Jumat, 29 Maret 2019


KEMENANGAN SEORANG AYAH

Bagian 1…

Ghibran Fidelis …

Satu kata lebih tepat bagi kehidupan banyak anak di dunia untuk membuatnya berbeda dari siapapun ketika berjalan mengarungi petualangan. ‘Ayah’ menjadi alasan sang anak berlari kuat mengejar sesuatu bersifat kerinduan menurut isi hatinya. Terkadang saya bertanya terhadap Tuhan, “Kenapa pria mempunyai peranan penting?” Kepala keluarga tidak pernah bercerita tentang seorang wanita, melainkan selalu terarah tepat pada pria. Dunia tak akan pernah berjalan normal tanpa adanya mahluk ciptaan Tuhan untuk perihal kategori seperti ini.
Ketika membaca kitab suci, seolah golongan pria lebih mendapat pengakuan dan penghargaan dibanding wanita. Pertanyaan terbesar buatku adalah kenapa Tuhan tidak adil hanya melihat sisi pria untuk segala jenis peran dari pada wanita. Penyebutan nama anak laki-laki selalu menjadi garis besar sejarah kehidupan dimanapun terlebih saat menjelajah biografi dalam proses perjalanan kitab suci. Manusia pertama diciptakan bukanlah seorang wanita, tetapi terarah pada pria. Seakan hati Tuhan lebih bermakna melihat segala objek saat menjadikan pria selalu terdepan dalam situasi apapun. Sepertinya memang Tuhan tidak adil yah, jika berpikir secara logika manusia.
Bercerita tentang kepemimpinan tentu 99 % berasal dari golongan kaum Adam. Dapat dikatakan hanya hitungan tangan saja berkata-kata dunia wanita mempunyai peran untuk sesuatu bersifat kepemimpinan. Biografi pemimpin wanita menjadi presiden terhitung 1% diantara 100%, dengan kesimpulan bahwa pria mempunyai dampak pengaruh lebih besar bagaimanapun seseorang berjuang untuk menyangkal…
Pikiran antara Tuhan dan manusia mempunyai jarak sangat jauh, jadi jangan mencoba berpikir ataupun melawan karena keistimewaan terbaik berada pada golongan kaum adam bukan Hawa. Perbedaan antara langit dan bumi cukup menggambarkan bentuk/ kadar otak manusia dan Tuhan. Dapat dikatakan ukuran otak manusia hanya seperti kotoran kuku bahkan terlalu kecil dibanding ukuran otak milik sang pencipta langit bumi. Seperti apapun tingkat kejeniusan seseorang, satu hal yang pasti kau tidak akan pernah bisa menyamai kadar takaran/ bentuk otak pencipta alam semesta.
Figure teladan terbaik harus dijalankan oleh seorang ayah saat berdiri tepat dihadapan anaknya sendiri. Kemungkinan inilah yang menjadi salah satu jawaban mengapa kepala keluarga diarahkan terhadap kaum Adam. Bijaksana untuk berkata-kata dalam setiap kondisi, tetapi mempunyai sisi tegas ketika membentuk kepribadian seorang anak. Memberi perlindungan bagi wanita special sehingga dapat menjalani maupun mengarungi lautan hidup seperti apapun bentuknya. Pada kenyataan sebenarnya, wanita jauh lebih kuat dibanding pria merupakan fakta terbesar ketika melihat berbagai sisi hidup. Akan tetapi, sekalipun pernyataan tersebut benar adanya, satu hal pria tetap mempunyai kekuatan lain untuk menjadi pelindung wanita.
Objek seperti inilah membuatku ingin kehidupan keluargaku berbeda dari siapapun. Berperan sebagai seorang suami, kepala keluarga, sekaligus menjadi ayah bagi ketiga buah hatiku. Berjualan barang campuran di tengah pasar merupakan rutinitas pekerjaanku setiap harinya. Kekuatan versi terbaik untuk memberi nafkah bagi keluarga kecilku adalah berjualan seperti ini. Seorang pria harus memberi teladan bahkan pengaruh besar untuk melindungi kehidupan keluarganya sendiri. Tuhan menaruh suatu keistimewaan dalam diri kaum adam guna memahami perjalanan demi perjalanan, sisi lain objek tertentu, konsep berpikir yang tak dimiliki oleh kaum hawa walaupun kenyataan membenarkan tentang pemikiran dengan peranan logika jauh lebih kuat bermain.
Sewaktu kedua anakku masih berusia balita, hal pertama dalam pemikiranku sebagai pria adalah menjadi ayah terbaik buat mereka. Mengajarkan banyak hal menarik sesuai tata bahasa dunia anak sehingga mudah diserap oleh mereka. Membayangkan buah hatiku kelak menjadi berbeda dan mempunyai sisi lain jauh melebihi siapapun disekelilingnya. Menggapai impian walaupun pekerjaan ayah mereka hanyalah penjual barang-barang campuran sekitar pasar traadisional.
Seiring berjalannya waktu seakan semua itu hanya mimpi belaka. Apa yang saya pikirkan sebagai seorang ayah bersama harapan menjadi sirna seketika. Awal cerita mengungkapkan bagaimana seorang pria harus berperan, akan tetapi bagi perjalananku sendiri sepertinya hanya bercerita tentang kegagalan membentuk kehidupan ketiga buah hatiku. Putra sulungku Feivel Javera Fidelis berada di suatu jurang paling gelap pada usianya masih terbilang remaja. Tahun pertamanya pada bangku kuliah mulai menghancurkan kehidupan dan masa depannya. Apakah saya sebagai seorang ayah terlalu memanjakan dia atau sebaliknya mengekang kehidupan pribadinya sehingga tidak dapat berlari keluar untuk beberapa saat? Feivel mempunyai prestasi sekolah bahkan selalu masuk dalam peringkat tiga besar di antara sekian banyaknya kelas. Sejak kecil, Feivelku bukanlah sosok dengan karakter buruk hanya saja sedikit pendiam. Lebih menyukai menghabiskan waktu di rumah dari pada berkeliaran semenjak usia kecil sampai memakai seragam sekolah menengah.
Apakah Feivel tiba-tiba kaget melihat pergaulan saat memasuki bangku kuliah? Bagaimana tidak, dia seorang anak polos tanpa pernah mengerti pergaulan luar bahkan lebih memilih menghabiskan waktu membantu orang tuanya di pasar dibanding bergaul bersama teman-temannya. Permasalahan pergaulan menghancurkan masa depannya sekarang. Dunia Feivel tidak lagi bercerita tentang manusia polos dengan tingkat prestasi luar biasa, melainkan hanya berada pada jurang gelap. Rokok, alcohol, narkoba, perjudian, dunia malam menghancurkan hidupnya seketika. Semua nilai mata kuliahnya error tanpa satupun tersisa. Objek lebih mengerikan lagi adalah selalu saja keluar masuk penjara karena kasus criminal.
“Feivel benci ayah” teriak Feivel setiap berdiri di hadapanku, jauh berbeda dengan kehidupannya kemarin.
“Brengsek kalian semua” memukul salah satu anak tetangga tanpa ampun.
“Feivel, jangan seperti ini” istri sekaligus bunda bagi Feivel menangis histeris melihat pribadi anaknya.
“Lepaskan, kau bukan bundaku” berusaha menjauh sambil mendorong ibu kandungnya sendiri.
“Kenapa Feivel harus lahir dari Rahim wanita jelek seperti kau?” masih berucap di bawah pengaruh alcohol. Sebagai seorang ayah tentu mengiris hati bahkan memilukan…
“Feivel” tangisan seorang ibu buat anaknya.
“Wanita jelek, tua, keriput, miskin menjauh dariku!” kalimat tersebut menghancurkan hati kami sebagai orang tua.
“Feivel” pertama kali berteriak keras dengan gertakan tinggi terbungkus kegeraman terlontar keluar dari mulutku.
“Kau bukan ayahku. Kau hanya seonggok sampah beracun” Feivel mengamuk keras di hadapan beberapa tetangga, kemudian berlari meninggalkan kami.
Dimana sosok pribadi Feivelku yang kemarin? Tuhan, ampuni saya andai kata terdapat dosa menjijikkan pernah kulakukan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar sehingga membuatku gagal berperan sebagai seorang ayah. Tingkat pendidikan juga wawasan tentang peranan orang tua masih jauh lebih rendah, namun setidaknya saya berjuang untuk belajar memahami beberapa kasus. Berikan kekuatan sehingga air mata seorang ayah tidak akan pernah terjatuh setetespun di hadapan banyak orang.

Flashback…

“Feivel ingin cepat besar” seru sang anak lelaki berusia 5 tahun.
“Kenapa Feivel mau cepat besar?” pertanyaanku menatap hangat wajah polosnya.
“Biar ayah tidak kerja lagi” Feivel.
“Lantas kalau ayah tidak kerja…?”
“Feivel saja yang kerja, ayah di rumah saja jaga bunda” Feivel bersama wajah polosnya selalu memberi kehangatan buat kami.

Flashback…

Tuhan kembalikan Feivel yang kemarin merupakan seru doa sebagai seorang ayah setiap saat. Seorang ayah akan tetap berdiri kokoh agar tetap menjadi tiang dasar bagi sang anak, apapun caranya. Secara logika manusia terdapat kegagalan luar biasa dalam mendidik satu-satunya putraku. Kemarin saya masih dapat berjalan dengan wajah bangga sebagai ayah terbaik, akan tetapi sesuatu berkata lain…
Permasalahan lain terjadi pada Nefrit putriku dengan cerita berbeda. Mengalami permasalahan kadar otak terlemah membuat dia berada dalam tekanan demi tekanan. Tidak seorangpun ingin menjadi sahabatnya di sekolah sehingga menjalani kehidupan asing tiap detik. Dapat dikatakan teman-teman seusia dengannya telah memasuki bangku kuliah tahun kedua, sedang putriku masih harus menjalani proses belajar pada bangku sekolah menengah umum. Menangis merupakan jalan keluar buatnya setiap berjalan memasuki kamarnya seorang diri. Tuhan seperti tidak adil terhadap kehidupannya juga jalanku sebagai seorang ayah.
Di luar sana banyak anak dengan prestasi membanggakan, akan tetapi jalanku sebagai seorang ayah hancur berantakan karena kehidupan gagal bagi ketiga buah hatiku. Seakan kutuk turunan mempermainkan perjalanan sebagai seorang ayah. Membanding-bandingkan sang anak dengan tetangga sebelah seolah rutinitas terbaik para orang tua. Menjadi pertanyaan, apakah saya masuk salah satu deretan orang tua kategori selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding milik sendiri.
“Nefrit tidak mau sekolah lagi” tangis Nefrit berkumandang hebat memenuhi seluruh ruangan.
“Nefrit” berusaha menenangkan hatinya.
“Ayah, buat apa Nefrit sekolah?” Nefrit.
“Putri ayah harus sabar…” segera merangkul Nefrit masuk dalam dekapan hangat…
“Nefrit bodoh ayah, semua mengejek Nef” tangisnya makin menjadi-jadi.
“Siapa bilang putri ayah bodoh? Nefrit hanya butuh waktu sedikit lagi”
“Ayah bohong, kenyataannya sejak dulu sampai sekarang tetap saja anak ayah paling terbodoh di kelas” Nefrit.
“Kakak bukan gadis bodoh buatku dan ayah” tiba-tiba gadis kecilku memeluk erat kakaknya dari arah belakang sambil membuat sebuah pernyataan.
“Nara sayang kakak” tangan mungilnya membelai rambut sang kakak.
“Gadis kecil ayah” tersenyum melihat tingkahnya.
“Nara tidak pernah menganggap kakak bodoh” cetus Nara bertolak pinggang.
“Nara belum tahu kehidupan orang besar” Nefrit berusaha menjelaskan sesuatu…
“Tetap saja, kakakku bukan manusia bodoh” teriak Nara menghentikan tangisan sang kakak. Gadis kecilku selalu ada menjadi bagian terbaik ketika kakaknya berada dalam isak tangis. Permasalahan buly-membuly memang sering terjadi di sekolah manapun. Entah factor ekonomi, permasalahan fisik, kriminalitas, tingkat IQ, dan beberapa objek lain menjadi alasan seseorang dibuly sedemikian rupa. Posisi Nefrit memang berada pada beberapa jalur sehingga mengalami kejadian seperti ini. Masalah tingkat kualitas otak berada pada urutan terbelakang dan juga factor ekonomi tidak seperti teman-temannya menuntut dia harus mengalami sebuah tekanan akibat pembulyan.
“Nef tidak ke sekolah?” membangunkan Nefrit…
“Nef malas ke sekolah ayah,” seolah jawaban tersebut merupakan rasa putus asa bahkan membiarkan dirinya menerima kenyataan tentang masa depan suram.
“Jangan malas begini dong” membujuk kembali dirinya.
“Percuma Nef sekolah tetap juga jadi manusia paling bodoh di kelas” menutup wajahnya memakai sebuah bantal kepala.
“Kakak bukan manusia paling bodoh” ternyata teriakan Nefrit membangunkan adiknya di samping.
“Anak ayah bukan manusia lemah bahkan harus menerima kenyataan tentang masa depan suram hanya karena tidak seperti teman-temannya yang lain atau masalah pembulyan” menegur Nefrit agar mengerti sesuatu.
“Kakak harus sekolah” tegur Nara.
“Ayah bisa tidak berhenti ceramah panjang kali lebar seperti itu?” cetus Nefrit.
“Kalau ayah tidak bicara pasti Nef terus saja meratapi diri bahkan hanya menerima kenyataan pahit bersama masa depan suram tanpa kejelasan.”
“Ayah sepertinya Tuhan tidak adil buat keluarga kita,” tunduk Nefrit.
“Kenapa berbicara seperti ini?” bertanya terhadapnya…
“Bagaimana tidak kondisi ekonomi kita paling buruk, ka’Feivel berubah total menjadi manusia bengis, Nef sendiri menjadi manusia paling bodoh sedunia, dan terakhir Nara diusianya masih 4 tahun harus keluar masuk rumah sakit karena satu penyakit mematikan. Betulkah Tuhan itu adil buat keluarga kita?” rasa amarah Nefrit terlihat jelas.
“Tuhan punya maksud tertentu bukan karena tidak adil” berusaha menenangkan anak perempuanku sebisa mungkin. Gadis kecilku Nara harus menjalani perawatan akibat permasalahan kanker sedang menggerogoti tubuhnya sekarang. Kenyataan sekarang adalah kondisi kesehatannya terus saja mengalami penurunan. Menjalani kemo terapi hanya untuk bertahan hidup. Sepertinya Tuhan memang sangat marah terhadap kehidupanku sampai terjadi sesuatu hal diluar dugaan. Seolah ini merupakan kutuk terbesar…
Di satu sisi saya ingin bertanya sekaligus meluapkan kemarahan terbesarku terhadap Tuhan, akan tetapi sesuatu menahannya. Merenung setiap malam dan ingin membuat ribuan pertanyaan tentang banyak hal. Seandainya, bibir mulutku pun meluapkan amarah terbesar berarti saya akan semakin dinyatakan gagal total berperan sebagai seorang ayah. Bukan berarti diam bahkan memendam segala sesuatunya merupakan kekalahan terbesar. Kemenangan seorang ayah adalah ketika dirinya dapat menjadi pondasi terkuat, walaupun apa yang diingini hatinya tidak sesuai harapan bahkan terlalu menyakitkan.
“Saya bukan seorang ayah yang begitu saja menerima kekalahan” pernyataan tersebut terus terpetik jauh di lubuk hati paling mendasar…
“Saya akan membuktikan pada dunia bagaimana perjuangan untuk menjadi pemenang ketika berperan sebagai seorang ayah terhebat dalam melawan badai” sekali lagi suara hatiku berteriak kuat setiap waktu.
Satu hal yang pasti, kehidupanku sebagai seorang ayah tidak akan pernah membanding-bandingkan ketiga buah hatiku dengan anak tetangga sebelah rumah. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari esok, tergantung bagaimana para orang tua bijak untuk menanggapi setiap akar permasalahan dalam kehidupan keluarga masing-masing.

Bagian 2…

Marah, kecewa, ataupun melemparkan ribuan pertanyaan terhadap Tuhan tentang kegagalan keluarga tidak akan pernah menyelesaikan masalah setitikpun. Banyak orang tua seolah menerima kenyataan hidup tentang kegagalan anak-anak mereka dalam menjalani petualangan. Rusak, masa depan hancur, pergaulan bebas, narkoba, tidak mempunyai pendidikan, dan masih banyak lagi merupakan bagian yang selalu saja menjadi pergumulan orang tua pada umumnya. Di satu sisi hidup menyadari jika bukan hanya saya saja berada dalam kategori orang tua gagal, tetapi di sisi lain perasaan teriris benar-benar berakar kuat.
Apakah saya akan menjadi sama seperti orang tua lain yaitu menerima kenyataan hidup? Satu hal, suara hati berkata kalau saya harus membuktikan sesuatu hal. Seorang ayah harus berjuang menjadi pemenang diantara para pemenang untuk merangkul kehidupan anaknya sendiri. Mustahil memang semua itu dapat terjadi, akan tetapi sebagai ayah, maka kaki akan mencoba untuk belajar berlari. Kemenangan yang ingin diraih hanya membutuhkan tingkat kesabaran tertentu dalam mengarungi sebuah petualangan bagi kehidupan sang anak.
“Kenapa Tuhan segitu bencinya terhadap kehidupan kita?” jerit tangis Zarah. Bagaimana tidak berperan sebagai istri bahkan ibu tetapi seolah dinyatakan gagal. Pemikiran siapapun terlebih dirinya akan berkata, jika semua ini dikarenakan sebuah kutuk. Entah karena dosa masa lalu atau apapun bentuknya sehingga kehidupan keluarga berada pada jurang paling dalam dan tak dapat disentuh siapapun.
“Dimana letak keadilan Tuhan?” pernyataan menyedihkan seorang istri…
“Zarah” berusaha menenangkan dirinya dalam kamar.
“Anak tetangga mempunyai masa depan lurus dengan prestasi membanggakan, sedangkan kehidupan ketiga buah hatiku hancur berantakan” meluapkan segala isi hatinya yang selama ini terpendam. Pertama kali berurai air mata setelah diam seribu bahasa…
“Zarah…”
“Saya juga ingin menjadi sama seperti ibu lain mempunyai buah hati dengan masa depan terbaik tanpa harus terperosok jatuh pada jurang.”
“Ini hanya bersifat badai sementara,” mencoba berperan sebagai suami bijak…
“Feivel polosku berubah menjadi bengis tanpa terkendali seakan harapan untuk membuatnya kembali tidak akan pernah terjadi. Putriku Nefrit harus menangis setiap hari dengan permasalahan sama yaitu terkucilkan karena dianggap paling bodoh diantara yang terbodoh. Gadis kecilku Nara masih berusia empat tahun menjalani perawatan medis, bahkan tubuh mungilnya harus kuat menahan rasa sakit karena penyakit mematikan.” Inilah curahan hati seorang ibu membayangkan betapa tidak adilnya Tuhan dalam kehidupan keluarganya.
“Ini yang dikatakan keadilan Tuhan? Kenapa Tuhan membenci kehidupan keluarga kita? Apa Tuhan sadar bagaimana hancurnya hati seorang ibu melihat ketiga buah hatinya berjalan tanpa masa depan?” semakin histeris bahkan menyalahkan sang pencipta atas semua hal yang sudah terjadi.
“Tuhan tidak mungkin mengizinkan objek permasalahan terjadi dalam hidup melebihi kekuatan kita berdua. Percayalah satu hal dibalik semua itu hanya mengajar tentang perjuangan sebagai orang tua terhebat” berkata-kata terhadap dirinya walaupun akal logika pun sulit menerima situasi seperti sekarang.
“Saya masih bisa menerima kenyataan tentang permasalahan ekonomi keluarga, tapi masalah ketiga buah hatiku benar-benar menyakitkan jauh melebihi apapun.” Wajar pernyataan tersebut keluar, kenapa? Naluri seorang ibu jauh lebih kuat bermain bahkan akan berteriak sekeras mungkin demi sang buah hati. Kalimat tersebut benar-benar menyakitkan bagi perjalananku sebagai seorang kepala keluarga, suami, sekaligus ayah.
Kaki akan berjalan membuktikan sebagai ayah terhebat dapat menyatakan kemenangan penuh bagi kehidupan ketiga buah hatinya. Saya bukanlah seorang ayah pengecut maupun menerima kekalahan karena kegagalan demi kegagalan terus saja bermain dalam perjalanan. Suatu hari kelak, tangan sang ayah pasti dapat menghancurkan setiap belenggu hidup anak-anaknya. Saya masih mempunyai setitik harapan untuk setiap pertempuran …
“Ayah, apa kau berada di dalam?” seseorang mengetuk pintu kamar kami.
“Lazki, sudah pulang rupanya?” berkata-kata setelah pintu kamar terbuka.
“Bunda kenapa?” pertanyaan Lazki terkejut melihat Zarah…
“Jangan ganggu bunda sekarang! Ayo keluar!” sedikit mendorong tubuh Lazki agar segera meninggalkan kamar. Lazki merupakan keponakan sekaligus anggota keluarga yang juga tinggal di rumah. Sejak menginjak bangku kuliah sampai detik sekarang Lazki tetap tinggal bersama kami. Sejak kecil dia tidak pernah memanggil kami dengan sebutan paman/ bibi, melainkan anak itu lebih suka memanggil sebagai ayah/ bunda. Selama dua minggu lebih mengambil cuti  kerja untuk kembali ke kampung dikarenakan ibunya mendadak sakit. Seperti yang dilihat kalau sekarang sudah kembali lagi ke rumah…
Lazki bekerja sebagai seorang perawat medis pada salah satu rumah sakit besar di kota ini sekaligus membantu Nara ketika sedang menjalani kemo. “Kakak Lazki,” Nara berlari kecil meraih tubuh Lazki.
“Kenapa kakak pergi? Apa Nara nakal?” pertanyaan polos gadis kecil berusia 4 tahun.
“Kakak hanya pulang kampung sebentar saja, Nara” cetus Lazki.
“Jangan pergi lagi” Nara terus saja memeluk tubuh Lazki…
“Segitu rindunya yah?” senyum riang Lazki.
“Selama kakak pergi, Nara kerepotan membantu ayah biar ka’Nef tidak nangis lagi” gadis kecil berkata-kata sebagai jawaban pertanyaan kakaknya.
“Ayah, Nef masih saja nangis?” sedikit kesal mendengar cerita Nara.
“Seperti itulah” hanya jawaban tersebut terlontar keluar.
Dapat dikatakan Lazki merupakan kakak terbaik bagi Nefrit juga Nara di rumah ini. Membantu meringankan beban keluarga yang cukup sulit baik dari segi materi melalui penghasilannya maupun hal lain. “Nef” tegur Lazki melihat Nefrit berjalan masuk bersama isakan tangisnya. Seperti inilah dunia putriku setiap pulang dari sekolah…
“Nef” Lazki mengejarnya dan berusaha mengetuk pintu kamar yang telah terkunci rapat.
“Tidak begini caranya, kalau ada masalah cerita ke kakak dong” Lazki terus mengetuk pintu kamar.
“Kakak Nef selalu seperti itu tiap pulang sekolah” wajah sedih gadis kecilku dapat merasakan kesedihan kakaknya.
“Mau kemana Laz?” tegurku, sedikit kaget melihat Lazki berlari meninggalkan pintu kamar seolah ingin mencari sesuatu.
Tetap tidak menjawab pertanyaanku dan terus saja berlari ke suatu tempat mencari sesuatu. “Akhirnya ketemu” senyum Lazki memegang sebuah kunci duplikat. Ternyata dia pandai menyembunyikan kunci duplikat kamar Nef buat berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal di luar dugaan. Menyadari pasti karakter Nefrit dan bagaimana tekanan hidup selalu saja menyerang…
“Nef” teriak histeris Lazki melihat adiknya sedang tidak sadarkan diri di lantai.
“Anakku kenapa?” rasa histeris sang ibu melihat anaknya…
“Ka’Nef bangun” tangan mungil Nara menggoncang tubuh Nefrit agar segera membuka matanya.
“Bunda punya bawang merah, minyak angin atau sejenisnya?” Lazki menyadari kalau Nefrit memporsir tenaganya untuk menangis sampai pingsan seperti sekarang. Permasalahan kekurangan dalam dirinya sekaligus factor pembulyan membuat psikologinya sedikit terganggu. Dia hanya membutuhkan waktu membuktikan pada dunia tentang sebuah kata perjuangan.
“Ayah cepat cari di kamar!” teriak Zarah histeris ketakutan…
Hal yang terjadi selanjutnya adalah Nara bergerak cepat memakai tubuh mungilnya mencari minyak angin sekitar kamar kami. Di luar dugaan, dokter berkata tubuh gadis kecilku terbungkus penyakit mematikan, namun pergerakannya selalu bercerita lain. Seakan tubuh mungilnya berjuang keras menutup diri agar tidak memperlihatkan kelemahan sedikitpun. Dia ingin menjadi penyemangat hidup sekalipun semua itu mustahil terjadi…
“Ayah ketemu” dia tahu benar setiap letak barang dalam rumah ini bahkan sama sekali tak terpikirkan dalam situasi gawat…
“Nara, cepat bawah kemari” kalimat Lazki menyadari sesuatu di tangan gadis kecilku sekarang…
“Dimana saya?” Nefrit akhirnya sadar setelah percikan minyak menjalar ke hidungnya.
“Syukurlah” perasaan lega Lazki…
“Kau membuat semua orang khawatir” tangisan histeris seorang ibu bagi anaknya.
“Kakak tidak boleh sakit” Nara mengecup hangat kakaknya yang masih terbaring lemah.
“Kalau kakak sakit, pasti bunda nangis keras” sekali lagi gadis kecilku seakan menyadari perasaan terluka orang tuanya menjalani kehidupan.
“Nef bisa pindah sekolah kalau memang tidak nyaman di sekolah sana” Lazki mendekap kuat tubuh Nefrit seperti adik kandung sendiri.
“Kakak masih punya sedikit uang tabungan hasil kebun di kampung,” berkata-kata sekali lagi.
“Simpan saja buat pengobatan Nara” jawaban Nefrit.
“Nef” sahutku menyebut namanya.
“Nef saja terlalu lemah tidak bisa bertahan mendengar ejekan para tetangga, teman sekolah, bahkan semua orang” ungkapan perasaan Nefrit bersama isakan tangis kembali memenuhi dirinya…
“Ka’Nef bukan manusia lemah” teriakan kecil Nara memberi penghiburan tersendiri bagi kakaknya.
“Nef hanya butuh waktu untuk berjuang dan mencoba berlari walaupun semua terlihat mustahil untuk diraih tanpa memperdulikan setiap kata-kata sindiran semua orang.” Sebagai seorang ayah mencoba belajar memberi kekuatan melalui beberapa pernyataan. Mungkin sekarang tangisan putriku selalu bermain, namun sang ayah akan tetap kuat berperan sebagai pondasi terhebat. Saya akan membuktikan pada dunia, bagaimana seorang ayah berlari mengejar kemenangan tanpa menyerah setitikpun.
Semua dapat berkata keluarga Fidelis hancur berantakan, terkena kutuk entah karena dosa masa lalu, gagal mendidik ketiga buah hatinya akan tetapi waktu Tuhan pasti indah di kemudian hari. Saya akan belajar untuk tidak akan pernah menjatuhkan setetespun air mata bagaimanapun badai pergumulan membungkus hidup. Pria sejati harus mempunyai kekuatan besar agar tetap berdiri kokoh tanpa terlihat lemah sedikitpun.
“Tuhan, kalau Kau memang membenci hidupku tidak menjadi masalah” berurai air mata dimana seorang ibu hancur hati di hadapan Tuhan. Jalan terbaik bagi wanita adalah menjatuhkan air mata sebanyak mungkin ketika ribuan luka menancap kuat tanpa henti.
“Tapi jangan lampiaskan amarahMU bagi ketiga buah hatiku. Kembalikan Feivelku dalam wujud kepolosannya seperti kemarin, kumohon…” kembali jerit tangis sang ibu berteriak…
“Hentikan tangisan Nefrit gadis kecil pertamaku yang kini beranjak remaja hanya karena permasalahan kasus pembulyan dan tingkat IQ berada pada urutan terbelakang. Tubuh mungil Nara tidak akan mampu menahan sakit karena penyakit mematikan.” Ungkapan perasaan terluka sang ibu sekali lagi berkata-kata di dalam kamar bagi ketiga buah hatinya.
Mata berkaca-kaca mulai bermain mendengar jerit tangis Zarah. Sebagai kepala keluarga sekaligus peranan seorang ayah tentu menjadi tamparan terbesar menyaksikan objek seperti ini terjadi di depan mata. Tuhan, ajarkan kehidupanku untuk belajar berlari membawa ketiga buah hatiku berada pada garis finish. Pemandangan mata sekarang bercerita kegagalan demi kegagalan sebagai ayah terhebat terus saja membungkus. Akan tetapi, saya ingin keluar sebagai pemenang bagaimanapun caranya.
Seorang pria dipilih Tuhan sebagai kepala keluarga bukan tanpa alasan paling tepat, melainkan dapat memimpin untuk melawan badai serta bijak menghadapi situasi yang sedang terjadi. “Kasihan amat hidup pak Fidelis” salah seorang pemilik warung tidak jauh dari tempat berjualan di pasar mulai bercerita satu sama lain.
“Betul, ketiga anaknya tidak punya masa depan” mereka tetap  saling bercerita sambil menatap ke arahku.
Setiap berjalan kemanapun semua orang akan mencibir kehidupan keluargaku. Wajar mereka berkata-kata karena melihat kenyataan hidup benar adanya terjadi di depan mata. Perekonomian keluarga semakin merosot, Feivel menjadi seseorang yang sama sekali tidak mengerti makna hidup, Nefrit terus saja menangis karena segala kekurangan dalam dirinya, Nara gadis kecil menjalani kemo terapi bahkan setiap malam hati sang ayah selalu ketakutan kalau-kalau matanya tidak akan pernah lagi melihat sinar matahari esok hari. Di tempat lain seorang ibu seakan kecewa terhadap perlakuan dan ketidak-adilan Tuhan atas perjalanan ketiga buah hatinya.
“Jangan sampai anak saya seperti anak pak Fidelis” salah seorang tetangga sedikit menyindir…
“Kehidupan keluarga paling miris” di tempat lain seseorang bercerita.
“Jangan-jangan hidupnya terlalu munafik, sampai Tuhan marah besar seperti itu.”
“Sudah miskin, anak pertama berandalan, anak kedua idiot, sekarang yang ketiga sebentar lagi mati, hancur betul hidupnya…”
“Dia benar-benar gagal menjadi sosok ayah terbaik.”
“Kutuk dan sial adalah kata paling tepat menggambarkan keluarga Fidelis.”
“Pasti hatinya kelewat sombong sampai Tuhan marah seperti itu…”
“Amit-amit hidup seperti itu, jauhkan jauhkan jauhkan” seseorang berkata-kata sambil mengetuk kepala sekaligus dinding tembok sekitarnya agar terhindar dari kesialan hidup seperti yang sedang saya jalani menurut pemikiran mereka.
“Jangan sampai terjadi,” balasan yang lain lagi…

Bagian 3…

Berjalan di tengah keramaian tanpa menghiraukan kata demi kata dari bibir mulut banyak orang tentang kehidupan keluargaku. Tidak berarti hidup harus berhenti ketika mendengar sindiran semua orang mengenai permasalahan kutuk dan kesialan menurut pemikiran mereka bagi perjalananku sebagai seorang ayah. Saya bukan ayah yang gagal seperti apapun kisah permainan depan mata. Suatu hari kelak kemenangan sebagai ayah terbaik akan tergenggam kuat di tangan.
“Nara menyukai senyum ayah” tiba-tiba saja gadis kecilku berlari memeluk tubuhku. Seakan dia tahu betapa rumitnya perjalanan dan beban hidup sebagai seorang ayah. Memecah keheningan beranda rumah, itulah kisahnya sekarang…
“Jangan sedih” wajah pucatnya masih berjuang memberi kekuatan bagi sang ayah. Hari ini gadis kecilku harus kembali menjalani kemo terapi di rumah sakit dan bahkan entah sampai kapan semua itu akan berhenti…
Menyaksikan bagaimana dia harus berjuang menahan sakit ketika menjalani kemo tanpa isakan tangis dari dirinya. Mungkin, gadis kecilku hanya tidak ingin membuat ayah dan bundanya histeris ketakutan melihat penderitaan karena penyakit tersebut. “Senyum ayah bisa menghilangkan rasa sakit pada tubuh Nara,” kata-kata keluar sebelum akhirnya tubuh mungil Nara dibawah masuk ke sebuah ruangan.
Saya hanya harus tersenyum di hadapannya ketika rasa sakit mulai menggerogoti tubuh mungilnya. Senyum seorang ayah merupakan obat terbaik bagi Nara. Apakah mata gadis kecilku masih bisa terbuka pada keesokan harinya? Bagaimana jika dia tidak akan tersadar saat sedang menjalani kemo? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus saja meneror gendang pendengaran seorang ayah.
“Nara harus berjuang hidup untuk menghentikan tangis bunda” jeritan hati seorang ayah menatap gadis kecilnya sekarang…
“Ayah janji akan selalu tersenyum buat Nara” pertama kali pernyataan tersebut tiba-tiba saja terlontar keluar sambil menggenggam kuat tangan mungil di hadapanku.
“Ayah” suara Nara menandakan dirinya terbangun dari tidur.
“Gadis kecilku sudah bangun?” berusaha menahan rasa sakit paling mendalam melihat bagaimana seluruh tubuhnya penuh peralatan medis.
“Cukup bunda dan ka’Nef yang nangis, tapi ayahku harus selalu tersenyum” tangan mungil Nara mengelus wajah sang ayah…
“Memang kenapa kalau ayah nangis? Tidak boleh?” pertanyaan seorang ayah…
“Ayah kan harus hentikan tangis bunda juga ka’Nef, lah kalau ayah nangis juga, gimana dong?” wajah cemberut Nara seakan kesal mendengar pertanyaan sang ayah.
“Ayah janji” membawa masuk Nara dalam dekapanku.
“Ayah juga harus janji…” Nara.
“Tentang?” tanyaku.
“Nara ingin ka’Feiv kembali lagi seperti dulu, biar bunda berhenti nangis” Nara.
Dia menyadari perubahan kakaknya pada usia masih belum terlalu mengerti pemikiran orang dewasa. Pada hal, jika mengingat perubahan Feivel terjadi ketika dirinya masih dalam kandungan. Ayah pasti berjuang menjadi pemenang demi membawa kalian bertiga berada pada garis terbaik kehidupan bersama masa depan tanpa terpikirkan oleh siapapun juga. Saya tidak akan bertanya, marah, kecewa, berteriak, geram, dan menyalahkan Tuhan atas setiap kegagalan sebagai seorang ayah dalam perjalanan pribadi. Belajar merendahkan hati tanpa berkata-kata jauh lebih baik.
Tuhan, ampuni setiap kesalahanku sekiranya kehidupan pernah melakukan hal mengerikan bahkan terlalu menjijikan di hadapanMU. Buat saya bisa belajar menjadi seorang ayah dengan penuh kerendahan hati apapun hal paling menyakitkan terjadi dalam kehidupan keluargaku. Kemarin dan hari ini, saya selalu saja gagal berperan sebagai seorang ayah dari berbagai segi, akan tetapi hati tetap berteriak kuat jika kelak tanganku bisa menggenggam sebuah piala kemenangan.
“Saya pasti bisa belajar berlari” kata-kata ini terus saja berkumandang memenuhi gendang pendengaran.
Tetap setia menemani gadis kecilku menjalani kemo terapi dengan sebuah cerita berbeda. Berada di samping bunda dari ketiga buah hatiku setiap air matanya terjatuh akibat beban yang begitu berat terus saja mencekam. Mendekap putriku Nefrit agar dirinya tidak pernah merasa kehilangan figure seorang ayah, sekalipun semua menjauh dari hidupnya dan hanya bercerita tentang kekurangan semata. Hal terakhir adalah berjuang keras mengembalikan Feivelku pada sinar hidup yang sebenarnya.
“Ayahmu datang mencarimu” salah seorang teman perkumpulan Feivel berteriak…
“Tua bangka lagi tua bangka lagi, apa sih maunya?” Feivelku berkata-kata dalam keadaan mabuk parah tanpa sadar. Seperti biasa tempat perkumpulan dia dan teman-temannya adalah diskotik penuh dengan musik-musik keras setiap malam. Hati seorang ayah akan berjuang mengembalikan putra semata wayangnya, apapun keadaan di depan mata bahkan menerjang maut sekalipun.
“Kau hanya tua Bangka tak berguna” teriakan Feivel di hadapan banyak orang.
“Kau bukan ayahku!” sekali lagi berkata-kata menandakan jurang jauh lebih kuat bermain pada dirinya.
Dia terus saja mendorong tubuhku hingga terjatuh, akan tetapi hati seorang ayah ingin belajar bertahan tanpa kata menyerah setitikpun untuk berjalan ke arahnya. “Ayah tetaplah ayah sampai kapanpun,” membisikkan sebuah pernyataan sekitar gendang pendengarannya setelah berhasil berjalan di hadapannya.
“Tangan seorang ayah akan terus berjuang mendekap putranya, sekalipun penolakan demi penolakan terus terjadi” kembali berbisik ke telinganya, kemudian berjalan pulang meninggalkan dia di tengah hentakan musik keras…
“Orang tua aneh, bicara gila” Caci maki Feivel sekeras-kerasnya…
“Ayah akan menunggu waktu itu tiba untuk membawamu kembali” suara hati sang ayah mempercayai setitik harapan.
Suatu hari kelak, kau akan berlari kembali masuk ke dalam dekapan ayahmu. Hanya membutuhkan sedikit tingkat kesabaran sebagai seorang ayah tanpa persungutan sedikitpun. Menggenggam tanganmu merupakan impian sampai kakimu menyadari tentang sebuah sinar terbaik pada jalan terhebat. Saya akan belajar menahan rasa sakit, mengabaikan setiap luka hati sebagai ayah, dan tidak akan pernah menjatuhkan air mata setetespun di hadapan mereka. Tersenyum setiap saat bagi dunia gadis kecilku sebagai obat terbaik bagi kesembuhan dirinya. Tetap berdiri tegap di samping Nefritku sebagai kekuatan terhebat diantara yang terhebat. Berjuang tanpa kata menyerah membuat Feivel kembali dan terus berada dalam dekapan sang ayah.
“Ayah,” tangan mungil Nara tiba-tiba saja membuatku terbangun dari lamunan…
“Nara, gadis kecil ayah” segera membawanya masuk dalam dekapanku.
“Nara mau mancing” bibir pucat Nara berkata-kata…
“Nara lagi sakit, jadi dokter bilang tidak boleh keluar rumah.”
“Nara sudah sembuh,” segera menarik tanganku menuju sebuah sepeda rongsokan tidak jauh dari halaman belakang rumah.
Biaya pengobatan Nara benar-benar berada dalam jumlah besar, akan tetapi sang ayah terus saja berjuang mencari. Beruntung saja, hasil cengkeh di kampung dan pendapatan dari jualan di pasar dapat menutupi beban biaya sebesar itu. Setidaknya, orang tuaku sebelum meninggal mewariskan sebagian perkebunan cengkehnya. Saya hanya mempunyai seorang adik dan tidak lain adalah ibu kandung Lazki, sehingga kebun cengkeh diwariskan buat kami berdua. Jadi, penghasilannya cukup lumayan ketika musim panen tiba. Lazki pun terkadang ikut membantu biaya pengobatan Nara memakai hasil tabungannya sendiri.
Hal lebih mengejutkan lagi adalah ibu Lazki memberikan seluruh hasil panen cengkeh miliknya buat pengobatan Nara. Ternyata Tuhan menggerakkan hati adikku satu-satunya untuk menolong biaya rumah sakit gadis kecilku Nara. Secara akal logika, kami tentu mengalami kesulitan demi mendapat biaya rumah sakit dalam jumlah besar. Akan tetapi, tangan Tuhan terulur meringankan beban kami sekarang.
“Ikan-ikan disini kenyang semua yah?” pertanyaan polos Nara.
“Tuhan, buat semua ikan di sungai ini lapar biar umpan pancing Nara dimakan” seru doa Nara terhadap sang pencipta.
“Bergerak, pancingnya gerak” teriak Nara…
“Wow, doa Nara dijawab Tuhan dalam satu detik saja yah” senyuman sang ayah…
“Kalau doa Nara yang ini dijawab langsung Tuhan, lantas doa Nara yang lain kenapa lama amat dijawab Tuhan” cetus Nara setelah kail pancingannya berhasil di bawah ke darat bersama seekor ikan yang cukup gemuk.
“Memang Nara minta apa sama Tuhan?”
“Bunda dan ka’Nef berhenti nangis, ka’Feiv kembali ke rumah, Nara cepat besar biar bisa bantu ayah cari uang” jawaban polos gadis kecilku.
“Gadis kecil ayah harus bersabar” mengecup hangat dirinya.
“Nara memang suka tidak sabaran yah?” Nara.
“Tuhan punya waktu buat menjawab isi doa Nara,” jawaban buatnya.
“Kapan Tuhan jawab?” Nara.
“Suatu hari kelak, Tuhan pasti menjawab.” Entah kalimat tersebut tepat sesuai adaptasi bahasa anak-anak pada umumnya ataukah tidak sama sekali. Satu hal, hanya kata-kata tersebut terlontar begitu saja keluar buat seorang anak masih berusia empat tahunan…
“Kau harus bertahan hidup untuk melihat Tuhan menjawab setiap seru doamu” jeritan hati sang ayah berteriak hebat jauh di dasar hati.
“Melihatmu menikmati sinar matahari terbit dan terbenam merupakan kebahagiaan terbesar seorang ayah bagi gadis kecilnya” sekali lagi kata-kata tersebut berkumandang kuat di dalam.
“Ayah, ikannya buat bunda saja” kepolosan Nara membayangkan sang bunda…
“Tentu sayang” membalas kalimatnya.
“Buat ka’Nef juga” Nara.
“Sepertinya ka’Lazki dilupakan ma Nara” tersenyum ke arah Nara.
“Ka’Lazki kan tidak pernah nangis,” Nara.
“Terserah.”
Tubuh mungil Nara berjuang tidak memperlihatkan rasa sakit di hadapan kami semua. Bernyanyi, tersenyum, tertawa, bahkan menganggap dirinya tidak pernah sakit sama sekali. Hal lebih kacau adalah gadis sekecil dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang lebih, akan tetapi keadaan justru berbalik arah. Seolah dirinya lebih kuat berperan untuk memberi penghiburan, kekuatan, senyum, kehangatan bagi kami sekeluarga.
“Buat bunda” Nara kecil menyodorkan hasil pancingan hari ini penuh semangat.
“Bunda tidak pernah mengizinkan Nara keluar rumah” marah melihat kelakuan sang gadis kecil.
“Nara hanya cari angin saja bunda,” menjawab dengan wajah menunduk…
“Kenapa ayah mengikuti semua kemauan Nara? Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dia di tengah jalan?” amarah Zarah akhir cerita meledak ke arahku.
“Biarkan Nara menikmati kehidupan luar seperti anak lain” tegurku.
“Menurut ayah, lantas bagaimana perasaan bunda kalau-kalau anakku tidak akan pernah bisa membuka matanya esok hari karena petualangan sehari?” tangis Zarah meledak seketika.
“Bunda jangan nangis lagi” Nara berlari memeluk sang bunda.
“Jangan membuat bunda ketakutan histeris” raut wajah terbungkus rasa takut bernar-benar terbaca jelas…
“Tuhan sudah menyembuhkan Nara” senyum Nara.
“Bunda sangat takut…” Zarah seakan tidak dapat menahan rasa takut dalam dirinya sendiri.
“Bunda” suara Nefrit hadir di tengah kami setelah mendengar ledakan tangis Zarah.


