KEMENANGAN SEORANG AYAH
Bagian 1…
Ghibran Fidelis …
Satu
kata lebih tepat bagi kehidupan banyak anak di dunia untuk membuatnya berbeda
dari siapapun ketika berjalan mengarungi petualangan. ‘Ayah’ menjadi alasan
sang anak berlari kuat mengejar sesuatu bersifat kerinduan menurut isi hatinya.
Terkadang saya bertanya terhadap Tuhan, “Kenapa pria mempunyai peranan
penting?” Kepala keluarga tidak pernah bercerita tentang seorang wanita,
melainkan selalu terarah tepat pada pria. Dunia tak akan pernah berjalan normal
tanpa adanya mahluk ciptaan Tuhan untuk perihal kategori seperti ini.
Ketika
membaca kitab suci, seolah golongan pria lebih mendapat pengakuan dan
penghargaan dibanding wanita. Pertanyaan terbesar buatku adalah kenapa Tuhan
tidak adil hanya melihat sisi pria untuk segala jenis peran dari pada wanita.
Penyebutan nama anak laki-laki selalu menjadi garis besar sejarah kehidupan
dimanapun terlebih saat menjelajah biografi dalam proses perjalanan kitab suci.
Manusia pertama diciptakan bukanlah seorang wanita, tetapi terarah pada pria.
Seakan hati Tuhan lebih bermakna melihat segala objek saat menjadikan pria
selalu terdepan dalam situasi apapun. Sepertinya memang Tuhan tidak adil yah,
jika berpikir secara logika manusia.
Bercerita
tentang kepemimpinan tentu 99 % berasal dari golongan kaum Adam. Dapat
dikatakan hanya hitungan tangan saja berkata-kata dunia wanita mempunyai peran
untuk sesuatu bersifat kepemimpinan. Biografi pemimpin wanita menjadi presiden
terhitung 1% diantara 100%, dengan kesimpulan bahwa pria mempunyai dampak
pengaruh lebih besar bagaimanapun seseorang berjuang untuk menyangkal…
Pikiran
antara Tuhan dan manusia mempunyai jarak sangat jauh, jadi jangan mencoba
berpikir ataupun melawan karena keistimewaan terbaik berada pada golongan kaum
adam bukan Hawa. Perbedaan antara langit dan bumi cukup menggambarkan bentuk/
kadar otak manusia dan Tuhan. Dapat dikatakan ukuran otak manusia hanya seperti
kotoran kuku bahkan terlalu kecil dibanding ukuran otak milik sang pencipta
langit bumi. Seperti apapun tingkat kejeniusan seseorang, satu hal yang pasti
kau tidak akan pernah bisa menyamai kadar takaran/ bentuk otak pencipta alam
semesta.
Figure
teladan terbaik harus dijalankan oleh seorang ayah saat berdiri tepat dihadapan
anaknya sendiri. Kemungkinan inilah yang menjadi salah satu jawaban mengapa
kepala keluarga diarahkan terhadap kaum Adam. Bijaksana untuk berkata-kata
dalam setiap kondisi, tetapi mempunyai sisi tegas ketika membentuk kepribadian seorang
anak. Memberi perlindungan bagi wanita special sehingga dapat menjalani maupun
mengarungi lautan hidup seperti apapun bentuknya. Pada kenyataan sebenarnya,
wanita jauh lebih kuat dibanding pria merupakan fakta terbesar ketika melihat
berbagai sisi hidup. Akan tetapi, sekalipun pernyataan tersebut benar adanya,
satu hal pria tetap mempunyai kekuatan lain untuk menjadi pelindung wanita.
Objek
seperti inilah membuatku ingin kehidupan keluargaku berbeda dari siapapun. Berperan
sebagai seorang suami, kepala keluarga, sekaligus menjadi ayah bagi ketiga buah
hatiku. Berjualan barang campuran di tengah pasar merupakan rutinitas
pekerjaanku setiap harinya. Kekuatan versi terbaik untuk memberi nafkah bagi
keluarga kecilku adalah berjualan seperti ini. Seorang pria harus memberi
teladan bahkan pengaruh besar untuk melindungi kehidupan keluarganya sendiri.
Tuhan menaruh suatu keistimewaan dalam diri kaum adam guna memahami perjalanan
demi perjalanan, sisi lain objek tertentu, konsep berpikir yang tak dimiliki
oleh kaum hawa walaupun kenyataan membenarkan tentang pemikiran dengan peranan
logika jauh lebih kuat bermain.
Sewaktu
kedua anakku masih berusia balita, hal pertama dalam pemikiranku sebagai pria
adalah menjadi ayah terbaik buat mereka. Mengajarkan banyak hal menarik sesuai
tata bahasa dunia anak sehingga mudah diserap oleh mereka. Membayangkan buah
hatiku kelak menjadi berbeda dan mempunyai sisi lain jauh melebihi siapapun
disekelilingnya. Menggapai impian walaupun pekerjaan ayah mereka hanyalah
penjual barang-barang campuran sekitar pasar traadisional.
Seiring
berjalannya waktu seakan semua itu hanya mimpi belaka. Apa yang saya pikirkan
sebagai seorang ayah bersama harapan menjadi sirna seketika. Awal cerita
mengungkapkan bagaimana seorang pria harus berperan, akan tetapi bagi
perjalananku sendiri sepertinya hanya bercerita tentang kegagalan membentuk
kehidupan ketiga buah hatiku. Putra sulungku Feivel Javera Fidelis berada di
suatu jurang paling gelap pada usianya masih terbilang remaja. Tahun pertamanya
pada bangku kuliah mulai menghancurkan kehidupan dan masa depannya. Apakah saya
sebagai seorang ayah terlalu memanjakan dia atau sebaliknya mengekang kehidupan
pribadinya sehingga tidak dapat berlari keluar untuk beberapa saat? Feivel mempunyai
prestasi sekolah bahkan selalu masuk dalam peringkat tiga besar di antara
sekian banyaknya kelas. Sejak kecil, Feivelku bukanlah sosok dengan karakter
buruk hanya saja sedikit pendiam. Lebih menyukai menghabiskan waktu di rumah
dari pada berkeliaran semenjak usia kecil sampai memakai seragam sekolah
menengah.
Apakah
Feivel tiba-tiba kaget melihat pergaulan saat memasuki bangku kuliah? Bagaimana
tidak, dia seorang anak polos tanpa pernah mengerti pergaulan luar bahkan lebih
memilih menghabiskan waktu membantu orang tuanya di pasar dibanding bergaul
bersama teman-temannya. Permasalahan pergaulan menghancurkan masa depannya
sekarang. Dunia Feivel tidak lagi bercerita tentang manusia polos dengan
tingkat prestasi luar biasa, melainkan hanya berada pada jurang gelap. Rokok,
alcohol, narkoba, perjudian, dunia malam menghancurkan hidupnya seketika. Semua
nilai mata kuliahnya error tanpa satupun tersisa. Objek lebih mengerikan lagi
adalah selalu saja keluar masuk penjara karena kasus criminal.
“Feivel
benci ayah” teriak Feivel setiap berdiri di hadapanku, jauh berbeda dengan
kehidupannya kemarin.
“Brengsek
kalian semua” memukul salah satu anak tetangga tanpa ampun.
“Feivel,
jangan seperti ini” istri sekaligus bunda bagi Feivel menangis histeris melihat
pribadi anaknya.
“Lepaskan,
kau bukan bundaku” berusaha menjauh sambil mendorong ibu kandungnya sendiri.
“Kenapa
Feivel harus lahir dari Rahim wanita jelek seperti kau?” masih berucap di bawah
pengaruh alcohol. Sebagai seorang ayah tentu mengiris hati bahkan memilukan…
“Feivel”
tangisan seorang ibu buat anaknya.
“Wanita
jelek, tua, keriput, miskin menjauh dariku!” kalimat tersebut menghancurkan
hati kami sebagai orang tua.
“Feivel”
pertama kali berteriak keras dengan gertakan tinggi terbungkus kegeraman
terlontar keluar dari mulutku.
“Kau
bukan ayahku. Kau hanya seonggok sampah beracun” Feivel mengamuk keras di
hadapan beberapa tetangga, kemudian berlari meninggalkan kami.
Dimana
sosok pribadi Feivelku yang kemarin? Tuhan, ampuni saya andai kata terdapat
dosa menjijikkan pernah kulakukan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar
sehingga membuatku gagal berperan sebagai seorang ayah. Tingkat pendidikan juga
wawasan tentang peranan orang tua masih jauh lebih rendah, namun setidaknya
saya berjuang untuk belajar memahami beberapa kasus. Berikan kekuatan sehingga
air mata seorang ayah tidak akan pernah terjatuh setetespun di hadapan banyak
orang.
Flashback…
“Feivel
ingin cepat besar” seru sang anak lelaki berusia 5 tahun.
“Kenapa
Feivel mau cepat besar?” pertanyaanku menatap hangat wajah polosnya.
“Biar
ayah tidak kerja lagi” Feivel.
“Lantas
kalau ayah tidak kerja…?”
“Feivel
saja yang kerja, ayah di rumah saja jaga bunda” Feivel bersama wajah polosnya
selalu memberi kehangatan buat kami.
Flashback…
Tuhan
kembalikan Feivel yang kemarin merupakan seru doa sebagai seorang ayah setiap
saat. Seorang ayah akan tetap berdiri kokoh agar tetap menjadi tiang dasar bagi
sang anak, apapun caranya. Secara logika manusia terdapat kegagalan luar biasa
dalam mendidik satu-satunya putraku. Kemarin saya masih dapat berjalan dengan
wajah bangga sebagai ayah terbaik, akan tetapi sesuatu berkata lain…
Permasalahan
lain terjadi pada Nefrit putriku dengan cerita berbeda. Mengalami permasalahan
kadar otak terlemah membuat dia berada dalam tekanan demi tekanan. Tidak
seorangpun ingin menjadi sahabatnya di sekolah sehingga menjalani kehidupan
asing tiap detik. Dapat dikatakan teman-teman seusia dengannya telah memasuki
bangku kuliah tahun kedua, sedang putriku masih harus menjalani proses belajar
pada bangku sekolah menengah umum. Menangis merupakan jalan keluar buatnya
setiap berjalan memasuki kamarnya seorang diri. Tuhan seperti tidak adil
terhadap kehidupannya juga jalanku sebagai seorang ayah.
Di
luar sana banyak anak dengan prestasi membanggakan, akan tetapi jalanku sebagai
seorang ayah hancur berantakan karena kehidupan gagal bagi ketiga buah hatiku.
Seakan kutuk turunan mempermainkan perjalanan sebagai seorang ayah.
Membanding-bandingkan sang anak dengan tetangga sebelah seolah rutinitas
terbaik para orang tua. Menjadi pertanyaan, apakah saya masuk salah satu
deretan orang tua kategori selalu melihat rumput tetangga lebih hijau dibanding
milik sendiri.
“Nefrit
tidak mau sekolah lagi” tangis Nefrit berkumandang hebat memenuhi seluruh
ruangan.
“Nefrit”
berusaha menenangkan hatinya.
“Ayah,
buat apa Nefrit sekolah?” Nefrit.
“Putri
ayah harus sabar…” segera merangkul Nefrit masuk dalam dekapan hangat…
“Nefrit
bodoh ayah, semua mengejek Nef” tangisnya makin menjadi-jadi.
“Siapa
bilang putri ayah bodoh? Nefrit hanya butuh waktu sedikit lagi”
“Ayah
bohong, kenyataannya sejak dulu sampai sekarang tetap saja anak ayah paling
terbodoh di kelas” Nefrit.
“Kakak
bukan gadis bodoh buatku dan ayah” tiba-tiba gadis kecilku memeluk erat
kakaknya dari arah belakang sambil membuat sebuah pernyataan.
“Nara
sayang kakak” tangan mungilnya membelai rambut sang kakak.
“Gadis
kecil ayah” tersenyum melihat tingkahnya.
“Nara
tidak pernah menganggap kakak bodoh” cetus Nara bertolak pinggang.
“Nara
belum tahu kehidupan orang besar” Nefrit berusaha menjelaskan sesuatu…
“Tetap
saja, kakakku bukan manusia bodoh” teriak Nara menghentikan tangisan sang
kakak. Gadis kecilku selalu ada menjadi bagian terbaik ketika kakaknya berada
dalam isak tangis. Permasalahan buly-membuly memang sering terjadi di sekolah
manapun. Entah factor ekonomi, permasalahan fisik, kriminalitas, tingkat IQ,
dan beberapa objek lain menjadi alasan seseorang dibuly sedemikian rupa. Posisi
Nefrit memang berada pada beberapa jalur sehingga mengalami kejadian seperti
ini. Masalah tingkat kualitas otak berada pada urutan terbelakang dan juga factor
ekonomi tidak seperti teman-temannya menuntut dia harus mengalami sebuah
tekanan akibat pembulyan.
“Nef
tidak ke sekolah?” membangunkan Nefrit…
“Nef
malas ke sekolah ayah,” seolah jawaban tersebut merupakan rasa putus asa bahkan
membiarkan dirinya menerima kenyataan tentang masa depan suram.
“Jangan
malas begini dong” membujuk kembali dirinya.
“Percuma
Nef sekolah tetap juga jadi manusia paling bodoh di kelas” menutup wajahnya
memakai sebuah bantal kepala.
“Kakak
bukan manusia paling bodoh” ternyata teriakan Nefrit membangunkan adiknya di
samping.
“Anak
ayah bukan manusia lemah bahkan harus menerima kenyataan tentang masa depan
suram hanya karena tidak seperti teman-temannya yang lain atau masalah
pembulyan” menegur Nefrit agar mengerti sesuatu.
“Kakak
harus sekolah” tegur Nara.
“Ayah
bisa tidak berhenti ceramah panjang kali lebar seperti itu?” cetus Nefrit.
“Kalau
ayah tidak bicara pasti Nef terus saja meratapi diri bahkan hanya menerima
kenyataan pahit bersama masa depan suram tanpa kejelasan.”
“Ayah
sepertinya Tuhan tidak adil buat keluarga kita,” tunduk Nefrit.
“Kenapa
berbicara seperti ini?” bertanya terhadapnya…
“Bagaimana
tidak kondisi ekonomi kita paling buruk, ka’Feivel berubah total menjadi
manusia bengis, Nef sendiri menjadi manusia paling bodoh sedunia, dan terakhir
Nara diusianya masih 4 tahun harus keluar masuk rumah sakit karena satu
penyakit mematikan. Betulkah Tuhan itu adil buat keluarga kita?” rasa amarah
Nefrit terlihat jelas.
“Tuhan
punya maksud tertentu bukan karena tidak adil” berusaha menenangkan anak
perempuanku sebisa mungkin. Gadis kecilku Nara harus menjalani perawatan akibat
permasalahan kanker sedang menggerogoti tubuhnya sekarang. Kenyataan sekarang
adalah kondisi kesehatannya terus saja mengalami penurunan. Menjalani kemo terapi
hanya untuk bertahan hidup. Sepertinya Tuhan memang sangat marah terhadap
kehidupanku sampai terjadi sesuatu hal diluar dugaan. Seolah ini merupakan
kutuk terbesar…
Di
satu sisi saya ingin bertanya sekaligus meluapkan kemarahan terbesarku terhadap
Tuhan, akan tetapi sesuatu menahannya. Merenung setiap malam dan ingin membuat
ribuan pertanyaan tentang banyak hal. Seandainya, bibir mulutku pun meluapkan
amarah terbesar berarti saya akan semakin dinyatakan gagal total berperan
sebagai seorang ayah. Bukan berarti diam bahkan memendam segala sesuatunya
merupakan kekalahan terbesar. Kemenangan seorang ayah adalah ketika dirinya
dapat menjadi pondasi terkuat, walaupun apa yang diingini hatinya tidak sesuai
harapan bahkan terlalu menyakitkan.
“Saya
bukan seorang ayah yang begitu saja menerima kekalahan” pernyataan tersebut
terus terpetik jauh di lubuk hati paling mendasar…
“Saya
akan membuktikan pada dunia bagaimana perjuangan untuk menjadi pemenang ketika
berperan sebagai seorang ayah terhebat dalam melawan badai” sekali lagi suara
hatiku berteriak kuat setiap waktu.
Satu
hal yang pasti, kehidupanku sebagai seorang ayah tidak akan pernah
membanding-bandingkan ketiga buah hatiku dengan anak tetangga sebelah rumah.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari esok, tergantung bagaimana para
orang tua bijak untuk menanggapi setiap akar permasalahan dalam kehidupan
keluarga masing-masing.
Bagian
2…
Marah,
kecewa, ataupun melemparkan ribuan pertanyaan terhadap Tuhan tentang kegagalan
keluarga tidak akan pernah menyelesaikan masalah setitikpun. Banyak orang tua
seolah menerima kenyataan hidup tentang kegagalan anak-anak mereka dalam
menjalani petualangan. Rusak, masa depan hancur, pergaulan bebas, narkoba,
tidak mempunyai pendidikan, dan masih banyak lagi merupakan bagian yang selalu
saja menjadi pergumulan orang tua pada umumnya. Di satu sisi hidup menyadari
jika bukan hanya saya saja berada dalam kategori orang tua gagal, tetapi di
sisi lain perasaan teriris benar-benar berakar kuat.
