya tidak pernah bisa memecahkan teka-teki ataupun misteri hidupku sendiri. 

Ketika berada di hadapan lawan jenisku sendiri, semua orang dapat menyerang berbagai kalimat penyindiran. Jual mahal, pilih-memilih, tendangan terlalu tinggi, sombong, dan lain sebagainya membungkus hidupku. Andai kata mereka menyadari, apa yang sedang terjadi dalam langkah  hidupku? Jujur, selama bertahun-tahun saya pun ingin sama seperti banyak orang merasakan ketika berjalan bersama seseorang yang spesial. Selama ini, kakiku tidak pernah mempunyai pengalaman spesial dikarenakan sesuatu hal yang terlalu sulit untuk diungkapkan.

Bertahun-tahun menahan diri, sekalipun semua mata dapat berkata-kata sinis, terlebih permasalahan umur. Saya tidak pernah menuntut seseorang harus sempurna untuk berada di depan serta mengutarakan perasaannya. Keadaan membuat hidupku tidak dapat bergerak ke kiri ataupun kanan dalam bentuk apapun. Ada hal yang terlalu sulit untuk dijelaskan ataupun dimengerti oleh banyak orang bahkan menganggap semua itu kegilaan. Tuhan tahu, kenapa saya terus seperti ini bahkan terlihat menolak semua orang. kenapa? Karena Dia yang membuat saya mengalami peristiwa misterius selama bertahun-tahun.

“Tuhan, saya ingin merasakan berjalan bersama seseorang paling spesial sama seperti kehidupan normal lain” isi doaku ketika berada di hadapan Tuhan. Hingga detik sekarang, selama bertahun-tahun saya tidak pernah tahu tentang dunia bersama seseorang yang spesial ketika menikmati suasana tertentu.

Sewaktu menginjak usia remaja, hidupku sama seperti manusia normal lainnya menginginkan seseorang dalam bentuk pacaran. “Tuhan, kirimkan saya seorang pacar sekaligus menjadi pasangan hidupku suatu hari kelak. Intinya pertama dan terakhir buatku, benar-benar berasal dariMU” isi doa seorang gadis remaja bertahun-tahun lalu. Akan tetapi, karena sesuatu hal misterius pada akhirnya membuat langkahku harus berbeda dari siapapun. Hanya Tuhan yang dapat membongkar sesuatu yang misterius itu suatu hari kelak. Tangan, kaki, ataupun mulutku tidak dapat berkata-kata, berjalan, mengungkapkan sebelum waktu Tuhan bermain buatku.

Andai kata, hidupku dapat berjalan sama seperti manusia normal lainnya. Sampai detik sekarang, saya tidak pernah tahu rasanya berjalan bersama seseorang paling spesial rasanya seperti apa? Langkah, pembentukan, pola pikir atau apapun dalam hidup berbeda dengan kebanyakan orang. Rasa sakit tiap sudut dinding hidup selalu menyerang, kenapa? Kaki dan tanganku tidak dapat bertindak apapun keadaannya.

“Ingat umur, jadi perawan tua baru habis kau” ungkapan tersebut pada kenyataannya benar, tetapi keadaan misterius membuatku tidak dapat berkata-kata.

“Hati-hati, tendangan jangan terlalu tinggi nanti kau jatuh ujung-ujungnya” kalimat terparah tertujuh buatku, saya harus menerima kalimat tersebut.

“Bagaimana hidup tanpa seorang pendamping juga anak dalam hidupmu, saat sakit pada masa tua tentu kau tidak akan bisa berbuat apa-apa” terkadang bahkan setiap saat rasa takut menyergap hidupku karena kalimat seperti ini.

“Tidak ada manusia sempurna, mencari kesempurnaan sampai dunia kiamat tidak bakalan kau dapat” penjelasan seperti apa harus kulontarkan ketika mendapat pernyataan tersebut.

“Terlalu banyak seleksi, tukang pilih-pilih ujung-ujungnya semua pergi menjauh dan kau sudah tidak laku karena banyak saingan lebih segar dibanding dirimu sendiri juga permasalahan umur makin tua” mulutku harus tetap terkunci rapat sekalipun menyakitkan atau ketakutan mendengar setiap kalimat demi kalimat dari mereka.

Jujur, bukan pertama kali saya berhadapan dengan permasalahan sama yaitu lawan jenis. Hal lebih menyakitkan mereka semua cowok baik-baik, namun keadaan membuat kakiku tidak dapat berjalan sama seperti orang lain. Pernah suatu ketika, harus berpura-pura mengganggu suami orang setidaknya saya bisa lepas dari suatu masalah. Hatiku berkata, seandainya pria ini beristri jauh lebih baik malahan, hal tersebut hanya untuk sementara, minimal mengalihkan perhatian orang lain. Bersyukur, saya bisa lepas dari mereka semua, sebuah keajaiban…

Terakhir kali, saya harus berhadapan dengan seorang cowok baik-baik juga sama seperti sebelumnya. Mempunyai wibawa, charisma, tidak jelek, tinggi, lulusan luar, karakternya baik hanya tinggal membuatnya melewati sedikit proses untuk sesuatu area tertentu. Menjadi pertanyaan, hidupku bisa apa untuk melanggar ataupun memaksakan diri? Berpura-pura bodoh untuk tidak mengerti jauh lebih baik, dibanding berusaha memahami. Siapa sih, tidak menginginkan berada disamping seseorang, terjadi acara lamaran, pernikahan, mempunyai anak, semua orang memimpikan seperti itu terlebih hidupku sendiri. Sampai akhirnya, dia memilih orang lain, pada dasarnya memang hal tersebut merupakan paling tepat dibanding mencari perhatian manusia seperti diriku. Menyesal? Saya tidak menyesali sama sekali apapun keadaanku sekarang sekalipun beberapa orang berusaha memanas-manasi tentang sesuatu…

Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana tentang kisah hidupku. Biarlah segala jenis kalimat buruk terarah buatku, saya siap menerima apapun itu. “Jangan pernah jatuh hanya karena seorang wanita terlebih bidang yang ditempati menjadi pusat perhatian semua orang,” hanya hal itu saja yang selalu ada jauh di dasar hatiku. Jangan karena hidupku, kau tergeletak atau menjadi manusia paling kacau, kenapa? Karena seperti itu merupakan kehancuran buatmu.