Bagian 4…

Nefrit Fidelis…

Hidup tidak pernah adil buatku sampai kapanpun juga. Perasaan kecewa terhadap Tuhan selalu dan selalu terjadi pada jalanku. Berdiri depan cermin, menatap wajah sendiri, bahkan menangis histeris karena ketidak-adilan Tuhan. Saya bisa apa untuk masa depan? Saya hanya mempunyai wajah standar, sehingga tidak pernah bisa menjadi seorang primadona sekolah. Ayahku bukan pengusaha seperti ayah teman-temanku, lebih kacau lagi kehidupan berada pada garis ekonomi miris.
Hal terburuk diantara paling terburuk adalah kakakku seorang berandalan, pemakai narkoba, keluar masuk penjara, selalu melakukan kejahatan. Jujur, saya malu mempunyai keluarga terburuk seperti itu. Kenapa saya harus lahir sebagai anak Abraham penjual barang campuran di pasar? Kenapa wajahku berada pada garis standar, sampai-sampai semua teman sekolahku menjauh? Kenapa saya juga harus terlahir idiot dengan jenis IQ paling rendah sehingga selalu saja berada di kelas yang sama setiap tahun?
Semua teman seumuranku sudah jauh berjalan ke depan bahkan berada pada bangku kuliah, sedangkan hidupku hanya bercerita tentang kegagalan. Seakan saya tidak mempunyai masa depan sama seperti kebanyakan anak lain. Ejekan, terkucilkan, bodoh, miskin, mempunyai kakak berandalan, wajah standar, dan masih banyak lagi sedang bermain hebat dalam perjalanan Nefrit Abraham. Saya benar-benar membenci Tuhan sampai kapanpun juga.
“Jangan dekat-dekat dengannya” satu sama lain teman-temanku berkata-kata bahkan bukan lagi berbisik…
“Kenapa memang?” pertanyaaan menyindir yang lain sambil tertawa.
“Kakaknya narkoba, adiknya penyakitan, sedang dia manusia paling idiot sedunia” secara terang-terangan berteriak keras tanpa memikirkan perasaanku.
“Jangan sampai  tertular.”
“Miskin, idiot, berantakan, hancur…” semua tertawa bahagia menyerang kehidupanku.
“Dengar-dengar ayahnya melakukan kejahatan di masa lalu, sampai keluarganya kena kutuk dari Tuhan seperti itu.” Suasana kelas, kantin, perpustakaan, taman sekolah hanya akan bercerita tentang penghinaan terhadap kehidupan keluargaku.
Para tetanggapun ramai membicarakan kehidupan keluargaku di setiap sudut persimpangan. Hidup keluarga Abraham hanya bercerita tentang kutuk tanpa kehidupan. “Saya benci terlahir sebagai anak ayah” meluapkan emosi di suatu tempat sepi tanpa seorangpun lalu lalang disana.
“Saya malu mempunyai kehidupan seperti ini” histeris menangis setiap pulang sekolah dan berada di tempat tersebut hanya untuk meluapkan segalanya.
“Saya terlalu membenciMU Tuhan,” menyalahkan sang pencipta atas segala hal yang terjadi. Kenapa mengutuk kehidupanku sampai semua orang menjauh? Apakah Tuhan dendam begitu mendalamnya sampai menghancurkan masa depanku? Saya tidak ingin lagi mempunyai Tuhan, walaupun ayah selalu mengajar tentang hidup takut terhadapNYA apapun keadaan di depan mata.
Berulang kali saya mencoba bunuh diri tapi selalu gagal. Terkadang saya ingin menjatuhkan diri dari sebuah gedung pencakar langit di kota ini, akan tetapi ketakutanku jauh lebih besar bermain. Hal terlucu lagi adalah menceburkan diri ke sungai dan tanpa sadar ternyata air di tempat tersebut hanya setinggi lutut alias dangkal. Sengaja berjalan di tengah lalu lintas kendaraan setidaknya membiarkan truk maupun mobil menabrak tubuhku hingga hancur berantakan. Di luar dugaan selalu saja ada orang lain datang menolong secara tiba-tiba ataukah sang pemilik kendaraan melakukan rem mendadak sehingga berhasil menjauh dari diriku. Hanya maut yang dapat mengakhiri kisah paling mengerikan dalam jalanku.
“Anak idiot” bayangan kata-kata mereka terngiang.
“Keluarga terkutuk.”
“Keluarga sial”
“Sampai kapanpun tidak akan pernah mempunyai masa depan” ucapan-ucapan menyakitkan terus saja terngiang memenuhi gendang pendengaran. Selalu saja menangis histeris setiap pulang sekolah dan berjalan memasuki kamar. Tidak memperdulikan ayah, bunda, Nara, juga ka’Lazki hanya ingin melampiaskan rasa sakit di dalam kamar seorang diri.
“Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah berjalan masuk setelah berhasil membuka kunci kamarku.
Di satu sisi saya malu terlahir dari keluarga seperti ini. jujur, kata malu mengakui dirinya sebagai ayah jauh lebih kuat bermain dibanding apapun. Akan tetapi di sisi lain, hanya ayah saja yang dapat mendekapku dan memahami rasa sakit berkepanjangan. Kenapa Tuhan tidak adil membuat kehidupan kami penuh penderitaan? Kenapa Tuhan terus saja menimpakan kutuk?
“Jangan dengarkan kata orang tentang dirimu. Kau tetap gadis sempurna bagi seorang ayah sepertiku dengan masa depan terbaik suatu hari kelak” kalimat bijak ayah membelai rambut panjangku.
“Semua orang mengejek Nef tidak punya masa depan” histeris menangis…
“Siapa bilang Nef tidak punya masa depan? Itu hanya ucapan mereka” ayah.
“Memang seperti itu kenyataannya” semakin histeris.
“Manusia bisa saja berkata-kata sesuka hati dan mengutuk sesuai bahasa mereka, tetapi kau harus tetap berpegang teguh pada sebuah pernyataan jika masa depanmu ada di tangan Tuhan. Ngerti?” bagaimana mungkin saya percaya Tuhan, sementara hidupku sendiri benar-benar membenciNYA.
“Tapi Nef benci Tuhan” balasku…
“Nef, tidak berarti hidupmu mengalami perjalanan maupun situasi buruk terus hati/ mulutmu harus berkata-kata seperti ini” ayah.
“Miskin, kakak Nef penjahat kelas kakap, Nara terus saja penyakitan, bunda selalu saja nangis, keluarga kita diejek semua orang sial, terakhir Nef terlahir sebagai manusia paling idiot karena tinggal kelas berulang kali…” amarahku meledak…
“Ayah tidak pernah mengajarkan Nef harus membenci Tuhan karena rasa tidak adil ketika mengarungi bahtera hidup. Belajar merendahkan hati di tengah situasi apapun jauh lebih baik dibanding berkata-kata buruk seperti itu,” ayah.
“Nef akan tetap membenci Tuhan, bagaimanapun ayah ceramah panjang kali lebar kali tinggi sesuka hati…” rasa geram terhadap Tuhan semakin meledak.
“Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan, hanya Tuhan sajalah yang maha tinggi.” Seakan ayah menganggap putrinya sangat angkuh dan sombong, pada hal secara logika kehidupanku penuh air mata.
“Saya rasa terbalik cerita, justru Tuhan yang terlalu sombong dan angkuh bukannya Nef” kegeraman paling terkacau…
“Nef berkata-kata seperti itu berarti tanpa sadar kesombongan dan keangkuhan memang jelas membungkus. Belajar merendahkan hati jauh lebih baik dibanding berkata-kata…” ungkapan perasaan ayah kemudian berjalan keluar meninggalkan putrinya seorang diri.
Sepertinya saya salah menilai ayah. Seolah kehidupanku sudah jatuh tertimpa tangga lagi tanpa tahu harus berlari kemana. Menghabiskan waktu menangis histeris setiap saat karena segala jenis tekanan hidup berlari ke arahku. “Nef, naiklah” seseorang menghentikan motornya depan gerbang sekolah.
“Ka’Lazki” hampir tidak percaya…
“Jangan mendekat manusia sial seperti dirinya” seperti biasa semua berlari menjauh dariku…
“Coba ulang ucapanmu sebelumnya” ucapan tajam ka’Lazki tiba-tiba menyerang mereka.
“Siapa lagi kalau bukan Nefrit, keluarganya kan sekarang lagi dikutuk habis-habisan ma sang pencipta…” salah satu jawaban dari mereka.
“Hari ini kalian bisa menertawakan lebar adikku, tapi kelak kalian akan dipermalukan olehnya dengan sebuah prestasi” jawaban tertajam membela sang adik.
“Ternyata kakaknya toh,”
“Jaga mulutmu, sekali lagi kau menyerang adikku, tentu saya tidak segan-segan menyerang dua kali lebih parah, ngerti?” pertama kali berada di sekolahku dan membuat sesuatu hal fantastis seperti sekarang. Menarik tanganku ke motornya, kemudian melaju dengan kecepatan tinggi ke suatu tempat. Hembusan angin keras sepanjang perjalanan membungkus diri…
“Kenapa kakak membawaku ke tempat seperti ini?” pertanyaanku setelah kami berada jauh dari ibu kota. Ternyata ka’Lazki mengatur  segalanya yaitu meminta izin ke pihak sekolah selama 3 hari untuk berada di sebuah perkampungan kecil. Perjalanan ibu kota dan kampung kecil disini memakan waktu selama beberapa jam, hal lebih kacau kami memakai motor dengan kecepatan tinggi.
“Untuk membuatmu bersenang-senang” senyum Lazki menarik hidungku.
“Kakak tidak takut dipecat minta cuti terus?” tegurku.
“Bos rumah sakitnya takut ma kakak,” gurauan terkacau dari ka’Lazki.
“Seragam sekolahku?”
“Tenang saja, kakak punya banyak persedian baju di lemari” ka’Lazki.
Suasana kampung asri, tenang, tanpa kata-kata mengerikan dari siapapun membuatku sedikit terhibur. Menikmati aliran air jernih di tengah-tengah taman, mendengar alam bercerita, pohon-pohon bernyanyi oleh karena hembusan angin sepoi. “Bibi kemana?” tanyaku.
“Bunda lagi mengurus keponakan dari ayah di kampung sebelah, jadi sorry tidak bisa ketemu Nef selama disini” ka’Lazki.
“Terserah” cetusku menjawab acuh tak acuh.
Pagi-pagi sekali ka’Lazki menarik tubuhku dari ranjang biar lari pagi sambil menikmati embun di sekitar. “Pagi non,” seorang petani menyapa dengan sangat ramah ke arahku.
“Nef, tidak semua orang di dunia ini berpikir jahat, negative, kacau tentangmu” tegur ka’Lazki.
“Seperti petani itu maksudnya?” keningku sedikit berkerut.
“Iya, memang” anggukan ka’Lazki. Asap kabut masih tebal menghantam kampung disini, kenapa? Karena suasana masih bercerita tentang pagi hari dan bukan siang. Mangajakku jalan menuju sebuah puncak gunung bahkan harus melakukan pendakian luar biasa. Keringat bercucuran membuat seluruh pakaianku basah…
“Coba lihat pemandangan di sana!” menunjuk ke bawah dan memang benar-benar menakjubkan…
“Wow, sangat manis” terkagum-kagum…
“Bahagia melihat Nef tersenyum pertama kali seperti ini,” ka’Lazki.
“Ternyata kakak sadar betul kalau Nef sama sekali tidak pernah tersenyum seperti sekarang?” ujarku.
“Nef, Tidak selamanya seseorang yang selalu berada di urutan belakang dalam segala hal mempunyai masa depan hancur. Sama seperti dirimu hanya membutuhkan waktu dan tingkat kesabaran cukup tinggi untuk membuktikan pada dunia tentang perjalanan indahmu” ka’Lazki.
“Nef selalu tinggal kelas, syukur-syukur kalau bisa lulus sekolah tahun ini” balasku.
“Prestasi terbaik seseorang tidak selalu bercerita tentang dunia akademik. Bukan berarti kau selalu berada pada urutan terbelakang di dunia akademik, sedangkan di bidang lain jalanmu tidak bisa menjadi yang pertama.” Ka’Lazki.
“Semua akan memandang kalau prestasi akademik selalu berada di urutan pertama.”
“Siapa bilang?” tegur ka’Lazki.
“Kenyataan hidup” jawabku.
“Di luar sana ada orang memang mempunyai prestasi di dunia akademik sampai akhir cerita berhasil menjadi seorang dokter spesialis, ilmuwan, dosen, dan masih banyak lagi sesuai mimpi…” ka’Lazki.
“Tapi, ada juga mereka mempunyai masa depan bukan karena prestasi akademik mereka terbaik diantara yang terbaik, melainkan…” ka’Lazki berkata-kata lagi…
“Melainkan?”
“Melainkan mereka mempunyai talenta di bidang lain. Ada orang menjadi pelukis terkenal, artis, model, penari balet, penyanyi, pemusik handal, berprestasi dalam bidang olah raga tetapi masalah akademik juga selalu bercerita dibelakang bukan yang terdepan” ka’Lazki
“Nef masih belum mengerti makna dialog kakak” wajah masih bingung.
“Temukan talenta dalam dirimu. Bagaimanapun proses panjang bahkan seakan tidak menemukan hasil, tapi kau harus terus berlari mencari bakat terpendammu, setelah berhasil gali terus untuk membawanya ke permukaan” ka’Lazki.
“Bagaimana kalau tidak berhasil sama sekali?” pertanyaan…
“Berhasil tidaknya tergantung pribadi seseorang. Saya rasa kau pasti bisa menemukan, entah memakan waktu cepat, sedang, dan lama” ka’Lazki.
“Saya membenci pelajaran-pelajaran sekolah,” kalimatku…
“Masing-masing pribadi berbeda-beda, kenapa? Ada orang dengan kadar IQ paling terbawah tetapi ingin terus bertahan dalam dunia akademik dan akhir cerita berhasil menjadi pertama melalui proses panjang. Namun, di tempat lain hampir keseluruhan memang mencari bidang lain yang mereka sukai sesuai talenta di dalam diri” ka’Lazki.
 “Bukan berarti saya menyuruhmu mencari bakat dalam dirimu, lantas kau berhenti sekolah atau tetap tinggal kelas di sekolah sama bertahun-tahun sampai tua. Minimal lulus” sekali lagi bercerita…

Bagian 5…

Nefrit…

Merenung memikirkan kata demi kata sebagai bahan masa depanku sendiri. Ternyata, ka’Lazki sengaja membuatku berada di kampung ini kemudian membawaku melakukan sebuah petualangan pendakian puncak gunung. Proses panjang menemukan titik puncak gunung mempunyai tingkat kesulitan masing-masing selama kaki mencoba menapaki sedikit demi sedikit. Jalanan licin, berbelok-belok, pinggiran jurang, takut ketinggian, batu-batuan sekitar menjadi masalah utama ketika kaki ingin terus menemukan puncak gunung itu sendiri.
 “Saya ingin belajar percaya, kalau KAU tidak seperti yang kubayangkan selama ini” berkata-kata jauh di dasar hati sambil menatap bintang-bintang langit. Sejak dulu, saya membenci Tuhan karena segala hal buruk selalu saja terjadi dalam perjalananku. Berpikir bahwa sang pencipta maha tidak adil untuk objek apapun di dunia. Perjalanan sial, kutuk, air mata, terkacau, miskin, terlempar, tidak pernah dianggap adalah kisah miris seorang Nefrit.
“Tuhan, buktikan padaku kalau KAU bukan Tuhan paling sombong dan angkuh!” bisikan hati kembali bercerita terhadap sang pencipta. Saya hanya butuh sebuah bukti tentang pernyataan ayah kalau Tuhan itu adil juga tidak seperti pemikiranku selama bertahun-tahun.
Belajar menemukan talenta tersembunyi dalam diriku itulah yang sedang ingin kujalani setelah kembali ke kota. “Ayah tidak perlu khawatir, Nef hanya butuh waktu untuk mengerti petualangan dan proses hidup” tanpa sengaja gendang pendengaranku mendengar dialog percakapan antara ka’Lazki dan ayah melalui saluran telepon. Mereka berdua ternyata bekerja sama untuk membawaku ke tempat seperti ini. Percakapan tersebut membuatku tersadar akan sesuatu hal tersembunyi dibalik sosok pribadi ayah…
Ayah ingin membuktikan pada dunia tentang masa depan terbaikku. Saya baru menyadari, jika dirinya sama sekali tidak akan pernah menjatuhkan air matanya apapun situasi depan mata. Semua dapat berkata-kata buruk tentang ketiga buah hatinya, akan tetapi sikap tenang memang terus saja melekat. Kalimat sebagai ayah paling gagal, pada dasarnya sangat wajar diberikan buatnya, kenapa? Karena seperti itulah kenyataan hidup dalam perjalanan keluarga Fidelis.
“Ayah tergagal di dunia, tapi masih terus mencoba menyatakan sesuatu pada dunia tanpa seorangpun menyadari semua itu” kata-kata sedikit sinis mengingat dialog mereka.
Seluruh dunia berkata ayah terlalu lemah dalam mendidik sehingga terjadi kekacauan terbesar dalam kehidupan keluarganya sendiri. Di tempat lain tidak bercerita tentang permasalahan mendidik melainkan hidupnya hanya bercerita kutuk, sial, dosa masa lalu, murka Tuhan, pembawa bencana. Satu kalimat mengungkapkan sisi hidupnya yaitu ayahku terlalu kuat bahkan lebih dari kata tersebut untuk menghadapi ketiga buah hatinya.
“Bantu ayah untuk keluar sebagai pemenang di antara para ayah bagaimanapun kenyataan hidup melukai hatimu” kata-kata ayah mencium pucuk kepalaku setelah saya kembali ke rumah lagi.
Ayah pikir jika putri cengengnya sudah tertidur pulas, pada hal kenyataan sebenarnya adalah tidak sama sekali. Hanya berpura-pura menutup mata di atas tempat tidur setelah menyadari suara sang ayah sekitar pintu kamar. Menggenggam kuat tanganku bersama tarikan napas panjang seakan beban yang terlalu kuat benar-benar terasa olehku untuk pertama kalinya…
“Ayah pasti bisa menjadi pemenang untuk membawamu ke garis finish. Ini hanya proses bagi hidupmu bersama segala cerita tentang kekurangan, pembulyan, tangis, terluka, rasa kecewa, prinsip untuk menata dalam sebuah petualangan.” Rasa-rasanya saya ingin menangis seketika mendengar ucapan sang ayah bagi putrinya. Meluapkan perasaan emosional saat berpikir anaknya tertidur lelap…
Sejenak berpikir tentang defenisi kemenangan sang ayah setelah mengingat setiap kegagalan demi kegagalan dari jalan hidup Gibran Fidelis. Kata kuat, tenang, bijak, mempunyai setitik harapan ketika objek gagal sebagai ayah melekat pada dirinya. Laki-laki beriman karena melihat setitik harapan untuk memulihkan segala sesuatu menjadi gambaran makna nama Gibran Fidelis yang sekaligus menjadi sosok ayah buatku.
“Maaf membuat hatimu hancur” rasa sesak menyebar mengingat segala kata-kata kasar terlontar tanpa sadar setiap terjadi dialog antara diriku dan ayah.
Saya akan mencoba belajar menanggapi ucapan bijak sang ayah. Tentu bukan hal mudah, namun kaki ingin memulai menapaki sesuatu dan percaya tentang setitik harapan. Jujur, hidupku benar-benar tidak menyukai dunia akademik, hanya saja saya akan berjuang keras agar bisa lulus sekolah tahun ini. Selain hal tersebut, perjalananku akan belajar mencari talenta yang memang terpendam kuat dalam diri demi sebuah pembuktian pada dunia…
“Anak-anak hari ini kita kedatangan guru baru di sekolah” ibu Hana mengisyaratkan sesuatu setelah berdiri beberapa menit di depan kelas.
“Paling guru sejarah pengganti ibu Monik” satu sama lain seakan tidak memperdulikan karena menganggap hal biasa bagi para siswa.
“Orang tua tanpa gigi” ledekan seorang siswa hingga seluruh kelas riuh dan tertawa…
“Siapa bilang saya guru tanpa gigi?” tiba-tiba saja sosok pemuda berkaca mata, kulit sawo matang, manis, rambut tersisir rapi berjalan manis menuju kelas kami.
“Model majalah terbaru” semua mata terkagum-kagum menyaksikan pemandangan gratis sekarang…
“Perkenalkan, saya Brian Nicolas guru sejarah kalian yang terbaru. Btw, stop bertanya apapun, kenapa? Karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan kalian” ujar sang guru.
“Pada hal kami hanya mau nanya, bapak waktu pembagian wajah jelek kenapa tidak hadir?” seorang lagi mengoceh…
“Memang kenapa kalau tidak hadir?” pak Brian balik bertanya sambil bertolak pinggang.
“Kan kalau bapak terlahir ke dunia fanah dengan wajah jelek, minimal hatiku tidak terpesona seperti sekarang menatap wajah bapak…” jawaban paling jenius membuat seluruh isi kelas berteriak gaduh pada salah satu murid centil.
“Berhenti bergurau, sekarang perkenalkan diri kalian satu per satu” pak Brian.
“Bapak paling tampan sedunia, perkenalkan saya Nesia Fadilah salah satu siswi paling primadona di sekolah ini” wow, seperti biasa gaya centil salah satu teman sekelasku.
“…”
Perkenalan seorang demi seorang mulai terjadi sampai akhirnya giliranku pun tiba. Seperti biasa mereka semua mulai menertawakan segala sesuatu dalam diriku, sampai saya benar-benar terlihat gagap untuk berkata-kata. Sang guru hanya diam membisu menatap ulah seluruh muridnya tanpa menghentikan mereka. Tidak seorangpun akan membelaku di sekolah. Baik guru, para orang tua, terlebih teman-teman hanya tahu menertawakan keberadaanku semata.
Menarik nafas panjang berjalan menyusuri jalan raya setelah pulang sekolah. Manusia dengan segala kekurangan, itulah diriku. Saya ingin belajar terlihat kuat sekalipun semua terlihat sama hanya bercerita kelemahan dan kelemahan dalam diriku. Mencoba menemukan talenta tersembunyi dalam diriku merupakan rutinitasku sekarang setiap pulang sekolah.
“Mungkin saya bisa menjadi seorang pelari tercepat” berpikir seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah belum apa-apa saya sudah pingsan duluan di tengah jalan saat kaki mulai berlari sekuat tenaga setelah jam pelajaran sekolah usai. Maka makin ditertawakanlah dunia Nefrit…
“Pelari bukan, berarti perenang handal tentu…” mencari sungai kemarin tempatku ingin menceburkan diri alias mati secepat mungkin tapi ternyata airnya hanya sebatas lutut semata. Belum turun ke sungai, saya sudah lari duluan karena melihat katak kecil bermain-main di tempat tersebut.
 Menonton sebuah acara show di TV dengan menampilkan beberapa jenis dance terhebat. Sejenak berpikir akan talenta tersembunyi dalam diriku adalah berada di dunia dance sama seperti mereka. Memutar beberapa video dance, kemudian mencoba menirukan gaya mereka dan hasil terakhir kaki terkilir bahkan menjadi bahan tertawaan Nara. “Kakak seperti usir nyamuk saja” Nara meledek sambil tertawa…
“Berhenti menertawakan kakak!” rasa kesal melihat kelakuan Nara.
Sebenarnya talenta tersembunyi dalam diriku itu ada dimana? Suara juga seperti radio rusak kalau masuk dunia tarik suara. Membeli beberapa jenis alat music bekas seperti piano, gitar, biola, drum dan berpikir tentang kisah perjalanan akan berada pada salah satu bidang tersebut. Uang tabungan selama bertahun-tahun habis ludes dikarenakan kisah tragis ingin mencari talenta tersembunyi. Itu pun masih dibantu uang ayah juga ka’Lazki untuk menutupi sisanya yang masih belum terbayar. Hal terkacau adalah ayah selalu saja tersenyum menyaksikan tingkahku.
Nara memang butuh biaya berobat, tapi kisahku pun ingin mencari talenta tersembunyi tanpa peduli akan menghabiskan sejumlah uang. Saya juga bermimpi tentang masa depan cerah, akan tetapi tidak bercerita dari dunia akademik melainkan tempat lain. Hidup Nefrit Fidelis benar-benar menyedihkan bahkan lebih dari kata tersebut. Bagaimana tidak? Belajar memainkan alat music gitar dengan mengamati beberapa video, program acara TV, acara-acara sekolah, bahkan beberapa pengamen jalanan tetapi hasilnya adalah nol persen. Kekacauan lain lagi adalah Nara dapat memainkan alat music tersebut hanya karena terus berada di sampingku ketika berlatih sambil menonton sebuah video.
“Nara hebat” ka’Lazki terkejut melihat permainan gitar gadis kecil berusia 4 tahun.
Kekaguman ayah, bunda, juga ka’Lazki masih belum berakhir menyaksikan permainan gitar Nara. Semua jenis peralatan music bekas di rumah pun dapat dimainkan oleh anak kecil seperti dirinya. Hal terkacau bahkan menjadi garis kesimpulan, kalau bukan saya yang jenius memainkan alat-alat music tersebut melainkan adik kecilku yang sebentar lagi akan dipanggil Tuhan. “Anak bunda memang jenius” pujian bunda sangat bahagia.
Pertama kali melihat bunda tersenyum lebar setelah bertahun-tahun hanya meneteskan air mata karena ketiga buah hatinya menjalani hal mengerikan. Menjadi pertanyaan, haruskah saya iri terhadap adik sendiri? Bagaimana kisah masa depanku tanpa mengetahui talenta dalam kehidupan sendiri ke depan? Saya tidak ingin mempunyai perjalanan buruk lagi apapun keadaannya…
“Buat saya percaya kalau KAU bukan TUHAN paling sombong dan selalu berlaku tidak adil terhadap kehidupanku pribadi!” menengadah ke langit sambil berbisik jauh di dasar hati menatap bintang malam. Sepertinya keraguan mulai muncul kembali tentang ketidak-adilan Tuhan. Saya juga ingin memiliki satu talenta untuk menjalani kisah perjalanan yang selalu saja mempermainkan hidup. Salahkah saya mempunyai rasa iri terhadap adik sendiri? Seakan dalam perjalananku hanya bercerita tentang kekurangan dan kekurangan di segala bidang.
“Jadikan ayah pemenang ketika kakimu ingin belajar menemukan setitik harapan dalam setiap luka yang terus saja menancap.” Seperti biasa tanpa rasa bosan, ayah selalu berjalan ke kamar untuk berkata-kata saat kedua putrinya terlelap dalam tidurnya. Ayah mengira jika anaknya tidak akan pernah mendengar apapun setiap curahan hatinya. Memberi kecupan dan membelai rambutku tanpa rasa bosan sama sekali sambil berkata-kata tentang banyak hal sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkan kami.
Berpura-pura tidur lelap jauh lebih baik, dari pada ayah menyadari putrinya selalu mendengar curahan hatinya setiap malam. “Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi dalam dirimu, sampai suatu ketika kau dapat membuktikan pada dunia akan perjalanan terhebat yang pernah dimiliki olehmu” salah satu pernyataan paling kacau dari seorang ayah seperti dirinya.
“Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi…” menirukan kembali kalimat ayah saat keadaan benar-benar lelah mencari sesuatu yang tersembunyi. Mustahil menemukan hal terbaik dalam hidupku sendiri, kenapa? Kisahku selalu berada pada gagal bahkan hanya bercerita tentang kekurangan semata.
Menghabiskan waktu di sebuah pusat perbelanjaan terbesar setelah jam pelajaran sekolah selesai untuk pertama kalinya bagi hidup. Entah dorongan dari mana membuatku ingin bersantai sejenak menyusuri setiap lantai plaza tersebut. Mataku terkagum menatap gambar seorang model tertawa lebar pada salah satu showroom terbesar di hadapanku. Apakah saya bisa menjadi sama seperti dirinya terkenal, cantik, mendapat pujian banyak orang, idola banyak orang? 
“Saya kan tidak jelek-jelek amat, bolehlah jadi model” menatap wajah sendiri depan cermin showroom…
“Nef” seseorang berteriak memanggil namaku.
“Ka’Lazki” terkejut, malu, wajah menunduk ketahuan berkeliling sekitar plaza.
“Jangan kaget, sebenarnya kakak janjian dengan seseorang disini tapi sepertinya batal sih” ka’Lazki menggaruk-garuk kepala seakan terlihat kesal…
“Bagaimana kalau kita berdua cuci-cuci mata doang, sekaligus makan mungkin” seru ka’Lazki mendorong tubuhku ke arah kanan showroom. Pertama kali melakukan hal seperti sekarang mengunyah permen karet sampai membuatnya menjadi balon besar, bermain seperti anak kecil, tertawa lebar, membeli permen lollipop paling besar, dan masih banyak lagi. Kenapa saya tidak melakukan semua ini dari dulu? Bertahun-tahun hidup hanya meratapi segala jenis beban masalah.
Hal terbodoh di antara paling bodoh adalah hidup selalu saja berfokus pada apa kata orang hingga akhir cerita perasaan kecewa pun terus membungkus. Jauh lebih baik membiarkan hinaan semua orang dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu, dibanding berada di tempat sama untuk menghancurkan diri sendiri. “Kakak, bagaimana kalau Nef menjadi model saja?” satu pertanyaan tetapi membuat wajah ka’Lazki merah karena tertawa keras.
Sekarang kami berdua menjadi pusat perhatian semua orang di sini. “Lebih baik habiskan makananmu sekarang!” perintah ka’Lazki memasukkan roti burger besar ke mulutku.
“Saya serius, mungkin bakat terpendam dalam diriku adalah menjadi seorang model”
“Nef, jangan berpikir aneh” cetus ka’Lazki.
“Aneh bagaimana maksudnya?” sedikit mengerutkan kening.
“Kakak saja tidak pernah bermimpi jadi model atau artis, lah situ kenapa mimpi aneh gitu?” ka’Lazki seperti memberi penghinaan…
“Ka’Lazki keterlaluan” marah seketika.
“Kakak terlahir cantik juga tidak bakalan bercita-cita jadi model, apa lagi wajahku yang sekarang luar biasa standarnya paling dibawah” ka’Lazki.
“Berarti wajah ka’Lazki dan Nef sebelas dua belas maksudnya alias jelek?”
“Nef, kalau kakak sih bukan masalah jelek juga tapi ada hal lain” ka’Lazki.
“Hal lain?”
“Jadi model atau artis itu harus siap menjadi bahan gossip kiri kanan sekalipun hanya setitik saja kesalahan yang diperbuat. Kehidupan keras sampai banyak orang selalu berada pada jurang yang sama karena tidak mampu melawan, jadi berpikir dulu sebelum punya niat ke bidang sana” ka’Lazki.
“Kehidupan keras…” gumamku…
“Nef harus siap menjalani tuntutan pekerjaan dunia modeling dan keartisan” ka’Lazki.
“Contohnya?” pertanyaanku balik.
“Siap bergaya depan kamera sambil dipegang kiri-kanan sama lawan jenis untuk promo sebuah brand pakaian mungkin atau objek lainnya. Suka tidak suka harus dijalani, bagi sebagian orang hal tersebut biasa, tetapi berbeda bagi konsep berpikir kehidupan keluarga kita. Ngerti?” ka’Lazki.
“Jadi?”
“Kau siap berpelukan bahkan berciuman dengan cowok manapun karena tuntutan acting? Kalau siap, yah silahkan berjuang terus menjadi artis karena itu impianmu” ka’Lazki.
“Satu lagi, kau harus mempunyai standar kualitas acting dan tidak asal-asalan semata. Kakak lebih baik jadi suster seumur hidup dibanding ada di dunia sana” ka’Lazki sepertinya curhat…
“Saya juga ingin jadi seperti yang lain, hidup dengan masa depan terbaik” kepala tertunduk di hadapan ka’Lazki.
“Nef harus sabar mencari telenta tersembunyi dalam kehidupan sendiri. Semua yang kau inginkan butuh proses…” ka’Lazki.
“Hari ini gagal, tidak berarti esok memberi hasil sama. Andaikan gagal lagi berarti hidupmu harus terus mencari dan mencari sampai kau menemukan objek terbaik bagi masa depan sendiri. Tetaplah berlari!” ka’Lazki.