Apakah
saya akan menjadi sama seperti orang tua lain yaitu menerima kenyataan hidup?
Satu hal, suara hati berkata kalau saya harus membuktikan sesuatu hal. Seorang
ayah harus berjuang menjadi pemenang diantara para pemenang untuk merangkul
kehidupan anaknya sendiri. Mustahil memang semua itu dapat terjadi, akan tetapi
sebagai ayah, maka kaki akan mencoba untuk belajar berlari. Kemenangan yang
ingin diraih hanya membutuhkan tingkat kesabaran tertentu dalam mengarungi
sebuah petualangan bagi kehidupan sang anak.
“Kenapa
Tuhan segitu bencinya terhadap kehidupan kita?” jerit tangis Zarah. Bagaimana
tidak berperan sebagai istri bahkan ibu tetapi seolah dinyatakan gagal.
Pemikiran siapapun terlebih dirinya akan berkata, jika semua ini dikarenakan
sebuah kutuk. Entah karena dosa masa lalu atau apapun bentuknya sehingga
kehidupan keluarga berada pada jurang paling dalam dan tak dapat disentuh
siapapun.
“Dimana
letak keadilan Tuhan?” pernyataan menyedihkan seorang istri…
“Zarah”
berusaha menenangkan dirinya dalam kamar.
“Anak
tetangga mempunyai masa depan lurus dengan prestasi membanggakan, sedangkan
kehidupan ketiga buah hatiku hancur berantakan” meluapkan segala isi hatinya
yang selama ini terpendam. Pertama kali berurai air mata setelah diam seribu
bahasa…
“Zarah…”
“Saya
juga ingin menjadi sama seperti ibu lain mempunyai buah hati dengan masa depan
terbaik tanpa harus terperosok jatuh pada jurang.”
“Ini
hanya bersifat badai sementara,” mencoba berperan sebagai suami bijak…
“Feivel
polosku berubah menjadi bengis tanpa terkendali seakan harapan untuk membuatnya
kembali tidak akan pernah terjadi. Putriku Nefrit harus menangis setiap hari
dengan permasalahan sama yaitu terkucilkan karena dianggap paling bodoh
diantara yang terbodoh. Gadis kecilku Nara masih berusia empat tahun menjalani
perawatan medis, bahkan tubuh mungilnya harus kuat menahan rasa sakit karena
penyakit mematikan.” Inilah curahan hati seorang ibu membayangkan betapa tidak
adilnya Tuhan dalam kehidupan keluarganya.
“Ini
yang dikatakan keadilan Tuhan? Kenapa Tuhan membenci kehidupan keluarga kita?
Apa Tuhan sadar bagaimana hancurnya hati seorang ibu melihat ketiga buah
hatinya berjalan tanpa masa depan?” semakin histeris bahkan menyalahkan sang
pencipta atas semua hal yang sudah terjadi.
“Tuhan
tidak mungkin mengizinkan objek permasalahan terjadi dalam hidup melebihi
kekuatan kita berdua. Percayalah satu hal dibalik semua itu hanya mengajar
tentang perjuangan sebagai orang tua terhebat” berkata-kata terhadap dirinya
walaupun akal logika pun sulit menerima situasi seperti sekarang.
“Saya
masih bisa menerima kenyataan tentang permasalahan ekonomi keluarga, tapi
masalah ketiga buah hatiku benar-benar menyakitkan jauh melebihi apapun.” Wajar
pernyataan tersebut keluar, kenapa? Naluri seorang ibu jauh lebih kuat bermain
bahkan akan berteriak sekeras mungkin demi sang buah hati. Kalimat tersebut
benar-benar menyakitkan bagi perjalananku sebagai seorang kepala keluarga,
suami, sekaligus ayah.
Kaki
akan berjalan membuktikan sebagai ayah terhebat dapat menyatakan kemenangan
penuh bagi kehidupan ketiga buah hatinya. Saya bukanlah seorang ayah pengecut
maupun menerima kekalahan karena kegagalan demi kegagalan terus saja bermain
dalam perjalanan. Suatu hari kelak, tangan sang ayah pasti dapat menghancurkan
setiap belenggu hidup anak-anaknya. Saya masih mempunyai setitik harapan untuk
setiap pertempuran …
“Ayah,
apa kau berada di dalam?” seseorang mengetuk pintu kamar kami.
“Lazki,
sudah pulang rupanya?” berkata-kata setelah pintu kamar terbuka.
“Bunda
kenapa?” pertanyaan Lazki terkejut melihat Zarah…
“Jangan
ganggu bunda sekarang! Ayo keluar!” sedikit mendorong tubuh Lazki agar segera
meninggalkan kamar. Lazki merupakan keponakan sekaligus anggota keluarga yang
juga tinggal di rumah. Sejak menginjak bangku kuliah sampai detik sekarang
Lazki tetap tinggal bersama kami. Sejak kecil dia tidak pernah memanggil kami
dengan sebutan paman/ bibi, melainkan anak itu lebih suka memanggil sebagai
ayah/ bunda. Selama dua minggu lebih mengambil cuti kerja untuk kembali ke kampung dikarenakan
ibunya mendadak sakit. Seperti yang dilihat kalau sekarang sudah kembali lagi
ke rumah…
Lazki
bekerja sebagai seorang perawat medis pada salah satu rumah sakit besar di kota
ini sekaligus membantu Nara ketika sedang menjalani kemo. “Kakak Lazki,” Nara
berlari kecil meraih tubuh Lazki.
“Kenapa
kakak pergi? Apa Nara nakal?” pertanyaan polos gadis kecil berusia 4 tahun.
“Kakak
hanya pulang kampung sebentar saja, Nara” cetus Lazki.
“Jangan
pergi lagi” Nara terus saja memeluk tubuh Lazki…
“Segitu
rindunya yah?” senyum riang Lazki.
“Selama
kakak pergi, Nara kerepotan membantu ayah biar ka’Nef tidak nangis lagi” gadis
kecil berkata-kata sebagai jawaban pertanyaan kakaknya.
“Ayah,
Nef masih saja nangis?” sedikit kesal mendengar cerita Nara.
“Seperti
itulah” hanya jawaban tersebut terlontar keluar.
Dapat
dikatakan Lazki merupakan kakak terbaik bagi Nefrit juga Nara di rumah ini.
Membantu meringankan beban keluarga yang cukup sulit baik dari segi materi
melalui penghasilannya maupun hal lain. “Nef” tegur Lazki melihat Nefrit
berjalan masuk bersama isakan tangisnya. Seperti inilah dunia putriku setiap
pulang dari sekolah…
“Nef”
Lazki mengejarnya dan berusaha mengetuk pintu kamar yang telah terkunci rapat.
“Tidak
begini caranya, kalau ada masalah cerita ke kakak dong” Lazki terus mengetuk
pintu kamar.
“Kakak
Nef selalu seperti itu tiap pulang sekolah” wajah sedih gadis kecilku dapat
merasakan kesedihan kakaknya.
“Mau
kemana Laz?” tegurku, sedikit kaget melihat Lazki berlari meninggalkan pintu
kamar seolah ingin mencari sesuatu.
Tetap
tidak menjawab pertanyaanku dan terus saja berlari ke suatu tempat mencari
sesuatu. “Akhirnya ketemu” senyum Lazki memegang sebuah kunci duplikat.
Ternyata dia pandai menyembunyikan kunci duplikat kamar Nef buat berjaga-jaga
jika terjadi sesuatu hal di luar dugaan. Menyadari pasti karakter Nefrit dan
bagaimana tekanan hidup selalu saja menyerang…
“Nef”
teriak histeris Lazki melihat adiknya sedang tidak sadarkan diri di lantai.
“Anakku
kenapa?” rasa histeris sang ibu melihat anaknya…
“Ka’Nef
bangun” tangan mungil Nara menggoncang tubuh Nefrit agar segera membuka
matanya.
“Bunda
punya bawang merah, minyak angin atau sejenisnya?” Lazki menyadari kalau Nefrit
memporsir tenaganya untuk menangis sampai pingsan seperti sekarang.
Permasalahan kekurangan dalam dirinya sekaligus factor pembulyan membuat
psikologinya sedikit terganggu. Dia hanya membutuhkan waktu membuktikan pada
dunia tentang sebuah kata perjuangan.
“Ayah
cepat cari di kamar!” teriak Zarah histeris ketakutan…
Hal
yang terjadi selanjutnya adalah Nara bergerak cepat memakai tubuh mungilnya
mencari minyak angin sekitar kamar kami. Di luar dugaan, dokter berkata tubuh
gadis kecilku terbungkus penyakit mematikan, namun pergerakannya selalu
bercerita lain. Seakan tubuh mungilnya berjuang keras menutup diri agar tidak
memperlihatkan kelemahan sedikitpun. Dia ingin menjadi penyemangat hidup
sekalipun semua itu mustahil terjadi…
“Ayah
ketemu” dia tahu benar setiap letak barang dalam rumah ini bahkan sama sekali
tak terpikirkan dalam situasi gawat…
“Nara,
cepat bawah kemari” kalimat Lazki menyadari sesuatu di tangan gadis kecilku
sekarang…
“Dimana
saya?” Nefrit akhirnya sadar setelah percikan minyak menjalar ke hidungnya.
“Syukurlah”
perasaan lega Lazki…
“Kau
membuat semua orang khawatir” tangisan histeris seorang ibu bagi anaknya.
“Kakak
tidak boleh sakit” Nara mengecup hangat kakaknya yang masih terbaring lemah.
“Kalau
kakak sakit, pasti bunda nangis keras” sekali lagi gadis kecilku seakan
menyadari perasaan terluka orang tuanya menjalani kehidupan.
“Nef
bisa pindah sekolah kalau memang tidak nyaman di sekolah sana” Lazki mendekap
kuat tubuh Nefrit seperti adik kandung sendiri.
“Kakak
masih punya sedikit uang tabungan hasil kebun di kampung,” berkata-kata sekali
lagi.
“Simpan
saja buat pengobatan Nara” jawaban Nefrit.
“Nef”
sahutku menyebut namanya.
“Nef
saja terlalu lemah tidak bisa bertahan mendengar ejekan para tetangga, teman
sekolah, bahkan semua orang” ungkapan perasaan Nefrit bersama isakan tangis
kembali memenuhi dirinya…
“Ka’Nef
bukan manusia lemah” teriakan kecil Nara memberi penghiburan tersendiri bagi
kakaknya.
“Nef
hanya butuh waktu untuk berjuang dan mencoba berlari walaupun semua terlihat
mustahil untuk diraih tanpa memperdulikan setiap kata-kata sindiran semua
orang.” Sebagai seorang ayah mencoba belajar memberi kekuatan melalui beberapa
pernyataan. Mungkin sekarang tangisan putriku selalu bermain, namun sang ayah
akan tetap kuat berperan sebagai pondasi terhebat. Saya akan membuktikan pada
dunia, bagaimana seorang ayah berlari mengejar kemenangan tanpa menyerah
setitikpun.
Semua
dapat berkata keluarga Fidelis hancur berantakan, terkena kutuk entah karena
dosa masa lalu, gagal mendidik ketiga buah hatinya akan tetapi waktu Tuhan
pasti indah di kemudian hari. Saya akan belajar untuk tidak akan pernah
menjatuhkan setetespun air mata bagaimanapun badai pergumulan membungkus hidup.
Pria sejati harus mempunyai kekuatan besar agar tetap berdiri kokoh tanpa
terlihat lemah sedikitpun.
“Tuhan,
kalau Kau memang membenci hidupku tidak menjadi masalah” berurai air mata dimana
seorang ibu hancur hati di hadapan Tuhan. Jalan terbaik bagi wanita adalah
menjatuhkan air mata sebanyak mungkin ketika ribuan luka menancap kuat tanpa henti.
“Tapi
jangan lampiaskan amarahMU bagi ketiga buah hatiku. Kembalikan Feivelku dalam
wujud kepolosannya seperti kemarin, kumohon…” kembali jerit tangis sang ibu
berteriak…
“Hentikan
tangisan Nefrit gadis kecil pertamaku yang kini beranjak remaja hanya karena
permasalahan kasus pembulyan dan tingkat IQ berada pada urutan terbelakang.
Tubuh mungil Nara tidak akan mampu menahan sakit karena penyakit mematikan.”
Ungkapan perasaan terluka sang ibu sekali lagi berkata-kata di dalam kamar bagi
ketiga buah hatinya.
Mata
berkaca-kaca mulai bermain mendengar jerit tangis Zarah. Sebagai kepala
keluarga sekaligus peranan seorang ayah tentu menjadi tamparan terbesar
menyaksikan objek seperti ini terjadi di depan mata. Tuhan, ajarkan kehidupanku
untuk belajar berlari membawa ketiga buah hatiku berada pada garis finish.
Pemandangan mata sekarang bercerita kegagalan demi kegagalan sebagai ayah
terhebat terus saja membungkus. Akan tetapi, saya ingin keluar sebagai pemenang
bagaimanapun caranya.
Seorang
pria dipilih Tuhan sebagai kepala keluarga bukan tanpa alasan paling tepat,
melainkan dapat memimpin untuk melawan badai serta bijak menghadapi situasi
yang sedang terjadi. “Kasihan amat hidup pak Fidelis” salah seorang pemilik
warung tidak jauh dari tempat berjualan di pasar mulai bercerita satu sama
lain.
“Betul,
ketiga anaknya tidak punya masa depan” mereka tetap saling bercerita sambil menatap ke arahku.
Setiap
berjalan kemanapun semua orang akan mencibir kehidupan keluargaku. Wajar mereka
berkata-kata karena melihat kenyataan hidup benar adanya terjadi di depan mata.
Perekonomian keluarga semakin merosot, Feivel menjadi seseorang yang sama
sekali tidak mengerti makna hidup, Nefrit terus saja menangis karena segala
kekurangan dalam dirinya, Nara gadis kecil menjalani kemo terapi bahkan setiap
malam hati sang ayah selalu ketakutan kalau-kalau matanya tidak akan pernah lagi
melihat sinar matahari esok hari. Di tempat lain seorang ibu seakan kecewa
terhadap perlakuan dan ketidak-adilan Tuhan atas perjalanan ketiga buah
hatinya.
“Jangan
sampai anak saya seperti anak pak Fidelis” salah seorang tetangga sedikit
menyindir…
“Kehidupan
keluarga paling miris” di tempat lain seseorang bercerita.
“Jangan-jangan
hidupnya terlalu munafik, sampai Tuhan marah besar seperti itu.”
“Sudah
miskin, anak pertama berandalan, anak kedua idiot, sekarang yang ketiga
sebentar lagi mati, hancur betul hidupnya…”
“Dia
benar-benar gagal menjadi sosok ayah terbaik.”
“Kutuk
dan sial adalah kata paling tepat menggambarkan keluarga Fidelis.”
“Pasti
hatinya kelewat sombong sampai Tuhan marah seperti itu…”
“Amit-amit
hidup seperti itu, jauhkan jauhkan jauhkan” seseorang berkata-kata sambil
mengetuk kepala sekaligus dinding tembok sekitarnya agar terhindar dari
kesialan hidup seperti yang sedang saya jalani menurut pemikiran mereka.
“Jangan
sampai terjadi,” balasan yang lain lagi…
Bagian
3…
Berjalan
di tengah keramaian tanpa menghiraukan kata demi kata dari bibir mulut banyak
orang tentang kehidupan keluargaku. Tidak berarti hidup harus berhenti ketika
mendengar sindiran semua orang mengenai permasalahan kutuk dan kesialan menurut
pemikiran mereka bagi perjalananku sebagai seorang ayah. Saya bukan ayah yang
gagal seperti apapun kisah permainan depan mata. Suatu hari kelak kemenangan
sebagai ayah terbaik akan tergenggam kuat di tangan.
“Nara
menyukai senyum ayah” tiba-tiba saja gadis kecilku berlari memeluk tubuhku.
Seakan dia tahu betapa rumitnya perjalanan dan beban hidup sebagai seorang
ayah. Memecah keheningan beranda rumah, itulah kisahnya sekarang…
“Jangan
sedih” wajah pucatnya masih berjuang memberi kekuatan bagi sang ayah. Hari ini
gadis kecilku harus kembali menjalani kemo terapi di rumah sakit dan bahkan
entah sampai kapan semua itu akan berhenti…
Menyaksikan
bagaimana dia harus berjuang menahan sakit ketika menjalani kemo tanpa isakan
tangis dari dirinya. Mungkin, gadis kecilku hanya tidak ingin membuat ayah dan
bundanya histeris ketakutan melihat penderitaan karena penyakit tersebut.
“Senyum ayah bisa menghilangkan rasa sakit pada tubuh Nara,” kata-kata keluar sebelum
akhirnya tubuh mungil Nara dibawah masuk ke sebuah ruangan.
Saya
hanya harus tersenyum di hadapannya ketika rasa sakit mulai menggerogoti tubuh
mungilnya. Senyum seorang ayah merupakan obat terbaik bagi Nara. Apakah mata
gadis kecilku masih bisa terbuka pada keesokan harinya? Bagaimana jika dia
tidak akan tersadar saat sedang menjalani kemo? Pertanyaan-pertanyaan seperti
itu terus saja meneror gendang pendengaran seorang ayah.