Andai kata, mereka menyadari jika saya ingin hidup sama seperti manusia normal lainnya. Sampai detik sekarang, saya tidak pernah tahu apa sih atau bagaimana jika seseorang mengungkapkan perasaannya yang spesial secara langsung. Seakan Tuhan berusaha menghalangi mereka semua berada di hadapanku untuk bercerita tentang rasa spesial, oleh karena kehidupan misterius dalam langkahku. Sekalipun, saya tahu ada begitu banyak orang di luar sana memendam sesuatu yang tersembunyi jauh di dasar hati mereka, akan tetapi hatiku tidak dapat berbuat ataupun berkata-kata.

Andai kata, semua itu tidak terjadi dalam hidupku tentu saya dapat berjalan kemanapun atau merasakan berada disamping seseorang paling spesial. Akan tetapi, andai kata langkahku tidak pernah diperhadapkan oleh dunia misteri dari Tuhan, tentu hidupku tidak akan pernah memahami tentang pembentukan melalui berbagai proses. Hatiku juga tidak akan pernah tahu tentang mempunyai big dream. Akan tetapi hal ini bukan bercerita big dream, melainkan tentang lingkaran yang terlalu sulit untuk dimengerti. Hanya menunggu waktu Tuhan, untuk membongkar tiap kata misterius dari setiap sudut dinding menuju permukaan.

“Apa sih sesuatu misterius itu?” semua orang pasti bertanya, andai kata mulutku belajar mengungkapkan… sampai detik sekarang, hatiku pun bertanya karena sebuah peristiwa aneh bahkan sulit untuk dijelaskan oleh kasat mata dan dunia. Bahkan akibat peristiwa tersebut, semua orang menganggap terdapat kejiwaan dalam diriku sendiri. Bertahun-tahun menutupi segala sesuatunya, entah bagaimana memecahkan keadaan yang saya hadapi. Hanya Tuhan saja yang memahami semua itu, bahkan saya pun masih mengajukan banyak pertanyaan karena tidak memahami ataupun mengenal segala sesuatunya. Biarlah Tuhan bersama waktuNya menjawab ataupun membawanya ke permukaan kelak. Entah sampai kapan hidupku seperti ini, hanya Tuhan yang tahu.  

Biarlah ejekan demi ejekan membungkus, apapun kata orang kakiku akan tetap terdiam. Duniaku mempunyai teka-teki misterius, hingga detik sekarang bahkan keluargakupun tidak pernah menyadari tentang hal tersebut. Terlihat, saya menjalani aktifitas sama seperti orang lain, namun jauh di dasar hati terdapat ketakutan luar biasa terhadap hidup sendiri. Bagaimana, andai kata saya tetap mengalami hal seperti ini tanpa pemecahan teka-teki? Akankah, untuk selamanya saya tetap menyimpan jauh rapat-rapat. Saya harus memulai ke arah mana untuk memecahkan kejadian yang saya alami? Saya ingin bercerita terhadap seseorang, akan tetapi seakan mulutku terus saja terkunci rapat-rapat bahkan terlalu sulit menjelaskan awal permulaan sesuatu hal dalam hidupku.

Masing-masing orang mempunyai deretan peristiwa berbeda-beda dalam dunia mereka, sama seperti hidupku. Terkadang, hatiku ingin mengucapkan maaf bagi kehidupan banyak orang tanpa sadar telah melukai ataupun mempermalukan mereka. Namun, semua itu tertahan oleh karena keadaan… Dunia Keylyn terbungkus permasalahan kerusakan rumah tangga, menghadapi masalah sang buah hati, atau bercerita mimpi yang tertunda hingga kembali memulai sebuah langkah. Jauh berbeda denganku, ada hal terlalu sulit diungkapkan, namun kelak biarlah Tuhan menjelaskan melalui caraNya yang ajaib.

“Selamat tinggal Key, tetaplah bijak ketika berhadapan dengan banyak masalah” suara hatiku berbisik keras…

“Shine, gadis kecil paling imut sedunia mempunyai sisi kelebihan tersendiri” mendekap gadis kecil di hadapanku tanpa rasa bosan sebelum berjalan membawa ransel juga barang-barangku.

“Ivers juga butuh pelukan,” sang jagoan Keylyn berlari kecil ke hadapanku. Mempunyai tingkat kejeniusan sama seperti bundanya, bahkan terlihat jelas saat ini. Sang jagoan selalu bercerita tentang kisah ayah terhebat melalui doanya. Dunia sang jagoan tak pernah tahu, kisah seorang ayah berlawanan arah dari kenyataan sebenarnya.

“Tentu saja Ivers,” tersenyum terhadap sang jagoan kecil.

“Jaga diri baik-baik, yah” kehangatan mata Keylyn memberi kesejukan.

“Terimah kasih, membuatku mengerti banyak hal dan selalu mau menjadi sahabat terbaikku,” tersenyum manis di hadapan Keylyn.

“Selamat tinggal, saya tidak akan pernah melupakan kalian semua” melambai-lambaikan tanganku hingga akhir cerita kaki berjalan menuju sebuah pesawat. Mungkin, ini jalan terbaik bagi perjalananku saat ini…


##BERSAMBUNG##