Bagian 6…

Menjalani kehidupan sepertinya tidak mudah bagi Nefrit terlebih harus berhadapan dengan situasi sama, tetapi cerita hanya berkisah tentang kegagalan dan kekalahan. “Gagal lagi mencari talenta tersembunyi” teriakan histeris Nefrit. Melemparkan berulang kali batu kecil ke sebuah sungai sebagai bahan pelampiasaan hari ini. Masih mengenakan seragam sekolah duduk termenung sambil meratapi nasib sendiri. Teman-teman seumurannya sekarang sudah berada pada bangku kuliah, sementara diri sendiri masih saja memakai seragam sekolah.
Keinginan berhenti sekolah sudah lama muncul di benaknya, hanya saja sang ayah tetap bersikeras menyekolahkan dirinya. “Hal terbodoh memang” Nefrit menepuk kepala sendiri. Pemikiran seorang gadis sepertinya menginginkan sesuatu tersembunyi di luar dunia akademik demi meraih masa depan terbaik. Berjalan meninggalkan sungai dengan kepala menunduk…
“Ka’Feiv, ayo pulang” tiba-tiba saja dia dikejutkan suara Nara berteriak memanggil Feivel. Mencoba mencari arah suara tersebut tidak jauh dari tempatnya berdiri…
“Nara” rasa geram Nefrit mendapati adiknya berusaha menarik tangan Feivel depan sebuah gudang tanpa penghuni.
“Anak kecil penyakitan, pergi!” Feivel mendorong Nara.
“Bunda selalu nangis karena kakak pergi” Nara masih mencoba bangkit mengejar kakaknya.
“Lepaskan” untuk kedua kali Feivel mendorong tubuh Nara.
“Bajingan” Nefrit melempar sebuah batu berukuran sedang ke arah Feivel sampai membuat kepalanya terluka seketika.
“Dia bukan kakakmu, ngerti?” kekesalan Nefrit menggendong Nara setelah melakukan aksinya. Sosok gadis yang selama ini terlihat lemah, tetapi berujung menakutkan pada situasi tak terduga…
“Luka itu tidak seberapa dengan tangisan bunda, pengorbanan ayah, ejekan semua orang buatku karena manusia sepertimu, luka Nara karena perlakuanmu” emosional Nefrit tak terkendali menatap geram sang kakak.
“Gadis idiot” Feivel ingin mencoba menampar Nefrit, tetapi sesuatu menahannya.
“Nara selalu menunggu kakak di rumah” kata-kata Nara menatap ke arah Feivel.
“Dia bukan kakakmu lagi” Nefrit marah melihat tingkah sang adik. Berlalu dari hadapan Feivel sambil membawa Nara dalam dekapannya. Bagaimana bisa gadis kecil seperti Nara berjalan sendiri di tempat seperti itu.
Nefrit hanya ingin melindungi adiknya agar tidak diperlakukan kasar oleh Feivel. Pertama kali melakukan hal semacam ini dan menjalani peran sebagai seorang kakak. Mereka berdua hanya terdiam tanpa seribu bahasa selama perjalanan menuju rumah. Nara tertidur pulas dalam gendongan Nefrit sang kakak. “Nef, bagaimana bisa Nara…” Lazki terkejut melihat pemandangan depan matanya sekarang. Rasa panik luar biasa dikarenakan Nara menghilang begitu saja dari rumah, sedangkan orang tua mereka masih bekerja membanting tulang di sekitar pasar.
“Ceritanya panjang” Nefrit menjawab sambil berjalan terus masuk ke kamar. Membaringkan Nara di atas tempat tidur sangat pelan tanpa suara sedikitpun. Menceritakan tentang kejadian tadi setelah keluar dari kamar. Tidak dapat disangkal kebencian Nefrit jauh lebih kuat bermain terhadap sang kakak melebih apapun. Seumur hidup dia hanya menganggap kakaknya hanyalah seonggok sampah tak berguna. Kelakuan Feivel membuat Nefrit semakin terkucilkan bahkan menjadi bahan bulyan teman-temannya di sekolah.
“Feiv tetap kakak Nef Seperti apapun kebencianmu berjalan” Lazki mencoba menjelaskan sebuah pernyataan bagi Nefrit.
“Nef tidak mempunyai kakak criminal,” rasa geram Nefrit mendengar ucapan Lazki. Tidak ingin mendengar kalimat bijak sepatah katapun, di hatinya hanya bercerita tentang sakit hati dan kebencian mendalam. Lazki tidak lagi melanjutkan ucapannya untuk menghindari sisi emosional Nefrit semakin tinggi.
Ada begitu banyak alasan sehingga kata benci jauh lebih kuat bermain bagi dunia Nefrit Fidelis terhadap sang kakak. Selama ini hidupnya terlalu menderita dikarenakan keadaan terkacau dari hari ke hari. Menatap langit kamarnya di dalam gelap mengingat setiap moment terburuk ketika berhadapan dengan banyak hal. “Anak ayah sudah tidur,” bisik sang ayah ke telinganya. Rutinitas seorang ayah seperti biasa tanpa rasa bosan…
“Jangan jadi pembenci. Ka’Feiv hanya menghilang untuk sementara,” kata-kata seorang ayah terhadap anaknya.
“Selalu saja seperti ini, berkata-kata ketika putrinya tertidur lelap” suara Nefrit bergema dan berpura-pura tidak mendengar apapun dari sang ayah.
“Saya tetap membencinya” berujar duduk termenung setelah ayahnya berjalan keluar dari kamar. Kesulitan, pembulyan, terkucilkan, uang habis hanya demi menebus sang kakak keluar dari penjara, dan masih banyak lagi menjadikan Nefrit seorang pendendam. Andai kata bisa, rasa-rasanya dia ingin melenyapkan nyawa Feivel memakai tangan sendiri.
Sejak peristiwa kemarin melempar sebuah batu ke arah Feivel, membuat Nefrit ingin terlihat kuat. “Keluarga sial lagi berjalan” ledekan Mery salah satu teman sekelasnya. Akhir cerita, Nefrit menatap tajam bahkan terlihat menakutkan. Menjambak keras rambut temannya sampai tak berdaya sedikitpun…
“Mungkin kemarin kau bisa mengejek sesuka hatimu, tapi tidak hari ini dan selamanya” kata-kata tajam keluar begitu saja menjadikan semua teman-temanya berlari ketakutan.
“Orang lemah tidak akan selamanya lemah, ngerti?” semakin menarik rambut temannya.
“Camkan itu” sekali lagi berucap…
Entah kenapa sisi emosionalnya tiba-tiba saja meledak seketika tanpa terkendali. Terbiasa hidup menyendiri tanpa seorang teman merupakan kisah paling tragis dari dunia Nefrit Fidelis. Setiap berjalan ke sekolah, seakan dia Nampak seperti preman sekolah siap menerkam semua orang. Hal terkacau adalah terjadi perkelahian sengit antara dirinya dan salah satu teman sekolahnya, sampai sang ayah harus berada di sekolah. Amarah Nefrit meledak  begitu saja dan tidak lagi bercerita seperti kemarin.
“Bapak harus bertanggung jawab” rasa geram salah satu orang tua murid terhadap sang ayah. Perkelahian tersebut membuat temannya berada di rumah sakit dan menjalani proses jahitan berkali-kali karena robekan parah sekitar kakinya.
“Maaf atas kelakuan anak saya” seorang ayah tersungkur sekitar lantai dengan kepala menunduk…
Beruntung saja pihak sekolah berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan tanpa harus melalui pihak kepolisian. Sang ayah memohon agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah. Yayasan menyetujui, hanya saja Nefrit harus menjalani skorsing selama 2 minggu sebagai sanksi. “Bunda tidak pernah mengajarkan kelakuan buruk seperti itu” amarah Zarah atas kelakuan anaknya.
“Kenapa anak bunda berubah menjadi monster?” mengguncang tubuh Nefrit.
“Nef hanya ingin membela diri” jawaban Nefrit.
“Membela diri sampai anak orang hampir mati karena kelakuanmu” Zarah.
“Nef bukan lagi gadis lemah seperti kemarin,” teriak Nefrit meninggalkan sang bunda.
Menenangkan diri di luar rumah jauh lebih baik bagi seorang Nefrit dibanding mendengar kegeraman seluruh anggota keluarga. Bersikap lemah terus menerus akan semakin membuat harga dirinya terinjak-injak dimanapun berada. Memperlihatkan sebuah kekuatan tidak terduga lebih menghancurkan hidup bahkan menyulitkan seluruh anggota keluarga. Hidup serba salah untuk dijalani, harus memilih salah satu diantara kedua kata tersebut yaitu menjadi lemah atau terlihat kuat.
“Nef juga manusia biasa, akan mengamuk sewaktu-waktu bahkan bisa saja menjadi seorang pembunuh kalau perlu” teriak Nefrit di tempat biasa.
“Kalau jadi pembunuh berarti masuk penjara dong” ledekan seseorang membuatnya kaget bukan main. Entah bagaimana cara guru sejarah di sekolahnya menyadari tempat persembunyiannya. Sungai kecil tanpa penghuni, sepi, jauh dari rumah penduduk merupakan tempat paling tepat bagi manusia seperti Nefrit. Pertama kali guru sekolahnya ingin terlihat sebagai sahabat. Selama ini semua guru bersikap cuek, tidak peduli, menganggap jika Nefrit hanyalah manusia idiot tanpa masa depan. Sang ayah terus berjuang sekalipun bersujud di hadapan kepala sekolah dan semua guru hanya demi mempertahankan murid terbodoh diantara paling terbodoh. Akhir cerita, kepala sekolah merasa iba sehingga memberi kebijakan terhadapnya.
“Kenapa bapak bisa berdiri disini?” Nefrit.
“Mungkin karena Tuhan memberi tahu saya harus melewati jalan sepi semacam ini” Brian.
“Mau mengejekku juga?” rasa judes Nefrit.
“Kalau kau ingin mempermalukan mereka yang selalu saja mengejek apapun dalam hidup, jangan memakai kekerasan” Brian.
“Maksud bapak?” Nefrit.
“Kau sama saja dengan mereka kalau sikapmu seperti itu,” Brian.
“Nef Cuma mau membela diri karena perlakuan buruk mereka” Nefrit.
“Perlihatkan prestasimu, buktikan tentang masa depan terbaik juga menjadi milikmu sampai kapanpun” Brian.
“Sekalipun kenyataan masa depanku benar-benar mustahil untuk…?” Nefrit.
“Bagi Tuhan tidak ada sesuatu hal yang tidak mungkin. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu, perjuangan, tidak menyerah, dan terus berlari walaupun hidup terus saja terbungkus kegagalan dan kegagalan” Brian. Kata-kata bijak tersebut terdengar aneh bagi nafas Nefrit pribadi, tetapi mengajarkan tentang sebuah objek dapat terjangkau melalui suatu pribadi berbeda dibanding siapapun juga. Bagi semua orang, perjalanan hidup seakan tanpa masa depan karena segala jenis kekurangan selalu saja mendekap. Sial, kutuk, keluarga hancur, kegagalan mendidik merupakan kisah paling tragis bagi satu pribadi menghancurkan kebahagiaan.
Melihat ucapan penghinaan semua orang dapat menghancurkan atau membentuk mental seseorang, namun kembali pada pribadi masing-masing. “Jalani hari tanpa memandang hujatan mereka” bisikan suara hati Nefrit menatap ke arah cermin kamarnya.
“Berjuang mencari talenta tersembunyi dan membuktikan pada dunia akan masa depan terhebat di luar bayangan semua orang” sekali lagi berkata-kata memberi semangat terhadap diri sendiri. Memulai kembali dari nol mencari talenta tersembunyi dalam diri seorang Nefrit. Menggunakan waktu 2 minggu berbenah diri, merenung, sekaligus belajar menemukan sesuatu terhebat dalam perjalanan gadis seperti dirinya.
“Ayah harus bersabar, tunggu sampai waktu itu tiba. Maafkan Nef karena selalu saja terlihat buruk” jeritan hatinya menatap sang ayah sedang bekerja kuat membanting tulang sekitar pasar tradisional. Tidak dapat disangkal bagaimana luka begitu kuat menyerang ketika mengingat setiap memory seorang ayah bersujud di hadapan semua guru dan orang tua murid demi mempertahankan putrinya paling idiot.
Mencari sesuatu tersembunyi dapat dikatakan mustahil dengan segala keadaan terburuk yang terus saja membungkus. Kisah tragis salah satu anggota keluarga Fidelis bersama ribuan cerita perjuangan akan dimulai. Membuktikan pada dunia akan hal terbaik pada kenyataan hidup memang membutuhkan proses panjang. Seorang Nefrit harus belajar memulai segala sesuatu pada titik nol dengan tingkat kesabaran luar biasa.
“Hei siapa di dalam buka pintu?” ketukan keras berkumandang tengah malam…
Nefrit terkejut memandang sang ayah membawa masuk putra pertamanya setelah pintu terbuka. Kasih sayang seorang ayah tetap melekat kuat bagaimanapun hatinya terluka karena perlakuan sang anak. “Ayah pasti menang untuk membuatmu kembali” ucapan sang ayah terhadap anaknya.Setelah menggedor-gedor pintu dengan keras, akhir cerita Feivel tergeletak tidak sadarkan diri begitu saja depan teras rumah. Berada di bawah pengaruh alcohol membuatnya melakukan hal-hal mengerikan setiap waktu. Entah angin apa sehingga kakinya tiba-tiba saja berjalan menuju rumah yang sama sekali tidak lagi berarti dalam hidupnya.

Bagian 7…

Feivel Fidelis…

Kesenangan paling membahagiakan adalah ketika berada di tengah hentakan music keras sampai pagi. Alcohol, beberapa jenis narkoba, rokok, judi, dugem, kekerasan merupakan hal terbaik bahkan kebutuhan paling mendasar bagi dunia Feivel. Dapat dikatakan pesta sex, narkoba, saling menukar jarum suntik, tato, minuman keras menjadi objek terkesan menjijikkan bagi keluargaku, tetapi tidak buatku. Semua itu sesuatu yang normal untuk dilakukan, walaupun semua berkata Feivel berada di jurang…
Apakah Feivel kekurangan kasih sayang sampai segala sesuatu dalam dirinya hancur begitu saja? Jawaban terkacau adalah tidak sama sekali, namun entahlah kenapa jalanku tiba-tiba berada dalam ikatan seperti sekarang. Berawal dari mencintai seorang gadis primadona di kampus sampai pada akhir cerita langkahku tidak lagi berkata-kata tentang kepolosan, melainkan lembah hitam. “Ayo minum lagi” berjalan sempoyongan tanpa tahu arah…
Keluar masuk penjara sudah menjadi rutinitas buatku, namun menjadi pertanyaan selalu saja lolos dari hukuman seumur hidup terlebih eksekusi mati. Saya butuh uang demi barang dikatakan haram bagi semua orang, tetapi tidak buatku. Kenapa? Beberapa jenis obat-obat terlarang merupakan surga terbaik bagi jalan hidupku pribadi. Mencuri, menjadi Bandar narkoba, preman, mucikari prostitusi pun kulakukan demi  meraih surgaku.
“Sayang nikmati malam panas denganku” membelai lembut wajah seorang wanita.
Saya tidak lagi berpikir dampak negative berada dalam pergaulan bebas. Setidaknya sex dapat memuaskan jalanku dan inilah hidupku sekarang. “Feivel manusia normal, butuh kepuasan…” prinsip hidup manusia bengis sepertiku. Permasalahan penyakit menular seksual seperti hepatitis, kandiloma, herpes genetalies, bahkan HIV sekalipun tidak terpikirkan sama sekali. Objek terpenting bagi jalanku yaitu menikmati keindahan surga.
Iblis dunia terbaik diawali dari kepolosan terbaik pula. Saya merupakan sosok manusia paling keras diantara segala batu-batu dunia, bahkan tidak akan pernah bisa dikendalikan oleh siapapun. “Brother, sepertinya polisi sedang mengintai tempat ini” Hector berbisik ke telinga di tengah hentakan music keras bersama kumpulan Bandar narkoba lain.
“Cari jalan keluar, ganti strategi” perintahku. Segera bangkit dari kursi untuk mengalihkan beberapa perhatian di tempat tersebut. Saling memberi kode satu sama lain kemudian mencari jalan selanjutnya…
“Wanita bangsat” menarik rambut salah seorang wanita di hadapanku sebagai biang kerok kegagalan transaksi sekaligus permasalahan pengejaran polisi setelah kami berhasil menyelamatkan diri.
“Bukan saya pelakunya” ucapan wanita tersebut memohon untuk dilepaskan.
Karakter pribadi saya benar-benar seperti iblis kelaparan siap menerkam siapa saja bahkan jauh melebihi pemikiran semua orang. Menganggap hidup perlu untuk dijalani melalui kisah-kisah tragis seperti ini adalah sesuatu yang menyenangkan. Terkadang, saya berada di sebuah tempat perkumpulan tertentu atau di tengah anak jalanan untuk melewati objek-objek mengerikan. “Jangan coba-coba kabur dariku!” pukulan keras terus saja kuarahkan terhadap salah satu anggota perkumpulanku hanya karena permasalahan biasa.
“Rasakan ini” di tempat lain kakiku lebih dominan bermain untuk menghajar mereka yang berani membuat masalah denganku. Darah terus saja mengalir bersama luka serius akibat ulahku seorang diri.
“Bakar rumahnya!” memerintah Hector akibat rasa geram bahkan permasalahan pengkhianatan.
Dalam penjara pun, saya melakukan hal paling bengis demi sebuah pelampiasan. Bagi perjalanan orang sepertiku adalah mencari lawan dimanapun berada, kenapa? Karena kehidupan keras yang memang pada dasarnya benar-benar berakar kuat. Andai kata tidak mendapat lawan atau musuh di luar, maka jalan cerita lain adalah mencari di sekitar orang terdekat seperti anggota keluarga sebagai bahan pelampiasan. Tidak hanya mereka yang berkecimpung dalam dunia bela diri ingin melakukan hal semacam ini, tetapi juga kami jauh lebih mengerikan. Rasa haus untuk mencari lawan mengakibatkan terjadinya berbagai jenis kekerasan fisik dan lain sebagainya…
Perjalanan hidup Feivel hanya bercerita tentang iblis, benda haram, keluar masuk penjara bersama hal-hal paling buruk bermain di dalamnya. Saya benar-benar melupakan keluarga bahkan menganggap mereka hanyalah sampah semata. mempunyai seorang ayah dan bunda tua miskin, adik paling idiot sedunia, si’bungsu penyakitan, sepupu sok-sok’annya terlalu banyak itu sangat menjijikkan dibanding jalanku sendiri. “Kau bukan ayahku” berteriak keras depan banyak orang setiap sang ayah terus saja berjalan mendekat tanpa rasa bosan.
“Pergi dari hidupku tua Bangka jalanan!” mendorong tubuh pria tua…
“Kau hanya sampah” ucapan penghinaan setiap dia berdiri di hadapanku.
“Saya benci mempunyai ayah sepertimu” berkata-kata dibawah pengaruh alcohol.
Apakah pria tua itu membenciku? Jawabannya tidak sama sekali. Ketika saya berada dalam penjara, dia satu-satunya yang berjalan menuju ke arahku tanpa rasa benci sedikitpun. Membawa makanan, pakaian, selimut, dan mengucapkan beberapa kata buatku. “Ayah bukanlah ayah sempurna, tetapi satu hal yang perlu kau ketahui sejak dulu sampai kapanpun kau tetap jagoan buat pria tua sepertiku” itulah kalimat sang pria tua terhadap diriku pribadi.
“Mungkin hari ini saya gagal berperan sebagai seorang ayah terhebat buatmu, tapi kelak ayah pasti bisa membawamu kembali…” kata-kata tersebut tak pernah bosan untuk dilontarkan.
“Ayah memang gagal membentuk, namun tidak bercerita kelak akan kembali gagal. Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Pernyataan membosankan setiap bertemu dengannya.
Apakah tiap pernyataan tua Bangka itu menyentuh perasaanku bahkan membuat perubahan? Jawaban paling tepat adalah tidak sama sekali. Satu hal, saya tidak akan pernah berubah setitikpun hanya karena permasalahan penjara dan ucapan-ucapan bijak sang tua Bangka ketika berdiri di hadapanku. Feivel tetaplah iblis sejati sampai kapanpun dunia bercerita. Keberuntungan selalu berpihak padaku ketika berada di penjara. Menjalani masa tahanan hanya beberapa bulan semata, namun berulang kali terjadi. Iblis terbaik dunia dapat mengelabui banyak oknum sehingga apapun kisahku, nafas kebebasan masih tetap terhiruk.
“Akhirnya iblis jahanam keluar juga dari penjara” senyum Hector mengambang…
“Berhenti berucap!” ucapan memerintah. Melemparkan sebuah tas hitam ke arah Hector bersama raut wajah jauh melebihi malaikat pencabut nyawa. Seperti inilah kehidupan sang actor penjahat kelas kakap. Salah satu ciri khas pemakai narkotik yaitu tidak akan bisa lepas dari musik-musik keras. Merayakan hari kebebasan sekitar tempat hiburan malam seperti club night bersama dentakan music mengerikan.
Pengguna narkotika dapat terbaca melalui beberapa objek jika diperhatikan secara seksama. Sorotan mata menceritakan pikiran sedang melayang-layang, kosong, rasa takut dapat terbaca jelas. Apapun dapat dilakukan saat rasa ingin memakai benda haram tersebut, karena itu sebagian besar mengiris pergelangan tangan hanya demi mengisap  darah mereka kembali. Permasalahan uang atau tidak adanya benda haram ini sampai bekas irisan silet memenuhi pergelangan tangan sewaktu-waktu. Mata cekung, hitam, tubuh kurus, raut wajah lebih tua dari umur sebenarnya merupakan ciri paling utama bagi pengguna narkotik.
Rela berbuat kejahatan dalam bentuk apapun hanya demi benda haram tersebut menyatu bersama jiwa raga. Ketika seorang pecandu narkotik tidak mempunyai uang seper sen pun, maka jalan keluar terbaik adalah mencuri bagaimanapun resiko menanti di depan mata. Bertingkah gila, susunan tindik jelas terpampang memenuhi telinga, gambar tato, rambut berantakan, bau badan menyengat juga berada pada jalur kehidupan narkotik.
“Hei siapa di dalam buka pintu?” mengetuk keras pintu rumah setelah sekian lama tidak lagi menginjakkan kaki di tempat ini.
“Buka pintunya cepat! Atau saya bakar rumah ini sekarang” teriakan mengancam. Di bawah kendali alcohol menjadikan pribadi semakin mengerikan dibanding Lucifer sang iblis. Satu hal, banyak orang berada dalam pembodohan tentang bentuk wajah dan nama iblis sebenarnya. Iblis punya nama sekaligus berperan sebagai penguasa kegelapan bersama sepertiga malaikat surga yang jatuh sekaligus berhasil menjadi pengikutnya untuk melawan sang pencipta. Lucifer merupakan nama penguasa sekaligus raja kegelapan dan tentu berkuasa memerintah setelah manusia jatuh dalam dosa. Kemungkinan, seandainya manusia sama sekali tidak pernah jatuh dalam dosa tentu saya tidak akan menjadi pecandu narkotika seperti sekarang.
Beberapa rumah produksi perfilman internasional menceritakan kepribadian malaikat tanpa ada kejahatan setitikpun dalam diri sosok Lucifer sang penguasa kegelapan. Mereka yang sama sekali tidak mengerti dapat terjerat dalam pembodohan film semacam ini. Percaya atau tidak, suatu hari kelak Lucifer akan memerintah sepenuhnya dunia selama tiga setengah masa. Menjadi pertanyaan adalah dari mana saya mendapatkan berita semacam ini? jawabannya, cari saja sendiri…
“Saya jauh lebih bengis dibanding lucifer iblis kegelapan dunia” semakin berteriak menghancurkan teras rumah si’tua Bangka…
“Tua bangka, peot, gila buka pintu sekarang!” menendang pintu tanpa memperdulikan omongan semua tetangga sebelah. Hal selanjutnya adalah tubuh iblis jahanam jatuh tergeletak tanpa sadarkan diri secara tiba-tiba. Saat tersadar, ternyata saya sudah terbungkus selimut rapi di atas tempat tidur. Senyum seorang gadis kecil berkicau di hadapanku sekarang menyodorkan segelas susu hangat.
“Kakak Feiv sudah bangun” gadis kecil penyakitan berkata-kata penuh semangat.
“Ayah membuatkan ini buat kakak” tidak perduli bagaimanapun bengisnya kepribadian Feivel, tetapi si’gadis kecil tetap memberikan kepribadian hangat…
“Saya tidak butuh” mendorong tubuhnya tanpa peri kemanusiaan. Segelas susu di tangannya terlempar menuju dinding kamar hingga jatuh berkeping-keping memenuhi lantai.
“Satu lagi, jangan panggil saya kakak karena kau hanya manusia penyakitan. Ngerti?” sekali lagi berucap bengis di hadapannya.
“Kakak tolong Nara” seolah tubuhnya mengalami nyeri…
“Sekalian mati saja cepat” untuk kesekian kalinya mendorong tubuh Nara.
“Nara…” teriakan histeris wanita tua tiba-tiba seakan ingin memecahkan gendang pendengaran.
“Kau iblis” gadis idiot muncul seketika dan berusaha menyerang tubuhku memakai sisa pecahan gelas tadi.
“Jangan bertindak bodoh seperti ini, Nef” sepupu paling sok-sok’an berjuang menghalangi perbuatan manusia idiot.
“Nara buka matamu” sementara wanita tua masih histeris mengguncang tubuh mungil gadis penyakitan yang sebentar lagi ditelan bumi…
“Perbuatanmu keterlaluan” pertama kali melihat pria bangka tua geram menyaksikan perbuatanku. Kupikir beliau akan tetap berperilaku lembut seperti biasanya, ternyata dugaanku salah setelah melihat anak bungsunya tergeletak di lantai.
“Ingin memukul, silahkan!” menyodorkan wajahku ke arahnya. Objek lain bercerita lain pula, dimana sang pria tua bangka segera berlari menggendong anak bungsunya keluar dari kamar menuju sebuah rumah sakit memakai mobil pick-up  usang miliknya.
“Terimah kenyataan saja kalau si’manusia penyakitan sebentar lagi mati” tanpa rasa bersalah juga kasihan sedikitpun melontarkan kata-kata sumpah serapah.
 Suasana rumah menjadi sepi tanpa penghuni setelah kepergian mereka semua. Mencari makanan di dapur untuk mengganjal perut. “Kurang ajar, makanan juga kenapa harus sampah begini?” melemparkan panci belanga ke lantai dapur penuh rasa geram. Melempar semua yang ada di atas meja hanya dengan sekali tarikan sehingga terdengar bunyi pecahan kaca memenuhi seluruh ruangan.
“Kalian semua brengsek” memukul meja makan hingga terbelah menjadi dua. Pemakai narkotik menyukai hal-hal bersifat kekerasan, masalah kecil dibesar-besarkan sebagai contoh kegiatanku sekarang hanya karena permasalahan makanan sampai meluapkan emosi luar biasa. Emosional berlebihan menjadikan segala sesuatu di sekitar menjadi kacau balau bahkan rusak.
Permasalahan kerusakan saraf pun mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan sehingga sering terjadi objek-objek bersifat negative. “Mati saja kalian semua” membiarkan darah segar mengalir begitu saja akibat kegiatan tadi. Meninggalkan rumah tua bangka untuk mencari tempat guna pelampiasan kegeraman. Pertengahan jalan, beberapa kumpulan pengguna motor berhenti begitu saja yang kemudian menghadang langkahku seketika.
“Siapa kalian?” berusaha menghindar…
“Tidak perlu tahu, gara-gara perbuatanmu kami semua hampir tertangkap polisi” salah satu dari mereka berucap sesuatu yang tidak kumengerti sama sekali. Mencoba mengingat beberapa peristiwa kemarin, ternyata mereka semua merupakan anak buah raja mafia terbesar di beberapa Negara. Permasalahan transaksi kemarin adalah bukan sepenuhnya kesalahanku melainkan permasalahan system informasi jarinngan lebih cepat ke tangan polisi.
Mereka semua menyerang, memukul, menendang tubuhku tanpa ampun. Luka demi luka terus menyebar sampai wajahku tidak lagi dikenali karena perbuatan mereka. Pertama kalinya saya begitu takut menghadapi maut. Tergeletak di tanah tanpa dapat berkata-kata itulah yang terjadi pada dunia sang iblis jahanam. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Entah mengapa kata-kata pria tua berkumandang begitu saja di sekitar gendang pendengaranku.
Bagaimana bisa kalimat tersebut melayang-layang dalam benak? Bukankah hidup Feivel iblis nomor satu tidak akan pernah bertekuk lutut di hadapan pria tua bangka semacam dirinya? Hal terkacau dilakukan oleh iblis seperti diriku adalah segera menekan nomor ponsel si’tua peot. Saya juga tidak mengerti kekuatan dari mana berasal sehingga terus menghubungi dirinya berulang kali.
“Angkat teleponku, kumohon” rasa takut luar biasa menghadapi maut seorang diri.
“Kuharap kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” tidak tahu mengapa tiba-tiba saja hanya kata-kata itulah yang ingin kulontarkan setelah mendengar suaranya melalui ponsel…
“…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Kembali kata-kata tersebut terus saja bermain sampai mataku tertutup di tengah kesunyian malam…

Bagian 8…

Gibran Fidelis…

Tangisan histeris Zarah menggelegar memenuhi tiap lorong rumah sakit. Gadis mungil tanpa salah apapun harus menanggung sesuatu karena perbuatan kakaknya sendiri. Bertarung melawan maut, entahkah gadis kecilku mampu bertahan dan berjuang untuk hidup di ruangan sana. Layar pada monitor menandakan masa kritis Nara belum berakhir. “Ayah hanya ingin melihat Nara tersenyum menikmati suasana embun pagi” menatap wajahnya dari kejauhan.
  “Jadikan ayah pemenang” rasa sakit luar biasa berteriak kuat…
Perbuatan biadab kakaknya menjadikan gadis kecil mengalami pertarungan maut secara beruntun. Bagaimana jika seandainya kedua bola matanya tidak akan pernah terbuka? Bisakah seorang ayah berjalan tanpa senyum dari sosok wajah mungil semacam Nara? Satu-satunya pemberi kekuatan tidak terduga ketika sang ayah melupakan setitik harapan karena beban begitu berat adalah wajah manisnya. Tentu tangisan bundanya sendiri jauh lebih kacau lagi, andaikan sesuatu terjadi…
Bisakah pribadi sosok ayah sepertiku masih berpikir bijak menanggapi situasi? Dapatkah saya memberi maaf dan tetap menantikan jagoan berjalan balik pada alur cerita sebelumnya, setelah semua hal buruk terjadi? Apakah pernyataan mengutuk anak kandung sendiri tidak akan terlontar keluar, walaupun rasa sakit terlalu kuat menghancurkan suatu perjalanan cinta antara sang ayah dan jagoannya sendiri? Masihkah saya tetap bertahan tentang prinsip kemenangan seorang ayah akan nyata suatu hari kelak?
Tuhan, ajar saya sebagai seorang ayah tetap bijak dalam berkata-kata tanpa melontarkan pernyataan kutuk terhadap anak kandung sendiri. Mungkin rasa lelah, terluka, seolah harapan hilang, bersama goncangan badai membungkus, tetapi buat saya tetap berdiri dan mencoba berjalan kembali. Mendekap ataukah membuang bahkan melupakan sang jagoan bernama Feivel tentang sisi jalur perjalanan hidupnya?
“Saya ingin menang Tuhan” hati sang ayah benar-benar hancur menyaksikan ketiga buah hatinya.
“Tuhan, mungkin ada banyak kesalahan tanpa sadar terjadi atas hidupku, tetapi jadikan saya sosok ayah pemenang diantara para ayah” jerit hati berteriak keras di hadapan sang pencipta.
“Kumohon, buat saya menang diantara para ayah” memukul dada sendiri di antara dinding tembok lorong rumah sakit seorang diri.
“Selalu saja gagal berperan sebagai ayah, tapi saya ingin menang Tuhan. Bantu saya menjadi pemenang” untuk kesekian kalinya berkata-kata jauh di dasar dengan hancur hati…
Objek tidak terduga terjadi begitu saja saat ini. Ratusan kali suara panggilan telepon masuk dari seseorang sama sekali tidak terdengar olehku. Entah bagaimana cara pandanganku beralih pada saku celana dan merasa sesuatu bergetar terus-terusan…”Feivel” seakan hati sebagai ayah terus saja berkata jika itu dirinya.
“Halo…” mengangkat panggilan tersebut.
“Kuharap kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” sebuah pernyataan berkata-kata dengan jelas. Apakah semua ini hanya mimpi semata? kalau itu benar, bagaimana sang ayah dapat berlari ke arahnya setelah semua perbuatan keji terhadap adiknya sendiri? Sekian lama sosok ayah sepertiku merindukan pernyataan tersebut,  tetapi kenapa harus dalam sutuasi menyakitkan seperti sekarang?
“Apa yang harus ayah lakukan?” menggenggam kuat tangan Nara setelah dokter memperbolehkan saya masuk ke ruangan. Zarah tidak mampu menyaksikan penderitaan Nara sampai dirinya sendiri mendapat perawatan pada ruang lain dari rumah sakit ini. Nefrit terus berjaga di samping bundanya untuk menghindari sesuatu hal buruk…
“Ayah ingin menang membawa kalian pada sebuah garis finish” pertama kali menjatuhkan setitik bulir air tanpa seorangpun sadar semua itu.
“Bantu ayah untuk menang. Jangan biarkan ayah gagal untuk kesekian kalinya” dari setitik bulir air menjadi tangisan histeris sosok ayah bersama jerit luka hatinya. Berada di antara dua pilihan, tetap menggenggam kuat tangan gadis kecilku ataukah berlari mendekap sang jagoan? Andaikan tangan sang ayah tetap menggenggam kuat gadis kecilnya, namun di tempat lain putra sulungnya seolah ingin belajar kembali mengenal setitik sinar. Sebaliknya, andaikan si’ayah berlari mencari putra sulungnya, tapi keesokan paginya mata gadis kecilnya tidak akan pernah melihat matahari terbit dan semua itu menjadi penyesalan terbesar…
Seakan rasa takut luar biasa membungkus Feivel sekarang, tetapi gadis kecilku pun masih berjuang melawan rasa takutnya karena maut ingin menyergap dirinya. “Nara harus menjadikan ayah pemenang apapun yang terjadi” mendekap kuat tubuh Nara.
“Nara harus berjuang sendiri melawan maut tanpa genggaman hangat ayah di samping, ngerti?” mulai melepaskan tangan mungilnya kemudian berlari kuat meninggalkan area rumah sakit. Menyuruh Lazki berjaga di samping Nara tanpa menceritakan sedikitpun tujuanku meninggalkan rumah sakit. Menyusuri jalan demi jalan demi seorang anak pecandu narkotika seperti Feivel…
Pandangan mata terarah pada sosok tubuh sedang tergeletak lemah bersimpuh darah tidak jauh dari mobil pick-up rongsokan milikku. Wajahnya tidak dapat dikenali lagi karena luka dan darah segar pada seluruh tubuh. Membawa dia menuju sebuah rumah kecil jauh dari kota tempat kami tinggal. Diam tanpa berkata-kata setitikpun ketika sepasang bola mata sang ayah menatap anaknya sendiri.
Merawat dia tanpa rasa benci sedikitpun atas setiap tindak kejahatan dalam dirinya. “Ayah tua sepertiku tetap ingin mendekapmu” membawanya masuk dalam dekapan. Berjuang melawan rasa kecewa, benci, geram, amarah atas segala objek buruk dalam diri sang jagoan. Feivel tetaplah jagoan bagi pria tua sepertiku bagaimanapun kisah perjalanan terburuk dari hidupnya. Di tempat lain, gadis kecilku Nara sedang terbaring koma…
Menyuruh Lazki meletakkan handphone android milkiknya untuk tetap berjaga di sekitar Nara. “Maaf, membuatmu sendiri berjuang melawan maut tanpa kekuatan genggaman tangan ayah di sampingmu” berkata-kata melalui video call. Menceritakan penyebab saya mendadak meninggalkan rumah sakit beberapa waktu lalu terhadap Lazki.
“Lazki, jangan sampai bunda dan Nef tahu dimana keberadaan ayah sekarang,” meminta Lazki merahasiakan semua ini dari mereka berdua. Kebencian Nefrit terhadap kakak kandungnya sendiri jauh lebih besar terlebih setelah kejadian kemarin.
“Ayah percaya akan sisi dewasa dari dirimu. Berpikir bijak sebelum berjalan” menyatakan sebuah kalimat kembali melalui saluran telepon.
“Tidak usah cemas, ayah jaga kesehatan saja” balasan suara Lazki.
“Bagaimana kesehatan bunda?” tanyaku.
“Masih di ruang perawatan sebelah, tapi Nef tetap berjaga di sampingnya” Lazki.
Berpikir keras tentang ketiga buah hati kami menjadikan Zarah mengalami guncangan sehingga berefek terhadap kondisi kesehatannya. Membenci dan menganggap Feivel mati bukan jalan keluar bagi pemikiran bijak seorang ayah. Ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan terjadi, tetapi tidak berarti penyesalan melahirkan anak seperti dirinya tertanam di dalam diri sebagai orang tua.
“Terlalu sulit memberi kata maaf atas segala objek yang sudah terjadi, namun malu mengakui dirimu sebagai anak terlebih membuang adaalah kesalahan terbesar bagi seorang ayah sepertiku” berkata-kata menatap wajah sang jagoan. Tetap berada di sampingnya untuk merawat dia merupakan tanggung jawab besar seorang ayah.
“Ayah” pertama kali dalam tidurnya meneteskan air menyebut sebuah kata…
“Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Berikan kesempatan saya kesempatan untuk menjadi pemenang dan tidak lagi bercerita sebagai ayah tergagal di antara para ayah. Jalan seorang ayah ingin membuktikan pada dunia tentang cerita-cerita unik bersama perjuangan di dalamnya ketika belajar berlari membawah ketiga buah hati menuju garis finish. Jadikan saya sebagai ayah terhebat sekaligus pondasi terkuat bagi mereka bagaimanapun goresan luka menancap tanpa henti.
Mungkin saya bukan pemeran utama atas setiap objek ketika kaki berpijak di suatu tempat, tetapi hidup ingin mempunyai cerita unik saat mengarungi badai merebut kembali sang buah hati dari sebuah lembah. Tuhan, buat kisahku berbeda di antara semua ayah terbaik di dunia ini dengan objek-objek tak biasa.
“Ayah” sekali lagi dia mengeluarkan kata yang sama…