“Nara
harus berjuang hidup untuk menghentikan tangis bunda” jeritan hati seorang ayah
menatap gadis kecilnya sekarang…
“Ayah
janji akan selalu tersenyum buat Nara” pertama kali pernyataan tersebut
tiba-tiba saja terlontar keluar sambil menggenggam kuat tangan mungil di
hadapanku.
“Ayah”
suara Nara menandakan dirinya terbangun dari tidur.
“Gadis
kecilku sudah bangun?” berusaha menahan rasa sakit paling mendalam melihat
bagaimana seluruh tubuhnya penuh peralatan medis.
“Cukup
bunda dan ka’Nef yang nangis, tapi ayahku harus selalu tersenyum” tangan mungil
Nara mengelus wajah sang ayah…
“Memang
kenapa kalau ayah nangis? Tidak boleh?” pertanyaan seorang ayah…
“Ayah
kan harus hentikan tangis bunda juga ka’Nef, lah kalau ayah nangis juga, gimana
dong?” wajah cemberut Nara seakan kesal mendengar pertanyaan sang ayah.
“Ayah
janji” membawa masuk Nara dalam dekapanku.
“Ayah
juga harus janji…” Nara.
“Tentang?”
tanyaku.
“Nara
ingin ka’Feiv kembali lagi seperti dulu, biar bunda berhenti nangis” Nara.
Dia
menyadari perubahan kakaknya pada usia masih belum terlalu mengerti pemikiran
orang dewasa. Pada hal, jika mengingat perubahan Feivel terjadi ketika dirinya masih
dalam kandungan. Ayah pasti berjuang menjadi pemenang demi membawa kalian
bertiga berada pada garis terbaik kehidupan bersama masa depan tanpa
terpikirkan oleh siapapun juga. Saya tidak akan bertanya, marah, kecewa,
berteriak, geram, dan menyalahkan Tuhan atas setiap kegagalan sebagai seorang
ayah dalam perjalanan pribadi. Belajar merendahkan hati tanpa berkata-kata jauh
lebih baik.
Tuhan,
ampuni setiap kesalahanku sekiranya kehidupan pernah melakukan hal mengerikan
bahkan terlalu menjijikan di hadapanMU. Buat saya bisa belajar menjadi seorang
ayah dengan penuh kerendahan hati apapun hal paling menyakitkan terjadi dalam
kehidupan keluargaku. Kemarin dan hari ini, saya selalu saja gagal berperan
sebagai seorang ayah dari berbagai segi, akan tetapi hati tetap berteriak kuat
jika kelak tanganku bisa menggenggam sebuah piala kemenangan.
“Saya
pasti bisa belajar berlari” kata-kata ini terus saja berkumandang memenuhi
gendang pendengaran.
Tetap
setia menemani gadis kecilku menjalani kemo terapi dengan sebuah cerita
berbeda. Berada di samping bunda dari ketiga buah hatiku setiap air matanya
terjatuh akibat beban yang begitu berat terus saja mencekam. Mendekap putriku
Nefrit agar dirinya tidak pernah merasa kehilangan figure seorang ayah,
sekalipun semua menjauh dari hidupnya dan hanya bercerita tentang kekurangan
semata. Hal terakhir adalah berjuang keras mengembalikan Feivelku pada sinar
hidup yang sebenarnya.
“Ayahmu
datang mencarimu” salah seorang teman perkumpulan Feivel berteriak…
“Tua
bangka lagi tua bangka lagi, apa sih maunya?” Feivelku berkata-kata dalam
keadaan mabuk parah tanpa sadar. Seperti biasa tempat perkumpulan dia dan
teman-temannya adalah diskotik penuh dengan musik-musik keras setiap malam.
Hati seorang ayah akan berjuang mengembalikan putra semata wayangnya, apapun keadaan
di depan mata bahkan menerjang maut sekalipun.
“Kau
hanya tua Bangka tak berguna” teriakan Feivel di hadapan banyak orang.
“Kau
bukan ayahku!” sekali lagi berkata-kata menandakan jurang jauh lebih kuat
bermain pada dirinya.
Dia
terus saja mendorong tubuhku hingga terjatuh, akan tetapi hati seorang ayah ingin
belajar bertahan tanpa kata menyerah setitikpun untuk berjalan ke arahnya. “Ayah
tetaplah ayah sampai kapanpun,” membisikkan sebuah pernyataan sekitar gendang
pendengarannya setelah berhasil berjalan di hadapannya.
“Tangan
seorang ayah akan terus berjuang mendekap putranya, sekalipun penolakan demi
penolakan terus terjadi” kembali berbisik ke telinganya, kemudian berjalan
pulang meninggalkan dia di tengah hentakan musik keras…
“Orang
tua aneh, bicara gila” Caci maki Feivel sekeras-kerasnya…
“Ayah
akan menunggu waktu itu tiba untuk membawamu kembali” suara hati sang ayah
mempercayai setitik harapan.
Suatu
hari kelak, kau akan berlari kembali masuk ke dalam dekapan ayahmu. Hanya
membutuhkan sedikit tingkat kesabaran sebagai seorang ayah tanpa persungutan
sedikitpun. Menggenggam tanganmu merupakan impian sampai kakimu menyadari
tentang sebuah sinar terbaik pada jalan terhebat. Saya akan belajar menahan
rasa sakit, mengabaikan setiap luka hati sebagai ayah, dan tidak akan pernah
menjatuhkan air mata setetespun di hadapan mereka. Tersenyum setiap saat bagi
dunia gadis kecilku sebagai obat terbaik bagi kesembuhan dirinya. Tetap berdiri
tegap di samping Nefritku sebagai kekuatan terhebat diantara yang terhebat.
Berjuang tanpa kata menyerah membuat Feivel kembali dan terus berada dalam
dekapan sang ayah.
“Ayah,”
tangan mungil Nara tiba-tiba saja membuatku terbangun dari lamunan…
“Nara,
gadis kecil ayah” segera membawanya masuk dalam dekapanku.
“Nara
mau mancing” bibir pucat Nara berkata-kata…
“Nara
lagi sakit, jadi dokter bilang tidak boleh keluar rumah.”
“Nara
sudah sembuh,” segera menarik tanganku menuju sebuah sepeda rongsokan tidak
jauh dari halaman belakang rumah.
Biaya
pengobatan Nara benar-benar berada dalam jumlah besar, akan tetapi sang ayah
terus saja berjuang mencari. Beruntung saja, hasil cengkeh di kampung dan
pendapatan dari jualan di pasar dapat menutupi beban biaya sebesar itu.
Setidaknya, orang tuaku sebelum meninggal mewariskan sebagian perkebunan
cengkehnya. Saya hanya mempunyai seorang adik dan tidak lain adalah ibu kandung
Lazki, sehingga kebun cengkeh diwariskan buat kami berdua. Jadi, penghasilannya
cukup lumayan ketika musim panen tiba. Lazki pun terkadang ikut membantu biaya
pengobatan Nara memakai hasil tabungannya sendiri.
Hal
lebih mengejutkan lagi adalah ibu Lazki memberikan seluruh hasil panen cengkeh
miliknya buat pengobatan Nara. Ternyata Tuhan menggerakkan hati adikku
satu-satunya untuk menolong biaya rumah sakit gadis kecilku Nara. Secara akal
logika, kami tentu mengalami kesulitan demi mendapat biaya rumah sakit dalam
jumlah besar. Akan tetapi, tangan Tuhan terulur meringankan beban kami
sekarang.
“Ikan-ikan
disini kenyang semua yah?” pertanyaan polos Nara.
“Tuhan,
buat semua ikan di sungai ini lapar biar umpan pancing Nara dimakan” seru doa
Nara terhadap sang pencipta.
“Bergerak,
pancingnya gerak” teriak Nara…
“Wow,
doa Nara dijawab Tuhan dalam satu detik saja yah” senyuman sang ayah…
“Kalau
doa Nara yang ini dijawab langsung Tuhan, lantas doa Nara yang lain kenapa lama
amat dijawab Tuhan” cetus Nara setelah kail pancingannya berhasil di bawah ke
darat bersama seekor ikan yang cukup gemuk.
“Memang
Nara minta apa sama Tuhan?”
“Bunda
dan ka’Nef berhenti nangis, ka’Feiv kembali ke rumah, Nara cepat besar biar
bisa bantu ayah cari uang” jawaban polos gadis kecilku.
“Gadis
kecil ayah harus bersabar” mengecup hangat dirinya.
“Nara
memang suka tidak sabaran yah?” Nara.
“Tuhan
punya waktu buat menjawab isi doa Nara,” jawaban buatnya.
“Kapan
Tuhan jawab?” Nara.
“Suatu
hari kelak, Tuhan pasti menjawab.” Entah kalimat tersebut tepat sesuai adaptasi
bahasa anak-anak pada umumnya ataukah tidak sama sekali. Satu hal, hanya
kata-kata tersebut terlontar begitu saja keluar buat seorang anak masih berusia
empat tahunan…
“Kau
harus bertahan hidup untuk melihat Tuhan menjawab setiap seru doamu” jeritan
hati sang ayah berteriak hebat jauh di dasar hati.
“Melihatmu
menikmati sinar matahari terbit dan terbenam merupakan kebahagiaan terbesar
seorang ayah bagi gadis kecilnya” sekali lagi kata-kata tersebut berkumandang
kuat di dalam.
“Ayah,
ikannya buat bunda saja” kepolosan Nara membayangkan sang bunda…
“Tentu
sayang” membalas kalimatnya.
“Buat
ka’Nef juga” Nara.
“Sepertinya
ka’Lazki dilupakan ma Nara” tersenyum ke arah Nara.
“Ka’Lazki
kan tidak pernah nangis,” Nara.
“Terserah.”
Tubuh
mungil Nara berjuang tidak memperlihatkan rasa sakit di hadapan kami semua.
Bernyanyi, tersenyum, tertawa, bahkan menganggap dirinya tidak pernah sakit
sama sekali. Hal lebih kacau adalah gadis sekecil dia membutuhkan perhatian dan
kasih sayang lebih, akan tetapi keadaan justru berbalik arah. Seolah dirinya
lebih kuat berperan untuk memberi penghiburan, kekuatan, senyum, kehangatan bagi
kami sekeluarga.
“Buat
bunda” Nara kecil menyodorkan hasil pancingan hari ini penuh semangat.
“Bunda
tidak pernah mengizinkan Nara keluar rumah” marah melihat kelakuan sang gadis
kecil.
“Nara
hanya cari angin saja bunda,” menjawab dengan wajah menunduk…
“Kenapa
ayah mengikuti semua kemauan Nara? Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dia
di tengah jalan?” amarah Zarah akhir cerita meledak ke arahku.
“Biarkan
Nara menikmati kehidupan luar seperti anak lain” tegurku.
“Menurut
ayah, lantas bagaimana perasaan bunda kalau-kalau anakku tidak akan pernah bisa
membuka matanya esok hari karena petualangan sehari?” tangis Zarah meledak
seketika.
“Bunda
jangan nangis lagi” Nara berlari memeluk sang bunda.
“Jangan
membuat bunda ketakutan histeris” raut wajah terbungkus rasa takut bernar-benar
terbaca jelas…
“Tuhan
sudah menyembuhkan Nara” senyum Nara.
“Bunda
sangat takut…” Zarah seakan tidak dapat menahan rasa takut dalam dirinya
sendiri.
“Bunda”
suara Nefrit hadir di tengah kami setelah mendengar ledakan tangis Zarah.
Bagian
4…
Nefrit Fidelis…
Hidup
tidak pernah adil buatku sampai kapanpun juga. Perasaan kecewa terhadap Tuhan
selalu dan selalu terjadi pada jalanku. Berdiri depan cermin, menatap wajah
sendiri, bahkan menangis histeris karena ketidak-adilan Tuhan. Saya bisa apa
untuk masa depan? Saya hanya mempunyai wajah standar, sehingga tidak pernah bisa
menjadi seorang primadona sekolah. Ayahku bukan pengusaha seperti ayah teman-temanku,
lebih kacau lagi kehidupan berada pada garis ekonomi miris.
Hal
terburuk diantara paling terburuk adalah kakakku seorang berandalan, pemakai
narkoba, keluar masuk penjara, selalu melakukan kejahatan. Jujur, saya malu
mempunyai keluarga terburuk seperti itu. Kenapa saya harus lahir sebagai anak
Abraham penjual barang campuran di pasar? Kenapa wajahku berada pada garis
standar, sampai-sampai semua teman sekolahku menjauh? Kenapa saya juga harus
terlahir idiot dengan jenis IQ paling rendah sehingga selalu saja berada di
kelas yang sama setiap tahun?
Semua
teman seumuranku sudah jauh berjalan ke depan bahkan berada pada bangku kuliah,
sedangkan hidupku hanya bercerita tentang kegagalan. Seakan saya tidak
mempunyai masa depan sama seperti kebanyakan anak lain. Ejekan, terkucilkan,
bodoh, miskin, mempunyai kakak berandalan, wajah standar, dan masih banyak lagi
sedang bermain hebat dalam perjalanan Nefrit Abraham. Saya benar-benar membenci
Tuhan sampai kapanpun juga.
“Jangan
dekat-dekat dengannya” satu sama lain teman-temanku berkata-kata bahkan bukan
lagi berbisik…
“Kenapa
memang?” pertanyaaan menyindir yang lain sambil tertawa.
“Kakaknya
narkoba, adiknya penyakitan, sedang dia manusia paling idiot sedunia” secara
terang-terangan berteriak keras tanpa memikirkan perasaanku.
“Jangan
sampai tertular.”
“Miskin,
idiot, berantakan, hancur…” semua tertawa bahagia menyerang kehidupanku.
“Dengar-dengar
ayahnya melakukan kejahatan di masa lalu, sampai keluarganya kena kutuk dari
Tuhan seperti itu.” Suasana kelas, kantin, perpustakaan, taman sekolah hanya
akan bercerita tentang penghinaan terhadap kehidupan keluargaku.
Para
tetanggapun ramai membicarakan kehidupan keluargaku di setiap sudut
persimpangan. Hidup keluarga Abraham hanya bercerita tentang kutuk tanpa
kehidupan. “Saya benci terlahir sebagai anak ayah” meluapkan emosi di suatu
tempat sepi tanpa seorangpun lalu lalang disana.
“Saya
malu mempunyai kehidupan seperti ini” histeris menangis setiap pulang sekolah
dan berada di tempat tersebut hanya untuk meluapkan segalanya.
“Saya
terlalu membenciMU Tuhan,” menyalahkan sang pencipta atas segala hal yang
terjadi. Kenapa mengutuk kehidupanku sampai semua orang menjauh? Apakah Tuhan
dendam begitu mendalamnya sampai menghancurkan masa depanku? Saya tidak ingin lagi
mempunyai Tuhan, walaupun ayah selalu mengajar tentang hidup takut terhadapNYA
apapun keadaan di depan mata.
Berulang
kali saya mencoba bunuh diri tapi selalu gagal. Terkadang saya ingin
menjatuhkan diri dari sebuah gedung pencakar langit di kota ini, akan tetapi
ketakutanku jauh lebih besar bermain. Hal terlucu lagi adalah menceburkan diri
ke sungai dan tanpa sadar ternyata air di tempat tersebut hanya setinggi lutut
alias dangkal. Sengaja berjalan di tengah lalu lintas kendaraan setidaknya
membiarkan truk maupun mobil menabrak tubuhku hingga hancur berantakan. Di luar
dugaan selalu saja ada orang lain datang menolong secara tiba-tiba ataukah sang
pemilik kendaraan melakukan rem mendadak sehingga berhasil menjauh dari diriku.
Hanya maut yang dapat mengakhiri kisah paling mengerikan dalam jalanku.
“Anak
idiot” bayangan kata-kata mereka terngiang.
“Keluarga
terkutuk.”
“Keluarga
sial”
“Sampai
kapanpun tidak akan pernah mempunyai masa depan” ucapan-ucapan menyakitkan
terus saja terngiang memenuhi gendang pendengaran. Selalu saja menangis
histeris setiap pulang sekolah dan berjalan memasuki kamar. Tidak memperdulikan
ayah, bunda, Nara, juga ka’Lazki hanya ingin melampiaskan rasa sakit di dalam
kamar seorang diri.
“Mungkin
ayah bukan seorang ayah terbaik dan sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi
setidaknya teruslah berada dalam dekapan ayah jika kau merasa terluka”
kata-kata ayah berjalan masuk setelah berhasil membuka kunci kamarku.
Di
satu sisi saya malu terlahir dari keluarga seperti ini. jujur, kata malu
mengakui dirinya sebagai ayah jauh lebih kuat bermain dibanding apapun. Akan tetapi
di sisi lain, hanya ayah saja yang dapat mendekapku dan memahami rasa sakit
berkepanjangan. Kenapa Tuhan tidak adil membuat kehidupan kami penuh
penderitaan? Kenapa Tuhan terus saja menimpakan kutuk?
“Jangan
dengarkan kata orang tentang dirimu. Kau tetap gadis sempurna bagi seorang ayah
sepertiku dengan masa depan terbaik suatu hari kelak” kalimat bijak ayah
membelai rambut panjangku.
“Semua
orang mengejek Nef tidak punya masa depan” histeris menangis…
“Siapa
bilang Nef tidak punya masa depan? Itu hanya ucapan mereka” ayah.
“Memang
seperti itu kenyataannya” semakin histeris.
“Manusia
bisa saja berkata-kata sesuka hati dan mengutuk sesuai bahasa mereka, tetapi
kau harus tetap berpegang teguh pada sebuah pernyataan jika masa depanmu ada di
tangan Tuhan. Ngerti?” bagaimana mungkin saya percaya Tuhan, sementara hidupku
sendiri benar-benar membenciNYA.
“Tapi
Nef benci Tuhan” balasku…
“Nef,
tidak berarti hidupmu mengalami perjalanan maupun situasi buruk terus hati/
mulutmu harus berkata-kata seperti ini” ayah.
“Miskin,
kakak Nef penjahat kelas kakap, Nara terus saja penyakitan, bunda selalu saja
nangis, keluarga kita diejek semua orang sial, terakhir Nef terlahir sebagai
manusia paling idiot karena tinggal kelas berulang kali…” amarahku meledak…
“Ayah
tidak pernah mengajarkan Nef harus membenci Tuhan karena rasa tidak adil ketika
mengarungi bahtera hidup. Belajar merendahkan hati di tengah situasi apapun
jauh lebih baik dibanding berkata-kata buruk seperti itu,” ayah.
“Nef
akan tetap membenci Tuhan, bagaimanapun ayah ceramah panjang kali lebar kali
tinggi sesuka hati…” rasa geram terhadap Tuhan semakin meledak.
“Manusia
yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan, hanya
Tuhan sajalah yang maha tinggi.” Seakan ayah menganggap putrinya sangat angkuh
dan sombong, pada hal secara logika kehidupanku penuh air mata.
“Saya
rasa terbalik cerita, justru Tuhan yang terlalu sombong dan angkuh bukannya
Nef” kegeraman paling terkacau…
“Nef
berkata-kata seperti itu berarti tanpa sadar kesombongan dan keangkuhan memang
jelas membungkus. Belajar merendahkan hati jauh lebih baik dibanding
berkata-kata…” ungkapan perasaan ayah kemudian berjalan keluar meninggalkan
putrinya seorang diri.
Sepertinya
saya salah menilai ayah. Seolah kehidupanku sudah jatuh tertimpa tangga lagi
tanpa tahu harus berlari kemana. Menghabiskan waktu menangis histeris setiap
saat karena segala jenis tekanan hidup berlari ke arahku. “Nef, naiklah”
seseorang menghentikan motornya depan gerbang sekolah.
“Ka’Lazki”
hampir tidak percaya…
“Jangan
mendekat manusia sial seperti dirinya” seperti biasa semua berlari menjauh
dariku…
“Coba
ulang ucapanmu sebelumnya” ucapan tajam ka’Lazki tiba-tiba menyerang mereka.
“Siapa
lagi kalau bukan Nefrit, keluarganya kan sekarang lagi dikutuk habis-habisan ma
sang pencipta…” salah satu jawaban dari mereka.
“Hari
ini kalian bisa menertawakan lebar adikku, tapi kelak kalian akan dipermalukan
olehnya dengan sebuah prestasi” jawaban tertajam membela sang adik.
“Ternyata
kakaknya toh,”
“Jaga
mulutmu, sekali lagi kau menyerang adikku, tentu saya tidak segan-segan menyerang
dua kali lebih parah, ngerti?” pertama kali berada di sekolahku dan membuat
sesuatu hal fantastis seperti sekarang. Menarik tanganku ke motornya, kemudian
melaju dengan kecepatan tinggi ke suatu tempat. Hembusan angin keras sepanjang
perjalanan membungkus diri…
“Kenapa
kakak membawaku ke tempat seperti ini?” pertanyaanku setelah kami berada jauh
dari ibu kota. Ternyata ka’Lazki mengatur
segalanya yaitu meminta izin ke pihak sekolah selama 3 hari untuk berada
di sebuah perkampungan kecil. Perjalanan ibu kota dan kampung kecil disini
memakan waktu selama beberapa jam, hal lebih kacau kami memakai motor dengan
kecepatan tinggi.
“Untuk
membuatmu bersenang-senang” senyum Lazki menarik hidungku.
“Kakak
tidak takut dipecat minta cuti terus?” tegurku.
“Bos
rumah sakitnya takut ma kakak,” gurauan terkacau dari ka’Lazki.
“Seragam
sekolahku?”
“Tenang
saja, kakak punya banyak persedian baju di lemari” ka’Lazki.
Suasana
kampung asri, tenang, tanpa kata-kata mengerikan dari siapapun membuatku
sedikit terhibur. Menikmati aliran air jernih di tengah-tengah taman, mendengar
alam bercerita, pohon-pohon bernyanyi oleh karena hembusan angin sepoi. “Bibi
kemana?” tanyaku.
“Bunda
lagi mengurus keponakan dari ayah di kampung sebelah, jadi sorry tidak bisa
ketemu Nef selama disini” ka’Lazki.
“Terserah”
cetusku menjawab acuh tak acuh.
Pagi-pagi
sekali ka’Lazki menarik tubuhku dari ranjang biar lari pagi sambil menikmati
embun di sekitar. “Pagi non,” seorang petani menyapa dengan sangat ramah ke
arahku.
“Nef,
tidak semua orang di dunia ini berpikir jahat, negative, kacau tentangmu” tegur
ka’Lazki.
“Seperti
petani itu maksudnya?” keningku sedikit berkerut.
“Iya,
memang” anggukan ka’Lazki. Asap kabut masih tebal menghantam kampung disini,
kenapa? Karena suasana masih bercerita tentang pagi hari dan bukan siang.
Mangajakku jalan menuju sebuah puncak gunung bahkan harus melakukan pendakian
luar biasa. Keringat bercucuran membuat seluruh pakaianku basah…
“Coba
lihat pemandangan di sana!” menunjuk ke bawah dan memang benar-benar menakjubkan…
“Wow,
sangat manis” terkagum-kagum…
“Bahagia
melihat Nef tersenyum pertama kali seperti ini,” ka’Lazki.
“Ternyata
kakak sadar betul kalau Nef sama sekali tidak pernah tersenyum seperti
sekarang?” ujarku.
“Nef,
Tidak selamanya seseorang yang selalu berada di urutan belakang dalam segala
hal mempunyai masa depan hancur. Sama seperti dirimu hanya membutuhkan waktu
dan tingkat kesabaran cukup tinggi untuk membuktikan pada dunia tentang
perjalanan indahmu” ka’Lazki.
“Nef
selalu tinggal kelas, syukur-syukur kalau bisa lulus sekolah tahun ini”
balasku.
“Prestasi
terbaik seseorang tidak selalu bercerita tentang dunia akademik. Bukan berarti
kau selalu berada pada urutan terbelakang di dunia akademik, sedangkan di
bidang lain jalanmu tidak bisa menjadi yang pertama.” Ka’Lazki.
“Semua
akan memandang kalau prestasi akademik selalu berada di urutan pertama.”
“Siapa
bilang?” tegur ka’Lazki.
“Kenyataan
hidup” jawabku.
“Di
luar sana ada orang memang mempunyai prestasi di dunia akademik sampai akhir
cerita berhasil menjadi seorang dokter spesialis, ilmuwan, dosen, dan masih
banyak lagi sesuai mimpi…” ka’Lazki.
“Tapi,
ada juga mereka mempunyai masa depan bukan karena prestasi akademik mereka
terbaik diantara yang terbaik, melainkan…” ka’Lazki berkata-kata lagi…
“Melainkan?”
“Melainkan
mereka mempunyai talenta di bidang lain. Ada orang menjadi pelukis terkenal,
artis, model, penari balet, penyanyi, pemusik handal, berprestasi dalam bidang
olah raga tetapi masalah akademik juga selalu bercerita dibelakang bukan yang
terdepan” ka’Lazki
“Nef
masih belum mengerti makna dialog kakak” wajah masih bingung.
“Temukan
talenta dalam dirimu. Bagaimanapun proses panjang bahkan seakan tidak menemukan
hasil, tapi kau harus terus berlari mencari bakat terpendammu, setelah berhasil
gali terus untuk membawanya ke permukaan” ka’Lazki.
“Bagaimana
kalau tidak berhasil sama sekali?” pertanyaan…
“Berhasil
tidaknya tergantung pribadi seseorang. Saya rasa kau pasti bisa menemukan,
entah memakan waktu cepat, sedang, dan lama” ka’Lazki.
“Saya
membenci pelajaran-pelajaran sekolah,” kalimatku…
“Masing-masing
pribadi berbeda-beda, kenapa? Ada orang dengan kadar IQ paling terbawah tetapi
ingin terus bertahan dalam dunia akademik dan akhir cerita berhasil menjadi
pertama melalui proses panjang. Namun, di tempat lain hampir keseluruhan memang
mencari bidang lain yang mereka sukai sesuai talenta di dalam diri” ka’Lazki.
“Bukan berarti saya menyuruhmu mencari bakat
dalam dirimu, lantas kau berhenti sekolah atau tetap tinggal kelas di sekolah
sama bertahun-tahun sampai tua. Minimal lulus” sekali lagi bercerita…
Bagian
5…
Nefrit…
Merenung
memikirkan kata demi kata sebagai bahan masa depanku sendiri. Ternyata,
ka’Lazki sengaja membuatku berada di kampung ini kemudian membawaku melakukan
sebuah petualangan pendakian puncak gunung. Proses panjang menemukan titik
puncak gunung mempunyai tingkat kesulitan masing-masing selama kaki mencoba
menapaki sedikit demi sedikit. Jalanan licin, berbelok-belok, pinggiran jurang,
takut ketinggian, batu-batuan sekitar menjadi masalah utama ketika kaki ingin
terus menemukan puncak gunung itu sendiri.
“Saya ingin belajar percaya, kalau KAU tidak
seperti yang kubayangkan selama ini” berkata-kata jauh di dasar hati sambil
menatap bintang-bintang langit. Sejak dulu, saya membenci Tuhan karena segala
hal buruk selalu saja terjadi dalam perjalananku. Berpikir bahwa sang pencipta
maha tidak adil untuk objek apapun di dunia. Perjalanan sial, kutuk, air mata,
terkacau, miskin, terlempar, tidak pernah dianggap adalah kisah miris seorang
Nefrit.
“Tuhan,
buktikan padaku kalau KAU bukan Tuhan paling sombong dan angkuh!” bisikan hati
kembali bercerita terhadap sang pencipta. Saya hanya butuh sebuah bukti tentang
pernyataan ayah kalau Tuhan itu adil juga tidak seperti pemikiranku selama
bertahun-tahun.
Belajar
menemukan talenta tersembunyi dalam diriku itulah yang sedang ingin kujalani
setelah kembali ke kota. “Ayah tidak perlu khawatir, Nef hanya butuh waktu
untuk mengerti petualangan dan proses hidup” tanpa sengaja gendang
pendengaranku mendengar dialog percakapan antara ka’Lazki dan ayah melalui
saluran telepon. Mereka berdua ternyata bekerja sama untuk membawaku ke tempat
seperti ini. Percakapan tersebut membuatku tersadar akan sesuatu hal
tersembunyi dibalik sosok pribadi ayah…
Ayah
ingin membuktikan pada dunia tentang masa depan terbaikku. Saya baru menyadari,
jika dirinya sama sekali tidak akan pernah menjatuhkan air matanya apapun
situasi depan mata. Semua dapat berkata-kata buruk tentang ketiga buah hatinya,
akan tetapi sikap tenang memang terus saja melekat. Kalimat sebagai ayah paling
gagal, pada dasarnya sangat wajar diberikan buatnya, kenapa? Karena seperti
itulah kenyataan hidup dalam perjalanan keluarga Fidelis.
“Ayah
tergagal di dunia, tapi masih terus mencoba menyatakan sesuatu pada dunia tanpa
seorangpun menyadari semua itu” kata-kata sedikit sinis mengingat dialog
mereka.
Seluruh
dunia berkata ayah terlalu lemah dalam mendidik sehingga terjadi kekacauan
terbesar dalam kehidupan keluarganya sendiri. Di tempat lain tidak bercerita
tentang permasalahan mendidik melainkan hidupnya hanya bercerita kutuk, sial,
dosa masa lalu, murka Tuhan, pembawa bencana. Satu kalimat mengungkapkan sisi
hidupnya yaitu ayahku terlalu kuat bahkan lebih dari kata tersebut untuk
menghadapi ketiga buah hatinya.
“Bantu
ayah untuk keluar sebagai pemenang di antara para ayah bagaimanapun kenyataan
hidup melukai hatimu” kata-kata ayah mencium pucuk kepalaku setelah saya
kembali ke rumah lagi.
Ayah
pikir jika putri cengengnya sudah tertidur pulas, pada hal kenyataan sebenarnya
adalah tidak sama sekali. Hanya berpura-pura menutup mata di atas tempat tidur
setelah menyadari suara sang ayah sekitar pintu kamar. Menggenggam kuat
tanganku bersama tarikan napas panjang seakan beban yang terlalu kuat
benar-benar terasa olehku untuk pertama kalinya…
“Ayah
pasti bisa menjadi pemenang untuk membawamu ke garis finish. Ini hanya proses
bagi hidupmu bersama segala cerita tentang kekurangan, pembulyan, tangis,
terluka, rasa kecewa, prinsip untuk menata dalam sebuah petualangan.” Rasa-rasanya
saya ingin menangis seketika mendengar ucapan sang ayah bagi putrinya.
Meluapkan perasaan emosional saat berpikir anaknya tertidur lelap…
Sejenak
berpikir tentang defenisi kemenangan sang ayah setelah mengingat setiap
kegagalan demi kegagalan dari jalan hidup Gibran Fidelis. Kata kuat, tenang,
bijak, mempunyai setitik harapan ketika objek gagal sebagai ayah melekat pada
dirinya. Laki-laki beriman karena melihat setitik harapan untuk memulihkan
segala sesuatu menjadi gambaran makna nama Gibran Fidelis yang sekaligus
menjadi sosok ayah buatku.
“Maaf
membuat hatimu hancur” rasa sesak menyebar mengingat segala kata-kata kasar
terlontar tanpa sadar setiap terjadi dialog antara diriku dan ayah.
Saya
akan mencoba belajar menanggapi ucapan bijak sang ayah. Tentu bukan hal mudah,
namun kaki ingin memulai menapaki sesuatu dan percaya tentang setitik harapan.
Jujur, hidupku benar-benar tidak menyukai dunia akademik, hanya saja saya akan
berjuang keras agar bisa lulus sekolah tahun ini. Selain hal tersebut, perjalananku
akan belajar mencari talenta yang memang terpendam kuat dalam diri demi sebuah
pembuktian pada dunia…
“Anak-anak
hari ini kita kedatangan guru baru di sekolah” ibu Hana mengisyaratkan sesuatu
setelah berdiri beberapa menit di depan kelas.
“Paling
guru sejarah pengganti ibu Monik” satu sama lain seakan tidak memperdulikan
karena menganggap hal biasa bagi para siswa.
“Orang
tua tanpa gigi” ledekan seorang siswa hingga seluruh kelas riuh dan tertawa…
“Siapa
bilang saya guru tanpa gigi?” tiba-tiba saja sosok pemuda berkaca mata, kulit
sawo matang, manis, rambut tersisir rapi berjalan manis menuju kelas kami.
“Model
majalah terbaru” semua mata terkagum-kagum menyaksikan pemandangan gratis
sekarang…
“Perkenalkan,
saya Brian Nicolas guru sejarah kalian yang terbaru. Btw, stop bertanya apapun,
kenapa? Karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan kalian” ujar sang guru.
“Pada
hal kami hanya mau nanya, bapak waktu pembagian wajah jelek kenapa tidak
hadir?” seorang lagi mengoceh…
“Memang
kenapa kalau tidak hadir?” pak Brian balik bertanya sambil bertolak pinggang.
“Kan
kalau bapak terlahir ke dunia fanah dengan wajah jelek, minimal hatiku tidak
terpesona seperti sekarang menatap wajah bapak…” jawaban paling jenius membuat
seluruh isi kelas berteriak gaduh pada salah satu murid centil.
“Berhenti
bergurau, sekarang perkenalkan diri kalian satu per satu” pak Brian.
“Bapak
paling tampan sedunia, perkenalkan saya Nesia Fadilah salah satu siswi paling
primadona di sekolah ini” wow, seperti biasa gaya centil salah satu teman
sekelasku.
“…”
Perkenalan
seorang demi seorang mulai terjadi sampai akhirnya giliranku pun tiba. Seperti
biasa mereka semua mulai menertawakan segala sesuatu dalam diriku, sampai saya
benar-benar terlihat gagap untuk berkata-kata. Sang guru hanya diam membisu
menatap ulah seluruh muridnya tanpa menghentikan mereka. Tidak seorangpun akan
membelaku di sekolah. Baik guru, para orang tua, terlebih teman-teman hanya
tahu menertawakan keberadaanku semata.
Menarik
nafas panjang berjalan menyusuri jalan raya setelah pulang sekolah. Manusia
dengan segala kekurangan, itulah diriku. Saya ingin belajar terlihat kuat
sekalipun semua terlihat sama hanya bercerita kelemahan dan kelemahan dalam
diriku. Mencoba menemukan talenta tersembunyi dalam diriku merupakan rutinitasku
sekarang setiap pulang sekolah.