Feivel Fidelis…

Apakah pria tua itu akan datang mencari keberadaanku? Dia tidak akan mungkin datang setelah hal terkeji terus saja mempermainkan hidupnya sebagai manusia tua. Saya benar-benar takut menghadapi maut seorang diri tanpa seorangpun di dekatku. Segala bayangan akan masa-masa bengis yang pernah kulakukan mulai Nampak pada sebuah galeri namun entah di tempat seperti apa. Hujatan, caci maki, criminal, pembangkangan, dan segala jenis kejahatan bermuara satu per satu melalui galeri tersebut…
“Kau manusia paling kejam tanpa rasa bersalah sedikitpun” sebuah suara menyeruak seperti Guntur sangat menakutkan.
Saya benar-benar takut untuk pertama kali bagi dunia iblis jahanam seperti diriku. Suara itu terdengar menyeramkan, rasa geram, murka, bahkan ingin menyambar bagaikan halilintar ketika hujan keras bermain. “Kau siapa?” bertanya dengan rasa takut luar biasa.
“Suara tanpa gambar membuatku takut” pertama kalinya berkata jujur…
“Kau manusia paling keji. Andaikan Saya berdiri di hadapanmu, tentu tubuhmu hangus terbakar tanpa henti bahkan bersifat kekal lebih dari yang kau pikirkan” pernyataan terdengar menyeramkan.
Tiba-tiba saja seluruh tubuhku terkunci rapat tanpa bergerak sedikitpun. Ingin berkata-kata namun sesuatu segera menjahit rapat-rapat bibir mulutku tanpa ampun. “Berikan Saya alasan paling tepat untuk membuatmu mendapat satu kesempatan kembali!” menunjukkan setiap hal terkeji yang pernah kulakukan melalui sebuah layar galeri besar.
“Kesempatanmu habis bahkan alasan seperti apapun tidak dapat mengembalikan dirimu untuk memulihkan sesuatu yang dikatakan rusak.”
“Saya tidak mau menjalani hari-hari mengerikan” menangis sejadi-jadinya untuk pertama kali bagi manusia iblis seperti diriku.
“Tuhan, andaikan kesempatan itu ada buatku” sekali lagi pertama kalinya menyebut sebuah kata yang sama sekali tidak pernah ingin kulontarkan.
“Kalau ada seorang saja berdoa buatmu, mungkin satu kesempatan bisa menjadi milikmu. Menjadi pertanyaan siapa orang yang ingin mengorbankan dirinya hanya demi manusia iblis seperti dirimu?” suara menakutkan membuat satu pernyataan kembali. Tayangan demi tayangan pada sebuah layar menjelaskan tentang rasa sakit, luka, kebencian, amarah, geram, kutuk atas diriku. Tidak satupun dari tayangan tersebut menyatakan rasa simpatik bagiku pribadi. Wajar mereka membenciku…
Menangis histeris pertanda riwayatku tamat pada akhirnya karena banyaknya rasa geram tertujuh hanya buatku seorang. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Sepertinya saya mengenal suara itu.
Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Satu-satunya sosok pribadi yang masih ingin mempertahankan manusia iblis untuk tetap merasakan nafas kehidupan seperti kebanyakan orang.
“Ayah” berteriak keras menyesali setiap perbuatan keji dan selalu saja menyakiti hatinya tanpa henti.
Pribadi terbaik tanpa kusadari selalu ada untuk mempertahankan manusia iblis semacam diriku. Semua berkata ayahku gagal menjadi ayah terhebat karena mempunyai anak bengis, tetapi hatinya tetap ingin mempertahankan sesuatu yang dikatakan rusak oleh semua orang. Dia hanya pria tua dengan jalan tertatih-tatih, namun mempunyai cerita bertahan menantikan anaknya yang hilang karena terjatuh di sebuah lembah jurang.
“Ayah…” tiba-tiba saja saya terbangun dari sebuah mimpi buruk…
“Kau sudah sadar?” apa ini hanya mimpi belaka ayahku berdiri tepat di hadapanku.
“Saya tidak sedang mimpikan?” bertanya kembali…
“Mimpi?” ayahku mengkerutkan kening…
“Kalau ini ayah, jangan sampai saya terbangun dari mimpi biarkan seperti ini.” memeluk dirinya sambil menangis histeris menyesali setiap perbuatan iblis dalam diriku pribadi. Membiarkan saya tetap berada dalam dekapannya seakan memberi kehangatan…
“Maaf selalu saja menjadi iblis tanpa henti…” semakin histeris menangis.
“Jagoanku kembali” menepuk-nepuk bahuku. Berusaha memukul wajahku sendiri pertanda kalau semua ini benar-benar nyata.
“Ini nyata” merasakan sakit sekitar wajah karena ulahku sendiri.  
Feivel manusia iblis sama sekali tidak pernah meneteskan air mata setitikpun, namun keadaan berkata lain untuk sesuatu objek yang sedang melingkupi kehidupan sekarang. Ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci, geram, muak, terlebih ingin membuang. Secara akal logika berpikir tentu hatinya terluka akibat ulah sang anak bengis seperti diriku. Nara masih belum sadarkan diri dan sedang bertarung melawan maut karena ulah manusia iblis. Andaikan waktu dapat diputar kembali…
Tuhan, maaf atas tiap kesalahan yang selalu saja menyakiti diriMU dan ayahku. “Nara harus bangun biar bisa melihat senyum ayah kembali” tanpa sadar saya mendengar ayah berkata-kata melalui video call salah satu aplikasi android.
“Berikan ayah kado special!” masih berjuang agar tetap terlihat kuat di hadapan gadis kecilnya…
“Pergilah!” tangan segera mematikan android milik ayah.
“Kondisi Feiv masih baik, Nara lebih butuh ayah sekarang” segera membuka pintu menyuruh ayah meninggalkan tempat ini secepat mungkin.
“Kau tidak ingin melihat adikmu bangun menyebut nama kakaknya?” ayah.
“Feiv iblis dan bukan kakak yang baik buat Nara” kepala tertunduk menjawab pertanyaan ayah…
Tanpa rasa marah menarik tubuhku masuk dalam dekapan hangat sebagai ayah. “Jagoan ayah hanya butuh waktu memahami sesuatu, jadi jangan menganggap dirimu sebagai iblis” pernyataan cinta seorang ayah menghancurkan objek terburuk dalam diriku. Tuhan, ubah hatiku menjadi lembut seperti awan setidaknya dapat membuat ayahku tersenyum dengan rasa bangga.

Bagian 9…

Feivel Fidelis…

Hanya mampu melihat Nara dari kejauhan, itulah diriku sekarang. Ayah berulang kali mencoba membujuk agar saya dapat berhadapan langsung dengan malaikat kecil, hanya saja gagal. “Ayah kemana saja?” suara seseorang berjalan masuk…
“Bunda sudah baikan?” tegur ayah mengalihkan pembicaraan.
“Kesalahan terbesar bunda adalah menantikan manusia iblis kembali ke rumah” entah mengapa bunda berkata-kata seperti itu…
“Maksud bunda?” ayah.
“Bunda tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dirinya” seolah bunda menyesal pernah melahirkan Feiv ke dunia. Wajar bunda membenci iblis seperti diriku.
“Bunda tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak” tangis bunda pecah seketika. Bisakah saya mengembalikan rasa sayang bunda buatku kembali seperti kemarin? Tuhan, berikan kesempatan bagi manusia jahat sepertiku untuk membayar setiap rasa sakit mereka.
“Jangan ambil Nara dari kehidupan ayah dan bundaku” jerit hati memohon kepada Tuhan…
Tuhan, bisakah saya memohon sesuatu kembali di hadapanMU? Kembalikan malaikat kecil ayah, kumohon! Hentikan tangis bunda karena perbuatan bengis sepertiku. Sebulan berlalu dengan situasi sama yaitu malaikat kecil masih terbaring koma tanpa kemajuan. “Kenapa Nef harus mempunyai kakak iblis semacam dirinya?” rasa geram Nef setiap berdiri di hadapan ayah.
Membalut luka ayah, bunda, Nef, Nara, Lazki bukanlah perkara gampang. Luapan emosi terlihat jelas pada wajah Nefrit setelah menyadari ayah berlari menolong manusia iblis sebulan lalu. “Ayah tidak punya perasaan” teriak Nefrit tanpa sadar di hadapan ayah ketika sedang berjualan…
“Nef selalu diejek semua orang, bunda selalu saja menangis histeris, ayah diperlakukan buruk oleh banyak orang, dan sekarang Nef terbaring koma karena perbuatan iblis seperti dirinya. Kenapa ayah melindungi dia?” kemarahan Nefrit…
“Kenapa ayah?” sekali lagi histeris berteriak terbungkus rasa benci.
“Kalau Nef sayang ayah, lupakan masa lalu dan luka kemarin” kalimat sosok ayah yang ingin mengajarkan anaknya untuk melupakan bagian terburuk di masa lalu.
“Ayah terlalu lemah, tapi tidak buat Nef sampai kapanpun kebencian masih jauh lebih kuat bermain dibanding ingin melupakan semua yang pernah terjadi” Nefrit.
Siapa sih yang bisa memaafkan iblis seperti diriku? Kecuali ayah, kenapa? Seperti ucapan Nefrit kalau ayah terlalu lemah dalam menentukan sikap dan perannya sebagai orang tua. Ayah tidak pernah mengeluh maupun berteriak ketika masalah terus saja menerpa hidupnya. Bekerja banting tulang demi biaya berobat Nara tanpa kenal waktu. Siang hari berjualan di pasar, sedang malam hari menjadi security salah satu apartement. Kebun cengkeh di kampung mengalami penurunan drastis sehingga perlu mencari uang tambahan untuk biaya rumah sakit Nara dari hari ke hari makin membengkak.
“Tidak pernah mengeluh mempunyai anak iblis seperti diriku” berkata-kata sendiri seakan ingin tertawa sinis…
“Saya harus bekerja apapun demi menolong ayah” kembali berucap di tengah kamar sunyi sepi.
“Tapi perusahaan mana ingin mempekerjakan manusia sepertiku?” mengingat peristiwa penolakan demi penolakan dari perusahaan ketika mencoba memasukkan lamaran pekerjaan. Di lain tempat, seorang Feivel masih berjuang melawan rasa candu terhadap benda haram setiap harinya. Butuh waktu panjang melawan rasa ketagihan ingin memakai benda tersebut dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Di saat keringat mengucur, tubuh gemetar, pikiran hanya mengingat ingin mencari jarum suntik tetapi tiba-tiba ayah berjalan masuk membawaku dalam dekapannya. Kasih sayang ayah dapat menghancurkan rasa ketagihan terhadap narkotik. Dia hanya diam tanpa berkata-kata tetapi terus memeluk kuat tubuhku. Masih meluangkan waktu menjenguk putranya di kamar berukuran kecil tanpa mengeluh sedikitpun. Menyelipkan uang hanya demi membayar kamar kos sebagai tempat tinggal anaknya, itulah ayahku.
“Saya harus bekerja apa saja demi menolong ayah” ucapku jauh di dasar hati.
“Jadi pemulung sampah pun bisa” ujarku kembali penuh semangat.
Berada di tengah jalan tanpa kenal waktu hanya demi mencari tumpukan sampah. Membuat gerobak berbentuk kotak setelah berhasil mengumpulkan beberapa balok kayu bekas untuk mempermudah pekerjaanku sebagai pemulung sampah. Mengumpulkan kertas putih, Koran, botol plastik, kaleng bekas baik aluminium maupun bukan, dan masih banyak lagi sepanjang jalanan.
Membersihkan sampah-sampah tersebut kemudian mengelompokkan masing-masing agar nilai harga jualnya sedikit lumayan. Satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan sekarang adalah menjadi pemulung. Semua perusahaan menolak lamaran manusia iblis seperti diriku. Siang malam kaki terus mengayuh gerobak demi mengumpulkan sebanyak-banyaknya sampah minimal dapat membayar biaya pengobatan Nara.
Sesuatu dikatakan mujizat yaitu hasil memulung sebulan dapat menutupi biaya pengobatan Nara. Pertama kali bagi seorang Feivel dapat membuat cerita bermakna dalam hidupnya sendiri. Rasa lelah mempunyai cerita berbeda untuk mengerti seni hidup karena sebuah petualangan. Membayar biaya rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun terlebih ayah. “Beri ka’Feiv kesempatan buat berubah” menatap wajah malaikat kecil di hadapanku.
“Malaikat kecil harus berjuang hidup demi ayah, bunda, ka’Nef, ka’Lazki” membisikkan kata demi kata sekitar gendang pendengarannya sebelum akhirnya kaki kembali meninggalkan ruang tersebut…
Berada di samping gadis kecil secara sembunyi-sembunyi, itulah kegiatanku sekarang. Mereka semua membenciku kecuali ayah tetap ingin mendekap diriku. “Kapan yah manusia idiot lulus sekolah?” tiba-tiba saja kumpulan remaja berdiri tidak jauh dari tempatku mengumpulkan barang-barang bekas.
“Tunggu kiamat dunia baru lulus sekolah tuh” ejekan mereka kembali.
“Dunia kiamat juga otak tetap idiot dengan masa depan rusak”
“Kakak narkoba sekaligus penjahat kelas kakap, dia sendiri idiot, adiknya penyakitan. Gila parah keluarga kena kutuk…” sekali lagi ledekan mereka berkumandang memenuhi gendang pendengaranku. Gadis yang mereka ejek adalah sosok tidak asing buatku. Dia hanya diam seribu bahasa mendengar setiap kata-kata penghinaan semua teman-temannya.
“Hidupmu belum tentu lebih baik di masa mendatang, jadi, berhenti meremehkan temanmu” tegur seseorang tiba-tiba…
“Pak guru” teriak mereka serentak.
“Terkadang orang yang dikatakan tanpa masa depan hari ini, bisa saja mengguncang dunia suatu hari kelak” orang itu kembali membuat suatu pernyataan.
“Namanya tolol mana bisa mengguncang dunia pak” ledek mereka.
“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini dan semua itu bisa saja terjadi” balasnya lagi, sedang Nerit hanya berlari sekuat mungkin meninggalkan mereka semua. Mengayuh gerobak sampah demi mengejar adikku sendiri…
Dia terus saja duduk menangis di sekitar tepi sungai seakan melampiaskan rasa sakit berkepanjangan melalui bulir-bulir Kristal dari wajahnya. “Sebenarnya talenta tersembunyi Nef itu apa?” berkata-kata seorang diri dengan rasa sesak memenuhi hatinya.
“Nef selalu saja tinggal kelas karena idiot kelas kakap,” kembali berucap…
“Dia menangis sendirian? setiap hari di sini?” tersadar setelah mengekor di belakang Nefrit selama beberapa hari belakangan semenjak kejadian ejekan teman-temannya kemarin. Putus asa hanya karena belum menemukan talenta tersembunyi dalam dirinya. Permasalahan terberat buat dia pribadi berada pada kata gagal dan gagal terus saja mendekap hidup tanpa henti. Menurut cerita ayah, kalau dia berjuang mencari bakat terpendam tetapi tidak menemukan apapun bahkan objek yang terlihat hanya bercerita tentang kekurangan semata.
“Talenta tersembunyi ” merenung sepanjang malam memikirkan sesuatu hal.
Main music berasa di neraka mendengar permainannya. Menyanyi ibarat radio rusak lagi berkumandang memecah gendang pendengaran. Dunia akademik selalu saja menjadi urutan manusia paling idiot di antara semua orang. Muka juga berada di urutan terbawah kalau ingin mengejar menjadi seorang model. Tidak satu pun cabang olah raga ditaklukkan olehnya, yang ada malah dia pingsan duluan ketika mencoba untuk lari 100 meter. Penulis novel? Sementara kosakata perbendaharaan sangat abal-abal. Hal terkacau adalah membuat sebuah kalimat saja yang terdiri dari beberapa kata butuh waktu berjam-jam terlebih penyusunan cerita puluhan lembar. Btw, dari mana saya bisa tahu yah tentang semua ini? cari saja sendiri…
Menari? seperti usir nyamuk. Menjadi pertanyaan, talenta tersembunyi Nef berada dimana? Wajar saja dia selalu menangis tiap hari karena berpikir tentang masa depan gelap. Rasa takut menghadapi hari esok dengan segala badai besar sebagai akibat hidup hanya bercerita akan kekurangan semata. “Sepertinya dia tidak sadar sesuatu…” kembali mengenang memory beberapa tahun silam.
“Kemungkinan talenta tersembunyi yang selama ini dicari olehnya ada pada bidang ini” menyadari satu kegiatan pernah dilakukan oleh manusia cengeng…
“Permasalahan utama sekarang adalah membuat dia lulus sekolah terlebih dahulu” berkata-kata sekali lagi sambil menekan digit angka pada kalkulator.
Berusaha berhadapan muka secara langsung dengan salah satu personil guru di sekolahnya merupakan jalan keluar dari masalah sekarang. Bersembunyi di balik semak-semak menantikan seseorang melewati gang lorong kecil. “Dia sepertinya lebih cocok menjadi seorang model dibanding menjadi guru” bergumam sendiri…
Menghadang jalan manusia itu secara tiba-tiba sampai membuatnya serangan jantung mendadak. “Kau siapa?” tubuh Brian terpental menuju aspal jalan.
Brian semakin histeris ketakutan melihat tubuh pria bertato semacam diriku. Mengambil kuda-kuda untuk segera berlari tetapi terhalang olehku seketika itu juga. “Saya belum nikah, jadi belum mau mati” teriakan aneh darinya…
“Cita-citaku menjadi ayah belum tercapai, kumohon lepaskan saya.”
“Ambil saja semua yang kau mau, tapi jangan hancurkan mimpiku kelak ingin menikah dan menjadi seorang ayah” kesekian kalinya sang guru berteriak histeris…
“Tolong buat adik saya lulus sekolah tahun ini.” Hal lebih kacau dari perbuatannya adalah bersujud memohon sesuatu. Mata sang guru tiba-tiba saja melotot seperti ingin menertawakan diri sendiri.
“Tubuh bertato dengan wajah menyeramkan tujuh keliling tapi hati hello kitty” pernyataan terkacau sang guru…
“astaga, saya mimpi apa semalam?” dia menampar wajah sendiri, sedang tubuhku masih saja bersujud di hadapannya dengan wajah mencium tanah.
Tidak perduli apapun, minimal saya ingin belajar membayar setiap kesalahan yang pernah kulakukan. Menyerahkan sejumlah uang hasil memulung sampah sebagai upah gaji menjadi guru les Nefrit. “Buat adikku lulus tahun ini” sekali lagi memohon…
“Kenapa bukan kau saja berperan sebagai guru privat buat adikmu?” Brian.
“Saya melakukan banyak kesalahan besar,” balasku.
“Langsung ke point, kalau adikmu itu benar-benar membencimu” Brian.
“Seperti itulah” jawaban terpendek.
“Btw, adikmu tentu punya nama dong… sebutkan?” Brian.
“Nefrit Fidelis” mendengar jawaban tersebut sontak tubuh sang guru kembali terpental ke tanah karena terkejut.
“Manusia berandal, narkotik, napi, kejam, iblis itu ternyata dirimu?” Brian.
“Yah begitulah kira-kira” menjawab pertanyaan Brian.
“Dari iblis berubah drastis menjadi si’hello kity, benar-benar langkah” Brian. Pada akhirnya Brian menyetujui permohonan manusia bengis walaupun bentuk wajahnya masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tatapan matanya terus saja melongo tanpa kedip memperhatikan setiap tingkahku dari ujung rambut hingga ujung kaki bentuk mulut terbuka…
“Ambil kembali uangmu! Anggap saja kau berhutang padaku” mengembalikan sejumlah uang dalam bungkusan plastik kecil.
“Kalau boleh tahu kerja apa sekarang?” Brian kembali bertanya…
“Tidak satupun perusahaan mau mempekerjakan manusia seperti saya, jadi, untuk menyambung hidup kaki harus rela mengayuh sepeda alias menjadi pemulung sampah.”
Bercerita awal mula kisah penjahat bengis menjalani hari-harinya terhadap seorang guru sekolah. Terdengar lucu memang, namun inilah kenyataan hidup. “Jangan beritahu Nef kalau saya menyuruh anda berperan sebagai guru privat buatnya” sekali lagi memohon sesuatu.
“Tenang saja. Btw, mau jadi kuli bangunan tidak?” sang guru menyodorkan pekerjaan baru.
“tentu saja” bersorak penuh semangat menjawab pertanyaannya.
“Kan di samping jadi kuli bangunan bisa juga mulung sampah sebagai bahan tambahan uang” Brian.
“Terimah kasih” segera memeluk sang guru…
“Saya masih normal,” Brian berusaha melepaskan diri.
Kisah selanjutnya adalah adikku Nefrit mempunyai seorang guru privat paling jenius sedunia tanpa bayaran sepersen pun. Awalnya Nefrit menolak, namun ujung cerita menerima tawaran sang guru setelah berpikir panjang. Diam-diam memperhatikan gaya belajar adikku dari kejauhan dan berharap memberikan hasil terbaik. Masalah akademis Nefrit, pada kenyataannya memang selalu bercerita urutan terbelakang. Wajar kalau adikku disebut sebagai manusia idiot nomor satu…
“Pasti bisa” berteriak sendiri.
“Semangat” tersenyum mengayuh gerobak sampah. Saya ingin membayar setiap rasa luka seberapa besar pun kebencian Nefrit terhadapku pribadi.

Bagian 10…

Hidup manusia iblis mengalami perubahan total dengan perputaran sudut 360° C. Sombong, bengis, keras, narkotik, ikatan seks bebas, preman, dan masih banyak lagi objek buruk merupakan karakter pribadi bernama Feivel Fidelis. Mengayuh sepeda hanya demi biaya pengobatan adiknya tanpa sepengetahuan semua orang. Sampai sekarang, Nara masih terbaring koma di ranjang rumah sakit akibat perbuatannya. Diam-diam menjenguk sang adik jauh sebelum anggota keluarga lain berada di rumah sakit.
“Kau iblis” sang bunda berteriak di hadapannya. Seluruh anggota keluarga kecuali sang ayah benar-benar membencinya bahkan menganggap kalau dia tidak pernah terlahir ke dunia. Kebencian Zarah terhadap putra pertamanya jauh lebih hebat bermain dibanding rasa cinta sebagai seorang ibu. Tidak ingin anaknya menginjakkan lagi kaki di rumah apapun bentuk alasannya.
“Setidaknya dia mati saja di luar sana” tangis Zarah memegang tangan Nara.
“Tuhan, maaf membuat hati bunda terluka dari hari ke hari” tanpa sengaja Feivel mendengar kalimat sang bunda. Membawakan sebuah boneka anjing paling lucu di samping Nara setelah sang bunda berjalan keluar meninggalkan rumah sakit. Mengganti tanaman bunga segar di atas meja dari ruang tersebut, setidaknya membuat suasana terlihat segar menurut pemikiran Feivel.
“Malaikat kecil, beri kakak kesempatan buat merubah juga memperbaiki setiap kesalahan kemarin” Feivel membelai lembut wajah Nara.
“Gadis mungil ayah dan bunda harus bangun dari tidur setidaknya menghapus air mata mereka. Kenapa?” bercerita di samping tubuh kaku sang gadis kecil…
“Nara adalah berlian terbaik bagi ayah juga bunda.” Feivel menyesali setiap perbuatannya kemarin. Inilah kegiatan rutinitas Feivel sekarang yaitu terus berada di samping Nara bercerita banyak hal tanpa sepengetahuan siapapun termasuk petugas kesehatan di rumah sakit tersebut. Menjadi seorang pemulung sampah sekaligus kuli bangunan merupakan jenis pekerjaan terbaik buatnya. Menolak menerima uang dari sang ayah setelah mempunyai penghasilan sendiri. Mengintip dari kejauhan bagaimana Brian berusaha membantu Nefrit agar lulus sekolah tahun ini juga kegiatan terbaik seorang Feivel.
“Jangan menyerah” Feivel berkata-kata sendiri di balik semak-semak tidak jauh dari sungai tempat Nefrit menghabiskan waktu belajarnya.
“Talenta tersembunyi…” sekali lagi berbicara sendiri seperti orang gila. Feivel ingin berjuang membantu adiknya menemukan satu talenta tersembunyi walaupun kenyataan jika kebencian Nefrit tidak akan pernah hilang sedikitpun. Mengirimkan secarik kertas berisi beberapa kata kemudian menyelipkan pada buku-buku Nefrit secara diam-diam. Mengendap-ngendap seperti pencuri masuk ke rumah menuju kamar sang adik hanya demi sebuah talenta tersembunyi. Terkadang meminta bantuan Brian menaruh satu kalimat sekitar halaman depan beberapa buku Nefrit.
“Kau bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” salah satu isi tulisan pada secarik kertas minimal Nefrit dapat menyadari talenta tersembunyi dalam dirinya.
“Memasak” terdengar lazim di telinga semua orang tetapi kata ini dapat mengubah Nefrit kelak berdasarkan pemikiran Feivel sang kakak. Sekian tahun lamanya Nefrit tidak lagi menginjak dapur sedikitpun karena kasus demi kasus permasalahan yang sedang menyerang dirinya. Hal terbaik pernah dihabiskan oleh Nefrit adalah menjadi koki terbaik bagi sang kakak jauh sebelum Feivel memasuki satu jurang tergelap.

Flashback…

“Buat kakak” senyum Nefrit penuh semangat menyodorkan semangkuk bubur ayam.
“Kakak lagi belajar” Feivel seakan tidak lagi memperdulikan adiknya.
“Ayo coba dulu” Nefrit menyodorkan mangkuk bubur di depan meja belajar sang kakak.
“Enak” ujar Feivel setelah mencoba memasukkan satu sendok bubur ke mulutnya. Hal terbaik bagi kehidupan Nefrit saat itu adalah memasak anek jenis masakan dengan tubuh mungilnya. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa usia masih terlalu kecil tapi dapat membuat berbagai resep masakan? Rahasia ini hanya diketahui oleh Feivel sekaligus berperan sebagai kakaknya. Ayah maupun bunda sama sekali tidak mengizinkan Nefrit di dapur dengan usia masih terlalu dini. Penyebab utamanya dikarenakan kebakaran tetangga sebelah akibat membiarkan sang anak menyentuh dapur. Bermula dari anak tetangga hanya sekedar ingin belajar memasak seperti sang ibu, tetapi akhir cerita menjadi tragis seketika.
Nefrit kecil pun diam-diam sangat menyukai kegiatan masak-memasak, namun terkendala karena rasa trauma kedua orang tuanya mendengar cerita tetangga. Belajar memasak diam-diam saat ayah bundanya sedang tidak di rumah. “Ka’Feiv harus memberi  kode kalau bunda sudah berdiri depan pintu!” perintah Nefrit kecil terhadap sang kakak.
“Beres” mengacak-acak rambut Nefrit seperti itulah kelakuan Feivel. Menyayangi Nefrit bahkan selalu menjadi malaikat penjaga terbaik tiap saat. Mangayuh sepeda mengantar dan menjemput adiknya ke sekolah tanpa mengeluh. Melindungi Nefrit dari teman-temannya yang selalu saja bersikap usil.
Flashback…
Cerita masa lalu kakak beradik mempunyai kisah tersendiri. “Andaikan, kakak tidak pernah jatuh ke jurang” Feivel penuh penyesalan mengingat hal-hal terbaik pernah terjadi atas dirinya. Kisah sekarang hanya bercerita tentang kebencian sang adik terhadap kakaknya atas setiap objek terburuk bersama perjalanan tragis. Satu jurang tergelap menghancurkan kehidupan Feivel bahkan membuat jarak antara dirinya dan keluarga.
“Malaikat kecil, berikan kakak satu kata biar bisa memperbaiki semuanya!” seperti biasa kisah Feivel sekarang adalah selalu bercerita tentang banyak hal juga mengungkapkan segala isi hati di samping tubuh mungil Nara yang masih terbaring koma. Di satu sisi Feivel melakukan banyak kesalahan di masa lalu termasuk mendorong tubuh adiknya dengan akhir cerita tragis. Sampai detik sekarang Nara belum juga terbangun dari tidur panjang. Zarah terus saja menangisi keadaan anaknya yang masih terbaring koma di rumah sakit.
“Feiv” tegur seseorang menyadari siapa yang sedang berjalan keluar dari kamar tempat Nara terbaring.
“Tunggu, jangan lari” suara itu sekali lagi berkata-kata.
“Kenapa tidak pulang ke rumah?” Lazki bertanya setelah berhasil menghentikan langkah sepupunya Feivel.
“Lepas” Feivel berusaha melepaskan diri.
“Ayah banyak cerita kalau jagoannya tidak lagi bercerita sedang berada di jurang” Lazki.
“Kau tidak membenciku setelah semua hal yang terjadi?” Feivel tertunduk.
“Tiap orang pasti memiliki masa lalu suram. Saya hanya ingin melihat hidupmu yang sekarang bukan tentang cerita kemarin” Lazki.
“Entahlah…” Feivel menarik nafas panjang membalas ucapan Lazki.
“Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” Lazki berkata-kata sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Feivel seorang diri.
Inilah kisah perjuangan seorang ayah belajar untuk bertahan membawah ketiga buah hatinya menuju garis finish. Semua dapat berkata tentang objek buruk, tetapi sang ayah terus mendaki untuk membuktikan pada dunia akan kisah terbaiknya. Bagaimanapun jurang membelenggu, namun ayah tetap ingin berlari mendekap anaknya. Kemenangan seorang ayah akan membuat dunia malu suatu hari kelak.
“Feivel” kembali seseorang bersuara ketika hendak mengumpulkan barang-barang bekas sekitar tempat pembuangan sampah.
“Ayah” menyadari jika suara tersebut ternyata dari sang ayah. Gibran memberi sekaleng minuman dingin setelah mereka berdua duduk di bawah pohon besar. Kenyataan yang ada adalah Gibran baru menyadari jenis pekerjaan terbaru anaknya. Feivel sama sekali tidak memberi tahu sang ayah terlebih seluruh sampah hasil memulung di kumpulkan pada satu tempat jauh dari rumah kosnya.
“Maaf selalu saja membuat ayah malu” kepala Feivel menunduk.
“Malu…?” Gibran sedikit tertawa.
“Tidak satupun perusahaan mau menerima mantan penjahat kelas kakap seperti Feiv. Pekerjaan memulung  menjadi jalan keluar paling tepat demi menyambung hidup sekaligus tidak memberatkan ayah lagi” Feivel.
“Ayah mau Feiv kuliah kembali dan memulai semuanya dari nol” permohonan sang ayah berkata-kata sekali lagi.
“Mana mungkin bekas manusia iblis dapat memperbaiki masa depan” Feivel.
“Buktikan pada ayah tentang hidupmu dapat melihat secerca cahaya tanpa terikat akan masa lalu apapun situasinya” kalimat sang ayah.
“Nara butuh biaya berobat, Nefrit juga sebentar lagi lulus sekolah” Feivel.
“Feiv bukan jawaban seperti ini ingin didengar oleh pria tua seperti ayahmu”
“Kuliah setinggi apapun, tetap Feivel tidak akan pernah bisa bekerja di perusahaan manapun” Feivel.
“Jangan berdiri terlebih memanggil dengan sebutan ayah kalau cara berpikirmu terlalu rusak seperti tadi” pertama kali nada kemarahan sang ayah terdengar jelas di telinga Feivel. Membuktikan pada dunia tentang masa depan cerah memang tidak mudah dengan kasus masa lalu suram seperti Feivel. Sosok pribadi seorang ayah mempunyai cerita tersendiri untuk tetap membawa anaknya berlari menuju garis finish.
Usia tua, tanpa biaya, tubuh penuh tato, bekas narkotik sekaligus penjahat kelas kakap menginjakkan kaki kembali pada salah satu kampus terdengar sebagai bahan lelucon belaka. “Bisakah saya memulai semuanya dari nol kembali?” suara hati Feivel berbisik memandang salah satu kampus tempatnya mencari barang-barang bekas.
“Mereka semua membenci kehidupan iblis sepertiku. Tidak ada jalan untuk masa depan walaupun dikatakan sang mantan narkotik lulus dengan nilai terbaik setelah memulai semuanya dari nol kembali” pemikiran seorang Feivel beberapa hari belakangan. Sang ayah tidak lagi ingin berdiri di hadapannya setelah dialog beberapa hari lalu. Berada di kampus atau tetap bertahan dengan pemikiran sendiri merupakan dua pilihan bagi bekas manusia iblis semacam Feivel.
Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” memory kata-kata Lazki terus saja membayangi gendang pendengaran Feivel.
“Jadikan ayah pemenang” tanpa sadar Feivel mendengar ucapan sang ayah. Menatap sebuah foto tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun tersenyum hangat berada dalam dekapan sang ayah.
“Masa lalu tidak dapat menghancurkan masa depan jagoan ayah” berucap seorang diri sekali lagi.
“Sepertinya suasana pasar lagi sepi” tegur Feivel di tengah lamunan sang ayah.
Tidak memperdulikan ucapan Feivel dan tetap diam duduk di tengah tumpukan barang jualannya. Menyimpan secepat mungkin selembar foto di tangannya. “Pergilah!” rasa marah terhadap sang jagoan.
“Feivel akan mengikuti ucapan ayah, tapi dengan syarat” Feivel.
“Apapun syaratnya ayah akan penuhi” seakan harapan muncul kembali bagi sosok pria tua sepertinya.
“Biarkan Feiv belajar hidup mandiri, jangan memberi satu sen pun uang” Feivel.
Secara logika berpikir bagaimana bisa bekas manusia iblis dapat membiayai hidupnya sendiri tanpa bantuan sang ayah. “Biarkan Feiv melakukan semuanya seorang diri” permohonan Feivel sekali lagi di hadapan ayahnya. Biaya kuliah, makan, kebutuhan sehari-hari sekaligus permasalahan beban berobat Nara menjadi tanggungan Feivel sekarang. Tidak seorangpun anggota keluarga menyadari bagaimana dia berjuang membayar rumah sakit demi kesembuhan Nara.
Semakin giat memulung demi mengejar masa depan dan menanggung pengobatan sang adik, inilah dunia Feivel sekarang. Pria tua penuh semangat mendaftarkan anaknya masuk salah satu kampus besar demi sebuah masa depan terbaik. “Kenapa ayah melakukan semua ini?” rasa kesal Feivel memandang sang ayah setelah menyadari sesuatu.
“Ayah hanya mendaftarkan namamu saja, selebihnya jagoan berjalan sendiri” ucap pria tua itu di hadapan anaknya.
“Biaya kampus di sana mahal, dari mana ayah mendapat uang membayar sebagian besar…?” Feivel. Seperti itulah kisah sang ayah berjuang mencari pinjaman hanya demi memasukkan anaknya pada salah satu kampus dengan kualitas terbaik pula. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa anaknya diterima begitu saja di tempat tersebut dengan latar belakang suram bahkan tanpa tes? Inilah yang dikatakan perjuangan seorang ayah bagi sang anak bahkan rela melakukan apapun untuk membawanya menuju satu garis kemenangan. Secara kebetulan sang pemilik kampus mempunyai masa lalu sama seperti anak pria tua yang sedang berdiri di hadapan beberapa staf dan para dosen memohon kebijakan. Berjuang membuktikan jika anaknya juga mempunyai standar kualitas berbeda di antara semua orang.
Akhir cerita, sang pemilik kampus tanpa sengaja mendengar kisahnya sehingga menyetujui berkas pendaftaran tersebut. Seakan Tuhan mengirim mujizat di waktu paling tepat bahkan tidak terduga sama sekali bagi pemikiran sosok ayah yang sedang berjuang meraih titik kemenangan bagi sang jagoan. Pihak kampus memberikan keringanan biaya sekaligus dapat melakukan cicilan pembayaran. “Buktikan pada dunia kalau kau sama sekali tidak akan pernah terikat dengan masa lalu tergelap dari hidupmu pribadi!” ucapan pemilik kampus terhadap bekas manusia iblis dalam sebuah ruangan dengan ukuran cukup besar.
“Bapak tidak perlu menyatakan rasa kasihan terhadap kehidupan saya” Feivel.
“Saya hanya menyukai sosok ayah seperti ayahmu dan bukan permasalahan mengasihani mantan iblis seperti dirimu.”
“Maksud bapak?” Feivel.
“Pribadi ayahmu tidak mengenal kata putus pengharapan demi seonggok sampah agar mempunyai kualitas nilai di mata dunia. Ngerti?”
Pembuktian pada dunia tentang sang jagoan dapat berlari mengejar mimpi, walaupun kenyataan membuktikan akan perjalanan gelap di masa lalu. Dia hanyalah pria tua yang sedang ingin menyatakan kualitas nilai bagi anaknya melalui lika liku perjalanan unik tanpa mengenal kata menyerah sedikitpun. Tuhan dapat merubah kain kirmisi merah menjadi putih seperti salju. Begitupun sebaliknya tentang kemenangan ayah dapat diraih melalui cara Tuhan yang ajaib. Masa lalu tidak dapat menghancurkan kehidupan sang jagoan dalam bentuk apapun…