“Mungkin
saya bisa menjadi seorang pelari tercepat” berpikir seketika. Hal terkacau
selanjutnya adalah belum apa-apa saya sudah pingsan duluan di tengah jalan saat
kaki mulai berlari sekuat tenaga setelah jam pelajaran sekolah usai. Maka makin
ditertawakanlah dunia Nefrit…
“Pelari
bukan, berarti perenang handal tentu…” mencari sungai kemarin tempatku ingin
menceburkan diri alias mati secepat mungkin tapi ternyata airnya hanya sebatas
lutut semata. Belum turun ke sungai, saya sudah lari duluan karena melihat
katak kecil bermain-main di tempat tersebut.
Menonton sebuah acara show di TV dengan
menampilkan beberapa jenis dance terhebat. Sejenak berpikir akan talenta
tersembunyi dalam diriku adalah berada di dunia dance sama seperti mereka.
Memutar beberapa video dance, kemudian mencoba menirukan gaya mereka dan hasil
terakhir kaki terkilir bahkan menjadi bahan tertawaan Nara. “Kakak seperti usir
nyamuk saja” Nara meledek sambil tertawa…
“Berhenti
menertawakan kakak!” rasa kesal melihat kelakuan Nara.
Sebenarnya
talenta tersembunyi dalam diriku itu ada dimana? Suara juga seperti radio rusak
kalau masuk dunia tarik suara. Membeli beberapa jenis alat music bekas seperti
piano, gitar, biola, drum dan berpikir tentang kisah perjalanan akan berada
pada salah satu bidang tersebut. Uang tabungan selama bertahun-tahun habis
ludes dikarenakan kisah tragis ingin mencari talenta tersembunyi. Itu pun masih
dibantu uang ayah juga ka’Lazki untuk menutupi sisanya yang masih belum terbayar.
Hal terkacau adalah ayah selalu saja tersenyum menyaksikan tingkahku.
Nara
memang butuh biaya berobat, tapi kisahku pun ingin mencari talenta tersembunyi
tanpa peduli akan menghabiskan sejumlah uang. Saya juga bermimpi tentang masa
depan cerah, akan tetapi tidak bercerita dari dunia akademik melainkan tempat
lain. Hidup Nefrit Fidelis benar-benar menyedihkan bahkan lebih dari kata
tersebut. Bagaimana tidak? Belajar memainkan alat music gitar dengan mengamati
beberapa video, program acara TV, acara-acara sekolah, bahkan beberapa pengamen
jalanan tetapi hasilnya adalah nol persen. Kekacauan lain lagi adalah Nara
dapat memainkan alat music tersebut hanya karena terus berada di sampingku
ketika berlatih sambil menonton sebuah video.
“Nara
hebat” ka’Lazki terkejut melihat permainan gitar gadis kecil berusia 4 tahun.
Kekaguman
ayah, bunda, juga ka’Lazki masih belum berakhir menyaksikan permainan gitar
Nara. Semua jenis peralatan music bekas di rumah pun dapat dimainkan oleh anak
kecil seperti dirinya. Hal terkacau bahkan menjadi garis kesimpulan, kalau
bukan saya yang jenius memainkan alat-alat music tersebut melainkan adik
kecilku yang sebentar lagi akan dipanggil Tuhan. “Anak bunda memang jenius”
pujian bunda sangat bahagia.
Pertama
kali melihat bunda tersenyum lebar setelah bertahun-tahun hanya meneteskan air
mata karena ketiga buah hatinya menjalani hal mengerikan. Menjadi pertanyaan,
haruskah saya iri terhadap adik sendiri? Bagaimana kisah masa depanku tanpa
mengetahui talenta dalam kehidupan sendiri ke depan? Saya tidak ingin mempunyai
perjalanan buruk lagi apapun keadaannya…
“Buat
saya percaya kalau KAU bukan TUHAN paling sombong dan selalu berlaku tidak adil
terhadap kehidupanku pribadi!” menengadah ke langit sambil berbisik jauh di
dasar hati menatap bintang malam. Sepertinya keraguan mulai muncul kembali
tentang ketidak-adilan Tuhan. Saya juga ingin memiliki satu talenta untuk
menjalani kisah perjalanan yang selalu saja mempermainkan hidup. Salahkah saya
mempunyai rasa iri terhadap adik sendiri? Seakan dalam perjalananku hanya
bercerita tentang kekurangan dan kekurangan di segala bidang.
“Jadikan
ayah pemenang ketika kakimu ingin belajar menemukan setitik harapan dalam
setiap luka yang terus saja menancap.” Seperti biasa tanpa rasa bosan, ayah
selalu berjalan ke kamar untuk berkata-kata saat kedua putrinya terlelap dalam
tidurnya. Ayah mengira jika anaknya tidak akan pernah mendengar apapun setiap
curahan hatinya. Memberi kecupan dan membelai rambutku tanpa rasa bosan sama
sekali sambil berkata-kata tentang banyak hal sebelum akhirnya berjalan keluar
meninggalkan kami.
Berpura-pura
tidur lelap jauh lebih baik, dari pada ayah menyadari putrinya selalu mendengar
curahan hatinya setiap malam. “Jangan menyerah mencari talenta tersembunyi
dalam dirimu, sampai suatu ketika kau dapat membuktikan pada dunia akan
perjalanan terhebat yang pernah dimiliki olehmu” salah satu pernyataan paling
kacau dari seorang ayah seperti dirinya.
“Jangan
menyerah mencari talenta tersembunyi…” menirukan kembali kalimat ayah saat keadaan
benar-benar lelah mencari sesuatu yang tersembunyi. Mustahil menemukan hal
terbaik dalam hidupku sendiri, kenapa? Kisahku selalu berada pada gagal bahkan
hanya bercerita tentang kekurangan semata.
Menghabiskan
waktu di sebuah pusat perbelanjaan terbesar setelah jam pelajaran sekolah
selesai untuk pertama kalinya bagi hidup. Entah dorongan dari mana membuatku
ingin bersantai sejenak menyusuri setiap lantai plaza tersebut. Mataku terkagum
menatap gambar seorang model tertawa lebar pada salah satu showroom terbesar di
hadapanku. Apakah saya bisa menjadi sama seperti dirinya terkenal, cantik,
mendapat pujian banyak orang, idola banyak orang?
“Saya
kan tidak jelek-jelek amat, bolehlah jadi model” menatap wajah sendiri depan
cermin showroom…
“Nef”
seseorang berteriak memanggil namaku.
“Ka’Lazki”
terkejut, malu, wajah menunduk ketahuan berkeliling sekitar plaza.
“Jangan
kaget, sebenarnya kakak janjian dengan seseorang disini tapi sepertinya batal
sih” ka’Lazki menggaruk-garuk kepala seakan terlihat kesal…
“Bagaimana
kalau kita berdua cuci-cuci mata doang, sekaligus makan mungkin” seru ka’Lazki
mendorong tubuhku ke arah kanan showroom. Pertama kali melakukan hal seperti
sekarang mengunyah permen karet sampai membuatnya menjadi balon besar, bermain
seperti anak kecil, tertawa lebar, membeli permen lollipop paling besar, dan
masih banyak lagi. Kenapa saya tidak melakukan semua ini dari dulu?
Bertahun-tahun hidup hanya meratapi segala jenis beban masalah.
Hal
terbodoh di antara paling bodoh adalah hidup selalu saja berfokus pada apa kata
orang hingga akhir cerita perasaan kecewa pun terus membungkus. Jauh lebih baik
membiarkan hinaan semua orang dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu,
dibanding berada di tempat sama untuk menghancurkan diri sendiri. “Kakak, bagaimana
kalau Nef menjadi model saja?” satu pertanyaan tetapi membuat wajah ka’Lazki
merah karena tertawa keras.
Sekarang
kami berdua menjadi pusat perhatian semua orang di sini. “Lebih baik habiskan
makananmu sekarang!” perintah ka’Lazki memasukkan roti burger besar ke mulutku.
“Saya
serius, mungkin bakat terpendam dalam diriku adalah menjadi seorang model”
“Nef,
jangan berpikir aneh” cetus ka’Lazki.
“Aneh
bagaimana maksudnya?” sedikit mengerutkan kening.
“Kakak
saja tidak pernah bermimpi jadi model atau artis, lah situ kenapa mimpi aneh
gitu?” ka’Lazki seperti memberi penghinaan…
“Ka’Lazki
keterlaluan” marah seketika.
“Kakak
terlahir cantik juga tidak bakalan bercita-cita jadi model, apa lagi wajahku
yang sekarang luar biasa standarnya paling dibawah” ka’Lazki.
“Berarti
wajah ka’Lazki dan Nef sebelas dua belas maksudnya alias jelek?”
“Nef,
kalau kakak sih bukan masalah jelek juga tapi ada hal lain” ka’Lazki.
“Hal
lain?”
“Jadi
model atau artis itu harus siap menjadi bahan gossip kiri kanan sekalipun hanya
setitik saja kesalahan yang diperbuat. Kehidupan keras sampai banyak orang
selalu berada pada jurang yang sama karena tidak mampu melawan, jadi berpikir
dulu sebelum punya niat ke bidang sana” ka’Lazki.
“Kehidupan
keras…” gumamku…
“Nef
harus siap menjalani tuntutan pekerjaan dunia modeling dan keartisan” ka’Lazki.
“Contohnya?”
pertanyaanku balik.
“Siap
bergaya depan kamera sambil dipegang kiri-kanan sama lawan jenis untuk promo
sebuah brand pakaian mungkin atau objek lainnya. Suka tidak suka harus
dijalani, bagi sebagian orang hal tersebut biasa, tetapi berbeda bagi konsep
berpikir kehidupan keluarga kita. Ngerti?” ka’Lazki.
“Jadi?”
“Kau
siap berpelukan bahkan berciuman dengan cowok manapun karena tuntutan acting?
Kalau siap, yah silahkan berjuang terus menjadi artis karena itu impianmu”
ka’Lazki.
“Satu
lagi, kau harus mempunyai standar kualitas acting dan tidak asal-asalan semata.
Kakak lebih baik jadi suster seumur hidup dibanding ada di dunia sana” ka’Lazki
sepertinya curhat…
“Saya
juga ingin jadi seperti yang lain, hidup dengan masa depan terbaik” kepala
tertunduk di hadapan ka’Lazki.
“Nef
harus sabar mencari telenta tersembunyi dalam kehidupan sendiri. Semua yang kau
inginkan butuh proses…” ka’Lazki.
“Hari
ini gagal, tidak berarti esok memberi hasil sama. Andaikan gagal lagi berarti
hidupmu harus terus mencari dan mencari sampai kau menemukan objek terbaik bagi
masa depan sendiri. Tetaplah berlari!” ka’Lazki.
Bagian
6…
Menjalani
kehidupan sepertinya tidak mudah bagi Nefrit terlebih harus berhadapan dengan situasi
sama, tetapi cerita hanya berkisah tentang kegagalan dan kekalahan. “Gagal lagi
mencari talenta tersembunyi” teriakan histeris Nefrit. Melemparkan berulang
kali batu kecil ke sebuah sungai sebagai bahan pelampiasaan hari ini. Masih
mengenakan seragam sekolah duduk termenung sambil meratapi nasib sendiri.
Teman-teman seumurannya sekarang sudah berada pada bangku kuliah, sementara
diri sendiri masih saja memakai seragam sekolah.
Keinginan
berhenti sekolah sudah lama muncul di benaknya, hanya saja sang ayah tetap
bersikeras menyekolahkan dirinya. “Hal terbodoh memang” Nefrit menepuk kepala
sendiri. Pemikiran seorang gadis sepertinya menginginkan sesuatu tersembunyi di
luar dunia akademik demi meraih masa depan terbaik. Berjalan meninggalkan
sungai dengan kepala menunduk…
“Ka’Feiv,
ayo pulang” tiba-tiba saja dia dikejutkan suara Nara berteriak memanggil
Feivel. Mencoba mencari arah suara tersebut tidak jauh dari tempatnya berdiri…
“Nara”
rasa geram Nefrit mendapati adiknya berusaha menarik tangan Feivel depan sebuah
gudang tanpa penghuni.
“Anak
kecil penyakitan, pergi!” Feivel mendorong Nara.
“Bunda
selalu nangis karena kakak pergi” Nara masih mencoba bangkit mengejar kakaknya.
“Lepaskan”
untuk kedua kali Feivel mendorong tubuh Nara.
“Bajingan”
Nefrit melempar sebuah batu berukuran sedang ke arah Feivel sampai membuat
kepalanya terluka seketika.
“Dia
bukan kakakmu, ngerti?” kekesalan Nefrit menggendong Nara setelah melakukan
aksinya. Sosok gadis yang selama ini terlihat lemah, tetapi berujung menakutkan
pada situasi tak terduga…
“Luka
itu tidak seberapa dengan tangisan bunda, pengorbanan ayah, ejekan semua orang
buatku karena manusia sepertimu, luka Nara karena perlakuanmu” emosional Nefrit
tak terkendali menatap geram sang kakak.
“Gadis
idiot” Feivel ingin mencoba menampar Nefrit, tetapi sesuatu menahannya.
“Nara
selalu menunggu kakak di rumah” kata-kata Nara menatap ke arah Feivel.
“Dia
bukan kakakmu lagi” Nefrit marah melihat tingkah sang adik. Berlalu dari
hadapan Feivel sambil membawa Nara dalam dekapannya. Bagaimana bisa gadis kecil
seperti Nara berjalan sendiri di tempat seperti itu.
Nefrit
hanya ingin melindungi adiknya agar tidak diperlakukan kasar oleh Feivel.
Pertama kali melakukan hal semacam ini dan menjalani peran sebagai seorang
kakak. Mereka berdua hanya terdiam tanpa seribu bahasa selama perjalanan menuju
rumah. Nara tertidur pulas dalam gendongan Nefrit sang kakak. “Nef, bagaimana
bisa Nara…” Lazki terkejut melihat pemandangan depan matanya sekarang. Rasa
panik luar biasa dikarenakan Nara menghilang begitu saja dari rumah, sedangkan
orang tua mereka masih bekerja membanting tulang di sekitar pasar.
“Ceritanya
panjang” Nefrit menjawab sambil berjalan terus masuk ke kamar. Membaringkan
Nara di atas tempat tidur sangat pelan tanpa suara sedikitpun. Menceritakan
tentang kejadian tadi setelah keluar dari kamar. Tidak dapat disangkal
kebencian Nefrit jauh lebih kuat bermain terhadap sang kakak melebih apapun.
Seumur hidup dia hanya menganggap kakaknya hanyalah seonggok sampah tak
berguna. Kelakuan Feivel membuat Nefrit semakin terkucilkan bahkan menjadi
bahan bulyan teman-temannya di sekolah.
“Feiv
tetap kakak Nef Seperti apapun kebencianmu berjalan” Lazki mencoba menjelaskan
sebuah pernyataan bagi Nefrit.
“Nef
tidak mempunyai kakak criminal,” rasa geram Nefrit mendengar ucapan Lazki.
Tidak ingin mendengar kalimat bijak sepatah katapun, di hatinya hanya bercerita
tentang sakit hati dan kebencian mendalam. Lazki tidak lagi melanjutkan
ucapannya untuk menghindari sisi emosional Nefrit semakin tinggi.
Ada
begitu banyak alasan sehingga kata benci jauh lebih kuat bermain bagi dunia
Nefrit Fidelis terhadap sang kakak. Selama ini hidupnya terlalu menderita
dikarenakan keadaan terkacau dari hari ke hari. Menatap langit kamarnya di
dalam gelap mengingat setiap moment terburuk ketika berhadapan dengan banyak
hal. “Anak ayah sudah tidur,” bisik sang ayah ke telinganya. Rutinitas seorang
ayah seperti biasa tanpa rasa bosan…
“Jangan
jadi pembenci. Ka’Feiv hanya menghilang untuk sementara,” kata-kata seorang
ayah terhadap anaknya.
“Selalu
saja seperti ini, berkata-kata ketika putrinya tertidur lelap” suara Nefrit
bergema dan berpura-pura tidak mendengar apapun dari sang ayah.
“Saya
tetap membencinya” berujar duduk termenung setelah ayahnya berjalan keluar dari
kamar. Kesulitan, pembulyan, terkucilkan, uang habis hanya demi menebus sang
kakak keluar dari penjara, dan masih banyak lagi menjadikan Nefrit seorang
pendendam. Andai kata bisa, rasa-rasanya dia ingin melenyapkan nyawa Feivel
memakai tangan sendiri.
Sejak
peristiwa kemarin melempar sebuah batu ke arah Feivel, membuat Nefrit ingin
terlihat kuat. “Keluarga sial lagi berjalan” ledekan Mery salah satu teman
sekelasnya. Akhir cerita, Nefrit menatap tajam bahkan terlihat menakutkan.
Menjambak keras rambut temannya sampai tak berdaya sedikitpun…
“Mungkin
kemarin kau bisa mengejek sesuka hatimu, tapi tidak hari ini dan selamanya”
kata-kata tajam keluar begitu saja menjadikan semua teman-temanya berlari
ketakutan.
“Orang
lemah tidak akan selamanya lemah, ngerti?” semakin menarik rambut temannya.
“Camkan
itu” sekali lagi berucap…
Entah
kenapa sisi emosionalnya tiba-tiba saja meledak seketika tanpa terkendali. Terbiasa
hidup menyendiri tanpa seorang teman merupakan kisah paling tragis dari dunia
Nefrit Fidelis. Setiap berjalan ke sekolah, seakan dia Nampak seperti preman
sekolah siap menerkam semua orang. Hal terkacau adalah terjadi perkelahian
sengit antara dirinya dan salah satu teman sekolahnya, sampai sang ayah harus
berada di sekolah. Amarah Nefrit meledak begitu saja dan tidak lagi bercerita seperti
kemarin.
“Bapak
harus bertanggung jawab” rasa geram salah satu orang tua murid terhadap sang
ayah. Perkelahian tersebut membuat temannya berada di rumah sakit dan menjalani
proses jahitan berkali-kali karena robekan parah sekitar kakinya.
“Maaf
atas kelakuan anak saya” seorang ayah tersungkur sekitar lantai dengan kepala
menunduk…
Beruntung
saja pihak sekolah berusaha menyelesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan
tanpa harus melalui pihak kepolisian. Sang ayah memohon agar anaknya tidak
dikeluarkan dari sekolah. Yayasan menyetujui, hanya saja Nefrit harus menjalani
skorsing selama 2 minggu sebagai sanksi. “Bunda tidak pernah mengajarkan
kelakuan buruk seperti itu” amarah Zarah atas kelakuan anaknya.
“Kenapa
anak bunda berubah menjadi monster?” mengguncang tubuh Nefrit.
“Nef
hanya ingin membela diri” jawaban Nefrit.
“Membela
diri sampai anak orang hampir mati karena kelakuanmu” Zarah.
“Nef
bukan lagi gadis lemah seperti kemarin,” teriak Nefrit meninggalkan sang bunda.
Menenangkan
diri di luar rumah jauh lebih baik bagi seorang Nefrit dibanding mendengar
kegeraman seluruh anggota keluarga. Bersikap lemah terus menerus akan semakin
membuat harga dirinya terinjak-injak dimanapun berada. Memperlihatkan sebuah
kekuatan tidak terduga lebih menghancurkan hidup bahkan menyulitkan seluruh
anggota keluarga. Hidup serba salah untuk dijalani, harus memilih salah satu
diantara kedua kata tersebut yaitu menjadi lemah atau terlihat kuat.
“Nef
juga manusia biasa, akan mengamuk sewaktu-waktu bahkan bisa saja menjadi
seorang pembunuh kalau perlu” teriak Nefrit di tempat biasa.
“Kalau
jadi pembunuh berarti masuk penjara dong” ledekan seseorang membuatnya kaget
bukan main. Entah bagaimana cara guru sejarah di sekolahnya menyadari tempat
persembunyiannya. Sungai kecil tanpa penghuni, sepi, jauh dari rumah penduduk
merupakan tempat paling tepat bagi manusia seperti Nefrit. Pertama kali guru
sekolahnya ingin terlihat sebagai sahabat. Selama ini semua guru bersikap cuek,
tidak peduli, menganggap jika Nefrit hanyalah manusia idiot tanpa masa depan.
Sang ayah terus berjuang sekalipun bersujud di hadapan kepala sekolah dan semua
guru hanya demi mempertahankan murid terbodoh diantara paling terbodoh. Akhir
cerita, kepala sekolah merasa iba sehingga memberi kebijakan terhadapnya.
“Kenapa
bapak bisa berdiri disini?” Nefrit.
“Mungkin
karena Tuhan memberi tahu saya harus melewati jalan sepi semacam ini” Brian.
“Mau
mengejekku juga?” rasa judes Nefrit.
“Kalau
kau ingin mempermalukan mereka yang selalu saja mengejek apapun dalam hidup,
jangan memakai kekerasan” Brian.
“Maksud
bapak?” Nefrit.
“Kau
sama saja dengan mereka kalau sikapmu seperti itu,” Brian.
“Nef
Cuma mau membela diri karena perlakuan buruk mereka” Nefrit.
“Perlihatkan
prestasimu, buktikan tentang masa depan terbaik juga menjadi milikmu sampai
kapanpun” Brian.
“Sekalipun
kenyataan masa depanku benar-benar mustahil untuk…?” Nefrit.
“Bagi
Tuhan tidak ada sesuatu hal yang tidak mungkin. Ini hanya bercerita akan
permasalahan waktu, perjuangan, tidak menyerah, dan terus berlari walaupun
hidup terus saja terbungkus kegagalan dan kegagalan” Brian. Kata-kata bijak
tersebut terdengar aneh bagi nafas Nefrit pribadi, tetapi mengajarkan tentang sebuah
objek dapat terjangkau melalui suatu pribadi berbeda dibanding siapapun juga. Bagi
semua orang, perjalanan hidup seakan tanpa masa depan karena segala jenis
kekurangan selalu saja mendekap. Sial, kutuk, keluarga hancur, kegagalan
mendidik merupakan kisah paling tragis bagi satu pribadi menghancurkan kebahagiaan.
Melihat
ucapan penghinaan semua orang dapat menghancurkan atau membentuk mental
seseorang, namun kembali pada pribadi masing-masing. “Jalani hari tanpa
memandang hujatan mereka” bisikan suara hati Nefrit menatap ke arah cermin
kamarnya.
“Berjuang
mencari talenta tersembunyi dan membuktikan pada dunia akan masa depan terhebat
di luar bayangan semua orang” sekali lagi berkata-kata memberi semangat
terhadap diri sendiri. Memulai kembali dari nol mencari talenta tersembunyi
dalam diri seorang Nefrit. Menggunakan waktu 2 minggu berbenah diri, merenung,
sekaligus belajar menemukan sesuatu terhebat dalam perjalanan gadis seperti
dirinya.
“Ayah
harus bersabar, tunggu sampai waktu itu tiba. Maafkan Nef karena selalu saja
terlihat buruk” jeritan hatinya menatap sang ayah sedang bekerja kuat
membanting tulang sekitar pasar tradisional. Tidak dapat disangkal bagaimana
luka begitu kuat menyerang ketika mengingat setiap memory seorang ayah bersujud
di hadapan semua guru dan orang tua murid demi mempertahankan putrinya paling
idiot.
Mencari
sesuatu tersembunyi dapat dikatakan mustahil dengan segala keadaan terburuk
yang terus saja membungkus. Kisah tragis salah satu anggota keluarga Fidelis
bersama ribuan cerita perjuangan akan dimulai. Membuktikan pada dunia akan hal
terbaik pada kenyataan hidup memang membutuhkan proses panjang. Seorang Nefrit
harus belajar memulai segala sesuatu pada titik nol dengan tingkat kesabaran
luar biasa.
“Hei
siapa di dalam buka pintu?” ketukan keras berkumandang tengah malam…
Nefrit
terkejut memandang sang ayah membawa masuk putra pertamanya setelah pintu
terbuka. Kasih sayang seorang ayah tetap melekat kuat bagaimanapun hatinya
terluka karena perlakuan sang anak. “Ayah pasti menang untuk membuatmu kembali”
ucapan sang ayah terhadap anaknya.Setelah menggedor-gedor pintu dengan keras,
akhir cerita Feivel tergeletak tidak sadarkan diri begitu saja depan teras
rumah. Berada di bawah pengaruh alcohol membuatnya melakukan hal-hal mengerikan
setiap waktu. Entah angin apa sehingga kakinya tiba-tiba saja berjalan menuju
rumah yang sama sekali tidak lagi berarti dalam hidupnya.
Bagian
7…
Feivel Fidelis…
Kesenangan
paling membahagiakan adalah ketika berada di tengah hentakan music keras sampai
pagi. Alcohol, beberapa jenis narkoba, rokok, judi, dugem, kekerasan merupakan
hal terbaik bahkan kebutuhan paling mendasar bagi dunia Feivel. Dapat dikatakan
pesta sex, narkoba, saling menukar jarum suntik, tato, minuman keras menjadi
objek terkesan menjijikkan bagi keluargaku, tetapi tidak buatku. Semua itu sesuatu
yang normal untuk dilakukan, walaupun semua berkata Feivel berada di jurang…
Apakah
Feivel kekurangan kasih sayang sampai segala sesuatu dalam dirinya hancur
begitu saja? Jawaban terkacau adalah tidak sama sekali, namun entahlah kenapa
jalanku tiba-tiba berada dalam ikatan seperti sekarang. Berawal dari mencintai
seorang gadis primadona di kampus sampai pada akhir cerita langkahku tidak lagi
berkata-kata tentang kepolosan, melainkan lembah hitam. “Ayo minum lagi”
berjalan sempoyongan tanpa tahu arah…
Keluar
masuk penjara sudah menjadi rutinitas buatku, namun menjadi pertanyaan selalu
saja lolos dari hukuman seumur hidup terlebih eksekusi mati. Saya butuh uang
demi barang dikatakan haram bagi semua orang, tetapi tidak buatku. Kenapa?
Beberapa jenis obat-obat terlarang merupakan surga terbaik bagi jalan hidupku
pribadi. Mencuri, menjadi Bandar narkoba, preman, mucikari prostitusi pun
kulakukan demi meraih surgaku.
“Sayang
nikmati malam panas denganku” membelai lembut wajah seorang wanita.
Saya
tidak lagi berpikir dampak negative berada dalam pergaulan bebas. Setidaknya
sex dapat memuaskan jalanku dan inilah hidupku sekarang. “Feivel manusia
normal, butuh kepuasan…” prinsip hidup manusia bengis sepertiku. Permasalahan
penyakit menular seksual seperti hepatitis, kandiloma, herpes genetalies,
bahkan HIV sekalipun tidak terpikirkan sama sekali. Objek terpenting bagi
jalanku yaitu menikmati keindahan surga.
Iblis
dunia terbaik diawali dari kepolosan terbaik pula. Saya merupakan sosok manusia
paling keras diantara segala batu-batu dunia, bahkan tidak akan pernah bisa
dikendalikan oleh siapapun. “Brother, sepertinya polisi sedang mengintai tempat
ini” Hector berbisik ke telinga di tengah hentakan music keras bersama kumpulan
Bandar narkoba lain.
“Cari
jalan keluar, ganti strategi” perintahku. Segera bangkit dari kursi untuk
mengalihkan beberapa perhatian di tempat tersebut. Saling memberi kode satu
sama lain kemudian mencari jalan selanjutnya…
“Wanita
bangsat” menarik rambut salah seorang wanita di hadapanku sebagai biang kerok
kegagalan transaksi sekaligus permasalahan pengejaran polisi setelah kami
berhasil menyelamatkan diri.
“Bukan
saya pelakunya” ucapan wanita tersebut memohon untuk dilepaskan.
Karakter
pribadi saya benar-benar seperti iblis kelaparan siap menerkam siapa saja
bahkan jauh melebihi pemikiran semua orang. Menganggap hidup perlu untuk
dijalani melalui kisah-kisah tragis seperti ini adalah sesuatu yang
menyenangkan. Terkadang, saya berada di sebuah tempat perkumpulan tertentu atau
di tengah anak jalanan untuk melewati objek-objek mengerikan. “Jangan coba-coba
kabur dariku!” pukulan keras terus saja kuarahkan terhadap salah satu anggota
perkumpulanku hanya karena permasalahan biasa.
“Rasakan
ini” di tempat lain kakiku lebih dominan bermain untuk menghajar mereka yang
berani membuat masalah denganku. Darah terus saja mengalir bersama luka serius
akibat ulahku seorang diri.
“Bakar
rumahnya!” memerintah Hector akibat rasa geram bahkan permasalahan
pengkhianatan.
Dalam
penjara pun, saya melakukan hal paling bengis demi sebuah pelampiasan. Bagi
perjalanan orang sepertiku adalah mencari lawan dimanapun berada, kenapa?
Karena kehidupan keras yang memang pada dasarnya benar-benar berakar kuat.
Andai kata tidak mendapat lawan atau musuh di luar, maka jalan cerita lain
adalah mencari di sekitar orang terdekat seperti anggota keluarga sebagai bahan
pelampiasan. Tidak hanya mereka yang berkecimpung dalam dunia bela diri ingin
melakukan hal semacam ini, tetapi juga kami jauh lebih mengerikan. Rasa haus
untuk mencari lawan mengakibatkan terjadinya berbagai jenis kekerasan fisik dan
lain sebagainya…
Perjalanan
hidup Feivel hanya bercerita tentang iblis, benda haram, keluar masuk penjara
bersama hal-hal paling buruk bermain di dalamnya. Saya benar-benar melupakan
keluarga bahkan menganggap mereka hanyalah sampah semata. mempunyai seorang
ayah dan bunda tua miskin, adik paling idiot sedunia, si’bungsu penyakitan,
sepupu sok-sok’annya terlalu banyak itu sangat menjijikkan dibanding jalanku
sendiri. “Kau bukan ayahku” berteriak keras depan banyak orang setiap sang ayah
terus saja berjalan mendekat tanpa rasa bosan.
“Pergi
dari hidupku tua Bangka jalanan!” mendorong tubuh pria tua…
“Kau
hanya sampah” ucapan penghinaan setiap dia berdiri di hadapanku.
“Saya
benci mempunyai ayah sepertimu” berkata-kata dibawah pengaruh alcohol.
Apakah
pria tua itu membenciku? Jawabannya tidak sama sekali. Ketika saya berada dalam
penjara, dia satu-satunya yang berjalan menuju ke arahku tanpa rasa benci
sedikitpun. Membawa makanan, pakaian, selimut, dan mengucapkan beberapa kata
buatku. “Ayah bukanlah ayah sempurna, tetapi satu hal yang perlu kau ketahui
sejak dulu sampai kapanpun kau tetap jagoan buat pria tua sepertiku” itulah
kalimat sang pria tua terhadap diriku pribadi.
“Mungkin
hari ini saya gagal berperan sebagai seorang ayah terhebat buatmu, tapi kelak
ayah pasti bisa membawamu kembali…” kata-kata tersebut tak pernah bosan untuk
dilontarkan.
“Ayah
memang gagal membentuk, namun tidak bercerita kelak akan kembali gagal. Dekapan
ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Pernyataan membosankan setiap bertemu
dengannya.
Apakah
tiap pernyataan tua Bangka itu menyentuh perasaanku bahkan membuat perubahan?
Jawaban paling tepat adalah tidak sama sekali. Satu hal, saya tidak akan pernah
berubah setitikpun hanya karena permasalahan penjara dan ucapan-ucapan bijak
sang tua Bangka ketika berdiri di hadapanku. Feivel tetaplah iblis sejati sampai
kapanpun dunia bercerita. Keberuntungan selalu berpihak padaku ketika berada di
penjara. Menjalani masa tahanan hanya beberapa bulan semata, namun berulang
kali terjadi. Iblis terbaik dunia dapat mengelabui banyak oknum sehingga apapun
kisahku, nafas kebebasan masih tetap terhiruk.
“Akhirnya
iblis jahanam keluar juga dari penjara” senyum Hector mengambang…
“Berhenti
berucap!” ucapan memerintah. Melemparkan sebuah tas hitam ke arah Hector
bersama raut wajah jauh melebihi malaikat pencabut nyawa. Seperti inilah
kehidupan sang actor penjahat kelas kakap. Salah satu ciri khas pemakai
narkotik yaitu tidak akan bisa lepas dari musik-musik keras. Merayakan hari
kebebasan sekitar tempat hiburan malam seperti club night bersama dentakan
music mengerikan.
Pengguna
narkotika dapat terbaca melalui beberapa objek jika diperhatikan secara
seksama. Sorotan mata menceritakan pikiran sedang melayang-layang, kosong, rasa
takut dapat terbaca jelas. Apapun dapat dilakukan saat rasa ingin memakai benda
haram tersebut, karena itu sebagian besar mengiris pergelangan tangan hanya
demi mengisap darah mereka kembali.
Permasalahan uang atau tidak adanya benda haram ini sampai bekas irisan silet
memenuhi pergelangan tangan sewaktu-waktu. Mata cekung, hitam, tubuh kurus,
raut wajah lebih tua dari umur sebenarnya merupakan ciri paling utama bagi
pengguna narkotik.
Rela
berbuat kejahatan dalam bentuk apapun hanya demi benda haram tersebut menyatu
bersama jiwa raga. Ketika seorang pecandu narkotik tidak mempunyai uang seper
sen pun, maka jalan keluar terbaik adalah mencuri bagaimanapun resiko menanti
di depan mata. Bertingkah gila, susunan tindik jelas terpampang memenuhi
telinga, gambar tato, rambut berantakan, bau badan menyengat juga berada pada
jalur kehidupan narkotik.
“Hei
siapa di dalam buka pintu?” mengetuk keras pintu rumah setelah sekian lama
tidak lagi menginjakkan kaki di tempat ini.
“Buka
pintunya cepat! Atau saya bakar rumah ini sekarang” teriakan mengancam. Di
bawah kendali alcohol menjadikan pribadi semakin mengerikan dibanding Lucifer
sang iblis. Satu hal, banyak orang berada dalam pembodohan tentang bentuk wajah
dan nama iblis sebenarnya. Iblis punya nama sekaligus berperan sebagai penguasa
kegelapan bersama sepertiga malaikat surga yang jatuh sekaligus berhasil
menjadi pengikutnya untuk melawan sang pencipta. Lucifer merupakan nama
penguasa sekaligus raja kegelapan dan tentu berkuasa memerintah setelah manusia
jatuh dalam dosa. Kemungkinan, seandainya manusia sama sekali tidak pernah
jatuh dalam dosa tentu saya tidak akan menjadi pecandu narkotika seperti
sekarang.