Bagian 11…

Feivel Fidelis…

“Malaikat kecil, sepertinya saya akan kembali menjadi penghuni kampus” berkata-kata di samping tubuh mungil Nara yang masih saja tertidur lelap karena perbuatan terkacau dariku di masa lalu. Hal lebih kacau adalah saya sama sekali tidak pernah bisa berdiri di hadapan bunda maupun Nefrit untuk meminta maaf atas setiap kelakuanku kemarin. Hanya bisa menjenguk diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun adik kecilku Nara.
Tuhan, beritahu cara terbaik berdiri depan bunda, Nefrit, juga Lazki demi sebuah permohonan maaf karena ulahku kemarin. Membayangkan bunda menangis setiap detik merupakan beban terlebih rasa bersalah makin menghantui langkah hidupku pribadi. “Saya tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dia” rasa luka terlalu dalam, menjadikan bunda mengungkapkan satu pernyataan.
Wajar jika bunda benar-benar menganggapku iblis, kenapa? Seperti itulah kenyataan kisah masa lalu dan tidak akan pernah terhapus oleh apapun. Tuhan, balut luka hati bunda yang selalu saja menjatuhkan bulir-bulir Kristal karena perbuatan iblis sepertiku. Maaf membuat hatinya sakit tanpa henti. Kalau diriMU dapat mengubah batu keras menjadi selembut awan, tentu diriMU juga dapat membuatku kembali berada dalam dekapan bunda.
“Hari pertama menginjak kampus dan memulai sesuatu dari nol kembali” menarik nafas dalam-dalam berjalan menuju satu pagar sebagai pintu gerbang besar salah satu kampus terbesar di kota ini. rambut acak-acakan, gondrong, tubuh bertato, jenggot menyebar memenuhi wajah inilah menjadi gambaran ciri khas mantan iblis. Masih belum berubah bahkan tetap mempertahankan penampilan kemarin. Semua mata memandang sinis, histeris, ketakutan, ingin menjauh…
Objek lebih mengejutkan lagi adalah salah satu dosen pengajar ternyata Brian Nicholas sekaligus berperan sebagai guru adikku Nefrit Fidelis. Perbedaan cara berpikir ketika menjabarkan satu titik gambaran tertentu di hadapan mahasiswanya merupakan keunikan tersendiri dalam diri seorang Brian. “Teori dan praktek menjadi satu paket, namun ketika berada pada sebuah situasi terlebih area-area lapangan yang tidak terpikirkan sama sekali, maka peranan kedua kata tadi hanya sebagai hiasan semata” penjelasan Brian sedikit berbelit-belit bahkan terlalu sulit dimengerti.
Kalimat pembuka sebagai bahan perkenalan semata, namun terkesan bermasalah buatku. Berpura-pura tidak mengenal dirinya memang jauh lebih baik dibanding menyapa. Pada akhir cerita kegiatan perkuliahan pun dimulai bersama kisah baru di dalamnya. Melakoni status mahasiswa sekaligus pemulung sampah tetap berjalan seperti biasa. Hal terbaik buatku sebelum masuk ruang perkuliahan adalah menyusuri tiap lantai gedung pencakar langit dari kampus tersebut hanya demi mengumpulkan kertas putih maupun botol minuman bekas. Menaruhnya dalam sebuah karung kemudian meletakkan pada gerobak sampah yang masih terparkir manis di sekitar parkiran motor.
Tidak perduli pemikiran orang mengenai umur tua, status, pekerjaan pemulung, dan hal-hal buruk tentang jalan hidupku. Saya membutuhkan uang demi menyambung hidup juga pengobatan malaikat kecil ayah. Hidup Feivel kemarin dan sekarang jauh berbeda. Rasa gengsi tidak lagi mencekam bahkan rela melakukan pekerjaan apapun selama itu halal. Semua teman-temanku menjauh tanpa seorangpun ingin bersahabat denganku. Beginilah jalanku selalu saja menyendiri di manapun kaki melangkah. Hidup terkucilkan maupun mendapat penghinaan dari ribuan atau jutaan orang bukan masalah besar untuk kulalui.
Wajar mereka menjauh, tetapi itu jauh lebih baik menurut pemikiranku pribadi. Setiap jam istirahat pun kaki akan tetap menyusuri tempat-tempat sampah di tiap lantai gedung kampus. “Hei Si’wajah menyeramkan” tegur seorang wanita paruh bayah tidak jauh berdiri dari lokasi tempatku.
Menengeok ke kiri kanan mencari siapa gerangan yang dimaksud olehnya. “Kau” sekali lagi menunjuk ke arahku tanpa rasa takut setitikpun. Menarik tanganku menuju kantin kampus kemudian menyodorkan beberapa karung kaleng aluminium bekas juga botol minuman para mahasiswa.
“Mau dapat uang tambahan tidak?” seakan ingin tetap memandangku sebagai manusia bukan penjahat seperti kebanyakan orang di sekitar. Antara mengangguk atau tetap diam kaku merupakan pilihan buatku.
“Kalau mau, kau bisa kerja sebagai tukang cuci piring disini sekaligus melayani seluruh pembeli pada jam istirahat kampus dengan gaji bulanan” menawarkan sebuah pekerjaan…
“Hanya itu?” ujarku sedikit bersemangat.
“Sekalian kau bisa mengumpulkan semua barang bekas juga sih” kalimatnya lagi.
“Ikat rambutmu biar mereka tidak terlalu takut melihat penampilanmu!” perintah wanita paruh bayah itu sekali lagi. Titik jalan menambah penghasilan terbuka lagi buatku. Minimal dapat menutupi biaya rumah sakit malaikat kecil sekaligus uang kuliahku sendiri. Menjadi mahasiswa, pemulung sampah, kuli bangunan, kerja sambilan di kantin cukup menyita waktu tetapi harus kujalani sepenuhnya. Setidaknya setelah jam kuliah berakhir tangan masih bisa bekerja tengah hari sebagai kuli bangunan.
Semua orang risih, takut, marah, menghina melihat tanganku menyodorkan makanan di atas meja kantin. Saya tidak perduli apapun kata mereka. Membersihkan meja-meja kotor mengajarkan sesuatu bagi perjalanan hidupku. “Jangan berpura-pura tidak mengenalku si’wajah seram tapi hati hello kitty” seolah cibiran terkacau buatku…
“Berhenti berlagak sombong” sekali lagi Brian menepuk bahuku.
“Sekarang kau dosenku” balasan buatnya.
“Tenang saja, karena kau dan saya seumuran jadi anggap saja kita berdua sahabat di luar jam mata kuliah terlebih…” Brian.
“Terlebih apa?” sedikit curiga.
“Adikmu kan cukup manis” maksud ucapan Brian terdengar mencurigakan.
“Saya hanya meminta bantuan menjadi guru privat adikku bukan menjadi penggoda.”
“Memangnya salah? Lah Adikmu juga umurnya sudah tua hanya karena masalah otak makanya lama di sekolah” Brian.
“Stop” nada emosi lumayan meninggi…
“Tenang, kita itu tidak akan pernah bisa menebak misteri Tuhan. Bisa jadi kau dan saya memiliki ikatan keluarga mungkin suatu hari kelak” Brian makin ngaco berkata-kata.
“Kau lebih iblis dibanding kehidupanku kemarin” tegurku.
“Lupakan ucapanku. Btw, mau kerja tidak?” Brian menyodorkan kembali tawaran kerja.
“Sebagai?” pertanyaan balik.
“Cleaning servis dan pembantu rumah tangga” jawaban Brian. Tawaran kerja cukup menarik untuk dilewati bagi mantan iblis. Berperan sebagai seorang cleaning servis di hari kamis sampai sabtu setelah jam kuliah berakhir. Tawaran lain yaitu menjadi pembantu rumah tangga tiga kali seminggu pada salah satu apartemen mewah di kota ini. Menurut cerita Brian, tidak seorangpun ingin menjadi pembantu di apartemen tersebut karena sesuatu dan lain hal.
Kata galak merupakan istilah paling tepat menggambarkan sang majikan sehingga tidak seorangpun berani berdiri di hadapannya. Saya hanya harus beres-beres rumah seperti menyapu, mengepel, cuci piring, memasukkan pakaian kotor ke mesin penggiling, menyetrika, dan beberapa pekerjaan lainnya jauh sebelum sang penghuni terbangun dari tidur. Berarti jadwal kerja mengarah pada jam sebelum matahari bersinar alias masih gelap. Gaji yang ditawarkan cukup lumayan dalam sebulan, minimal sebagai tambahan penghasilan.
“Bagaimana? Setuju atau tidak?” pertanyaan Brian setelah menjelaskan semuanya.
“Terus pekerjaan saya sebagai kuli bangunan harus berhenti?”
“Tenang saja, kebetulan bosmu itu sahabat dekat denganku berarti kau boleh tetap bekerja tapi hanya tiga kali seminggu doang” Brian.
“Gaji kuli bangunan cukup lumayan. Jangan remehkan penghasilan kuli bangunan.”
“Kau bisa menyusuri seluruh lantai buat memulung kertas-kertas putih yang terbuang bahkan seluruh sampah di sana. Jadi, penghasilannya cukup loh” Brian.
“Bisa memulung? Boleh?”
“Ada banyak kertas di ruang penggiling bisa kau pungut. Lagian mesin penggilingnya juga tidak dikatakan jenis penghancur berkas dalam bentuk halus. Kan lumayan” Brian.
“Okey”
“Itupun hanya berkas-berkas tertentu berada dalam mesin penggiling dan selebihnya yah terserah dirimu…” cetus Brian.
“Okey” menyetujui tawaran Brian. Mengambil kalkulator dan mencoba menghitung total penghasilan sebagai pemulung dalam sebulan setelah menerima tawaran kerja Brian. Menjalani beberapa pekerjaan sekaligus terdengar menyita banyak waktu, namun memberi seni tersendiri bagi dunia mantan iblis seperti diriku. Bekerja di kantin pada jam istirahat kampus juga terdengar menyenangkan buatku. Mengumpulkan kaleng minuman bekas bahkan menyusuri lantai kampus dan berhenti pada tiap tong sampah menjadi rutinitasku setiap hari.
Mengatur waktu sebaik mungkin antara kuliah, menyelesaikan tugas kampus, dan bekerja merupakan hal paling sulit tetapi harus dijalani. Terkadang tugas kuliah berusaha saya selesaikan ketika masih berada dalam lingkup kampus atau di tempat kerja. Pada hari senin, rabu, dan sabtu seorang Feivel harus bangun pagi-pagi sekali alias hari masih gelap untuk berperan sebagai pembantu rumah tangga pada salah satu apartemen. Belajar mengerjakan pekerjaan rumah tanpa menimbulkan suara seperti meminum jus daun papaya terlalu mengerikan…
Sang pemilik tidak menyukai bunyi suara setitkpun. Wajar saja tidak ada seorangpun betah sebagai pembantunya. Menyapu, cuci piring, mengepel, menyiram tanaman bunga, dan segala pekerjaan tidak boleh menimbulkan suara sedikitpun. Melangkah setiap ruanganpun tidak boleh menimbulkan suara. Saya pikir pemilik rumah adalah seorang pria, namun ternyata dugaanku salah. Gadis cantik, rambut hitam panjang, kulit seputih kapas, bibir seksi berwarna merah, bertubuh tinggi semampai bersama riasan natural tetapi menakutkan…
“Sadis habis” pertama kali menatap ke arahnya setelah seminggu lebih bekerja di sana. Tatapan mata tertajam yang pernah ada bahkan dapat mencabik-cabik setiap bagian kulit tubuh sendiri. Dia hanya diam tanpa berkata-kata ketika berjalan keluar dari kamar. Sebelum sang pemilik keluar kamar pukul setengah tujuh pagi, saya sudah meninggalkan rumah karena seluruh pekerjaan sudah dikerjakan. Kesimpulan ceritanya adalah kami tidak pernah bertemu selama bekerja di apartementnya.
Tidak terpikirkan sama sekali pertemuan antara majikan cantik dan pembantu berandal mantan iblis terkesan aneh memang. Entah apa yang membuat sang majikan keluar kamar sebelum pukul setengah tujuh pagi. “Saya tidak memberi gaji hanya dengan berdiri seperti orang bodoh” pernyataan menyindir bahkan terlalu tajam bagi manusia sepertiku. Hal selanjutnya yang terjadi adalah segera meninggalkan dirinya, kemudian melanjutkan pekerjaan saya sebagaimana mestinya.
Hari berikutnya pertemuan terulang  kembali dengan pandangan tajam namun tanpa suara. Komunikasi antara majikan dan pembantu sama sekali tidak terjalin. Beberapa pembantu sebelumnya berhenti dikarenakan tanpa sengaja menimbulkan suara ketika sedang bekerja dan membuat sang majikan meluapkan emosi seketika. Menjadi pertanyaan, dari mana saya belajar mengerjakan seluruh pekerjaan rumah maupun melangkah tanpa memperdengarkan suara? Kemungkinan karena saya benar-benar membutuhkan uang sampai dalam bekerjapun berjuang full…
Dia sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut terhadap penampilan dengan kondisi tubuh bertato karena masa lalu gelap. Setiap hari kami hanya bertatapan muka tanpa berkata-kata. “Hai Embun!” sapa seseorang tiba-tiba masuk tanpa membunyikan bel terlebih dahulu. Hal terlucu dari kisahku adalah baru menyadari nama majikan sendiri. Selama ini saya  tidak ingin tahu nama pemilik apartement tempatku bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
“Hai semua” lebih mengejutkan tentang cerita lain yaitu antara Brian dan sang majikan ternyata berteman.
“Pergi dari rumahku!” majikanku mendorong tubuh Brian agar segera meninggalkan apartementnya. Di luar dugaan seberapa besarpun luapan emosional majikanku, namun tidak diperdulikan oleh Brian setitikpun. Tetap berjalan ke dapur mencari makanan bahkan membuat suara-suara gemerincing dengan kesengajaan. Seakan Brian sengaja membuat kegaduhan bersama segala jenis suara agar terdengar jelas karena menyadari pasti sifat asli pemilik apartement. Tidak perduli perkelahian antara mereka berdua, saya tetap melanjutkan sisa setrikaan sebelumnya.
“Bos sudah makan?” sapa Brian sedikit mengejek…
“Berhenti bergurau!” tegurku tetap menjemur pakaian hasil gilingan setelah pekerjaan setrikaan selesai, sedang dia hanya tertawa mendengar kalimat tadi. Rasa geram nona Embun sangat terlihat jelas, namun untuk kesekian kali seorang Brian semakin memancing sisi emosionalnya. Selidik demi selidik ternyata diantara mereka pernah terjalin hubungan special alias pacaran bahkan sempat bertunangan. Entah terdengar sebagai bahan lelucon atau seperti apa akan kisah jalinan asmara terkacau.
Nona Embun memutuskan hubungan pertunangan tiba-tiba hanya karena masalah sepeleh. Brian terlihat santai saja bahkan masih berjuang mencari pembantu rumah tangga baru kesekian kalinya bagi sang mantan tunangan. Andaikan saya menjadi Brian tentu kaki tidak akan pernah menginjak apartement ini lagi. “Mungkin masih berharap kisah cinta kemarin pulih seketika” bergumam sendiri berpikir tentang kisah asmara mereka berdua.
“Masa bodoh dengan masalah asmara mereka” tertawa sendiri. Mengayuh gerobak sampah sepanjang jalan jauh lebih menyenangkan dibanding merenung akan permasalahan asmara orang lain. Tiba-tiba saja satu iklan perlombaan memasak terpampang jelas pada layar besar di sekitar jalan. Membayangkan kisah adikku dapat memulai satu masa depan melalui objek semacam ini. Dia hanya butuh rasa percaya diri pada satu pernyataan yaitu berani melangkah sekaligus mencoba tentang sebuah petualangan. Singkat cerita, tangan berusaha mendaftarkan dirinya pada acara perlombaan tersebut.
Mencari jalan setidaknya Nefrit tidak menyadari apa yang telah kulakukan sekaligus membuat kakinya berdiri di sana sebagai salah satu peserta. Meminta bantuan Lazki menjalankan rencana selanjutnya. “Kau punya talenta terbaik” menatap dari kejauhan adik kecilku Nefrit. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu bagi perkembangan talenta tersembunyi pada jalan hidupnya.

Bagian 12…

Nefrit Fidelis…

Siapa pernah menduga petualangan mencari talenta tersembunyi, namun cerita berikutnya berada pada satu area di luar pemikiran sama sekali. “Kau bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” isi tulisan seolah menunjukkan tentang satu kelebihan dalam diriku pribadi. Menanyakan ayah, bunda, ka’Lazki mengenai selembar kertas di kamarku dan hasilnya tidak ada yang tahu menahu mengenai hal tersebut. Mungkin saja surat ini dikirim oleh malaikat Tuhan dari surga.
Peristiwa lebih lucu lagi adalah pak Brian seakan mengemis mati-matian hanya untuk menjadi guru privat tanpa bayaran sepersen pun jauh hari sebelum selembar kertas tersebut berada di kamarku. “Ini tantangan bagi guru seperti saya untuk membuktikan kalau manusia seperti dirimu dapat lulus ujian, walaupun dikatakan mustahil sih” mengenang kembali nada kalimat pak Brian seakan terdengar menyindir atau sejenisnya. Berbagai cara digunakan, setidaknya saya menyetujui permohonannya. Saya yang terlalu bodoh atau justrus sebaliknya pak Brian jauh lebih tolol lagi?
Berada di sekitar pinggiran sungai kecil dan membolak-balikkan buku pelajaran bersama pak Brian merupakan hal terkacau yang pernah kulakukan setelah sepulang sekolah. Di lain tempat, seorang Nefrit mencoba memasuki dunia lain demi sebuah pembuktian terhadap selembar kertas tentang talenta tersembunyi dalam diri pribadi. Sekian tahun berlalu dimana tangan tidak lagi ingin menyalakan kompor gas dengan beberapa resep masakan. Tidak seorangpun menyadari bagaimana kekuatan tanganku dapat mengubah beberapa bahan makanan menjadi satu olahan khas. Semua itu hanya kenangan semata di masa kecil jauh sebelum saya beranjak remaja seperti sekarang bahkan kakakku belum menjadi iblis seutuhnya.
“Sampai kapanpun kau tetap iblis buatku” berkata-kata sendiri membayangkan wajah bengis manusia iblis. Penderitaan ayah bunda membuatku semakin membenci dirinya. Sampai detik sekarang adik kecilku Nara masih terbaring koma akibat perbuatan iblis semacam dia. Ayah bisa saja memberi maaf ribuan kali, namun tidak buatku.  
Kenapa ayah menolong manusia iblis itu yang jelas-jelas menghancurkan seluruh anggota keluarga? Semenjak peristiwa pengeroyokan terhadapnya setelah Nara berada di rumah sakit, manusia iblis itu tidak lagi menampakkan diri. Kenapa dia tidak mati saja ketika pengeroyokan dirinya benar-benar terjadi? Iblis penghancur hidup semua orang di manapun kakinya berpijak. Jujur, andaikan bisa saya ingin membunuh sang iblis dengan tanganku sendiri.
“Kenapa ayah tidak bisa membenci iblis seperti dia?” gerah, geram, sakit hati melihat tingkah ayah terhadap sang iblis.
“Jawab ayah!” mengamuk kesal…
“Ada hal sulit untuk dijelaskan hanya melalui lukisan kata-kata dan akan kau mengerti suatu hari kelak ketika dirimu menjadi orang tua bagi kehidupan buah hatimu sekaligus berlianmu dalam satu lingkaran hidup” penyakit ayah mulai kumat lagi.
“Bunda selalu saja nangis, Nef menjadi bahan buly, sampai sekarang Nara masih belum membuka matanya, semuanya karena ulah siapa?”
“Nef” nada kata ayah meninggi. Rasanya sakit Tuhan melihat ayah terus saja berlari ke arah manusia iblis. Dimana KAU berada sekarang Tuhan? Buktikan pada hidupku kalau KAU memang adil untuk menghukum manusia paling jahat. Rasa marah terhadap sang pencipta kembali terjadi melihat tingkah ayahku sekarang. Bisakah setitik saja Tuhan menyatakan keadilanNYA bagi hidupku pribadi. Meraung-raung dalam tangisan seperti anak kecil itulah yang terjadi sekarang. Kamar ukuran kecil menjadi saksi setiap air mataku terjatuh dan bagaimana luka terus saja menancap tanpa henti.
“Nef benci ayah” semakin keras menangis histeris…
“Nef juga benci Tuhan” menyalahkan sang pencipta atas segala sesuatu.
“Nef” seseorang membuka pintu kamarku seketika. Saya menyadari pasti siapa yang sedang membuka pintu sekaligus berhasil berdiri di hadapanku sekarang.
“Kenapa ayah tidak bisa membuang manusia iblis jauh keluar dari hidupnya?” melampiaskan emosionalku semakin hebat dalam pelukan ka’Lazki.
“Ayah hanya ingin mendekap anaknya yang sedang tersesat bahkan hilang sekian tahun lamanya, apa itu salah menurutmu?” ka’Lazki seakan menjadi pembela terbaik…
“Setelah semua kelakuan iblisnya?” balik bertanya.
“Dia memang benar-benar iblis di mata semua orang terlebih buatmu pribadi, tapi tidak bagi pria tua seperti ayah, sampai kapanpun hatinya hanya ingin membuktikan tentang kembalinya anak yang terhilang setelah sekian tahun berlalu” ka’Lazki.
“Sulit memprediksi kehidupan seseorang, jadi jangan membenci dia lebih dalam” ujar ka’Lazki kembali. Satu hal, seperti apapun pernyataan bijak ka’Lazki tetap hatiku ingin selalu membenci manusia iblis. Mereka tidak tahu betapa sakitnya hidup ketika menjadi diriku, bunda, juga Nara.
Menjalani hari tanpa menyapa ayah merupakan jalan terbaik buatku pribadi. Lebih baik berada dalam diam dibanding berkata-kata namun semakin menyakitkan. Focus terhadap ujian sekolah memang hal terbaik buatku sekarang, walaupun dunia berkata saya mustahil untuk dinyatakan lulus. Pak Brian masih setia menjadi guru privat terbaik demi ujian kelulusanku tahun ini. Jujur, sampai detik sekarangpun permasalahan perkalian masih menjadi akar permasalahan terbesar bagi manusia terbodoh seperti Nefrit Fidelis.
“Tuhan dapat menghancurkan batu melalui tetesan lembut air, terlebih kasus ujian kelulusanmu dan juga masalah talenta tersembunyi dalam dirimu” satu pernyataan pesan email dari seseorang yang tidak kukenal sama sekali. Tanpa rasa bosan mengirim pesan demi pesan hanya buatku pribadi. Seakan terdapat penghiburan tersendiri ketika hati sedang mempelajari setiap makna dari kiriman email tersebut.
“Jangan membenci Tuhan untuk alasan apapun” kembali kiriman pesan melalui email bermain lagi. Tuhan, buat saya lupa tentang akar kekecewaan dalam lingkaran hidupku pribadi terhadap diriMU hanya karena masalah ketidakadilan yang terus saja mempermainkan hidup. Ada saat dimana rasa marah disertai kekecewaan berlebih terhadap Tuhan jauh lebih kuat bermain bahkan semua itu sering terjadi. Langkahku selalu berbeda dibanding siapapun ketika berjalan melewati satu alur cerita.
Sebagian besar dari orang disekitarku begitu mudah meraih apa yang diingini hatinya, sedang jalanku sendiri berkata lain. Kata sulit, tidak menemukan cara paling tepat, tersudutkan, segala jalan selalu saja ditutup membuatku semakin meringis melihat kisahku sendiri. Di luar sana terdapat mereka dengan seribu talenta, sementara kisahku menemukan satu jenis talenta tersembunyi membutuhkan waktu panjang. Dunia manusia terbodoh hanya bercerita tentang kekurangan semata tanpa masa depan.
Berada di dapur untuk menyatakan kisah lain bersama talenta tersembunyi memang benar-benar ada dalam dunia Nefrit Fidelis atau masih harus mencari lagi? Mencoba mempelajari kembali beberapa bumbu dapur setelah sekian tahun tangan tidak lagi menyentuhnya. Menghaluskan bawang putih, merica, ketumbar, pala kemudian menggabungkan secara keseluruhan dalam satu wadah. Memecah dua butir telur, memasukkan kunyit, potongan ayam bersama bumbu sebelumnya, dan terakhir merendam sekitar tiga puluh menit setidaknya seluruh bahan meresap sempurna. Langkah selanjutnya adalah ayam siap digoreng menggunakan tepung, setidaknya saya mencoba dari pada tidak sama sekali…
Menggoreng tanpa menggunakan bumbu merupakan versi lain menurut pemikiranku. Dengan kata lain, saya menggunakan dua versi untuk resep hasil karyaku. Ayam dapat diganti menjadi potongan daging bebek sesuai selera. Sebagai sambal lalapan tangan mulai mengulek cabe hijau, bawang goreng, garam, penyedap rasa menjadi satu kemudian memeras jeruk puruk segar juga memberi sedikit minyak panas. “Semoga rasanya tidak mengecewakan” berbicara pada diri sendiri. Menata di atas meja makan, minimal kami sekeluarga dapat makan malam bersama setelah semua kejadian yang terjadi.
Seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu rumah mengalihkan pandanganku. Berjalan menuju pintu depan untuk mengintip dari cela-cela jendela rumah. “Pak Brian” terkejut seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah dia berterus terang ingin makan malam di sini karena kelaparan beberapa jam lalu. Antara ingin tertawa mendengar pernyataan guru sekolahku sendiri…
“Makanannya enak betul” berteriak sambil makan tanpa rasa canggung sedikitpun dengan anggota keluarga lain.
“Sangat enak, ini Lazki yang buat?” Tanya bunda pertama kali melihatnya melahap makanan di hadapannya seolah lupa akan segala jenis tangisannya.
“Bunda seperti mengejek Lazki” raut wajah ka’Lazki menyatakan rasa tersinggung luar biasa. Bagaimana tidak, hasil masakan ka’Lazki selalu saja gosong, hambar, bahkan nasi jadi bubur dan semua itu terdengar penghinaan.
“Lantas siapa yang masak kalau tidak ada yang mengaku?” cetus pak Brian. Melihat mereka semua makan dengan lahap membuat hatiku sedikit terhibur. Tidak pernah membayangkan hasil masakanku dapat membuat mereka tersenyum beberapa saat. Ayah terus saja menambah makanan ke piringnya dan terlihat memperebutkan satu potongan ayam tersisa bersama pak Brian.
“Ini buat saya saja” Sejak kapan pak Brian begitu akrab dengan anggota keluargaku yang lain?
“Yah habis” rasa kesal ka’Lazki membenci tingkah pak Brian.
“Masih ada di dapur” segera berdiri mengambil sisa potongan ayam.
“Berarti ini masakan Nef?” serentak mereka berbicara bersamaan tanpa mengedipkan mata hampir tak mempercayai semua ini. Anggota keluarga menganggap saya tidak bisa memasak karena kenyataan kalau kaki sama sekali tidak ingin melangkah menuju dapur sampai kapanpun sebagai juru masak.
“Kenapa? Memang apa yang salah?” bertanya balik…
“Sangat enak” jawaban mereka kembali serentak. Tuhan, apakah talenta tersembunyi untuk membangun masa depanku dengan berada di dapur? Objek lain lagi adalah seseorang mendaftar namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak tanpa sepengetahuanku. Seluruh anggota keluarga juga tidak tahu menahu akan hal tersebut.
“Apa salahnya mencoba demi sebuah tantangan?” ka’Lazki menatap ke arahku seketika. Akhir cerita selanjutnya adalah saya tersingkir pada babak penyisihan dan terdengar lucu…
“Tidak berarti adikku menyerah begitu saja hanya karena gagal pertama kali” pernyataan ka’Lazki membawaku masuk dalam dekapannya di tengah keramaian jalan. Seperti ada satu kekuatan membuatku ingin bertahan demi perjalanan beda dari siapapun. Kelanjutan kisah hidup manusia bodoh adalah seseorang secara diam-diam mendaftarkan namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak di beberapa tempat. Ayah, bunda, ka’Lazki, pak Brian membantah bahkan berani bersumpah kalau yang melakukan semua itu.
Haruskah saya berterimah terhadap orang tersebut karena satu objek berlari ke hadapanku? Mendapat kiriman selembar kertas, pesan email, dan sekarang namaku selalu tercatat sebagai peserta kontes masak di berbagai tempat. Hal terkacau lagi yaitu tentang kekalahan terus terjadi pada babak penyisihan. Kenapa juga saya harus mempercayai satu lembar kertas tentang talenta tersembunyi dari jalanku berada pada area masak memasak. Focus belajar memang jauh lebih baik untuk saat ini. “Minimal saya harus lulus sekolah.”
“Nef, selamat namamu masuk daftar kelulusan” teriak pak Brian berlari ke arahku bahkan memelukku di tengah kumpulan teman-teman sekolahku hingga menjadi pusat perhatian seketika. Selama beberapa waktu focus belajar sampai membuahkan hasil seperti sekarang.
“Pak Brian memeluk manusia bodoh” ucapan seorang siswi.
“Saya tidak percaya ini” teriak yang lain.
“Apa sih kelebihan dia pak?” Nesia bertanya-tanya heran.
“Acara kelulusan paling menyebalkan sedunia” berteriak kembali.
“Dia itu tidak menarik, jelek, miskin, kakaknya iblis, orang tuanya terkena kutuk, selalu sial, lebih hancur lagi baru lulus tahun ini…” salah satu temanku melontarkan penghinaan lagi.
“Jauh amat perbedaannya ibarat langit dan bumi” kalimat paling menyakitkan seakan mereka berhak menjadi Tuhan atas hidupku. Hidup hancur berarti tidak berhak memiliki pasangan berkualitas, walaupun dikatakan antara saya dan pak Brian hanya sebagai murid dan guru. Kenapa begitu sakit…? 
“Jalan hidup seseorang mempunyai misteri tertentu. Kisah kemarin, hari ini, esok memiliki perbedaan pula dengan kata lain bisa saja seseorang dikatakan hancur menurut pikiran banyak orang dapat menjadi berlian suatu hari kelak” satu pernyataan seorang guru menampar mereka semua. Apakah saya mempunyai kemampuan lebih demi satu pembuktian tentang masa depan? Mereka terus saja bermain di area sekitarku hanya untuk melontarkan kalimat-kalimat iblis.
Senang akhirnya manusia bodoh lulus sekolah, tetapi sekaligus menyakitkan mendengar sindiran kasar seakan terus saja menancap menghancurkan kehidupan. “Itukan manusia iblis? Sekarang sudah jadi pemulung sampah” seseorang tiba-tiba saja berteriak menunjuk ke arah jalan besar. Tidak pernah menyangka kisah hidup iblis terjahat berubah drastis menjadi seorang pemulung sampah. Tanpa sengaja kami berdua bertabrakan sekitar pertengahan jalan lain. Rasa benci terhadapnya tetap bermain jauh di dasar bahkan tersimpan kuat.
“Kau iblis bukan manusia” berkata-kata di hadapannya, minimal luka hati dapat terlampiaskan…
“Kenapa saya harus mempunyai kakak sepertimu?” berteriak lebih keras sebelum akhirnya berlari jauh meninggalkan manusia paling terkejam sedunia. Dunia tahu akan kisah manusia bodoh memiliki seorang kakak terkacau bahkan selalu menghancurkan hidup siapapun.
Sampai sekarang adik kecilku belum juga membuka matanya karena peristiwa kemarin. Andaikan semua itu tidak terjadi, tentu Nara akan berlari kecil ke arahku dan memelukku memberi kehangatan. “Ka’Nef bukan manusia bodoh” ucapan gadis kecil masih terus saja terngiang di telingaku setiap menatap dirinya terbaring kaku…
“Nara harus bangun” menangis keras di samping tempat tidurnya.
“Dimana Nara yang kakak kenal kemarin? Kenapa Nara sekarang terlalu lemah? Kenapa matamu tidak pernah bisa terbuka demi ayah dan bunda?”
Gadis kecil masih terbaring koma dan entah kapan semua itu berakhir. Secara akal logika dia bisa saja pergi untuk selamanya, namun entah mengapa tubuh Nara tetap bertahan terbaring kaku di rumah sakit. Gibran Fidelis memang terkena kutuk sampai ketiga anaknya berada pada sisi alur cerita terkacau di antara paling terkacau. Pria tua masih terus mencoba berjalan untuk sebuah pembuktian tanpa memperdulikan ucapan banyak orang. Bisakah seorang ayah seperti dirinya menyatakan pada dunia tentang kemenangan mencapai garis finish?
“Nef” ternyata ka’Lazki terus saja mengekor di belakangku sejak tadi. Menarik tanganku menuju bagian belakang motornya, kemudian membawaku pergi menuju satu tempat. Kupikir kami akan kembali berada pada satu area perkampungan seperti kemarin ternyata dugaanku salah. Sebuah rumah berukuran kecil tidak jauh dari sudut jalan besar.
“Siapa dia?” tegur seseorang ketika membuka pintu rumah.
“Adik kecilku paling cantik” jawaban ka’Lazki. Rumah itu di jadikan sebagai tempat berkumpul sahabat-sahabat ka’Lazki. Memilliki sahabat yang selalu peduli membuatku iri melihat kehidupan kakak sepupuku sendiri. Kenapa tidak seorangpun ingin berteman denganku?
“Kenalkan adikku Nefrit, panggil saja Nef biar lebih cute” ka’Lazki.
“Ini Bianca, Noldy, Fey, Abril, Cristal, Reynand, Darrel” ka’Lazki menyebut nama mereka satu per satu.
“Salam kenal” nada serentak mereka. Kisah lain dari ka’Lazki yaitu mempunyai satu perkumpulan dengan beranggotakan beberapa orang dari bidang berbeda. Pelukis, dunia medis, penyanyi, penulis, ilmuwan, desainer, ballerina, merupakan jenis pekerjaan yang mereka jalani. Rumah ini memberikan cerita unik bagi mereka ketika berkumpul kembali. Pertama kali merasakan suasana hangat tanpa pembulyan kiri kanan.
“Kami juga bisa dikatakan kacau seperti dirimu” ka’Bianca mulai bercerita.
“Saya jauh lebih cengeng lagi” penuh semangat ka’Noldy berkata-kata.
“Pada hal laki-laki tapi lebih cengeng dari perempuan” ledek kakakku. Kehidupan mereka semua mengerikan dan entah bagaimana cerita hingga Tuhan mempertemukan satu sama lain sampai akhirnya persahabatan pun terjalin dari waktu ke waktu. Ka’Bianca dikenal sebagai pelukis jalanan dengan ciri khas unik.
Awal kisahnya terbilang tragis dibanding kehidupan semua orang. Anak korban perceraian orang tua hanya karena masalah perbedaan bersama kisah perselingkuhan menjadikan ka’Bianca terlunta-lunta tanpa arah. Tidak dapat disangkal banyak anak mempunyai jalan cerita berantakan sebagai akibat perceraian orang tua. Papanya mengalami kebangkrutan sampai akhirnya meninggal karena serangan jantung tiba-tiba. Teman perselingkuhan sang papa melakukan hal terkeji dibelakang sampai perusahaan besar milik keluarga jatuh ke tangan orang lain. Terpuruk, terkucilkan, kekurangan kasih sayang, hidup di jalan seorang diri merupakan alur cerita seorang Bianca. Sang mama menikah bersama pria selingkuhannya tanpa pernah peduli anak kandung sendiri. Egois kalimat paling tepat bagi ibu seperti dirinya.
 Narkoba, menjadi preman, kehilangan arah, penyimpangan seks dengan berhubungan sesama jenis alias lesbian adalah hal terkeji mengikat hidupnya. Akhir cerita seorang Bianca mengenal seberkas cahaya setelah pertemuan tak terduga dengan beberapa personil dari komunitas mereka. “Saya butuh perjuangan agar terlepas total dari ikatan narkoba dan semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kisah jatuh bangun berulang kali sampai saya berhasil keluar…” ka’Bianca mengenang kembali kisah masa lalunya.
“Hidup Nef masih jauh lebih baik dibanding kehidupanku sendiri” ka’Bianca.
“Nef masih memiliki ayah dan bunda terbaik walaupun alur kisah hanya bercerita tentang jalan berliku” ka’Cristal tersenyum manis ke arahku. Tidak pernah menyangka ka’Lazki mempunyai perkumpulan geng semacam ini. ‘Secerca Harapan’ memang benar-benar menggambarkan permainan seni ketika berpetualang. Kedua kata tersebut digunakan sebagai nama perkumpulan mereka bukan tanpa alasan.
“Lazki banyak bercerita kalau adiknya masih berjuang mencari talenta tersembunyi” ka’Darrel.
“Jangan patah semangat untuk mencari sesuatu yang tersembunyi kemudian membawanya ke permukaan walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang diantara paling terpanjang” ka’Cristal.
“Sebenarnya sih adik kecilku sudah menemukan bagian talenta tersembunyi dalam dirinya, hanya masih belum yakin 100%” ka’Lazki mencubit wajahku. Menjelaskan tentang selembar kertas di kamar seakan memberi titik harapan bagi masa depanku. Entah mengapa saya merasa nyaman berada di tengah mereka dan mulai mencurahkan perasaanku selama ini. Mataku terbuka akan kisah petualangan hidup Nefrit masih jauh lebih baik dibanding kisah beberapa personil komunitas Secerca Harapan.
“Bukan berarti Nef selalu kalah dalam babak penyisihan terus berhenti begitu saja dong” cetus Abril yang ternyata seumur denganku.
 “Siapa sih tidak kenal Fey terlihat seperti orang bodoh. Fey butuh proses panjang melakukan banyak hal di dunia medis. Mungkin orang lain dengan begitu mudah menguasai tehnik menghadapi pasien partus kala 2-3, menjahit, pemeriksaan vaginal touch, pemasangan infus, penguasaan alat-alat cyto, dan masih banyak lagi tetapi tidak buatku” ka’Fey sepertinya curhat…
“Apa saya menyerah saja karena terlalu bodoh? Jawabannya berulang kali gagal, tetapi saya ingin terus belajar bahkan berjuang walaupun proses yang saya jalani butuh waktu panjang sampai detik sekarang” ka’Fey.
“Ada orang memperlihatkan skil terbaik pada usia masih terlalu belia, mempunyai kekayaan terbesar di usia kepala dua seperti Marck Zuckerberg pendiri FB, multi talenta bahkan kecantikan pun nomor satu bagi beberapa kalangan artis, tapi kau tidak bisa menyamakan/ membandingkan kisahmu dengan mereka” ka’Cristal.
“Nef harus percaya kalau jalanmu mempunyai alur petualangan tersendiri sekalipun dikatakan hanya memberikan kegagalan setiap saat. Lakukan yang terbaik, selebihnya Tuhan akan beracara suatu hari kelak dan jangan menyerah” ka’Bianca.
“Kekurangan kasih sayang, terkucilkan, menjadi korban buly, manusia terbodoh, kegagalan, terluka merupakan hal biasa ketika seseorang mengarungi satu lembah tertentu. Kepribadianmu menentukan hal tidak biasa saat berhadapan dengan semua objek seperti itu. Ngerti?” ka’Cristal. Ucapan mereka semua menunjukkan tentang sesuatu hal berbeda buatku pribadi. Terdengar nada ceramah terpanjang, namun membuka mata menyingkapi alur petualangan ketika berjalan. Saya hanya harus berjuang demi satu masa depan terbaik tanpa harus menyerah begitu saja. Hidupku mempunyai kisah tersendiri…