Beberapa
rumah produksi perfilman internasional menceritakan kepribadian malaikat tanpa
ada kejahatan setitikpun dalam diri sosok Lucifer sang penguasa kegelapan.
Mereka yang sama sekali tidak mengerti dapat terjerat dalam pembodohan film
semacam ini. Percaya atau tidak, suatu hari kelak Lucifer akan memerintah
sepenuhnya dunia selama tiga setengah masa. Menjadi pertanyaan adalah dari mana
saya mendapatkan berita semacam ini? jawabannya, cari saja sendiri…
“Saya
jauh lebih bengis dibanding lucifer iblis kegelapan dunia” semakin berteriak
menghancurkan teras rumah si’tua Bangka…
“Tua
bangka, peot, gila buka pintu sekarang!” menendang pintu tanpa memperdulikan
omongan semua tetangga sebelah. Hal selanjutnya adalah tubuh iblis jahanam
jatuh tergeletak tanpa sadarkan diri secara tiba-tiba. Saat tersadar, ternyata
saya sudah terbungkus selimut rapi di atas tempat tidur. Senyum seorang gadis
kecil berkicau di hadapanku sekarang menyodorkan segelas susu hangat.
“Kakak
Feiv sudah bangun” gadis kecil penyakitan berkata-kata penuh semangat.
“Ayah
membuatkan ini buat kakak” tidak perduli bagaimanapun bengisnya kepribadian
Feivel, tetapi si’gadis kecil tetap memberikan kepribadian hangat…
“Saya
tidak butuh” mendorong tubuhnya tanpa peri kemanusiaan. Segelas susu di
tangannya terlempar menuju dinding kamar hingga jatuh berkeping-keping memenuhi
lantai.
“Satu
lagi, jangan panggil saya kakak karena kau hanya manusia penyakitan. Ngerti?”
sekali lagi berucap bengis di hadapannya.
“Kakak
tolong Nara” seolah tubuhnya mengalami nyeri…
“Sekalian
mati saja cepat” untuk kesekian kalinya mendorong tubuh Nara.
“Nara…”
teriakan histeris wanita tua tiba-tiba seakan ingin memecahkan gendang
pendengaran.
“Kau
iblis” gadis idiot muncul seketika dan berusaha menyerang tubuhku memakai sisa
pecahan gelas tadi.
“Jangan
bertindak bodoh seperti ini, Nef” sepupu paling sok-sok’an berjuang menghalangi
perbuatan manusia idiot.
“Nara
buka matamu” sementara wanita tua masih histeris mengguncang tubuh mungil gadis
penyakitan yang sebentar lagi ditelan bumi…
“Perbuatanmu
keterlaluan” pertama kali melihat pria bangka tua geram menyaksikan
perbuatanku. Kupikir beliau akan tetap berperilaku lembut seperti biasanya,
ternyata dugaanku salah setelah melihat anak bungsunya tergeletak di lantai.
“Ingin
memukul, silahkan!” menyodorkan wajahku ke arahnya. Objek lain bercerita lain
pula, dimana sang pria tua bangka segera berlari menggendong anak bungsunya
keluar dari kamar menuju sebuah rumah sakit memakai mobil pick-up usang miliknya.
“Terimah
kenyataan saja kalau si’manusia penyakitan sebentar lagi mati” tanpa rasa
bersalah juga kasihan sedikitpun melontarkan kata-kata sumpah serapah.
Suasana rumah menjadi sepi tanpa penghuni
setelah kepergian mereka semua. Mencari makanan di dapur untuk mengganjal
perut. “Kurang ajar, makanan juga kenapa harus sampah begini?” melemparkan panci
belanga ke lantai dapur penuh rasa geram. Melempar semua yang ada di atas meja
hanya dengan sekali tarikan sehingga terdengar bunyi pecahan kaca memenuhi
seluruh ruangan.
“Kalian
semua brengsek” memukul meja makan hingga terbelah menjadi dua. Pemakai
narkotik menyukai hal-hal bersifat kekerasan, masalah kecil dibesar-besarkan
sebagai contoh kegiatanku sekarang hanya karena permasalahan makanan sampai
meluapkan emosi luar biasa. Emosional berlebihan menjadikan segala sesuatu di
sekitar menjadi kacau balau bahkan rusak.
Permasalahan
kerusakan saraf pun mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan sehingga sering
terjadi objek-objek bersifat negative. “Mati saja kalian semua” membiarkan
darah segar mengalir begitu saja akibat kegiatan tadi. Meninggalkan rumah tua
bangka untuk mencari tempat guna pelampiasan kegeraman. Pertengahan jalan,
beberapa kumpulan pengguna motor berhenti begitu saja yang kemudian menghadang
langkahku seketika.
“Siapa
kalian?” berusaha menghindar…
“Tidak
perlu tahu, gara-gara perbuatanmu kami semua hampir tertangkap polisi” salah
satu dari mereka berucap sesuatu yang tidak kumengerti sama sekali. Mencoba
mengingat beberapa peristiwa kemarin, ternyata mereka semua merupakan anak buah
raja mafia terbesar di beberapa Negara. Permasalahan transaksi kemarin adalah
bukan sepenuhnya kesalahanku melainkan permasalahan system informasi jarinngan
lebih cepat ke tangan polisi.
Mereka
semua menyerang, memukul, menendang tubuhku tanpa ampun. Luka demi luka terus
menyebar sampai wajahku tidak lagi dikenali karena perbuatan mereka. Pertama
kalinya saya begitu takut menghadapi maut. Tergeletak di tanah tanpa dapat
berkata-kata itulah yang terjadi pada dunia sang iblis jahanam. “…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun
keadaannya.” Entah mengapa kata-kata pria tua berkumandang begitu saja di
sekitar gendang pendengaranku.
Bagaimana
bisa kalimat tersebut melayang-layang dalam benak? Bukankah hidup Feivel iblis
nomor satu tidak akan pernah bertekuk lutut di hadapan pria tua bangka semacam
dirinya? Hal terkacau dilakukan oleh iblis seperti diriku adalah segera menekan
nomor ponsel si’tua peot. Saya juga tidak mengerti kekuatan dari mana berasal
sehingga terus menghubungi dirinya berulang kali.
“Angkat
teleponku, kumohon” rasa takut luar biasa menghadapi maut seorang diri.
“Kuharap
kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” tidak tahu
mengapa tiba-tiba saja hanya kata-kata itulah yang ingin kulontarkan setelah
mendengar suaranya melalui ponsel…
“…Dekapan ayah tetap ada buatmu apapun
keadaannya.” Kembali kata-kata tersebut terus saja bermain sampai mataku
tertutup di tengah kesunyian malam…
Bagian
8…
Gibran Fidelis…
Tangisan
histeris Zarah menggelegar memenuhi tiap lorong rumah sakit. Gadis mungil tanpa
salah apapun harus menanggung sesuatu karena perbuatan kakaknya sendiri.
Bertarung melawan maut, entahkah gadis kecilku mampu bertahan dan berjuang
untuk hidup di ruangan sana. Layar pada monitor menandakan masa kritis Nara
belum berakhir. “Ayah hanya ingin melihat Nara tersenyum menikmati suasana
embun pagi” menatap wajahnya dari kejauhan.
“Jadikan ayah pemenang” rasa sakit luar biasa
berteriak kuat…
Perbuatan
biadab kakaknya menjadikan gadis kecil mengalami pertarungan maut secara
beruntun. Bagaimana jika seandainya kedua bola matanya tidak akan pernah
terbuka? Bisakah seorang ayah berjalan tanpa senyum dari sosok wajah mungil
semacam Nara? Satu-satunya pemberi kekuatan tidak terduga ketika sang ayah
melupakan setitik harapan karena beban begitu berat adalah wajah manisnya.
Tentu tangisan bundanya sendiri jauh lebih kacau lagi, andaikan sesuatu
terjadi…
Bisakah
pribadi sosok ayah sepertiku masih berpikir bijak menanggapi situasi? Dapatkah
saya memberi maaf dan tetap menantikan jagoan berjalan balik pada alur cerita
sebelumnya, setelah semua hal buruk terjadi? Apakah pernyataan mengutuk anak
kandung sendiri tidak akan terlontar keluar, walaupun rasa sakit terlalu kuat
menghancurkan suatu perjalanan cinta antara sang ayah dan jagoannya sendiri?
Masihkah saya tetap bertahan tentang prinsip kemenangan seorang ayah akan nyata
suatu hari kelak?
Tuhan,
ajar saya sebagai seorang ayah tetap bijak dalam berkata-kata tanpa melontarkan
pernyataan kutuk terhadap anak kandung sendiri. Mungkin rasa lelah, terluka,
seolah harapan hilang, bersama goncangan badai membungkus, tetapi buat saya
tetap berdiri dan mencoba berjalan kembali. Mendekap ataukah membuang bahkan
melupakan sang jagoan bernama Feivel tentang sisi jalur perjalanan hidupnya?
“Saya
ingin menang Tuhan” hati sang ayah benar-benar hancur menyaksikan ketiga buah
hatinya.
“Tuhan,
mungkin ada banyak kesalahan tanpa sadar terjadi atas hidupku, tetapi jadikan
saya sosok ayah pemenang diantara para ayah” jerit hati berteriak keras di
hadapan sang pencipta.
“Kumohon,
buat saya menang diantara para ayah” memukul dada sendiri di antara dinding
tembok lorong rumah sakit seorang diri.
“Selalu
saja gagal berperan sebagai ayah, tapi saya ingin menang Tuhan. Bantu saya
menjadi pemenang” untuk kesekian kalinya berkata-kata jauh di dasar dengan
hancur hati…
Objek
tidak terduga terjadi begitu saja saat ini. Ratusan kali suara panggilan
telepon masuk dari seseorang sama sekali tidak terdengar olehku. Entah
bagaimana cara pandanganku beralih pada saku celana dan merasa sesuatu bergetar
terus-terusan…”Feivel” seakan hati sebagai ayah terus saja berkata jika itu
dirinya.
“Halo…”
mengangkat panggilan tersebut.
“Kuharap
kau dapat berjalan kemari untuk membawaku masuk dalam dekapanmu” sebuah
pernyataan berkata-kata dengan jelas. Apakah semua ini hanya mimpi semata?
kalau itu benar, bagaimana sang ayah dapat berlari ke arahnya setelah semua
perbuatan keji terhadap adiknya sendiri? Sekian lama sosok ayah sepertiku
merindukan pernyataan tersebut, tetapi
kenapa harus dalam sutuasi menyakitkan seperti sekarang?
“Apa
yang harus ayah lakukan?” menggenggam kuat tangan Nara setelah dokter
memperbolehkan saya masuk ke ruangan. Zarah tidak mampu menyaksikan penderitaan
Nara sampai dirinya sendiri mendapat perawatan pada ruang lain dari rumah sakit
ini. Nefrit terus berjaga di samping bundanya untuk menghindari sesuatu hal
buruk…
“Ayah
ingin menang membawa kalian pada sebuah garis finish” pertama kali menjatuhkan
setitik bulir air tanpa seorangpun sadar semua itu.
“Bantu
ayah untuk menang. Jangan biarkan ayah gagal untuk kesekian kalinya” dari
setitik bulir air menjadi tangisan histeris sosok ayah bersama jerit luka
hatinya. Berada di antara dua pilihan, tetap menggenggam kuat tangan gadis
kecilku ataukah berlari mendekap sang jagoan? Andaikan tangan sang ayah tetap
menggenggam kuat gadis kecilnya, namun di tempat lain putra sulungnya seolah
ingin belajar kembali mengenal setitik sinar. Sebaliknya, andaikan si’ayah
berlari mencari putra sulungnya, tapi keesokan paginya mata gadis kecilnya
tidak akan pernah melihat matahari terbit dan semua itu menjadi penyesalan
terbesar…
Seakan
rasa takut luar biasa membungkus Feivel sekarang, tetapi gadis kecilku pun
masih berjuang melawan rasa takutnya karena maut ingin menyergap dirinya. “Nara
harus menjadikan ayah pemenang apapun yang terjadi” mendekap kuat tubuh Nara.
“Nara
harus berjuang sendiri melawan maut tanpa genggaman hangat ayah di samping,
ngerti?” mulai melepaskan tangan mungilnya kemudian berlari kuat meninggalkan
area rumah sakit. Menyuruh Lazki berjaga di samping Nara tanpa menceritakan
sedikitpun tujuanku meninggalkan rumah sakit. Menyusuri jalan demi jalan demi
seorang anak pecandu narkotika seperti Feivel…
Pandangan
mata terarah pada sosok tubuh sedang tergeletak lemah bersimpuh darah tidak
jauh dari mobil pick-up rongsokan milikku. Wajahnya tidak dapat dikenali lagi
karena luka dan darah segar pada seluruh tubuh. Membawa dia menuju sebuah rumah
kecil jauh dari kota tempat kami tinggal. Diam tanpa berkata-kata setitikpun
ketika sepasang bola mata sang ayah menatap anaknya sendiri.
Merawat
dia tanpa rasa benci sedikitpun atas setiap tindak kejahatan dalam dirinya.
“Ayah tua sepertiku tetap ingin mendekapmu” membawanya masuk dalam dekapan.
Berjuang melawan rasa kecewa, benci, geram, amarah atas segala objek buruk
dalam diri sang jagoan. Feivel tetaplah jagoan bagi pria tua sepertiku
bagaimanapun kisah perjalanan terburuk dari hidupnya. Di tempat lain, gadis
kecilku Nara sedang terbaring koma…
Menyuruh
Lazki meletakkan handphone android milkiknya untuk tetap berjaga di sekitar
Nara. “Maaf, membuatmu sendiri berjuang melawan maut tanpa kekuatan genggaman
tangan ayah di sampingmu” berkata-kata melalui video call. Menceritakan
penyebab saya mendadak meninggalkan rumah sakit beberapa waktu lalu terhadap
Lazki.
“Lazki,
jangan sampai bunda dan Nef tahu dimana keberadaan ayah sekarang,” meminta
Lazki merahasiakan semua ini dari mereka berdua. Kebencian Nefrit terhadap
kakak kandungnya sendiri jauh lebih besar terlebih setelah kejadian kemarin.
“Ayah
percaya akan sisi dewasa dari dirimu. Berpikir bijak sebelum berjalan”
menyatakan sebuah kalimat kembali melalui saluran telepon.
“Tidak
usah cemas, ayah jaga kesehatan saja” balasan suara Lazki.
“Bagaimana
kesehatan bunda?” tanyaku.
“Masih
di ruang perawatan sebelah, tapi Nef tetap berjaga di sampingnya” Lazki.
Berpikir
keras tentang ketiga buah hati kami menjadikan Zarah mengalami guncangan
sehingga berefek terhadap kondisi kesehatannya. Membenci dan menganggap Feivel
mati bukan jalan keluar bagi pemikiran bijak seorang ayah. Ada begitu banyak
kesalahan demi kesalahan terjadi, tetapi tidak berarti penyesalan melahirkan
anak seperti dirinya tertanam di dalam diri sebagai orang tua.
“Terlalu
sulit memberi kata maaf atas segala objek yang sudah terjadi, namun malu
mengakui dirimu sebagai anak terlebih membuang adaalah kesalahan terbesar bagi
seorang ayah sepertiku” berkata-kata menatap wajah sang jagoan. Tetap berada di
sampingnya untuk merawat dia merupakan tanggung jawab besar seorang ayah.
“Ayah”
pertama kali dalam tidurnya meneteskan air menyebut sebuah kata…
“Tuhan,
jangan mengambilnya dariku walaupun ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan
diperbuat olehnya.” Berikan kesempatan saya kesempatan untuk menjadi pemenang
dan tidak lagi bercerita sebagai ayah tergagal di antara para ayah. Jalan
seorang ayah ingin membuktikan pada dunia tentang cerita-cerita unik bersama
perjuangan di dalamnya ketika belajar berlari membawah ketiga buah hati menuju
garis finish. Jadikan saya sebagai ayah terhebat sekaligus pondasi terkuat bagi
mereka bagaimanapun goresan luka menancap tanpa henti.
Mungkin
saya bukan pemeran utama atas setiap objek ketika kaki berpijak di suatu
tempat, tetapi hidup ingin mempunyai cerita unik saat mengarungi badai merebut
kembali sang buah hati dari sebuah lembah. Tuhan, buat kisahku berbeda di antara
semua ayah terbaik di dunia ini dengan objek-objek tak biasa.
“Ayah”
sekali lagi dia mengeluarkan kata yang sama…
Feivel Fidelis…
Apakah
pria tua itu akan datang mencari keberadaanku? Dia tidak akan mungkin datang
setelah hal terkeji terus saja mempermainkan hidupnya sebagai manusia tua. Saya
benar-benar takut menghadapi maut seorang diri tanpa seorangpun di dekatku. Segala
bayangan akan masa-masa bengis yang pernah kulakukan mulai Nampak pada sebuah
galeri namun entah di tempat seperti apa. Hujatan, caci maki, criminal,
pembangkangan, dan segala jenis kejahatan bermuara satu per satu melalui galeri
tersebut…
“Kau
manusia paling kejam tanpa rasa bersalah sedikitpun” sebuah suara menyeruak
seperti Guntur sangat menakutkan.