Bagian 13…

Nefrit Fidelis…

Dunia seorang Nefrit berputar setelah berada di tengah mereka. Belajar menyingkapi hidup bahwa bukan diri sendiri satu-satunya manusia paling terkacau oleh sebuah objek penderitaan. “Pertama kali buatku diterima dengan kehangatan” suara hati manusia bodoh berbisik di dalam. Berada bersama mereka menikmati sesuatu yang tidak pernah dirasakan.
“Wah ini lukisan ka’Bianca?” terpesona melihat satu karya di hadapanku. Seakan terdapat makna penuh misteri dibalik lukisan tersebut. Seperti itulah dunia pelukis jalanan terkadang menciptakan hasil karya tak terpikirkan oleh siapapun. Pada lukisan tersebut terlihat jelas jika seorang balita masih berusia setahun sedang berjalan merangkak pada satu area puncak gunung tinggi. Sang balita mulai mencoba merangkak memakai tangan mungilnya untuk menggapai satu petualangan tertentu. Tatapan takut, histeris, sinis, seakan tidak perduli menghiasi wajah orang-orang yang sedang berjalan melewati balita tersebut. Logika manusia bercerita jika si’balita akan terjatuh sesaat lagi. Dua titik sinar dari arah berlawanan bertemu dan menjadi satu tiba-tiba muncul yang kemudian berjalan masuk dalam tubuh mungil anak masih berusia setahun.
“Kalau boleh tahu dua titik sinar ini berasal dari mana?” mencari jawaban terhadap sang pelukis.
“Kekuatan doa dari dua arah sedang berjuang yang kemudian berubah menjadi setitik sinar menyatu menjadi sebuah kekuatan tanpa disadari oleh sang balita” ka’Bianca.
“Kekuatan doa?” masih sedikit bingung.
“Kau harus percaya tentang seseorang dan malaikat yang tidak terlihat disediakan Tuhan di sampingmu sedang berjuang berdoa mempertahankan manusia lemah untuk merangkak, mendaki, mencapai satu masa depan terbaik” ka’Bianca. Banyak orang tidak perduli, menyerang, histeris, ketakutan tetapi dua pribadi bertahan ingin menyatakan kemenangan bagi seseorang yang dikatakan tidak dapat melakukan apapun di dunia bahkan terlalu lemah dari segala aspek manapun.`
“Siapa yang mau peduli tentangku?” merindukan menjadi seperti anak pada lukisan ka’Bianca.
“Bagaimana dengan sosok ayah terbaik sedang berjuang membawamu pada garis finish?” ka’Lazki tiba-tiba saja hadir di tengah kami seketika. Rumah kecil kembali tersenyum akan kehadiran satu personil lainnya. Memang harus kuakui tentang kisah ayahku selalu menjadi ayah terbaik buatku.
Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah terngiang memenuhi gendang pendengaranku. Pria tua hanya ingin membuktikan tentang kemenangan sebagai ayah walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Mendekap ketiga buah hatinya dengan cara berbeda diantara para ayah manapun. Air matanya mungkin tidak pernah terlihat olehku karena tersembunyi kuat.
“Saya harus berjuang membuktikan pada dunia jika ayahku selalu menang mendekap hidupku” berkata-kata pada diri sendiri. Mulai hari ini rasa takut, kecewa, marah, air mata harus kulenyapkan dari jalanku. Mencoba bangkit dan belajar berjalan walaupun dikatakan hanya dapat merangkak sama seperti sang balita pada lukisan tersebut. Seseorang berulang kali mendaftarkan namaku sebagai peserta kompetisi memasak, namun selalu saja gagal pada babak penyisihan. Seakan dia tetap percaya tentang letak kemampuan luar biasa pada diriku.
Tanganku mulai terus berlatih mengolah bahan makanan menjadi satu masakan istimewa. “Selesai” tersenyum puas setelah beberapa hari mencoba menciptakan menu special. Nasi goreng special bakar terdengar aneh tapi tidak buatku. Menghaluskan beberapa bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kemiri menjadi satu kemudian menumis hingga bau harum tercium. Masukkan nasi putih, potongan kacang panjang diiris berukuran tipis, penyedap rasa, garam sambil terus diaduk. Hal selanjutnya adalah taburkan suiran ayam, jamur, potongan sosis, cumi, potongan sosis, udang sambil di aduk terus hingga tercampur rata. Bungkus nasi goreng memakai daun pisang atau daun bambu sesuai ukuran selera, langkah selanjutnya adalah panggang di atas arang. Sajikan pada mangkuk yang telah disediakan bersama saus sambal menurut selera pula.
“Buat ayah dan bunda” membawa hasil olahan tanganku sendiri ke hadapan mereka.
“Ini olahan Nef?” ayah terus saja makan dengan sangat lahap.
“Saya juga mau” di luar dugaan pak Brian berlari masuk ke rumah segera mengambil piring menyantap makanan di depannya. Kenapa bekas guru sekolahku hadir di rumah terus? Bagaimanapun saya harus berterima kasih atas ujian kelulusan sekolahku. Tidak pernah bosan menjadi guru privat gratis buatku. Ayah dan pak Brian langsung akrab pertama kali mereka bertemu.
“Sangat enak” pujian pak Brian.
“Anak ayah jago masak rupanya” tidak lagi mengingat perselihan di antara kami hanya karena memperdebatkan manusia iblis. Perjalanan selanjutnya dimana ayah menyuruh saya melanjutkan kuliah. Kisahku tidak bercerita tentang tingkat IQ tinggi, jadi pemikiran melanjutkan pendidikan sama sekali tidak terpetik dalam benak. Menolak keinginan ayah merupakan keputusan terbaik, terlebih biaya rumah sakit Nara masih terus berjalan.
Ternyata seseorang secara diam-diam membayar penuh biaya rumah sakit Nara dengan kata lain ayah tidak mengeluarkan uang sepersen pun. Siapa malaikat itu? Jadi uang tabungan ayah bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan. “Kau bisa kuliah dengan uang ini” ujar ayah terhadapku.
“Otak Nef benar-benar tidak bisa berfungsi untuk masalah akademik” kalimatku.
“Terus anak ayah harus selamanya jadi manusia bodoh?” tegur ayah.
“Nef bodoh di semua bidang, percuma melanjutkan kuliah”
“Ayah tidak menuntut Nef mempunyai nilai tinggi, setidaknya buktikan pada dunia tentang masa depanmu” ayah.
“Nef akan buktikan tapi bukan di dunia yang hanya mengandalkan tingkat IQ.”
“Nef” tegur ayah.
“Beri Nef kesempatan untuk memilih apa yang kusukai” pernyataan memohon di hadapan ayah.
Saya ingin menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak. Mulai percaya tentang talenta tersembunyi dalam diri berada pada dunia masakan dan bukan bidang lain. Belajar menekuni apa yang kusukai tanpa harus patah semangat karena mengalami kegagalan setiap saat. Seseorang kembali mendaftarkan namaku pada salah satu tempat kursus tata boga tidak jauh dari tempat tinggalku. Siapa dia? Apakah dia orang yang sama dibalik pembayaran biaya berobat Nara? Seakan orang tersebut berperan sebagai malaikat tak terlihat bagi keluargaku.
“Semua karena mimpi ingin membuktikan pada dunia tentang talenta tersembunyi dalam dirimu. Jadi, kau harus terus mencoba mencoba dan mencoba kembali” isi pesan melalui email. Apakah dia orang yang sama dibalik pendaftaran biaya kursusku tanpa sadar? Untuk kesekian kalinya namaku kembali terdaftar sebagai peserta perlombaan memasak pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena kembali gagal pada tahap penyisihan.
Gagal untuk kesekian kalinya bukan berarti menghalangi langkah tetap berjalan pada apa yang kusukai. Saya pasti bisa mengguncang dunia suatu hari kelak dengan berbagai resep masakan hasil karyaku sendiri. Mencari pekerjaan sampingan selain kursus tata boga itulah yang sedang kujalani sekarang. Memasukkan lamaran kerja di beberapa restoran minimal membantu saya untuk satu petualangan berikutnya. “Mulai besok kau bisa bekerja disini” pada akhirnya kata tersebut terngiang di telingaku setelah penantian panjang si’pencari kerja. Walaupun berperan sebagai tukang cuci piring, setidaknya saya bisa sedikit mengamati para chef restoran disini jika sedang menyajikan berbagai masakan.
“Nef” tegur seseorang menghentikan pekerjaanku.
“Ka’Darrel” aktifitas sebagai tukang bersih-bersihpun terhenti seketika. Ternyata mereka semua janjian berkumpul di restoran ini. Akhir cerita, statusku sebagai tukang cupir sekaligus tukang bersih-bersih ketahuan oleh mereka semua. Tidak satupun dari mereka menertawakan jenis pekerjaanku sekarang. Tetap memberi semangat buatku untuk satu petualangan terbaik.
“Nef santai saja lagi” tegur ka’Reynand.
“Kemarin Fey masuk rumah sakit tidak dikatakan langsung menangani pasien, melainkan berperan sebagai tukang bersih-bersih juga” ka’Fey.
“Berarti?” kalimatku.
“Menyapu, mengepel, lap kaca, cuci peralatan, bersihkan tempat tidur dan tidak dikatakan langsung menangani pasien…” ka’Fey.
“Memulai masa depan tidak dikatakan langsung pada satu area paling inti sekaligus terbaik diantara yang terbaik, kau harus belajar menjalani perkara kecil bahkan dikatakan hina oleh semua orang sebelum Tuhan mempercayakan perkara besar buatmu” ka’ Reynand.
“Seperti itulah” ka’Fey mengangguk. Terharu mendengar ucapan mereka tanpa harus memojokkan apa yang ada dalam hidupku. Dengan setia menunggu sampai pekerjaanku selesai sehingga kami dapat berkumpul bersama. Mengajakku menuju satu tempat tidak terpikirkan olehku selama ini. Menikmati suasana taman bermain bersama-sama. Setelah puas mereka membawaku melihat satu ruang dimana mengisahkan tentang kisah sama denganku sebelumnya.
“Tempat apa ini?” tanyaku melihat segala jenis peralatan kiri kanan…
“Biasa ruang manusia tukang imajinasi seperti Darrel” sindir ka’Lazki. Tempat dimana seseorang sedang berjuang menghasilkan satu karya dalam bentuk teknologi.
“Semua berawal dari kata jatuh bangun, ejekan, hanya tahu berimajinasi tanpa dapat melangkah, dan masih banyak lagi” ka’Fey.
“Maksudnya?” ujarku.
“Awal kisahku hanya mengenal dunia imajinasi ingin menciptakan beberapa teknologi-teknologi terbaru. Permasalahan biaya, dasar pendidikan, jalan tertutup, dan beberapa hal lain menjadi kendala utama sampai kisahku yang ingin berperan sebagai seorang ilmuwan selalu saja mengalami kegagalan. Beberapa orang mengejekku hanya tahu berimajinasi, pada hal saya tidak berbicara tinggi bahkan tetap diam. Mereka hanya tahu menyerang tapi tidak pernah merasakan sekaligus menjalani kehidupan yang saya alami” ka’Darrel.
“Lantas?”
“Saya juga sedang mencari jalan buat mengejar sekaligus menunggu Tuhan menyatakan mujizat dalam segala setiap kelemahanku” ka’Darrel. Akhir cerita adalah tangan Tuhan benar-benar bekerja untuk menyatakan satu kekuatan. Menjadi ilmuwan memang tidak mudah tetapi pada akhirnya dapat dijalani oleh manusia seperti ka’Darrel. Beberapa tokoh-tokoh penting dari dunia internasional berjalan ke arahnya sehingga di akhir kata mimpi tersebut benar-benar terwujud. Ternyata dia hanya datang berlibur semata di Negara ini karena terikat perjanjian kerja sama di tempat lain. Tempat yang sedang kami injak sekarang ternyata gudang rumah miliknya.
Salah satu alat temuan terbaru dari ilmuwan bernama Darrel Kahlil adalah system alat yang digunakan bagi dunia medis. Alat ini multi fungsi karena dapat digunakan sebagai pemeriksaan beberapa penyakit Ca serviks tanpa melakukan pap smear, infeksi menular seksual, system kuretase, dan pemasangan kontrasepsi IUD. Terdiri dari beberapa jenis perpaduan alat, lampu sorot kecil, kamera kecil,  dan sebuah layar untuk melihat bagian dalam reproduksi wanita pada saat melakukan beberapa tindakan medis. Pada pemeriksaan pap smear tentu mengambil lendir sekitar mulut Rahim dan pemeriksaan selanjutnya adalah membawa ke laboratorium proses lebih detail. Alat ini tinggal memakai speculum tapi dibuat digital melalui mulut vagina dan memposisikan dengan baik kamera kecil agar dapat terlihat lebih jelas melalui layar. Singkat cerita, tangan memainkan sebuah tombol yang berperan sebagai alat untuk mengambil sampel lendir dengan sendirinya melalui mulut Rahim.
Proses kerja selanjutnya adalah alat kecil tersebut akan menghubungkan sampel lendir serviks langsung pada bagian lain dari alat ini untuk mengeluarkan hasil apakah dinyatakan positif/ negative terdiagnosa Ca serviks ataupun penyakit reproduksi wanita lainnya dalam waktu hitungan menit. Sementara system kuretase biasa sering dilakukan pada pasien abortus maupun rest plasenta (tertinggalnya sisa plasenta beserta membrannya dalam cavum uteri). Pada kasus system kuret dimana tetap memakai speculum sebagai pemasangan alat pertama tanpa pergantian untuk membuka vagina bersama kamera kecil pada bagian tengah dan lampu sistematis. Tangan hanya memainkan satu jenis tombol yang berfungsi sebagai sendok kuret keluar-masuk vagina untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dengan tetap berfokus pada layar agar terlihat lebih detail.
System pemasangan IUD sendiri hanya dengan mengganti alatnya tetapi tetap berpatokan pada speculum sebagai pembuka vagina di awal cerita seperti biasa bersama kamera kecil dan lampu sorot kecil  sekitar bagian tengah. Langkah selanjutnya yaitu tangan memainkan tombol pemasangan kontrasepsi IUD untuk memasang secara digital sekitar bagian serviks vagina. System penjepit porsio yang digunakan pun akan dimainkan melalui tombol sambil terus melihat ke layar pada saat proses masih terus berlanjut sampai selesai.
“Penjelasan cukup detail juga” sindir ka’Lazki. Seperti inilah kisah ketika kembali berkumpul satu sama lainnya. Saya ingin belajar berjalan sesuai dengan talenta dalam diriku untuk meraih masa depan sendiri sama seperti mereka. Mungkin saya tidak bisa berperan sebagai seorang ilmuwan, tetapi minimal kisahku juga harus memberi alur tersendiri dengan apa yang kumiliki. Menyuguhkan berbagai resep masakan hasil olahan dengan tanganku sendiri di hadapan banyak orang.
Tuhan, kalau mereka dapat menjalani hidup tentu saya pun bisa melewati semua. Selalu bersemangat bekerja pada salah satu restoran, kursus memasak, mempraktekkan aneka resep masakan hasil olahan sendiri. “Hai Nef” terkejut untuk kesekian kalinya melihat pak Brian berdiri sekitar restoran tempatku kerja. Seakan guru sekolahku selalu saja mengekor kemanapun saya berjalan.
“Kenapa bapak bisa tahu tempat kerjaku?” saya sama sekali tidak pernah memberi tahu jenis pekerjaanku di hadapannya.
“Kan saya diberi tahu Tuhan” godaan pak Brian.
“Raut wajah bapak saja terlihat jarang doa, bagaimana ceritanya diberi tahu Tuhan?”
“Pandang enteng amat” rasa kesal pak Brian. Terimah kasih Tuhan mengirimkan pak Brian sampai akhirnya saya bisa lulus sekolah tahun ini. Sejenak berpikir jika malaikat tak terlihat mata ternyata guruku sendiri di beberapa aspek jalanku. Mengirimkan selembar kertas berisi talenta tersembunyi, pesan-pesan penyemangat hidup lewat email, bahkan membayar uang kuliah. Jangan-jangan pak Brian juga tokoh utama dibalik pembayaran biaya rumah sakit Nara?
“Sepertinya ada perkelahian di sana” segera menarik tanganku agar bersembunyi setelah kami berhasil melewati jalan yang memang raya besar.
“Manusia iblis” kalimatku seketika. Sekumpulan orang mengeroyok dirinya tanpa henti, setidaknya dia pantas mendapat hukuman setimpal. Brian segera berlari keluar mencoba mengalihkan perhatian dengan sengaja membunyikan sirena polisi melalui aplikasi android miliknya. Mereka semua segera berlari meninggalkan manusia iblis seorang diri.
“Kenapa bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” teriakku sangat geram.
“Kau mengenal orang ini?” pak Brian.
“Saya mengenal dia sebagai iblis bukan manusia” nada geram pada diriku semakin meledak. Jujur, rasa benci terhadap sang iblis tidak akan pernah sirna apapun yang terjadi. Pak Brian masih tetap berusaha membantunya tanpa memperdulikan perasaanku.
“Buatmu dia iblis, tapi bagiku dia sahabat” terkejut mendengar pernyataan pak Brian. Jadi, selama ini antara pak Brian dan manusia iblis terjalin satu ikatan persahabatan, bagaimana bisa seorang guru terbaik mempunyai sahabat semacam ini. saya tidak akan pernah bisa memaafkan apapun perbuatannya kemarin. Entah mengapa, manusia iblis hanya diam membisu setiap kali mulutku melayangkan ucapan-ucapan kasar.
“Kenapa saya harus mempunyai kakak iblis seperti dirimu?” berteriak semakin keras sambil berlari meninggalkan mereka. Ayah, ka’Lazki, juga pak Brian sama saja selalu menjadi pembela sang manusia iblis. Saya benar-benar membenci si’manusia iblis.
“Tuhan, kenapa saya harus lahir dari Rahim yang sama dengan manusia iblis?” itulah diriku selalu marah karena rasa ketidakadilan Tuhan. Beberapa waktu lalu hidupku belajar untuk tidak marah terhadap sang pencipta, namun kegeramanku kembali muncul disaat manusia paling kubenci hadir di hadapanku. Betapa sulitnya melenyapkan setiap amarahku. Saya benar-benar membenci bahkan menginginkan dia lenyap saja dari permukaan bumi.
“Kakak harus bagaimana?” menatap pada wajah gadis kecil yang masih terbaring tanpa pernah tahu kapan diri terbangun dari tidur panjangnya.

Bagian 14…

Feivel Fidelis…

Sekelompok manusia tiba-tiba saja menghadang jalanku. Mereka merupakan kumpulan mafia narkoba musuh bebuyutanku jauh sebelum meninggalkan jurang gelap kemarin. Darah segar mengalir tanpa berhenti dikarenakan pukulan demi pukulan terus berirama terhadap tubuhku sendiri. “Tuhan, beri saya kesempatan bernafas” menjerit di dasar hati disela-sela serangan tinju mereka terhadapku. Saya hanya ingin melihat ayah tersenyum, bunda berhenti menangis, adikku Nefrit berhasil menggali talenta tersembunyi dalam dirinya, dan malaikat kecil yang sedang tertidur pulas karena perbuatan bejatku segera terbangun.
Saya masih ingin berjuang hidup untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah kuperbuat. “Tuhan menjawab doaku” setelah mendengar bunyi sirene polisi dan membuat mereka semua berlari pergi menjauh. Andaikan ayah tidak pernah menyebut namaku dalam doa, mungkin saat ini saya kembali ke penjara lagi sama seperti kisah sebelumnya. Penjara seumur hidup siap menanti, andaikan ayah bunda menghapus namaku dari kisah mereka kemarin. Mungkin hari ini bunda terlihat membenciku, tetapi namaku masih tersimpan kuat jauh di dasar hatinya. Ayah dan juga Lazki sering bercerita bagaimana bunda ingin anaknya kembali berjalan pulang. Saya akan buktikan pada dunia kehebatan air mata bunda mengembalikan anaknya walaupun dikatakan mulutnya berkata-kata tentang kebencian.
“Kenapa bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” saya mengenal suara itu. Mataku tidak bisa terbuka, tetapi dialog mereka terdengar jelas olehku.
“Nef” suara hati berbisik seketika. Wajar jika dia membenciku dan tidak ada yang salah dengan segala ucapan-ucapannya terhadapku pribadi.
Seakan dia berlari pergi meninggalkan Brian. Waktu tidak akan pernah bisa berputar kembali untuk memperbaiki semua keadaan. Tuhan, balut setiap luka hati adikku karena kelakuan iblis dalam jalanku di masa lalu. Saya memang tidak akan pernah bisa menjadi kakak terbaik bagaimanapun hidup berjuang memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak total. “Kakak, masakan ini buatmu” seorang anak kecil tersenyum manis dalam tidur lelapku.
“Feiv Feiv” seseorang berkata-kata seakan ingin membuatku terbangun dari mimpi.
“Saya dimana sekarang?” tersadar seketika jika tubuhku terbaring di satu tempat…
“Kau di rumah sakit sekarang” Brian.
“Kenapa mereka memukulmu seperti ini?” rasa cemas Lazki.
“Beruntung sepupumu bekerja sebagai perawat di sini, jadi kau dilayani seperti raja oleh banyak dokter” cetus Brian.
“Feiv” ayah berjalan masuk…
“Ayah” balasku. Terbaca jelas raut wajah ayah bercerita tentang rasa takut, khawatir, tidak ingin jagoannya menghadapi sesuatu seorang diri. Seluruh bajunya basah karena keringat mengucur cukup mengatakan semuanya. Seperti biasa air matanya tidak akan pernah nampak setetespun, namun hati sebagai ayah terus saja menjerit. Selama beberapa hari saya mendapat perawatan di rumah sakit dan ayah sedikitpun tidak pernah berhenti untuk tetap berada di dekatku.
“Bunda dan Nef tidak datang” selalu berharap mereka tersenyum buatku sekali saja. Andaikan semua itu bisa terjadi, tentu saya tidak akan pernah melewatkan kesempatan menyatakan kebahagiaanku sendiri. Di rumah sakit berarti uang gaji terhenti seketika. Biaya rumah sakit malaikat kecil dan uang kuliahkupun bisa tertunggak alias macet total. Memohon agar bisa keluar secepat mungkin sebelum nona embun juga perusahaan memecat saya.
Terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar membuat saya menyadari akan kerasnya perjuangan hidup demi meraih garis finish. Bekerja sebagai kuli bangunan, cleaning servis, pemulung sampah, pembantu rumah tangga, dan tukang cupir mengajarkan tentang keringat yang terus saja menetes namun memberikan satu nilai hidup. “Feiv” mimpi apa saya semalam nona Embun berdiri di depan kamar kos ukuran kecil membawa parsel buah.
“Maaf saya terlambat tahu” menyerahkan paket buah ke tanganku. Sikap dingin, diam, angkuh, keras tidak lagi bercerita pada raut wajahnya. Pertama kali melihat senyum manis seorang wanita berparas cantik. Dibalik sikap dingin sang majikan terdapat satu kelembutan tersembunyi. Menjadi pertanyaan, apakah saya menyukai wanita seperti majikanku? Feiv, cepat bangun dari mimpimu sebelum kau terjatuh lebih dalam! Entah mengapa dia mulai bercerita lembut setelah sekian waktu berperan sebagai pembantu rumah tangga di apartementnya.
“Saya harap kau masih tetap bekerja di rumahku” kalimatnya sebelum berjalan pulang meninggalkan kamar kos kecil milikku. Tubuh bertato, miskin, masa lalu suram mengharap bulan jatuh ke tangan. Mengagumi dia jauh di dasar hati tidak menjadi masalah kan? Nona Embun mantan tunangan Brian…
“Saya ingin belajar menjadi temanmu” sang majikan tanpa perasaan takut berkata-kata seperti itu di hadapan pembantu rumah tangganya sendiri. Hanya terdiam tanpa menjawab bahkan tanganku masih terus menyeterika beberapa helai pakaian kemudian menggantung rapi di lemari. Hal mengejutkan selanjutnya adalah menarik tanganku ketika masih berada di sekitar area kampus dan membawanya pergi. Semua orang menjadikan kami tontonan seketika.
Pertama kalinya bagi mantan narkoba menjalani sesuatu yang dikatakan istimewa. Detak jantungku berdebar setiap kali dia tersenyum ke arahku. Kenapa sikap dinginnya berubah seketika? Feiv, cepat bangun dari tidurmu! Bagaimanapun Brian seakan masih menginginkan mantan tunangannya kembali. Kenapa perasaan menyukai tiba-tiba saja muncul setelah melemparkan senyum pertama kali ka arahku?
“Temani saya menikmati liburku hari ini!” untuk kesekian kalinya tersenyum sampai detakan jantung pun makin berteriak kuat.
“Manusia bodoh” menggerutu sendiri. Mana mungkin tangan mantan Narkoba dapat meraih bulan di antara banyaknya bintang-bintang.
“Lupakan masalah kuliah, pekerjaan, dan semua masalahmu. Mari bersenang-senang!”
Menikmati wahana permainan paling menegangkan, menyaksikan pertandingan basket, menikmati suasana perpustakaan sambil membaca segala jenis buku itulah kegiatan kami sehari penuh. “Kapan-kapan nonton film” menawarkan sebuah ajakan. Tuhan, jangan biarkan dia memberiku harapan palsu sama seperti kisahku kemarin. Hal terbodoh pada manusia sepertiku yaitu mengharapkan sesuatu hal paling mustahil terjadi.
“Kau menyukai film seperti apa?” bertanya tanpa merasa takut melihat bentuk fisikku.
“Saya suka film kartun” menjawab…
“Hahahahaha…” tertawa dan tertawa.
“Kenapa tertawa?”
“Kau bertanya kenapa tertawa? Coba lihat cermin rambut gondrong, berantakan, muka sangar, penuh jenggot, bertato, pakaian tidak karuan tapi hobi nonton film kartun” nona Embun.
“Terkadang saya sendiri bertanya, kenapa orang sepertimu ingin menjadi pembantu rumah tangga?” dia sekali lagi melemparkan pertanyaan.
“Kenapa juga majikan seperti anda tidak pernah takut melihat tampangku?”
“Saya seorang polisi tentu terbiasa melihat tampang-tampang sangar bahkan lebih ganas dibanding kau yang sekarang?” selama ini saya bersikap cuek tentang pekerjaan majikanku sendiri bahkan baru menyadari semua itu. Pakaian-pakaian seragamnya pun sama sekali tidak terlihat saat saya masukkan dalam mesin penggilingan atau ruang setrikaan.
“Berarti?” mencurigai sesuatu…
“Kenapa? Baru sadar polisi wanita yang selalu berhasil meringkus Bandar narkoba terkenal termasuk dirimu untuk kesekian kalinya berdiri di depanmu?” nona Embun. Hal terkacau buatku yaitu tidak pernah perduli tentang wajah polisi manapun yang selalu berdiri di depan kemarin. Dia menyadari pasti masa lalu paling kelam dalam hidupku. Ternyata selama ini nona Embun selalu berhasil mengelabui banyak orang melalui berbagai penyamaran. Menjelaskan jika wajahku sudah tidak asing lagi di kalangan polisi. Namun, entahlah seakan satu benteng selalu saja berhasil melindungiku dari penjara seumur hidup terlebih eksekusi mati tidak berlaku atasku bukan karena permasalahan harta juga…
“Kekuatan doa ayah bunda selalu menjadi benteng tanpa mereka sadar buatku” suara hatiku berbisik seketika menyadari semua itu.
“Saya pikir kau akan balas dendam makanya bekerja sebagai pembantu di apartement milikku, ternyata dugaanku salah” nona Embun.
“Mantan narkoba sekaligus mafia berubah drastis?” pancing nona Embun. Kekuatan doa ayah membuatku dapat menatap satu pelita kecil dalam ruang gelap. Menceritakan segala kisah terhadapnya memang jauh lebih baik dari pada prasangka buruk tentangku kembali. Sikap dingin selama ini memang benar-benar sifatnya atau bagaimana?
“Seperti itulah kisahku” menarik napas kuat menatap langit biru…
“Ayahmu benar-benar hebat untuk satu kasus ingin memperjuangkan hidup manusia iblis seperti dirimu” nona Embun.
“Ayah berjuang membuktikan kemenangan atas dirinya bagi ketiga buah hatinya melalui proses panjang” membayangkan kehidupan ayahku dan jalan berliku yang selalu saja bermain ke arahnya.
“Jauh berbeda dengan ayahku bahkan tidak pernah membuktikan apapun buatku” nona Embun.
“Apa kisahmu menyedihkan?” lirihku.
“Ayahku menuntut kesempurnaan, harus menjadi nomor satu, otoriter, kata-kata menyakitkan selalu saja terlontar, bahkan tidak pernah puas, ketakutan ketika anaknya memiliki saingan, tapi itulah ayahku” nona Embun. Dibalik sikap dinginnya selama ini tersimpan kisah tragis. Tidak dapat disangkal perselisihan dengan orang tua sendiri selalu saja  terjadi, bahkan hampir seluruh anak di dunia menyatakan rasa kecewa memiliki seorang ayah.
Masing-masing orang mempunyai cara berpikir tersendiri untuk mengungkapkan, meluapkan, memberi, menarik sesuatu terhadap seorang anak. Begitupun sebaliknya akan jalan ayahku tetap ingin berlari membuktikan jika dirinya adalah pemenang bagi ketiga buah hatinya. Sosok pribadi terhebat adalah dimana ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci sama sekali. “Terimah kasih Tuhan memberikan ayah terkuat, maaf selalu saja menyakiti hatinya ketika jalan masih berada dalam lembah gelap kemarin.” Tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya penjual barang campuran sekitar pasar kecil, tua, bukan orang terpandang tetapi selalu mencoba berlari bagi ketiga buah hatinya itulah ayahku.
Saya akan belajar membuktikan pada dunia tentang kehebatan ayah. Penuh semangat menjalani masa kuliah untuk menyatakan kekuatan sosok pribadi tua selalu saja mendekap erat hidupku. Bekerja, kuliah, tetap berjalan membuktikan jika saya masih memiliki masa depan walaupun dikatakan dengan masa lalu paling gelap diantara yang paling tergelap memang membutuhkan proses panjang. “Gadis kecil harus membuktikan juga pada dunia kalau ternyata kau bisa mengalahkan maut” memberi kecupan pada Nara adik kecilku yang masih tertidur nyenyak.
“Sampai kapan anak ayah terus seperti ini seperti penguntit” tanpa sadar ayah berdiri lama di belakang.
“Sejak kapan ayah berdiri di belakang?”
“Sejak tadi” senyum ayah tidak pernah marah bahkan lupa perbuatanku hingga gadis kecilnya terus tertidur lelap dan entah kapan akan terbangun.
“Feiv butuh waktu” berlari keluar meninggalkan ayah. Mengayuh sepeda sampah seperti biasanya setelah berjalan keluar dari rumah sakit. Memulung sambil bekerja sebagai cleaning servis dengan menyusuri setiap tong sampah dari satu gedung perusahaan terbesar. Penuh semangat menyapu, mengepel, membersihkan pintu-pintu kaca di beberapa lantai.
“Bagaimana ini pak Denils tiba-tiba kecelakaan mobil, sementara perusahaan bisa rugi besar kalau gagal menampilkan acara terbaik di hadapan perusahaan-perusahaan besar” salah satu karyawan sedang berdialog sedang telingaku tanpa sadar mendengar semua itu.
“Itu lagi masalahnya” cetus yang lain.
“Kita tidak bisa menemukan konsep paling tepat dan seseorang untuk berperan sebagai tokoh presentase terbaik bagi perusahaan” rasa takut terpancar memenuhi raut wajah mereka semua. Melihat mereka sangat ketakutan karena permasalahan tersebut. Tempat, konsep, kegiatan, dan beberapa hal lain semuanya berantakan. Mencoba menjadi pendengar setia sambil terus memainkan kain pel di sekitar ruangan juga menyimak lembaran kertas di hadapanku.
“Mungkin saya bisa membantu sedikit” seakan satu kekuatan mendorong tubuhku seketika untuk menyatakan satu kalimat. Singkat cerita adalah mereka semua tidak mengedipkan mata sama sekali. Bagaimana tidak, jika dilihat dari segi penampilan bersama jenis pekerjaan benar-benar kurang meyakinkan.
“Cuma Cleaning servis” ejekan salah satu dari mereka.
“Pemulung sampah juga kali” kembali satu ungkapan penghinaan.
“Tampang sangat tidak meyakinkan” kalimat yang lain.
“Pergi sana!” mendorong tubuhku keluar pintu.
“Hancur sudah”
“Beri dia kesempatan berbicara!” tiba-tiba Brian berdiri tepat depan pintu.
“Tapi bos” seolah mereka menolak.
“Menurutmu diatasnya  bos pertama siapa?” Brian. Di luar dugaan ternyata saya bekerja sebagai cleaning servis pada perusahaan dosen sendiri. Memberikan sebuah kursi untuk memulai pemecahan masalah. Memainkan selembar kertas putih, menjelaskan beberapa kerangka konsep, system presentase, disertai jenis-jenis kegiatan unik.
“Memakai ban serta karung bekas sebagai bahan utama konsep acara” memulai pembicaraan.
“Acara ini tuh penting, trus kok jadi aneh gitu?” cetus seseorang.
“Bukan permasalahan acara seperti ini terlihat aneh, hanya saja tangan harus dapat menampilkan satu keunikan” sedikit penjabaran.
“Maksudnya?” Brian.
“Mengambil konsep cafĂ© dengan desain unik. Ban bekas dapat di modifikasi menjadi sesuatu yang menarik seperti meja, kursi, pot bunga sebagai penghias, lampu warna-warni, penyuguhan desain panggung sebagai salah satu inti acara terlebih perkenalan produk, dan beberapa tempat lagi” penjelasan…
“Karungnya sendiri?” Brian.
“Sepertinya sih sedikit gila tapi setidaknya perusahaan mencoba menampilkan sesuatu hal yang bersifat tidak biasa walaupun dikatakan acara seperti ini berada pada kategori formal karena dihadiri oleh investor-investor penting.”
“Intinya karung itu multi fungsinya dimana?” Brian.
“Digunakan sebagai seragam panitia dengan gaya fashion terbilang keren, salah satu bahan konsep desain panggung, penutup meja-meja tamu, sekaligus digunakan sebagai perpaduan kursi dari bahan ban bekas dan karung itu sendiri.”
“Ide menarik” Brian. Akhir cerita mereka menyukai konsep tersebut dan sesuai harapan dimana acara berjalan lancar. Mereka tidak lagi memandang rendah hidup mantan narkoba bahkan hanya berperan sebagai cleaning servis semenjak saat itu juga. Senyuman karyawan satu per satu mulai bergema setiap berpapasan dengan mereka. Tetap menjadi cleaning servis tetapi mantan iblis mulai memiliki teman setahap demi setahap. Tidak pernah terpikirkan sama sekali akan kisah Brian berperan sebagai bekas guru Nefrit, dosen di kampus, dan sekarang seorang ceo alias pemilik salah satu perusahaan terbesar. Kehidupan juga rumah sederhana membuat semua orang termasuk diriku tertipu oleh manusia semacam Brian.
“Pantas menolak” bergumam membayangkan bagaimana Brian menolak uang pemberian mantan iblis sebagai upah pembayaran ketika berperan menjadi guru privat Nefrit. Menjadi pertanyaan, kenapa nona Embun memutus sepihak hubungan pertunangan dengan Brian? Hidup orang kaya memang susah ditebak. Hal lebih kacau lagi adalah seorang Brian masih setia mencari pembantu rumah bahkan tetap berkunjung ke rumah mantan tunangan.
Perusahaan memberi bonus gaji karena telah berjasa dalam acara tahunan terbesar. “Bukan berarti kau berjasa terus pangkatmu naik begitu saja, tunggu dulu” pernyataan salah seorang ceo sekaligus berperan sebagai dosen di kampus.
“Terserah pak Brian” menjawab santai dengan tangan yang masih terus bergerak membersihkan kaca jendela ruangannya. Singkat cerita, dia hanya diam tanpa berkata-kata kembali. Minimal mantan iblis masih memiliki pekerjaan dari pada tidak sama sekali. Pantas saja mengizinkan saya tetap menjadi pemulung ternyata dia pemilik perusahaan ini. Aktifitas pekerjaan lain adalah menjadi kuli bangunan dan lebih kacau lagi dimana proyek tersebut juga masuk dalam wilayah kekuasaannya.
Kuliah, bercerita banyak hal dan berada disamping gadis kecil tanpa rasa bosan, kuli bangunan, cleaning servis, pemulung, pembantu rumah tangga, tukang cupir kantin kampus merupakan jenis kegiatan keseharian mantan iblis. Ada banyak cerita dapat diungkapkan dalam kisah seorang Feivel, namun bumi masih membisu. “Feiv, liburan yuk” untuk kedua kalinya sang majikan berdiri tepat di hadapanku. Seluruh penghuni kampus tak berkedip sedikitpun menyaksikan pemandangan sempurna di tengah kantin.
“Itukan tunangan pak Brian” salah seorang berucap satu sama lain.
“Sekarang sudah jadi mantan” balas lainnya. Mereka semua menyadari kisah special antara dosen dan tunangannya. Nona Embun seakan bersikap cuek dengan segala pemberitaan tentang dirinya. Menarik tanganku menuju parkiran dan hal lebih parah dari ini adalah dia membawa motor besar ke kampus.
“Pembalap nomor satu” mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi.
“Sudah sampai” nona Embun membuka helm miliknya. Berada di salon dan menyuruh karyawan melakukan transformasi terhadap penampilan mantan iblis. Jenggot pada wajah dan rambut di pangkas habis oleh karyawan salon. Penampilan brutal lenyap seketika tergantikan gaya khas terbaru. Selain itu, dia juga mengajariku cara berpakaian rapi tetapi tetap mengikuti trend sekarang. Membawahku kembali melakukan petualangan menggunakan motor besar miliknya.
“Aneh…” melihat salah satu destinasi tempat liburan paling angker yang pernah ada. Berjalan melewati satu terowongan gelap tanpa cahaya. Pada akhirnya kami tiba pada satu tempat paling gelap di antara yang tergelap. Terdapat benteng dengan kokoh berdiri mengelilingi area tersebut bahkan terkesan menakutkan. Tetesan air membasahi tubuh juga benteng tempat kaki berpijak sekarang. Namun di luar pemikiran, jika benteng dengan ketebalan dinding di atas rata-rata dapat terbelah menjadi dua hanya karena tetesan demi tetesan air setelah beberapa waktu saya berdiri sambil mencari jalan keluar. Tiba-tiba saja satu cahaya pelita kecil muncul menerangi area paling gelap menuju satu perahu sederhana.
Pelita kecil membawa kami menyusuri jalanan dan lorong sempit sekaligus gelap agar dapat melihat satu objek pemandangan terbaik menggunakan perahu kecil. Tidak dikatakan sebuah lampu melainkan hanya bercerita tentang satu pelita kecil. “Wow” takjub melihat pemandangan setelah berhasil keluar dari kegelapan. Satu tempat yang hanya menjelaskan tentang pelangi di atas air terjun, istana gua Kristal, taman dengan konsep desain paling manis, jembatan kaca menuju satu menara awan untuk menikmati setiap pemandangan terbaik sekitar area tersebut, danau, dan beberapa tempat lain yang tidak kalah seru. Uniknya menara di depanku seluruh tubuhnya mengalami perubahan bentuk dan warna setelah tetesan lembut air kembali menyelimuti dirinya. Di awal cerita berkata-kata jika menara tersebut memiliki bentuk biasa saja dengan warna merah semerah kain kirmisi, namun pada akhirnya berubah menjadi putih seputih salju dengan bentuk menyerupai awan lembut menyejukkan hati.
“Setetes air mampu membelah benteng terkuat ketika kau berada pada ruang gelap dari kisahmu” nona Embun seakan menyadari apa yang sedang kupikirkan sekarang. Tanpa bertanya dia mengungkapkan satu penjelasan dari jenis desain tempat liburan di sini. Secara akal logika berkata bahwa tetesan air mempunyai sisi lemah tanpa kekuatan sama sekali, tetapi Tuhan tidak pernah bermain logika bagi jalan hidup seseorang. Tuhan dapat memakai satu objek bagi pemikiran seluruh dunia dinyatakan lemah, tetapi di luar dugaan mampu menembus sesuatu yang dikatakan paling terkuat untuk menghidupkan satu pelita kecil pada ruang tergelap.
Sama seperti kisah seorang ayah bagi mata dunia berada pada urutan paling lemah tanpa kekuatan, namun mempunyai cerita tersendiri menghidupkan pelita kecil dalam ruang gelapku. Tetesan air menggambarkan makna tentang dekapan sang ayah yang sedang berjuang menghancurkan benteng terkuat yang kemudian berhasil menyalakan pelita kecil hanya buatku semata. Akhir cerita hidup berada pada satu area pelangi terbaik walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang harus melewati jalan sempit juga terowongan-terowongan gelap tetapi pelita kecil ayah tetap menerangi jalanku. Tuhan dapat mengubah kehidupan dan dosa merah seperti kain kirmisi menjadi putih seperti salju. Menghancurkan kekerasan hidup bahkan Tuhan membuatnya menjadi selembut awan lebih dari yang dipikirkan.
Pelita kecil mampu menunjukkan jalan menuju satu kehidupan terbaik. Pada akhir cerita hidup akan menjadi satu menara di luar pemikiran semua orang tanpa sadar dan berdiri kuat di tengah dunia. “Kakak juga ingin menjadi satu menara bersama kisah terbaik” mengungkapkan perasaan di samping gadis kecil setelah meninggalkan tempat liburan tadi, sementara nona Embun sendiri kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Membelai anak rambut Nara yang masih terbaring koma bahkan entah kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.
“Kau tahu tidak? Kakak selalu saja terperangkap pada satu jalur percintaan yang tidak mungkin buat diraih.” Entah mengapa tiba-tiba saja kata-kata itu keluar. Feivel polos pernah menyukai seorang gadis ketika pertama kali menginjakkan kaki pada salah satu kampus bertahun-tahun silam…

Flashback…

“Anak bunda makin cakep” bunda berdiri memeluk erat tubuh anaknya.
“Ka’Feiv, semangat” adik kecilku Nefrit tersenyum lebar.
“Ayah mana?” kekesalan bunda mulai lagi.
“Ayah sudah siap sejak tadi” jawaban ayah dari luar rumah membunyikan motornya.
“Nef sayang ka’Feiv” seakan Nefrit tidak ingin lepas dari pelukanku. Seperti itulah adik kecilku selalu saja merengek tetapi juga menjadi bagian terbaik dari kisah hidup. Hari pertama berada pada salah satu kampus menuju impian. Memakai pakaian sederhana itulah kisahku hari ini. Jantungku berdetak seketika menatap sosok ciptaan Tuhan paling sempurna tepat berdiri di hadapanku. Dia tersenyum ke arahku kemudian kembali berjalan keluar dari gedung pencakar langit. Beberapa hari setelahnya saya baru menyadari jika gadis itu ternyata primadona kampus. Hanya bisa menatap jauh di tempat tersembunyi setiap harinya.
Saya hanyalah salah satu bintang diantara sekian banyaknya bintang yang sedang menatap ke arahnya. Sebulan kemudian setelah kuliah mulai aktif, dia tiba-tiba saja berjalan ke arahku meminta bantuan. “Kudengar kau masuk deretan mahasiswa terjenius, saya rasa kau dapat membantu setidaknya dapat melewati semester kali ini.” Terdengar aneh primadona kampus sekaligus menjadi seniorku meminta bantuan seketika. Seorang Feivel secara langsung merespon permohonan sang primadona tanpa menolak. Ucapan kaku, jantung berdetak, salah tingkah, terlihat seperti manusia bodoh merupakan gambaran diriku setiap berada di dekatnya. Mahasiswa junior mengajari senior beberapa mata kuliah bahkan membantunya dalam mengerjakan tugas-tugas kampus terdengan lucu.
Sampai suatu ketika seseorang menyatakan diri sebagai tunangan sang primadona kampus. Seperti rumpuk merindukan rembulan merupakan hal terkacau dalam hidup Feivel manusia polos. “Zanna itu tunanganku, jadi jangan dekati dia lagi” sekumpulan manusia berandalan menghadang dengan akhir ucapan seseorang terarah terhadapku. Pukulan demi pukulan, darah tercecer, seperti manusia lemah menjadi bagianku sekarang. Menjauh sebisa mungkin adalah jalan keluar masalah. Andaikan saya memiliki semua yang mereka miliki tentu hidup tidak sesadis sekarang. Uang, kekuatan, kehormatan, wajah sempurna, tidak terlihat lemah tapi semua itu tidak pernah ada dalam diriku.
Akhir cerita, seseorang teman kampus mengajari jalanku berada pada sesuatu yang dikatakan menyenangkan. Mulai mengenal pergaulan, dunia malam, rokok, alcohol, sampai membawa hidup bermuara di satu lembah gelap bahkan terlalu gelap dari hari ke hari. “Feivel bukan lagi manusia lemah tapi akan menjadi kuat seperti singa mengaum” kata-kata tersebut keluar begitu saja. Mengenal dunia narkotik yang membuatku tersadar jika Zanna ternyata putri tunggal mafia terkenal bahkan paling ditakuti. Dia tidak lagi berjalan ke arahku sama seperti hidupku tidak akan pernah menatap dirinya kembali.
Sebuah berita mengejutkan media dan menyita semua perhatian masyarakat. Beberapa bulan setelah jalan Feivel mengenal dunia narkotik, Zanna diberitakan mati karena kecelakaan mobil. “Dia pergi tanpa mengucapkan pamit” terdiam sesaat. Zanna hanyalah bagian masa lalu bagi perjalanan seorang Feivel. Tunangannya sendiri bersembunyi entah dimana tanpa pemberitaan sama sekali.

Flashback…

“Senyum Zannah masih menghias” menatap selembar foto dalam ruang dengan cahaya lampu sedang di sekitarnya.
“Jangan mengulang kisah yang sama” berucap kembali. Menyukai seseorang tetapi tangan tidak mungkin untuk menjangkau. Terlebih Brian seakan masih berharap tunangannya kembali. Mana mungkin juga Brian sekaligus berperan sebagai dosen tetap berjuang memberi bantuan bagi mantan tunangan sendiri. Nona Embun dan Zanna memiliki kesempurnaan tersendiri dibanding wanita manapun.
Peranku di hadapan nona Embun hanya sebagai pembantu tidak lebih dari itu. Mellihat senyumnya saja sudah cukup, saya tidak mengharap hubungan special seperti kisah percintaan banyak orang. Kenapa Brian selalu saja menutup rapat alasan nona Embun memutuskan tali pertunangan. “Kenapa melamun? Kerja dong, jangan malas!” tegur seseorang dan tidak lain adalah Brian pemilik perusahaan besar.
“Btw, Embun biasa gossip aneh-aneh tidak?” pertanyaan Brian.
“Gosip tentang?”  Seketika gerakan tangan terhenti menyapu lantai gedung…
“Tentang ketampanan saya dong” celoteh Brian. Masih berharap mantan tunangan kembali berada di sampingnya. Bangun dari mimpimu Feiv! Cepat bangun! Jangan bermimpi terus! Kau hanya seorang pembantu semata yang sedang merindukan untuk menggapai bulan. Brian memiliki segalanya yang diinginkan oleh banyak wanita. Menjadi pertanyaan kenapa Brian selalu saja bertamu ke rumah ayahku? Bukannya ini hanya akan menjadi bahan gossip kurang menyenangkan? Lebih kacau lagi, sang bos sekaligus berperan sebagai dosen kampus selalu saja mengekor di belakang adik kecilku Nefrit. Tanpa sengaja saya selalu mendapati mereka duduk berdua di beberapa tempat.


Bagian 15…

Feivel merenung tentang pemandangan kurang menyenangkan tanpa sadar melihat tingkah Brian terhadap adiknya juga Embun. “Seperti kesal dengan seseorang” tegur Lazki tiba-tiba masuk tanpa mengetuk rumah kos ukuran kecil dengan membawa kotak makanan.
“Kenapa masuk tanpa mengetuk lebih dulu?” Feivel.
“Berhenti bertanya, makanlah!” Lazki. Menyajikan makanan bagi sepupunya Feivel.
“Ini buatan Nef” ujar Lazki melihat Feivel makan dengan lahap.
“Sangat enak” Feivel tersenyum.
“Saya sengaja mengambil sembunyi-sembunyi dan ayah berusaha mengalihkan perhatian Nef ke tempat lain” senyum Lazki. Kebencian Nefrit terhadap Feivel menjadi alasan utama…
“Nef makin jago masak” Feivel terus menikmati makanan di depannya.
“Dia hanya berada dalam proses makanya selalu saja gagal di babak penyisihan setiap bertanding, pada hal hasil olahan masakannya sangat enak” Lazki.
“Btw, kenapa kau melamun seperti tadi?” kembali Lazki bertanya.
“Bukan apa-apa” jawaban Feivel.
“Raut wajahmu mengatakan tentang apa yah…” godaan Lazki.
“Kau pernah menyukai seseorang?” ceplos Feivel.
“Ternyata oh ternyata” Lazki.
“Jawab saja” rasa kesal Feivel.
“Saya menyukai seseorang, tapi entahlah orang itu sadar atau tidak” Lazki.
“Berarti menyukai dalam diam?” Feivel.
“Kalau dia berada di depanku atau melihat akun medsos miliknya, pasti saya akan terus membuly dirinya dan itu menyenangkan” Lazki.
“Pasti seorang dokter” pancing Feivel.
“Objek lebih lucu lagi tentang ayat-ayat suci sengaja diselipkan pada akun komentar temannya memakai temannya yang lain juga. Antara geram, marah karena dijebak, diam, tapi ingin tertawa juga…” celoteh Lazki.
“Maksudnya menyindir memakai ayat suci?” Feivel.
“Di satu sisi mau marah karena komplotan sahabat sengaja menjebak memakai ayat-ayat suci, tapi di sisi lain lucu melihat tingkah mereka juga seperti penghiburan tersendiri” Lazki.
“Jelas-jelas kau sekarang menjadi bahan ejekan mereka” penekanan Feivel.
“Masalahnya, saya juga selalu membuly jadi wajar juga ayat-ayat suci berjalan lancar dilempar ke arahku. Kenapa juga saya tidak tahan untuk tidak membuly?” Lazki.
“Terkadang saya merasa dipancing/ diusili, tapi sebenarnya dia dan sahabat-sahabatnya baik hanya dunia pergaulan saja sedikit menjebak mereka. Maksudku membuly tu, ya minimal dia berlari keluar dari jurang, siapa tahu Tuhan membuat saya berjodoh dengannya kan lumayan wajahnya cakep” Lazki melanjutkan kata-katanya kembali.
“Sepupuku mulai mengenal cinta ternyata” pertama kali Feivel terlihat akrab…
“Bukan juga karena masalah ingin menarik keluar dari lembah tapi tidak separah dirimu kemarin, permasalahannya dia hanya sedikit tergelincir…” Lazki.
“Alasan lain?” Feivel.
“Seperti ada yang hilang kalau saya tidak membuly dirinya juga, tapi kalau dia tidak update status saya juga mencari dirinya. Medsos sekan tidak bermakna tanpa kehadirannya” Lazki berkata-kata sampai membuat sepupunya tertawa keras untuk pertama kali. Manusia yang terkesan cuek mempunyai cerita lucu untuk masalah buly membuly dengan seseorang.
“Kisah paling kacau. Kalau dilihat dibuly, kalau tidak dilihat dicari” ledekan Feivel.
“Mimpiku lebih kacau lagi pada hal saya sama sekali tidak pernah memikirkan dia beberapa waktu kemarin” cetus Lazki.
“Penasaran, coba cerita!” Feivel.
“Dalam mimpiku dia datang ke rumah dan kami masih sempat berdialog. Singkat cerita, ayah tiba-tiba datang membuat dirinya panik sampai sembunyi. Kejadian selanjutnya saya dan Nef berjalan pulang dari warung, waktu sampai di rumah ternyata ayah sudah mengamuk besar memarahi dia. Wajah ketakutan, tertunduk, biji keringat sebesar biji jagung, gemetar, tidak tahu harus berbuat apa terlihat jelas pada wajahnya” Lazki.
“Terus” Feivel seakan lupa masalahnya sendiri.
“Ayah menolak dia mentah-mentah dengan ledakan amarah terdasyat. Dia datang mengadu sambil memasang wajah ketakutan waktu saya membuka pintu rumah. Si’kecil cerita berusaha menolong biar dirinya terlepas dari ayah, tapi dianya tetap bertahan di rumah. Kejadian selanjutnya kalian semua menertawakan dirinya kecuali ayah. Lebih kacau lagi ayah mau menerima dia sebagai calon menantu tapi harus bertarung dulu dengan bunda alias berkelahi/ bergulat di atas ring” Lazki tertawa keras menceritakan mimpinya.
“Jadi direstui dong ma ayah?” gurauan Feivel.
“Mana saya tahu, lah saya baru mau menjelaskan kalau dia seorang dokter dan cari cara lain untuk menguji tapi tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Batal deh penjelasan ke ayah lewat mimpi…” Lazki.
“Lupakan tentangku, sekarang ceritakan tentang kisah percintaanmu!” Lazki.
“Lebih kacau dari kisah cintamu” cetus Feivel.
“Tunggu-tunggu sepertinya  ada yang berubah, tapi kenapa saya baru sadar yah” Lazki mengamati penampilan sepupunya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia baru menyadari perubahan Feivel dimulai tentang penataan potongan rambutnya, pakaian, brewokan lebat tidak lagi bermuara pada wajah, penampilan versi model…
Feivel bercerita banyak bagaimana sang majikan merubah penampilannya. “Seperti ada yang mengganjal tentang perasaan sepupuku” pancing Lazki menjadikan wajah Feivel sedikit merona.
“Ayah bunda pasti cari, pulang sana!” Feivel mengalihkan pembicaraan.
“Mengusir seenak jidat pada hal lagi seru-serunya bergosip-gosip ria” celoteh Lazki.
“Ini namanya curang” gerutu Lazki lagi menolak meninggalkan kamar kos Feivel. Kepribadian mantan manusia iblis memang benar-benar tertutup, dapat dikatakan betapa sulitnya menemukan satu rahasia terpendam di dalam dirinya. Lazki harus pulang dengan rasa kesal tanpa penjelasan satu katapun mengenai objek mengganjal pada diri sepupunya. Mengambil makanan diam-diam hasil olahan adik sepupunya, kemudian membawa ke rumah kost Feivel merupakan kebiasaan terbaru seorang Lazki.
Berkumpul bersama geng komunitasnya, bekerja sebagai perawat rumah sakit, membawa makanan buat Feivel sang sepupu, mengajak Nefrit menikmati suasana liburan juga menjadi rutinatas Lazki. Sore itu acara pertemuan untuk merayakan hari jadi salah satu anggota geng mereka. “Hai” seru geng komunitas Lazki secara serentak menyambut kedatangan dua personil di tempat biasa yaitu rumah kecil sederhana. Anggota personil mereka bertambah satu dan tidak lain adalah Nefrit Fidelis sepupu Lazki.
Kegiatan mereka hari ini merayakan ulang tahun Nody, sedang Nefrit ditunjuk untuk mengolah beberapa jenis masakan. “Ikannya diapakan Nef?” Lazki sedikit berteriak. Sebagian personil sibuk membantu Nefrit dan lainnya lagi menangani masalah dekorasi ruang.
“Potong kotak-kotak saja” Nefrit. Terus melatih talenta memasaknya walaupun melalui cara seperti sekarang menjadikan kisah Nefrit memiliki seni tersendiri. Tangannya bergerak cepat menumis bawang Bombay cincang halus pada sebuah wajan. Memasukkan irisan cabe hijau, daun jeruk, potongan ikan berbentuk kotak, batang serai, merica bubuk, penyedap rasa, kunyit, garam, daun cemangi, kemudian aduk rata dan tambahkan sedikit air juga daun bawang potongan sesuai selera menjelang hampir matang. Selain itu tangannya sibuk membela serta memanggang beberapa roti bulat ukuran sedang memakai mentega sesuai selera, sambil memasak ikan tadi hingga kering. Mengambil bagian roti dan kemudian menyusun beberapa isi di dalamnya. Dimulai dari susunan roti, selada, potongan ikan yang telah dimasak tadi, keju, telur mata sapi, timun, tomat. Terakhir menaburkan abon sekitar bagian luar atas roti sebagai penghias berikutnya sesuai selera.
“Burger versi Nef boleh juga” senyum Bianca. Akhir cerita mereka bersembunyi demi mengelabui target malam ini. ruangan gelap gulita terlihat tanpa satu penghuni yang kemudian membunyikan suara merinding seakan rumah dipenuhi oleh banyak hantu-hantu tidak jelas. Noldy memiliki sifat penakut, jadi inti cerita mereka sedikit usil di hari ulang tahunnya.
“Saya bukan penakut” keringat Noldy mulai berjatuhan merasakan hal berbau mistik. Sampai akhirnya mereka semua muncul serentak di hadapan target menyanyikan lagu ucapan selamat ulang tahun. Menangis terharu menerima kejutan tetapi hampir pingsan karena keusilan personil. Noldy sang target tersenyum walaupun tanpa tubuh sempurna. Tidak memiliki dua tangan dan hanya bergantung pada kaki untuk melakukan berbagai rutinitas.
“Selamat ulang tahun Noldy penakut” ujar mereka bersamaan.
Hal yang sulit dipercaya bagi manusia semacam Nefrit melihat seorang Noldy berperan dalam industry fashion. Memiliki beberapa kelemahan tetapi mencoba tetap berlari mengejar satu kualitas masa depan tanpa henti. Cengeng, penakut, gugup, tanpa dua tangan menjadi bagian titik terlebih bagi jalannya. Belajar untuk tidak melihat kata orang dan segala jenis kelemahan dalam dirinya yang kemudian membuatnya melewati satu proses panjang. Ribuan kali gagal menciptakan desain fashion terbaik, penolakan demi penolakan, hinaan banyak orang bukan menjadi alasan untuk berhenti seketika.
“Terimah kasih banyak” senyum Noldy.
“Mengejar masa depan tanpa dua tangan hanya mengandalkan kedua kakinya untuk memainkan pensil dan mesin jahit” seru hati Nefrit.
“Tuhan, kalau dia bisa walaupun dikatakan tubuhnya tidak sempurna seperti yang lain, berarti sayapun bisa berlari sama seperti dirinya” kembali suara hatinya berbisik sendiri. Merenung membayangkan bagaimana manusia tanpa tangan memainkan pensil menciptakan karya-karya menarik bahkan menyita perhatian semua orang.
Berjalan tanpa henti walaupun tubuh terasa lelah untuk satu penantian panjang. “Setidaknya saya mencoba berjalan dari pada tidak sama sekali. Menyerah karena gagal bukan kata paling tepat dijadikan sebagai kamus terbaik bagi langkahku pribadi” kata-kata Nefrit memberi semangat pada diri sendiri di depan sebuah cermin kamar. Butuh proses panjang menemukan satu talenta tersembunyi dalam hidupnya dengan keunikan seni di dalam yang masih memainkan irama.
Terus melatih dirinya membuat berbagai olahan masakan tanpa rasa bosan. Mempelajari beberapa trik olahan chef terkenal melalui program TV, media social, maupun buku-buku. Menyimak secara diam-diam aktifitas chef pada salah satu restoran tempat dia bekerja sebagai tukang cuci piring. Menjalani kursus masak karena seseorang telah mendaftar namanya diam-diam sekaligus membayar lunas seluruh biayanya. “Nara harus bisa melihat bagaimana kakak mengejar mimpi” Nefrit berucap di hadapan adiknya dalam ruangan rumah sakit. Menjenguk Nara sama seperti angota keluarga Fidelis lainnya tidak pernah absen dari rutinitasnya.
“Dia sepertinya tidak membiarkan bunga di ruangan ini layu” kalimat Nefrit menatap bunga di samping tempat adiknya terbaring. Feivel selalu diam dalam setiap tindakannya dan tidak seorangpun menyadari semua itu. Mengganti bunga di samping tempat tidur Nara tiap hari, membayar biaya rumah sakit, mendaftarkan Nefrit pada setiap kegiatan perlombaan memasak, dan masih banyak lagi demi menebus segala objek terburuk yang pernah diperbuat olehnya di masa lalu bagi mantan iblis semacam Feivel.
“Siapa dia?” pertanyaan ini selalu saja melayang memenuhi diri Nefrit. Mencoba mencari tahu siapa orang yang selalu berjalan masuk ke ruang tempat Nara selain anggota keluarga Fidelis lainnya. Mereka semua menjawab tidak tahu menahu tentang hal tersebut.
“Ayah, bunda, ka’Lazki mengaku tidak pernah meletakkan bunga di tempat Nara” Nefrit masih penasaran. Melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit yang kemudian berjalan menyusuri toko-toko kecil.
“Nef” tegur seseorang tiba-tiba menghentikan langkah Nefrit. Fey dan Lazki berlari ke arahnya sambil melemparkan senyum. Mereka bertiga akhirnya singgah pada salah satu cafĂ© demi melepas penat seharian. Saling bercerita akan banyak hal sampai mencari satu bahan setidaknya menciptakan penghiburan tersendiri. Terbaca jelas bagaimana Fey stress memikirkan satu masalah.
“Seperti ada masalah rumit ya?” Nefrit menatap ke arah Fey.
“Begitulah” Lazki menjawab pertanyaan Nefrit.
“Kalau boleh tahu masalah apa?” rasa penasaran Nefrit kembali.
“Masalah terkacau diantara semua masalah” Fey.
“Segitu hebohnya ya?” Nefrit terus menghentikan makanan masuk ke mulutnya.
“Masalah lulusan kesehatan yang terus membludak, menganggur, biaya pendidikan mahal tapi sama sekali tidak diperhitungkan” Fey. Menjelaskan bagaimana kisah tragis para lulusan setiap tahunnya tetapi malah berakhir tragis menjadi pengangguran sejati. Tuntutan rumah sakit minimal meminta akreditasi B, sedangkan ada begitu banyak lulusan hanya berada pada standar C. Kesalahan terbesar pemerintah dimana mengizinkan pendirian kampus besar-besaran dengan bebas di tiap daerah belasan tahun silam dan tidak berpikir masalah selanjutnya.
“Penerimaan mahasiswa tiap kampus selalu bercerita ribuan, ini yang jadi masalah besar sampai akhirnya lulusan alumni dari tahun ke tahun membludak menjadi puluhan/ratusan ribu terlebih pada area kebidanan/ keperawatan” penekanan Fey.
“Mereka kuliah bukan dengan biaya murah, tapi ujung-ujung cerita malah menjadi pengangguran kelas kakap seperti orang bodoh  tinggal di rumah” Lazki. Menurut pemikiran Fey seharusnya langkah tegas harus diambil oleh pemerintah karena kesalahan yang dilakukan sendiri belasan tahun silam.
“Jadi andaikan diberi kesempatan meluapkan masalah seperti ini, solusi terbaik kakak buat masalah seperti ini?” Nefrit.
“Setidaknya hentikan penerimaan mahasiswa/i jurusan kesehatan untuk beberapa jangka waktu baik negeri maupun swasta. Cari solusi setidaknya seluruh lulusan tidak lagi menjadi pengangguran. Pihak pemerintah dan rumah sakit harusnya juga memperhitungkan lulusan kampus akreditasi C, kenapa? Karena mereka kuliah bukan dengan biaya murah dan tidak sedikit uang yang keluar” Fey.
“Sambil menunggu seluruh lulusan tenaga kesehatan mendapat pekerjaan layak, di tempat lain pihak pemerintah melakukan seleksi kampus besar-besaran. Menutup kampus yang dikatakan bermasalah, berada pada akreditasi C, bahkan melakukan pengkajian kembali terhadap kampus yang dikatakan akreditasi A dan B biar lebih adil. Jauh lebih baik solusi seperti ini dibanding mengeluarkan biaya mahal sekali yang kemudian berakhir pengangguran puluhan ribu tenaga kesehatan terlebih kebidanan” kembali penekanan Fey.
“Kampus akreditasi A dan B harus tetap mengikuti proses seleksi dengan kata lain memilih mana yang harus ditutup juga dipertahankan. System seleksi harus akurat, ketat, mempunyai standar kualitas tersendiri, bahkan para tenaga pengajar memasuki satu perputaran area ujian dibeberapa tempat dengan cara yang tidak terpikirkan sama sekali” Lazki.
“Jauh lebih baik penutupan kampus besar-besaran beserta para staf pengajar, dibanding membludaknya pengangguran lulusan kesehatan sampai mencapai puluhan/ ratusan ribu per tahunnya. Biaya yang dikeluarkan kuliah bukan uang sedikit bercerita puluhan  hingga ratusan juta, setidaknya mempertimbangkan segala sesuatunya. Setelah proses seleksi kampus selesai, minimal membatasi jumlah penerimaan sesuai kebutuhan per tahun di tiap daerah sambil menunggu jadwal pembukaan kembali pendidikan jurusan kesehatan” Fey.
“Pihak kampus hanya memikirkan uang  semata alias mata duitan/ rakus uang, sementara tidak menyadari bagaimana dampak kualitas dan permasalahan ke depan dengan penerimaan sampai ribuan pertahunnya tiap kampus. Menurutku, cukup 70-100an orang per kampus bagi kampus yang dinyatakan lulus seleksi, kenapa? Minimal tidak ada lagi pengangguran ke depan, kualitas lulusan juga terjamin, dan juga penerimaan sesuai kebutuhan rumah sakit” Fey kembali melanjutkan penjelasannya. Jurusan kesehatan memang tidak dapat disamakan dengan jurusan lain baik dari segi biaya, system, permasalahan, dan objek-objek yang sedang bermain di dalam.
Jangan menyalahkan mereka yang menjadi lulusan akreditasi C kemarin mengapa mengambil area tempat seperti itu. Para lulusan dari kalangan akreditasi C juga berhak mendapat jenis pekerjaan layak dengan tidak memandang rendah kualitas kemampuan mereka oleh beberapa rumah sakit. Tidak menjadi masalah menutup seluruh kampus akreditasi C, tetapi lulusan sebelumnya harus tetap diperhitungkan dalam dunia kerja. Andaikan pihak rumah sakit berada di pihak mereka dan mencoba merasakan bagaimana sukarnya berkeliling tempat mencari pekerjaan…
“Di luar sana tidak sedikit yang mengeluh karena permasalahan seperti ini” penekanan Lazki.
“Jauh lebih kacau dibanding mencari talenta tersembunyi dalam diriku kemarin” Nefrit seolah menertawakan diri sendiri.
“Minimal kau tidak memiliki impian kuliah pada salah satu kampus kesehatan” Fey.
“Untung saja talenta tersembunyi dalam dirimu berada pada olah-mengolah masakan, jadi tidak perlu stress memikirkan masalah seperti sekarang” kata-kata Lazki membuat Nefrit sedikit tertawa.
“Jangan sampai cita-citamu masuk dunia medis” Fey.
“Cukup ka’Lazki saja jadi perawat. Kadar otakku juga terbelakang mana mungkin menguasai permasalahan anatomi dan lagian saya tidak menyukai berada pada jalur medis” cetus Nefrit.
“Bagus” Fey mengacungkan jempol ke arah Nedrit. Mereka menghabiskan waktu dengan dialog masalah seperti ini hingga sore hari menjelang malam. Semoga pihak pemerintah merespon permasalahan pengangguran para tenaga kesehatan itulah yang diharapkan. Tidak sedikit uang yang dikeluarkan tapi ujung cerita menjadi pengangguran sejati di rumah.
“Nef, jangan lupa bahagia” pernyataan Fey sebelum akhirnya mereka berpisah dan kembali ke rumah masing-masing.

Bagian 16…

Nefrit Fidelis…

Sama sekali tidak pernah membayangkan bagaimana ka’Lazki juga ka’Fey mengungkapkan sisi emosionalnya tadi karena sesuatu hal. Menatap ke langit mengamati cahaya bintang seperti tersenyum ke arahku. Tuhan, maaf atas semua sikapku kemarin dan menganggap kalau Kau tidak pernah menyatakan sesuatu dalam jalanku pribadi. Betul kata ayah tentangMU untuk setiap objek yang sedang melingkupi hidup. Selalu saja kata-kataku menyakiti hati ayah, bunda, dan diriMU tanpa berpikir karena banyaknya tekanan membelit menyatakan luka.
“Kemarin Nef tidak memiliki teman satupun, tapi setelah beberapa waktu belakangan Tuhan mengirim beberapa orang-orang terbaik membantuku memahami banyak hal.” Membayangkan petualangan tertentu dengan terus berjalan tanpa menyerah sekalipun. Pak Brian penuh semangat menjadi guru privat terbaik sampai saya bisa lulus sekolah pada akhirnya. Ka’Bianca menceritakan akan kisahnya paling miris jauh lebih kacau dibanding jalanku dan bagaimana dirinya belajar berlari menanggalkan lembah hitam walaupun semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jatuh bangun yang pada ending cerita mengungkapkan kemenangan atas dirinya.
Ka’Fey bergulat penuh ketika memulai sesuatu di dalam dirinya. Tidak dikatakan berada pada inti tetapi semuanya dimulai dari pekerjaan-pekerjaan yang dikatakan paling terbawah bahkan terus belajar sampai detik sekarang. Secerca Sinar merupakan perpaduan paling tepat bagi geng komunitas ini. “Mereka tidak salah memilih nama geng” bergumam sendiri mengingat seluruh personil masing-masing menjalani objek-objek tertentu dikatakan mempunyai gaya seni hidup berbeda dari siapapun.
“Nef belum tidur?” suara bunda mengagetkan diriku seketika. Masih tetap menatap ke langit melalui pintu jendela kamar sambil tersenyum. Bunda berjalan ke arahku memberi pelukan hangat.
“Maaf akan banyak hal yang terjadi atasmu, bunda tidak bisa mengerti/ memahami bagaimana air matamu terjatuh” bunda seolah menyatakan rasa penyesalan.
“Kenapa bunda minta maaf? Bunda sudah cukup menderita memiliki 3 anak tapi semuanya bermasalah.”
 “Selalu saja tangis bunda jatuh karena anak-anak bunda tidak seperti anak lainnya” kembali membalas ucapan bunda.
“Kesalahan terbesar bunda karena terlalu cengeng, terlihat bodoh, lemah untuk tetap berdiri” kalimat bunda.
“Tapi Nef bangga mempunyai bunda, walaupun tidak sempurna seperti orang tua lain di luar sana” memeluk bunda kuat. Orang tua mana sih tidak terluka dikatakan terkena kutuk sebagai akibat satu dosa masa lalu. Anak pertama seorang napi, narkoba, penjahat kelas kakap, selalu saja mempermalukan orang tua. Anak kedua manusia paling bodoh diantara yang terbodoh, tidak dapat memberikan prestasi membanggakan, cengeng, menyedihkan, lemah, dan tidak mampu melakukan apapun. Anak terakhir sedang bertarung hidup melawan maut, entahkah dia akan menang atau tidak sama sekali pada usianya masih terlalu kecil.
Tuhan, jadi sahabat terbaik bagi ayah bunda ketika hatinya sedang terluka. Hapus air mata bunda yang selalu saja mengalir. Ayahku hebat menyembunyikan rasa sakit terlebih tangisnya sendiri di suatu tempat. Tetap berkata jika dirinya pasti bisa menang atas ketiga buah hatinya pada satu garis finish suatu hari kelak. “Ayah mana sih bisa seperti ayahku?” pertanyaan tersebut terus tersimpan kuat di dasar. Saya harus terus berlari bersama ayah untuk membuktikan pada dunia tentang satu kisah terbaik.
Pelukan hangat bunda semalam mengantar tidur nyenyakku hingga matahari menyambut pagiku bersama sinarnya. “Manusia iblis kenapa berada di kamar Nara?” perhatianku teralih seketika melihat pemandangan kurang menyenangkan. Mungkin saya tidak lagi kecewa terhadap Tuhan, tetapi masalah kebencian buat kakakku tidak akan pernah pupus. Entah mengapa seakan sesuatu menahan tubuhku agar tetap berdiri mengintip seperti orang bodoh depan pintu. Pertama kali melihat senyum sang iblis penuh hangat tertujuh pada tubuh kecil Nara.
“Maaf membuatmu terluka seperti sekarang” dia mengecup kening Nara.
“Beri kakak kesempatan buat memperbaiki segalanya walaupun dikatakan semua itu terlalu mustahil terjadi” ucapan penyesalan namun tidak akan pernah mengembalikan waktu kemarin. Terdapat suatu kekuatan yang terus saja mendorong tubuhku mengikuti kemanapun sang iblis berjalan. Selama ini saya tidak pernah ingin tahu tentang apapun itu dalam dirinya.
“Dia yang mengganti bunga di ruangan Nara setiap hari” sama sekali tak percaya akan kenyataan di hadapanku sekarang. Memiliki rumah kos ukuran kecil, memulung setiap harinya memakai gerobak sampah, menjadi tukang kuli bangunan, bekerja sebagai cleaning servis pada salah satu gedung pencakar langit terbesar, objek lebih parah adalah berada pada salah satu apartement dengan perannya menjadi pembantu itulah kisah sang iblis sekarang. Beberapa hari terus saja mengekor di belakang tanpa sepengetahuan dirinya.
“Dia iblis, mungkin saya hanya salah orang” berucap sendiri.
“Semua itu nyata” melihat ayah datang memeluk dirinya depan kamar kos miliknya.
“Bagaimana dengan kuliahmu?” pertanyaan ayah membuatku terkejut. Manusia iblis kuliah tetapi ayah sama sekali tidak pernah cerita. Dia hanya diam tanpa menjawab pertanyaan ayah. Bagaimana bisa manusia iblis dapat mengatur  waktu kuliah, kerja, bahkan masih sempat mengunjungi Nara diam-diam? Kampus tempat kuliahnya merupakan salah satu tempat paling bergengsi apa lagi sebagian besar orang sulit menembus kesana tapi dirinya bisa…
Menatap dari jauh sang iblis narkoba memulung pada tiap sudut gedung kampus sebelum jam kuliah, istirahat, maupun setelah pulang. Bekerja pada salah satu kantin kampus sambil memulung inilah kegiatannya rutinitasnya. Membersihkan meja-meja kotor, menyapu, mengepel, memulung, mendapat olok-olokan semua penghuni kampus tetapi tetap diam. Rasa penasaran makin berbicara hingga memberanikan kaki berada di kamar kosnya seperti pencuri ketika dia tidak disana. Saya berhasil mendapat kunci kamar kos setelah berhasil mengelabui dirinya dan membuat cadangan setelah beberapa hari.
Rumah cukup tertata rapi juga bersih tanpa sampah tapi pemulung. “Apa ini?” tidak sengaja tanganku menyentuh lembaran kertas tidak jauh dari tepi ranjang. Sepertinya terjatuh hanya si’pemilik belum menyadari.
“Bukti pembayaran rumah sakit pasien atas nama Nara Fidelis” jadi selama ini dia berada di belakang pembayaran Nara, hanya saja kami semua tertipu olehnya. Mencari nota lain seakan curiga akan sesuatu hal. Tepat dugaanku kalau sang iblis juga yang selalu mendaftar namaku sebagai salah satu peserta perlombaan memasak. Dia membayar biaya kursus kemudian berhasil mengelabui semuanya kembali. Saya benci semua ini…
“Formulir pendaftaran masuk jurusan tata boga universitas Karya Abadi” membaca lembaran kertas dalam sebuah kotak kecil.
“Feiv, apa kau di rumah?” seseorang bersuara. Mencari tempat persembunyian aman memang jauh lebih baik…
“Feiv, masakan terbaru Nef mau tidak?” teriak ka’Lazki berpikir kalau manusia iblis berada di kamar. Ka’Lazki mengambil makanan olahanku sembunyi-sembunyi buat dirinya terdengar lucu.
“Selalu saja seperti ini masuk rumah tanpa memberitahu sang pemilik” manusia iblis hadir begitu saja.
“Pintu rumahmu tidak terkunci, jadi kau pasti di rumah’lah” cetus ka’Lazki.
“Saya baru datang mana mungkin pintu rumah terbuka seperti itu” manusia iblis.
“Jangan-jangan rumahmu punya penghuni hantu gentayangan” ka’Lazki.
Ayah dan ka’Lazki tidak pernah bisa membenci dirinya, tapi tidak buatku. Menyuguhkan makanan di atas meja bagi sang iblis sambil menggerutu menyaksikan raut wajah dingin di hadapannya. “Dia makan sangat lahap” melihat bagaimana manusia iblis menikmati makanan di atas meja.
“Nef makin jago masak” ocehan ka’Lazki. Dia tersenyum mendengar cerita ka’Lazki akan kisahku dalam mengolah masakan dari waktu ke waktu. Kakakku kembali seperti dulu dan tidak lagi menjadi iblis, tapi semua sudah terlambat. Kebencian atasnya masih jauh lebih menang dibanding memberi akses maaf buatnya. Kenapa saya sulit memberi maaf baginya? Sakit rasanya mengingat setiap kejahatan yang pernah diperbuat olehnya. Tuhan, apa saya salah tetap ingin mempertahankan kebencianku terhadap dirinya? Luka-luka kemarin akan tetap membekas dan tidak semudah membalikkan telapak tangan hanya demi menghapus kisahnya. Berusaha mencari cara agar bisa meninggalkan tempat tersebut tanpa diketahui oleh mereka.
Saya bukan ayah dengan mudahnya membuka satu pintu maaf bagi sang iblis. “Ayah” berjalan ke hadapan ayah. Suasana pasar terlihat cukup ramai pengungjung sampai ayah hampir tidak mendengar suara putri cengengnya.
“Bawang merahnya sekilo” salah seorang pembeli menyodorkan selembar uang.
“Terasi, asam, gula merah, sabun cupir, ma deterjen kasih juga yah” melanjutkan permintaannya lagi.
“Tunggu sebentar” senyum ayah.
“Biar saya saja” menghalangi jalan ayah. Melayani beberapa pembeli dan membiarkan ayah istirahat sejenak. Meneguk sebotol air mineral kemudian bersandar pada salah satu kursi tempat barang-barang jualan.
“Kenapa kemari?” senyum ayah.
“Kenapa ayah tidak pernah bisa menghapus nama manusia iblis dari kartu keluarga terlebih di hati ayah sendiri?” langsung pada inti topik.
“Ayah ingin menang melewati petualangan-petualangan hidup” ayah.
“Dengan cara seperti itu?”
“Seorang ayah terhebat tidak akan pernah membenci, dendam, melontarkan kutuk, menyerang Tuhan walaupun sang anak memiliki berlaku kejam di luar pemikiran semua orang” jawaban ayah.
“Bisa jelaskan definisi kemenangan seorang ayah?”
“Tetap ingin mendekap sang anak bagaimanapun jalan hidupnya membuat permainan, menjadi sahabat ketika anaknya terluka, tetap berdiri sebagai pondasi di saat badai menerpa hingga menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya” ayah.
“Sejahat apapun seorang anak tetap ingin mendekap bahkan memberi pintu maaf, seperti itu maksud ayah?”
“Nef kelak akan menjadi orang tua dan tentu kelak bisa merasakan peran orang tua bagi langkah hidup anaknya” jawaban ayah terdengar konyol buatku. Merenung membayangkan setiap kata-kata ayah di pasar kemarin. Defenisi kemenangan seorang ayah memang terdengar aneh jika mendengar jawaban Gibran Fidelis pria tua lemah.
Hal lebih bodoh lagi adalah saya masih tetap mengekor di belakang manusia iblis beberapa hari berikutnya. Kenapa pak Brian tiba-tiba berada di hadapannya? Pertanyaan bodoh, pada hal jelas-jelas waktu pengeroyokan beberapa minggu kemarin pak Brian menjadi pahlawan kesiangan bagi sang iblis setidaknya berhasil lolos dari jurang maut untuk sekian kalinya. “Jangan mempermainkan perasaan perempuan” si’iblis seperti mengamuk besar.
“Datang bukannya menyapa, ini malah mengamuk” pak Brian sedikit kesal.
“Terserah” manusia iblis.
“Bagaimanapun saya ini dosenmu di kampus, bos besarmu di perusahaan, bekas guru adikmu sekaligus berjasa membuat dia lulus dari sekolah, ngerti?” pak Brian.
“Jauhi adikku” manusia iblis.
“Kenapa saya harus jauhi Nef? Lagian kau sendiri yang mengemis-ngemis minta bantuan biar bisa jadi guru privat adikmu,” pak Brian menyatakan satu rahasia.
“Nef masih polos, lemah, cengeng, bodoh kuharap jangan mendekat lagi” manusia iblis.
“Enak saja, tidak segampang itu Louis Alfredo Fernandes” pak Brian.
“Namaku Feivel Fidelis bukan Louis Alfredo Fernandes” seakan ingin membuatku tertawa seketika menyaksikan perkelahian mereka.
“Kau tidak pernah menonton telenovela yah? Seperti marimar, Esmeralda, esperansa, si’cantik clara” pak Brian benar-benar korban telenovela.
“Pantas saja kelakuanmu lebih ganas dari iblis. Masih mengharapkan nona Embun kembali sebagai tunangan, sedang di satu sisi mempermainkan perasaan adikku” manusia iblis.
“Jangan-jangan kau menyukai majikanmu sendiri? Kau ke apartement tu hanya sebagai pembantu bukan menggoda majikan” rasa kesal pak Brian menendang kaleng-kaleng hasil memulung manusia iblis di jalan. Tubuh manusia iblis jatuh seketika akibat perbuatan pak Brian…
Entah mengapa kakiku tiba-tiba saja berjalan keluar dari sarang persembunyian yang kemudian mendorong keras tubuh pak Brian ke belakang. “Rasakan ini” kalimatku membuat mereka berdua kaget bukan main. Kenapa juga saya harus marah mendengar manusia iblis mendapat ucapan-ucapan penghinaan? Mana mungkin kebencian buatnya memudar begitu saja. Bagaimanapun saya tetap membenci manusia iblis.
“Bukannya dia itu iblis, kenapa malah mendorongku?” pak Brian. Kejadian selanjutnya adalah saya makin mendorong tubuh pak Brian hingga terpental ke tanah untuk kesekian kalinya kemudian berlalu dari hadapan mereka.
“Saya tetap membenci manusia iblis, titik” bergumam sendiri di tengah jalan ramai.
Saya bukan ayah maupun ka’Lazki bisa memberi maaf begitu saja dan melupakan segala kejahatan sang iblis. Objek lebih gila lagi yaitu sengaja menciptakan satu resep masakan khusus buatnya. Menumis bawang Bombay cincang, bawah merah dan putih yang telah dihaluskan pada sebuah wajan. Memasukkan udang, pete, daun jeruk, kunyit, cabe hijau,cabe merah, buncis, garam, penyedap rasa, kecap, perasan jeruk lemon, sedikit air dan masak hingga kering. Tanganku bergerak cepat mengisi lembaran roti tawar dengan hasil tumisan tadi kemudian menggulung rapi dan menutup rapat memakai kocokan telur pada kedua bagian ujungnya. Mengoles mentega sekitar area luar yang selanjutnya panggang dengan ukuran api kecil. Taburkan bawang goreng atau abon bagian atas setelah berada pada sebuah wadah. Membiarkan ka’Lazki mengambil sebanyak-banyaknya bagi sang iblis. “Memang itulah yang kuinginkan” menertawakan diri sendiri…

Bagian 17…

Feivel Fidelis…

Seperti mimpi Nefrit datang mendorong Brian karena ingin menolongku. Tuhan, mungkinkah dia akan menganggapku sebagai kakak seperti dulu lagi? Menikmati masakan hasil olahan tangannya memang menyenangkan. “Roti bakar isi udang pete” Lazki membawa hasil eksperimen milik Nefrit ke rumah kos. Adikku makin mahir mengolah satu masakan tertentu. Tidak akan saya biarkan Brian memanfaatkan kepolosan Nefrit. Masih menginginkan mantan tunangan kembali, tetapi selalu saja mengekor seperti cacing kepanasan di samping adikku.
“Miris sekali hidup seorang pemakai narkotik sekaligus salah satu gangster mafia sekarang” tiba-tiba seorang pria berpenampilan serba hitam berjalan ke arahku ketika hendak mengumpulkan membersihkan sampah hasil memulung. Saya mengenal dia hanya dengan mendengar sekilas suaranya saja. Mantan tunangan Zanna berdiri penuh angkuh di depanku sekarang. Juan Aksa tersenyum hina dengan membawa sekelompok anak buahnya.
“Hector” tidak pernah menduga sama sekali orang kepercayaanku sekaligus sahabat menjadi anak buah Juan Aksa.
“Kaget? Semuanya dapat dibeli dengan uang termasuk dirinya” menunjuk ke arah Hector. Kejadian serupa kembali berjalan dan mereka menyerang tanpa ampun hingga membuat seluruh tubuh penuh darah. Kenyataannya dia merupakan dalang utama dibalik pengeroyokan sebelumnya. Seakan tidak akan pernah puas menyaksikan menghancurkan banyak hal dalam hidupku. Meninggalkan tubuh bersimpu darah seorang diri di tengah kerumunan sampah.
“Kakak” tiba-tiba saja Nefrit berlari menjerit dalam isak tangis. Berteriak meminta tolong terhadap siapa saja yang sedang mendengar suaranya. Kebencian dalam diri adikku tidak lagi terpancar. Rasa khawatir, takut, histeris membungkus dirinya sekarang. Tuhan, terimah kasih membuatnya lupa akan setiap luka yang selalu saja kuciptakan baginya. Andaikan kesempatan itu, saya ingin kembali menjadi kakak terbaik tanpa henti menyinari langkahnya.
“Dimana saya sekarang?” membuka mata dan menatap pintu-pintu langit ruangan tempat tubuh sedang berbaring. Ayah, ka’Lazki, Nefrit, kecuali bunda berjaga di sampingku sepanjang malam. Mereka benar-benar khawatir terhadapku. Ayah mendekapku seakan bahasa tubuhnya menyatakan rasa takut andaikan jagoannya tidak lagi bisa membuka mata.
“Jangan membuat kami takut lagi” Lazki menangis ikut memelukku dari belakang.
“Permisi, sedikit mengganggu kegiatan kalian” pria paruh baya berjalan masuk memakai tongkat dengan jalan sedikit pincang membawa sebuah peti kecil.
“Bisa meninggalkan kami berdua?” tanpa basa basi langsung ke inti pembicaraan. Ayah Zanna berdiri tepat di hadapanku sekarang. Ayah segera meninggalkan kami berdua sambil memberi isyarat terhadap Nefrit juga Lazki. Pertama kali berada dalam ruangan bersama ayah dari gadis yang pernah menjadi cinta pertamaku kemarin. Dia tidak banyak bicara ataupun menyudutkan kisahku tidak seperti mantan tunangan anaknya.
“Dalam peti ini berisi barang-barang peninggalan Zanna, ambillah!” Sayudha alias ayah Zanna berkata-kata…
“Maaf atas setiap kisah menyedihkan membelit langkahmu” sekali lagi berucap…
“Kenapa bapak bisa mengenal saya?” berpura-pura tidak mengenal dirinya, pada hal saya tahu dengan pasti seorang Sayudha merupakan ketua mafia terkejam. Berusaha menghindar dan tidak pernah berdiri di depannya bukan karena takut, melainkan hanya ingin pergi menjauh dari kisah masa lalu tentang putrinya Zanna.
 “Menghancurkan perjalanan cinta antara kau dan Zanna” Sayudha.
“Zanna berusaha berlari sejauh mungkin meninggalkan rumah, tetapi sebuah mobil tiba-tiba saja berjalan ke arahnya hingga meremukkan seluruh tubuhnya” kalimat tersebut cukup menghentikan pertanyaanku yang lain. Dia berlalu pergi meninggalkan ruang tempatku terbaring setelah satu jawaban keluar darinya. Raut wajahnya mengungkapkan jika dia tidak lagi berada pada satu lembah gelap seperti jalanku sekarang. Membuka peti milik Zanna untuk mengetahui barang-barang peninggalan miliknya. Sebuah pulpen pemberianku masih tersimpan rapi pada sebuah kotak berukuran kecil.

Flashback…

“Kata ayah, kalau hatimu merasa sedih maka kau harus menuliskan kisahmu melalui ejaan abjad pada sebuah buku kecil” menyerahkan kotak kecil berisi sebuah pulpen.
“Memang bisa? Saya tidak percaya” mulut Zanna berkata-kata, tetapi tangannya segera menarik kuat kotak di tanganku.
“Setidaknya dapat menghibur dirimu. Jadikan pulpen ini sahabatmu, itulah satu kalimat ayah setiap memberiku hadiah yang sama tanpa rasa jenuh” tersenyum ke arah Zanna.

Flashback…

“Hanya tinggal kenangan” tertawa sendiri menatap pulpen di depanku. Penjepit rambut berwarna biru, gelang tangan, tali sepatu, beberapa bungkusan permen, boneka anjing imut sekaligus menjadi gantungan kunci pemberianku tertata rapi dalam peti tersebut. Sebagian barang-barang lainnya adalah ketika kami menghabiskan waktu berkeliling toko-toko asesoris. Tidak ada kejelasan hubungan antara saya dan Zanna, namun satu hal hati tetap bahagia selalu berada di sampingnya. Sebuah buku menyatakan segala isi hati Zanna. Membuka lembar demi lembar halamannya, satu-satunya nama terus terukir di sana hanya ada nama Feivel Fidelis. Mengungkapkan bagaimana ketika kami berada pada sebuah perpustakaan kampus untuk menyelesaikan tugas pemberian dosen.
“Sang junior selalu membantu senior terbodoh di kampus” satu kalimat terucap jelas pada lembaran berikutnya.
“Pulpen biru, jadilah sahabatku untuk mengungkapkan kisahku seperti kata ayahnya” menaruh beberapa gambar emoticon penuh senyum sekitar tulisan bagian depan. Nama Feivel selalu tercetak rapi di setiap lembar buku di bagian bawah sudut kanan.
“Papi merebut kebahagiaanku” berulang kali kalimat tersebut memenuhi sebagian besar lembaran halaman buku miliknya. Zanna dipaksa bertunangan dengan salah satu anak rekan bisnis ayahnya sendiri. Sayudha mengancam akan menghancurkan masa depanku sekaligus membawaku pada satu jurang maut di luar pemikiran semua orang. Saya baru menyadari semua itu setelah sekian tahun berlalu.
“Tuhan, kembalikan Feivel polos seperti kemarin. Jangan biarkan kakinya terus menapaki lembah gelap hingga dia tidak lagi bisa melihat satu pelita kecil ketika melangkah” air mata Feivel mengalir begitu saja. Zanna menyadari bagaimana kisahku sedang berjalan pada suatu area tergelap diantara yang tergelap. Hatinya hanya buatku seorang, tetapi saya tidak menyadari semua itu.
“Saya ingin menangis sejadi-jadinya Tuhan.”
Cengeng, menyedihkan, lemah, kacau menggambarkan pribadi Feivel sekarang. Saya tidak bisa seperti ayah terlihat kuat dengan segala hantaman badai di sekitarnya. Kenapa dia diam seribu bahasa sampai cerita berkata lain tentang kisahnya? “Kakak terlalu naĂŻf ya?” berkata-kata pada tubuh yang masih terbaring kaku. Entah mengapa saya ingin berada di samping gadis kecil dan meluapkan tangisku seketika.
“Jangan seperti Zanna pergi tanpa pernah memberiku kesempatan memperbaiki. Kakak ingin Nara bangun mengatakan sesuatu…” air mata terus saja mengalir.
 “Apa dia cinta pertama kakak?” entah sejak kapan Nefrit berdiri di depan pintu.
“Maaf terus menganggapmu iblis sampai buta kalau kau berusaha menjadi cahaya buat Nef” menyatakan satu kalimat sambil berlari masuk memeluk diriku seketika. Wajar jika adikku melempar kebencian selama ini atas setiap luka yang selalu saja kumainkan. Terimah kasih Tuhan menggerakkan pintu hati adikku untuk memberi maaf bagi mantan manusia iblis. Berharap bunda melakukan hal sama, tersenyum dan membuka pelukannya bagi anaknya yang ingin kembali.
Entah bagaimana jalan cerita, tiba-tiba saja ayah berlari masuk ke ruangan tersebut memeluk kami berdua. Terdengar suara tembakan pistol sampai beberapa kali tetapi ayah terus melindungi ketiga buah hatinya. “Ayah” suara tersebut membangunkan Nara dari tidur panjangnya. Ayah masih berjuang walaupun dikatakan darah segar terus mengalir.
“Ayah…” teriak Nefrit menyaksikan kisah memilukan di depannya sekarang.
“Rasa sakit tidak pernah dicintai oleh siapapun terbayar. Sekarang kau bisa merasakan bagaimana sakitnya kehilangan” ucapan Juan tanpa penyesalan…
“Saya mencintai Zanna tapi kenapa hatinya tidak pernah bisa berpaling? Tidak seorangpun menyayangi Juan Aksa” seakan melampiaskan amarahnya. Dia hanya ingin satu cinta dari seseorang yang mungkin tidak pernah bisa di genggam olehnya. Suara peluru kembali berkumandang untuk kesekian kali membuat Nara histeris setelah sekian lamanya tertidur pulas. Tubuh Juan jatuh tergeletak ke lantai seketika…
Nona Embun menembakkan peluru dari arah belakang saat Juan ingin malakukan aksinya kembali. Terjadi kejar mengejar antara polisi dan anak buahnya memenuhi lorong rumah sakit. “Gadis kecil ayah sudah bangun” ayah masih sempat berkata-kata seolah tidak terjadi sesuatu. Ayahku terlalu kuat menahan rasa sakit yang sedang menggerogoti tubuhnya karena luka tembakan.
“Ayah…” Nara berteriak histeris melihat mata ayah tertutup seketika…
Penanganan medis segera dilakukan, sedang bunda yang baru saja datang menangis histeris. Bunda sedang tidak berada di tempat kejadian tadi. Kejadian bermula dari Juan dan beberapa anak buahnya, berhasil mengelabui rumah sakit dengan melakukan penyamaran sebagai petugas kesehatan. Kebencian terhadapku memang nyata di hati Juan. Cinta Zanna dan kecelakaan kemarin menjadi penyebab utama aksi balas dendam memenuhi ruang hidup Juan Aksa. Lazki juga dokter pun sedang bergumul di dalam berusaha menolong ayah.
“Ini semua salahmu” teriak bunda menampar wajahku berulang kali.
“Kemarin Nara, sekarang suami sekaligus ayah kedua anakku. Kenapa bukan kau saja yang mati?” Bunda tidak lagi menganggapku sebagai anaknya. Tuhan, balut luka bunda yang selalu saja menerpa karena perjalanan manusia iblis seperti diriku. Andaikan kesempatan itu ada buatku. Biarkan nafas hidup kembali ke tubuh ayah. Kenapa ayah harus kembali melindungi jagoannya tanpa pernah peduli seberapa besar luka penderitaan ketika berjalan?
“Maaf” satu-satunya kata dengan mudah terlontar…
“Semudah itu” teriak histeris bunda, sedang Nefrit berusaha menenangkan dirinya. Dokter berkata seluruh peluru berhasil dikeluarkan, tetapi hanya mujizat Tuhan saja yang dapat membangunkan ayah. Berjama-jam petugas medis bergumul hebat dalam ruang bedah demi kesembuhan seorang tokoh terbaik ketika mengarungi lembah kelam.
“Pergi!” perintah bunda tidak ingin melihat wajahku lagi.
“Beri saya kesempatan setidaknya sampai ayah bisa membuka matanya kembali” ucapan memohon dengan wajah menunduk dan berlutut di hadapan bunda.
“Kenapa saya harus memberi kesempatan terhadap iblis sepertimu?” bunda.
“Gadis kecilku salah apa sampai kau tega membuatnya tertidur lama? Sekarang kau melakukan hal sama terhadap ayahnya” kembali menampar berulang kali wajahku.
“Nara sayang ka’Feiv” tubuh mungil Nara berjuang melindungi sang kakak terjahat dari luapan amarah bunda.
“Nef juga sayang ka’Feiv” tidak pernah menyangka Nefrit melakukan hal sama…
“Dia sudah menyakiti kalian dan sekarang ayah bertarung maut” teriak bunda.
“Dimana bunda Nef kemarin? Selalu berdoa setidaknya ka’Feiv kembali” Nefrit.
“Nara ingin bunda kembali seperti dulu. Nara tidak mau bunda berubah jadi monster” Nara. Hal tidak terpikirkan sama sekali adalah mereka berdua berjuang mempertahankan kakaknya di hadapan bunda. Berlutut sama seperti diriku demi satu kesempatan di tengah masa kritis ayah.
“Biarkan Feiv tetap berada di samping ayah” Lazki tiba-tiba hadir di tengah kami dan ikut melakukan hal yang sama yaitu berlutut. Bunda hanya diam membisu seakan menyetujui permohonan untuk membiarkan saya tetap berjaga di samping ayah. Tidak berkata-kata lagi serta meluapkan setiap luka yang sedang menembus dinding hatinya. Menggenggam jemari ayah sambil terus berdoa di hadapan sang pencipta.
Ayahku hebat ketika berjuang menyatakan kemenangan, walaupun dunia berkata dirinya benar-benar kalah bahkan sangat gagal untuk membawa ketiga buah hati pada satu garis finish. Tuhan, biarkan ayah kembali merasakan keindahan matahari terbit dan terbenam di setiap jalan hidupnya. “Ayah harus bangun. Nara sayang ayah” gadis kecil membelai wajah ayah memakai tangan mungilnya. Dia bangun dari tidur panjangnya setelah mendengar suara tembakan memenuhi gendang pendengarannya.
“Ayah masih harus berlari membuktikan pada dunia tentang kemenangan seorang ayah untuk membawa ketiga buah hatinya menuju satu garis finish” Nefrit terus menggenggam tangan ayah terbaik di antara para ayah.
“Nef butuh dekapan ayah ketika luka hidup terus saja mengguncang. Ayah belum membuktikan pada dunia kalau kau bukan ayah tergagal diantara para ayah” tangis Nefrit makin histeris.
Tubuhku sendiri masih terlalu sulit mengungkapkan apa yang diingini hati. “Bunda tidak bisa berjalan tanpa ayah” seorang istri sedang bergumul hebat dalam isakan air mata. Semua salahku selalu saja membuat air mata bunda mengalir. Saya ingin ayah bangun, dengarkan doaku Tuhan. Kalau Kau bisa membangunkan adikku Nara dari tidur lelapnya berarti tanganMU juga bisa mengembalikan ayah.
“Feiv masih butuh ayah menjadi pelita kecil melewati ruang gelap sewaktu berjalan. Beri Feiv kesempatan sekali lagi…” ungkapan perasaan penyesalan. Berjam-jam berjaga sepanjang malam terus berada di samping ayah. Andaikan waktu dapat diputar dengan tidak membiarkan peluru itu menembus tubuh ayah. Pria tua tidak mengenal kata gagal mendekap ketiga buah hatinya. Semua dapat berkata kutuk sedang menghancurkan kisah jalan hidup anaknya, tetapi dia dengan bijak ingin tetap berlari.
“Gadis kecil ayah…” itu suara ayah memanggil Nara.
 Tangan ayah bergerak menggenggam hangat jariku. “Ayah…” teriak Nara memeluk ayah. Bunda yang terus saja menjatuhkan air mata segera menghapus tangisnya. Terimah kasih Tuhan mengembalikan ayah dan memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak. Bunda, Nefrit, Lazki, Nara, bahkan seluruh petugas medis di sana ikut menangis terharu melihat senyum ayah kembali.
Brian, nona Embun, petugas medis, bahkan teman-teman Lazki pun ikut berjaga semalaman dan berdoa buat ayah. Mereka semua menunggu di depan pintu luar tempat ayah berbaring. “Berikan Feiv kesempatan!” tiba-tiba saja Ayah membuat pernyataan menatap wajah bunda beberapa jam setelah siuman. Selama ini saya tidak pernah bisa berdiri di hadapan bunda hanya demi satu permohonan maaf, jadi wajar kebencian itu semakin berakar. Rasa takut akan penolakan membuatku terus hidup dalam diam.
“Jangan usir Ka’feiv” Nara berlari memeluk tubuhku.
“Di balik berobat Nara, selembar kertas untuk menyatakan satu talenta tersembunyi, mengirim kata-kata penuh semangat melalui pesan email, terus-menerus menjadi peserta kompetisi memasak walaupun dikatakan Nef selalu kalah dibabak penyisihan, tanpa rasa bosan berjaga di samping Nara dan menghidupkan bunga segar di sekitar ruangan tiap hari adalah orang yang sama” Nefrit menyadari semuanya…
“Orang itu ka’Feiv” Nefrit berlari memelukku seketika.
“Jagoan ayah hebat, terimah kasih” senyum ayah juga ingin berlari membawaku dalam dekapan hangatnya. Entah bagaimana Nefrit menyadari hal tersebut, hingga membuat semua keluarga terkejut termasuk bunda.
“Bunda juga boleh mendekapmu seperti ayah, Nef, Nara?” tangisku pecah seketika mendengar pernyataan bunda. Tuhan, senyuman bunda mulai kembali buatku. Kekuatan paling berperan memberi kehangatan sejak bayi.
“Maaf selalu saja menyakiti bunda” tangisan mantan iblis. Saling berpelukan melepas segala ungkapan hati itulah yang sedang kami lakukan sekarang. Tidak ada lagi rasa benci antara satu sama lain. Ayahku hebat ketika ingin merebut kembali jagoannya keluar dari satu lembah gelap. Berada di samping anak gadisnya paling cengeng, bodoh, terkacau sedunia untuk belajar menggenggam masa depan yang dikatakan semua orang mustahil di raih karena tingkat disabilitas cukup parah sedang mempermainkan keadaan. Menjadi penyemangat gadis kecilnya dengan satu pergumulan penyakit bahkan tingkat kesembuhan 0%, tetapi ayah membuktikan jika dirinya dapat berlari menghancurkan maut. Tetap menjadi pondasi bagi bunda ketika air matanya terus terjatuh, itulah ayahku.
“Ayah mencintai kalian” ungkapan hati ayah mendekap kami.

Nefrit Fidelis…

Keluarga Fidelis pada akhir cerita bisa kembali berkumpul seperti dulu lagi. Kebahagiaan terbesar lain lagi adalah adik kecilku Nara dinyatakan bebas dari penyakitnya setelah tertidur lelap sekian waktu. Rasa benci terlalu besar buat kakakku lenyap. “Nef semangat” sekali lagi ka’Feiv mendaftarkan namaku menjadi salah satu peserta kompetisi memasak. Ayah, bunda, ka’Feiv, ka’Lazki, Nara, dan teman-teman komunitasku datang memberi dukungan pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
“Nef pasti bisa” teriak ka’Fey.
“Nef harus menang kali ini” ka’Bianca tersenyum manis. Tidak menyangka sama sekali, mereka juga berdoa dan berjaga semalaman penuh di rumah sakit sewaktu ayah sedang menghadapi masa kritis.
“Pertandingan di mulai dari sekarang!” perintah salah satu host di acara tersebut. Mencoba bersikap tenang menghadapi perlombaan kali ini. Membersihkan bahan-bahan yang akan digunakan. Menumis bawang Bombay cincang, bawang (merah, putih, kemiri yang telah dihaluskan), irisan cabe hijau secara bersamaan. Memasukkan nasi putih, cumi, sosis, udang, pette, parutan kasar wortel, penyedap rasa, sedikit kecap, , irisan telur dadar, sedikit air kunyit kemudian aduk sampai semua tercampur rata. Pada bagian lain tangan mengambil potongan daun sawi hijau dan mencelupkan sejenak pada air mendidik. Peras jeruk lemon setelah api kompor dimatikan, sekali lagi aduk nasi hingga merata. Bungkus nasi sedikit demi sedikit pada lembaran daun sawi tadi sesuai selera. Makanan hasil karya Nefrit Fidelis siap disajikan hangat bersama saus sambal terasi di hadapan para juri yang hadir.
“Pemenang kali ini jatuh pada peserta nomor 319” juri mengumumkan pemenangnya.
“Itu nomor Nefrit” ka’Feiv berlari histeris ke hadapan para juri. Semua mata tertuju pada kakakku dengan tubuh penuh tato, terlihat menyeramkan memang. Semua itu hanya bagian masa lalu ka’Feivel. Kami semua melihat dirinya yang sekarang.
“Tidak seperti itu juga kali, berteriak histeris” gerutu pak Brian tiba-tiba menarik tangan kakak kembali ke tempatnya, sedang ayah bunda hanya tersenyum melihat tingkah ka’Feiv. Ternyata majikan kakakku benar-benar cantik dan dapat dikatakan sempurna diantara banyaknya wanita. Dia juga ikut hadir memberi ucapan selamat buatku. Saingan ka’Feiv sangat berat untuk merebut hati nona Embun sang majikan.
Menjadi pertanyaan kenapa ka’Feiv selalu berada diantara kisah percintaan cukup sulit? “Sebenarnya perasaan nona Embun terhadap pak Brian seperti apa?” bertanya begitu saja pada saat semua sedang merayakan kemenanganku pada salah satu cafĂ©. Personil komunitas secerca harapan, ka’Lazki, pak Brian, ka’Feiv diam seketika.
“Wow, seperti kisah cinta segitiga nih kalau jalan ceritanya begini” ka’Reynand.
“Kenapa bicaramu lari begitu?” nona Embun.
“Karena kau mempermainkan perasaan dua pria sekaligus” jawabanku tegas semakin mengundang Tanya. Walaupun masa lalu ka’Feiv tentang Zanna belum sirna, tapi setidaknya dia terlihat bahagia bersama nona Embun.
“Saya dan Brian tidak memiliki hubungan sama sekali” nona Embun.
“Embun itu hanya mantan dengan kisah terjelek kemarin, tapi kami tetap sahabat” pak Brian seperti meluruskan kembali.
“Berarti ada harapan kakakku dong” berucap tanpa berpikir terlebih dahulu.
“Ini mah percintaan segi-segian yang lain…” ledek Ka’Bianca.
“Dulu memang saya masih ingin kembali terhadap sang mantan, tapi setelah menjadi guru privatmu sepertinya perasaanku hilang lenyap. Lagian Embun memutus hubungan pertunangan hanya karena saya menyuruhnya meninggalkan karir kepolisiannya. Singkat cerita hubungan berakhir, saya lebih tertarik pada gadis yang jago masak.” Wajahku merah seperti kepiting rebus seketika mendengar pernyataan pak Brian di hadapan semua orang. Bekas guru menembak tanpa kenal tempat depan banyak orang? Saya langsung berlari meninggalkan tempat tersebut bahkan tidak ingin meninggalkan kamar sedetikpun selama beberapa hari belakangan.
Ka’Lazki terus saja tertawa meledek melihat tingkahku mengurung diri di kamar. Benar-benar memalukan tindakan pak Brian. “Lagian kenapa juga bicara ceplas ceplos begitu depan banyak orang?” ledek ka’Lazki dari luar. Saya pikir pak Brian tulus membantu ternyata ada udang dibalik batu. Berusaha menghindar/ bersembunyi setiap kali mendengar suara pak Brian sedang makan gratis di rumah seolah tanpa rasa bersalah. Mereka semua tidak mempermasalahkan kehadiran pak Brian? Malah terlihat senyum lebar…
“Selamat datang di rumah adik ipar” sambutan ka’Lazki.
“Adik ipar itu apa?” pertanyaan Nara bingung mendengar kata-kata aneh.
“Anak kecil tidak usah tahu” balas ka’Lazki. Saya baru menyadari jika ternyata pak Brian merupakan salah satu ceo tersukses di zaman sekarang. Mempunyai perusahaan raksasa selain berperan sebagai tenaga pengajar menjadi bagian hidupnya. Lebih kacau lagi sengaja menjadikan ka’Feiv seorang tukang kuli bangunan, pembantu rumah tangga, terakhir cleaning servis pada perusahaannya sendiri.
Menurut penjelasan pak Brian, kalau dirinya juga memiliki kisah sama seperti ka’Feiv. Singkat cerita ketua yayasan tempat pak Brian berperan sebagai dosen membawanya pada satu situasi seperti yang ka’Feiv jalani. Kesimpulan ceritanya adalah kegiatan aksi balas dendam dari satu tempat ke tempat lain. “Tapi masa lalu saya tidak separah Feivel kemarin, tapi tetap hancur juga” cetus pak Brian. Orang tuanya meninggal menjadikan dia yatim piatu bahkan menjadikan kisahnya pada satu alur cerita gelap. Belum memasuki fase tidur dengan banyak wanita, berperan sebagai mafia, memakai tato menjadi pembeda antara dia dan ka’Feiv.
“Feivel berjasa besar terhadap perusahaan kemarin karena konsep yang diajukan kemarin, tapi saya tetap mempertahankan dirinya sebagai cleaning servis akibat aksi balas dendam juga” pak Brian.
“Maksudnya?” ka’Feiv mulai gerah, sedang saya masih menjadi pendengar setia sambil bersembunyi tidak jauh dari ruang makan tempat mereka duduk.
“Lah ketua yayasan juga membuat saya hidup seperti itu kemarin” jawaban pak Brian.
Terdengar aneh pak Brian terus saja bertamu ke rumah, biarpun saya bersembunyi dan masih belum mau menampakkan batang hidung. Raut wajahnya tetap terlihat santai, bahagia, tenang ketika berdialog bersama anggota keluarga. Lebih kacau lagi langsung melamar tanpa meminta persetujuanku lebih dulu. Sejak kejadian malam itu hingga detik sekarang saya masih belum bisa berdiri di hadapannya. Bagaimana cerita? ayah bunda langsung memberi persetujuan tanpa bertanya bahkan sudah menetapkan tanggal pernikahan. Pada hal sesuai rencana setelah ayah keluar dari rumah sakit, saya harus berada di bangku kuliah jurusan tata boga. “Tidak jadi masalah mengejar mimpi sekaligus jadi ibu rumah tangga” tegur ka’Feiv.
“Ka’Feiv sendiri sudah bisa mendapat hati nona Embun?” pertanyaan aneh.
“Bicaramu ngelantur membuat kakak malu saja depan nona Embun waktu itu.”
“Tapi ka’Feiv terlihat bahagia, meski masa lalu tentang Zanna masih membekas” balasku tidak ingin kalah bicara.
“Entahlah, lagian kakak memiliki masa lalu jadi butuh waktu” ka’Feiv.
“Brian sudah menjelaskan terhadap kami semua antara dirinya dan nona Embun hanya berstatus sahabat” ka’Feiv mengalihkan pembicaraan.
“Nef harus terima kenyataan nikah ma saya” senyum pak Brian tiba-tiba saja hadir di tengah kami.
“Kenapa bapak selalu saja membuat Nef jantung mendadak?” sangat kesal.
“Karena sudah takdir Tuhan” jawaban pertanyaan nyambungnya dimana. Pada akhir cerita, saya akhirnya menerima pak Brian sebagai pendamping hidup sambil mengejar masa depan sendiri. Entah dorongan apa sampai membuatku menerima kenyataan segera menikah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ka’Feiv masih menjalani statusnya sebagai mahasiswa entrepreneurship (kewirausahaan) pada salah satu kampus paling bergengsi. Tetap melakoni semua pekerjaannya kecuali kuli bangunan dan pembantu rumah tangga demi biaya kuliah setelah Nara dinyatakan sembuh total.
Nilai-nilai IPK milik ka’Feiv selalu saja berada pada urutan pertama di antara seluruh penghuni kampus. Kakakku memang benar-benar jenius sejak lahir. Hubungannya bersama nona Embun masih berjalan dalam kategori pergumulan. Akhir cerita perjalanan keluarga Fidelis adalah kebahagiaan terbaik tanpa bisa dilukiskan melalui kata-kata. Kuliah, menjadi ibu rumah tangga, membuka restoran modal suami seperti itulah kisahku sekarang. Talenta tersembunyi sedang berirama dan Tuhan membuat indah pada waktunya.

Gibran Fidelis…

Badai itu akhirnya dapat dilalui oleh pria tua yang sedang berperan sebagai ayah bagi ketiga buah hatinya. Kata gagal, kutuk, lemah, hinaan, terkucilkan tidak lagi bermain. Terimah kasih Tuhan karena langkah dapat membuktikan kemenangan terbaik di antara seluruh para ayah. Logika manusia berkata tidak ada masa depan bagi ketiga buah hatiku, tapi Kau menghancurkan pernyataan mereka. Lembah hitam sedang mengikat langkah anakku Feivel bahkan menceritakan alur kisah mengerikan. Sampai suatu ketika sang ayah merasa putus asa dan lelah dalam diam, saat itu tanganMU bekerja menarik jagoanku untuk kembali.
Tingkat disabilitas cukup parah membuat Nefrit terus saja menangis, putus asa, menderita, terluka, terkucilkan, menjadi bahan tertawaan semua orang. Masa depan anak gadisku seperti tidak mungkin memperlihatkan masa depan. Dunianya hanya bercerita tentang kekurangan dan kekurangan semata. Belajar mencari talenta tersembunyi untuk mengubah jalannya, namun tidak memperlihatkan setitik hasil. Marah juga kecewa terhadapMU itulah yang mempermainkan hidupnya. waktuMU bekerja menunjukkan jalan hingga menciptakan satu masa depan baginya. Kini namanya masuk dalam deretan chef terkenal di dunia internasional.
Sekali lagi Tuhan tidak mempermalukan seorang ayah yang sedang bergumul bagi gadis kecilnya. Penyakit kanker menggerogoti tubuh mungil gadis kecilku sejak usianya menginjak tahun ke-3. Menjalani kemo terapi berulang kali tetapi dia benar-benar kuat bahkan selalu menjadi penyemangat ayahnya. Rasa takut luar biasa membungkus, andaikan gadis kecil tidak lagi bisa menatap matahari terbit dan terbenam tiap harinya. Jeritan hati ayah bundanya tiap detik bermain membentuk irama sendiri. Untuk kesekian kali sang ayah harus bisa menjadi pondasi terhebat buatnya. Garis finish berkata gadis kecilku terbangun dari tidur lelapnya dan dinyatakan sembuh total.
“Pertunjukan ini buat ayah” gadis kecil berkata-kata di hadapan semua orang sambil memainkan beberapa alat musik. Suatu hari nanti dia akan menjadi pemain music berbakat bahkan membuat dunia tercengang-cengang seketika. Inilah kisah perjalanan seorang ayah bersama defenisi kemenangan di dalam dirinya. Andaikan hidup tak melihat kehidupan bagi buah hatimu, satu hal belajarlah untuk terus berlari dan membuktikan satu kemenangan diantara para ayah. Jangan berhenti berjuang demi perjalanan terbaik sang anak.

TAMAT