Saya
benar-benar takut untuk pertama kali bagi dunia iblis jahanam seperti diriku.
Suara itu terdengar menyeramkan, rasa geram, murka, bahkan ingin menyambar
bagaikan halilintar ketika hujan keras bermain. “Kau siapa?” bertanya dengan
rasa takut luar biasa.
“Suara
tanpa gambar membuatku takut” pertama kalinya berkata jujur…
“Kau
manusia paling keji. Andaikan Saya berdiri di hadapanmu, tentu tubuhmu hangus
terbakar tanpa henti bahkan bersifat kekal lebih dari yang kau pikirkan”
pernyataan terdengar menyeramkan.
Tiba-tiba
saja seluruh tubuhku terkunci rapat tanpa bergerak sedikitpun. Ingin
berkata-kata namun sesuatu segera menjahit rapat-rapat bibir mulutku tanpa
ampun. “Berikan Saya alasan paling tepat untuk membuatmu mendapat satu
kesempatan kembali!” menunjukkan setiap hal terkeji yang pernah kulakukan
melalui sebuah layar galeri besar.
“Kesempatanmu
habis bahkan alasan seperti apapun tidak dapat mengembalikan dirimu untuk
memulihkan sesuatu yang dikatakan rusak.”
“Saya
tidak mau menjalani hari-hari mengerikan” menangis sejadi-jadinya untuk pertama
kali bagi manusia iblis seperti diriku.
“Tuhan,
andaikan kesempatan itu ada buatku” sekali lagi pertama kalinya menyebut sebuah
kata yang sama sekali tidak pernah ingin kulontarkan.
“Kalau
ada seorang saja berdoa buatmu, mungkin satu kesempatan bisa menjadi milikmu.
Menjadi pertanyaan siapa orang yang ingin mengorbankan dirinya hanya demi
manusia iblis seperti dirimu?” suara menakutkan membuat satu pernyataan
kembali. Tayangan demi tayangan pada sebuah layar menjelaskan tentang rasa
sakit, luka, kebencian, amarah, geram, kutuk atas diriku. Tidak satupun dari
tayangan tersebut menyatakan rasa simpatik bagiku pribadi. Wajar mereka
membenciku…
Menangis
histeris pertanda riwayatku tamat pada akhirnya karena banyaknya rasa geram
tertujuh hanya buatku seorang. “…Dekapan
ayah tetap ada buatmu apapun keadaannya.” Sepertinya saya mengenal suara
itu.
“Tuhan, jangan mengambilnya dariku walaupun
ada begitu banyak kesalahan demi kesalahan diperbuat olehnya.” Satu-satunya
sosok pribadi yang masih ingin mempertahankan manusia iblis untuk tetap
merasakan nafas kehidupan seperti kebanyakan orang.
“Ayah”
berteriak keras menyesali setiap perbuatan keji dan selalu saja menyakiti
hatinya tanpa henti.
Pribadi
terbaik tanpa kusadari selalu ada untuk mempertahankan manusia iblis semacam
diriku. Semua berkata ayahku gagal menjadi ayah terhebat karena mempunyai anak
bengis, tetapi hatinya tetap ingin mempertahankan sesuatu yang dikatakan rusak
oleh semua orang. Dia hanya pria tua dengan jalan tertatih-tatih, namun mempunyai
cerita bertahan menantikan anaknya yang hilang karena terjatuh di sebuah lembah
jurang.
“Ayah…”
tiba-tiba saja saya terbangun dari sebuah mimpi buruk…
“Kau
sudah sadar?” apa ini hanya mimpi belaka ayahku berdiri tepat di hadapanku.
“Saya
tidak sedang mimpikan?” bertanya kembali…
“Mimpi?”
ayahku mengkerutkan kening…
“Kalau
ini ayah, jangan sampai saya terbangun dari mimpi biarkan seperti ini.” memeluk
dirinya sambil menangis histeris menyesali setiap perbuatan iblis dalam diriku
pribadi. Membiarkan saya tetap berada dalam dekapannya seakan memberi
kehangatan…
“Maaf
selalu saja menjadi iblis tanpa henti…” semakin histeris menangis.
“Jagoanku
kembali” menepuk-nepuk bahuku. Berusaha memukul wajahku sendiri pertanda kalau
semua ini benar-benar nyata.
“Ini
nyata” merasakan sakit sekitar wajah karena ulahku sendiri.
Feivel
manusia iblis sama sekali tidak pernah meneteskan air mata setitikpun, namun
keadaan berkata lain untuk sesuatu objek yang sedang melingkupi kehidupan
sekarang. Ayah tetap mendekapku tanpa rasa benci, geram, muak, terlebih ingin
membuang. Secara akal logika berpikir tentu hatinya terluka akibat ulah sang
anak bengis seperti diriku. Nara masih belum sadarkan diri dan sedang bertarung
melawan maut karena ulah manusia iblis. Andaikan waktu dapat diputar kembali…
Tuhan,
maaf atas tiap kesalahan yang selalu saja menyakiti diriMU dan ayahku. “Nara
harus bangun biar bisa melihat senyum ayah kembali” tanpa sadar saya mendengar
ayah berkata-kata melalui video call salah satu aplikasi android.
“Berikan
ayah kado special!” masih berjuang agar tetap terlihat kuat di hadapan gadis
kecilnya…
“Pergilah!”
tangan segera mematikan android milik ayah.
“Kondisi
Feiv masih baik, Nara lebih butuh ayah sekarang” segera membuka pintu menyuruh
ayah meninggalkan tempat ini secepat mungkin.
“Kau
tidak ingin melihat adikmu bangun menyebut nama kakaknya?” ayah.
“Feiv
iblis dan bukan kakak yang baik buat Nara” kepala tertunduk menjawab pertanyaan
ayah…
Tanpa
rasa marah menarik tubuhku masuk dalam dekapan hangat sebagai ayah. “Jagoan
ayah hanya butuh waktu memahami sesuatu, jadi jangan menganggap dirimu sebagai
iblis” pernyataan cinta seorang ayah menghancurkan objek terburuk dalam diriku.
Tuhan, ubah hatiku menjadi lembut seperti awan setidaknya dapat membuat ayahku
tersenyum dengan rasa bangga.
Bagian
9…
Feivel Fidelis…
Hanya
mampu melihat Nara dari kejauhan, itulah diriku sekarang. Ayah berulang kali
mencoba membujuk agar saya dapat berhadapan langsung dengan malaikat kecil,
hanya saja gagal. “Ayah kemana saja?” suara seseorang berjalan masuk…
“Bunda
sudah baikan?” tegur ayah mengalihkan pembicaraan.
“Kesalahan
terbesar bunda adalah menantikan manusia iblis kembali ke rumah” entah mengapa
bunda berkata-kata seperti itu…
“Maksud
bunda?” ayah.
“Bunda
tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dirinya” seolah bunda menyesal pernah
melahirkan Feiv ke dunia. Wajar bunda membenci iblis seperti diriku.
“Bunda
tidak akan lagi menganggapnya sebagai anak” tangis bunda pecah seketika.
Bisakah saya mengembalikan rasa sayang bunda buatku kembali seperti kemarin?
Tuhan, berikan kesempatan bagi manusia jahat sepertiku untuk membayar setiap
rasa sakit mereka.
“Jangan
ambil Nara dari kehidupan ayah dan bundaku” jerit hati memohon kepada Tuhan…
Tuhan,
bisakah saya memohon sesuatu kembali di hadapanMU? Kembalikan malaikat kecil
ayah, kumohon! Hentikan tangis bunda karena perbuatan bengis sepertiku. Sebulan
berlalu dengan situasi sama yaitu malaikat kecil masih terbaring koma tanpa
kemajuan. “Kenapa Nef harus mempunyai kakak iblis semacam dirinya?” rasa geram
Nef setiap berdiri di hadapan ayah.
Membalut
luka ayah, bunda, Nef, Nara, Lazki bukanlah perkara gampang. Luapan emosi
terlihat jelas pada wajah Nefrit setelah menyadari ayah berlari menolong
manusia iblis sebulan lalu. “Ayah tidak punya perasaan” teriak Nefrit tanpa
sadar di hadapan ayah ketika sedang berjualan…
“Nef
selalu diejek semua orang, bunda selalu saja menangis histeris, ayah
diperlakukan buruk oleh banyak orang, dan sekarang Nef terbaring koma karena
perbuatan iblis seperti dirinya. Kenapa ayah melindungi dia?” kemarahan Nefrit…
“Kenapa
ayah?” sekali lagi histeris berteriak terbungkus rasa benci.
“Kalau
Nef sayang ayah, lupakan masa lalu dan luka kemarin” kalimat sosok ayah yang
ingin mengajarkan anaknya untuk melupakan bagian terburuk di masa lalu.
“Ayah
terlalu lemah, tapi tidak buat Nef sampai kapanpun kebencian masih jauh lebih
kuat bermain dibanding ingin melupakan semua yang pernah terjadi” Nefrit.
Siapa
sih yang bisa memaafkan iblis seperti diriku? Kecuali ayah, kenapa? Seperti
ucapan Nefrit kalau ayah terlalu lemah dalam menentukan sikap dan perannya
sebagai orang tua. Ayah tidak pernah mengeluh maupun berteriak ketika masalah
terus saja menerpa hidupnya. Bekerja banting tulang demi biaya berobat Nara
tanpa kenal waktu. Siang hari berjualan di pasar, sedang malam hari menjadi
security salah satu apartement. Kebun cengkeh di kampung mengalami penurunan
drastis sehingga perlu mencari uang tambahan untuk biaya rumah sakit Nara dari
hari ke hari makin membengkak.
“Tidak
pernah mengeluh mempunyai anak iblis seperti diriku” berkata-kata sendiri
seakan ingin tertawa sinis…
“Saya
harus bekerja apapun demi menolong ayah” kembali berucap di tengah kamar sunyi
sepi.
“Tapi
perusahaan mana ingin mempekerjakan manusia sepertiku?” mengingat peristiwa
penolakan demi penolakan dari perusahaan ketika mencoba memasukkan lamaran
pekerjaan. Di lain tempat, seorang Feivel masih berjuang melawan rasa candu
terhadap benda haram setiap harinya. Butuh waktu panjang melawan rasa ketagihan
ingin memakai benda tersebut dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Di
saat keringat mengucur, tubuh gemetar, pikiran hanya mengingat ingin mencari
jarum suntik tetapi tiba-tiba ayah berjalan masuk membawaku dalam dekapannya.
Kasih sayang ayah dapat menghancurkan rasa ketagihan terhadap narkotik. Dia
hanya diam tanpa berkata-kata tetapi terus memeluk kuat tubuhku. Masih
meluangkan waktu menjenguk putranya di kamar berukuran kecil tanpa mengeluh
sedikitpun. Menyelipkan uang hanya demi membayar kamar kos sebagai tempat
tinggal anaknya, itulah ayahku.
“Saya
harus bekerja apa saja demi menolong ayah” ucapku jauh di dasar hati.
“Jadi
pemulung sampah pun bisa” ujarku kembali penuh semangat.
Berada
di tengah jalan tanpa kenal waktu hanya demi mencari tumpukan sampah. Membuat
gerobak berbentuk kotak setelah berhasil mengumpulkan beberapa balok kayu bekas
untuk mempermudah pekerjaanku sebagai pemulung sampah. Mengumpulkan kertas
putih, Koran, botol plastik, kaleng bekas baik aluminium maupun bukan, dan
masih banyak lagi sepanjang jalanan.
Membersihkan
sampah-sampah tersebut kemudian mengelompokkan masing-masing agar nilai harga
jualnya sedikit lumayan. Satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan sekarang
adalah menjadi pemulung. Semua perusahaan menolak lamaran manusia iblis seperti
diriku. Siang malam kaki terus mengayuh gerobak demi mengumpulkan
sebanyak-banyaknya sampah minimal dapat membayar biaya pengobatan Nara.
Sesuatu
dikatakan mujizat yaitu hasil memulung sebulan dapat menutupi biaya pengobatan
Nara. Pertama kali bagi seorang Feivel dapat membuat cerita bermakna dalam
hidupnya sendiri. Rasa lelah mempunyai cerita berbeda untuk mengerti seni hidup
karena sebuah petualangan. Membayar biaya rumah sakit tanpa sepengetahuan
siapapun terlebih ayah. “Beri ka’Feiv kesempatan buat berubah” menatap wajah
malaikat kecil di hadapanku.
“Malaikat
kecil harus berjuang hidup demi ayah, bunda, ka’Nef, ka’Lazki” membisikkan kata
demi kata sekitar gendang pendengarannya sebelum akhirnya kaki kembali
meninggalkan ruang tersebut…
Berada
di samping gadis kecil secara sembunyi-sembunyi, itulah kegiatanku sekarang. Mereka
semua membenciku kecuali ayah tetap ingin mendekap diriku. “Kapan yah manusia
idiot lulus sekolah?” tiba-tiba saja kumpulan remaja berdiri tidak jauh dari
tempatku mengumpulkan barang-barang bekas.
“Tunggu
kiamat dunia baru lulus sekolah tuh” ejekan mereka kembali.
“Dunia
kiamat juga otak tetap idiot dengan masa depan rusak”
“Kakak
narkoba sekaligus penjahat kelas kakap, dia sendiri idiot, adiknya penyakitan.
Gila parah keluarga kena kutuk…” sekali lagi ledekan mereka berkumandang
memenuhi gendang pendengaranku. Gadis yang mereka ejek adalah sosok tidak asing
buatku. Dia hanya diam seribu bahasa mendengar setiap kata-kata penghinaan
semua teman-temannya.
“Hidupmu
belum tentu lebih baik di masa mendatang, jadi, berhenti meremehkan temanmu”
tegur seseorang tiba-tiba…
“Pak
guru” teriak mereka serentak.
“Terkadang
orang yang dikatakan tanpa masa depan hari ini, bisa saja mengguncang dunia
suatu hari kelak” orang itu kembali membuat suatu pernyataan.
“Namanya
tolol mana bisa mengguncang dunia pak” ledek mereka.
“Tidak
ada yang tidak mungkin di dunia ini dan semua itu bisa saja terjadi” balasnya
lagi, sedang Nerit hanya berlari sekuat mungkin meninggalkan mereka semua.
Mengayuh gerobak sampah demi mengejar adikku sendiri…
Dia
terus saja duduk menangis di sekitar tepi sungai seakan melampiaskan rasa sakit
berkepanjangan melalui bulir-bulir Kristal dari wajahnya. “Sebenarnya talenta
tersembunyi Nef itu apa?” berkata-kata seorang diri dengan rasa sesak memenuhi
hatinya.
“Nef
selalu saja tinggal kelas karena idiot kelas kakap,” kembali berucap…
“Dia
menangis sendirian? setiap hari di sini?” tersadar setelah mengekor di belakang
Nefrit selama beberapa hari belakangan semenjak kejadian ejekan teman-temannya
kemarin. Putus asa hanya karena belum menemukan talenta tersembunyi dalam
dirinya. Permasalahan terberat buat dia pribadi berada pada kata gagal dan
gagal terus saja mendekap hidup tanpa henti. Menurut cerita ayah, kalau dia
berjuang mencari bakat terpendam tetapi tidak menemukan apapun bahkan objek
yang terlihat hanya bercerita tentang kekurangan semata.
“Talenta
tersembunyi ” merenung sepanjang malam memikirkan sesuatu hal.
Main
music berasa di neraka mendengar permainannya. Menyanyi ibarat radio rusak lagi
berkumandang memecah gendang pendengaran. Dunia akademik selalu saja menjadi
urutan manusia paling idiot di antara semua orang. Muka juga berada di urutan
terbawah kalau ingin mengejar menjadi seorang model. Tidak satu pun cabang olah
raga ditaklukkan olehnya, yang ada malah dia pingsan duluan ketika mencoba
untuk lari 100 meter. Penulis novel? Sementara kosakata perbendaharaan sangat
abal-abal. Hal terkacau adalah membuat sebuah kalimat saja yang terdiri dari
beberapa kata butuh waktu berjam-jam terlebih penyusunan cerita puluhan lembar.
Btw, dari mana saya bisa tahu yah tentang semua ini? cari saja sendiri…
Menari?
seperti usir nyamuk. Menjadi pertanyaan, talenta tersembunyi Nef berada dimana?
Wajar saja dia selalu menangis tiap hari karena berpikir tentang masa depan
gelap. Rasa takut menghadapi hari esok dengan segala badai besar sebagai akibat
hidup hanya bercerita akan kekurangan semata. “Sepertinya dia tidak sadar
sesuatu…” kembali mengenang memory beberapa tahun silam.
“Kemungkinan
talenta tersembunyi yang selama ini dicari olehnya ada pada bidang ini”
menyadari satu kegiatan pernah dilakukan oleh manusia cengeng…
“Permasalahan
utama sekarang adalah membuat dia lulus sekolah terlebih dahulu” berkata-kata
sekali lagi sambil menekan digit angka pada kalkulator.
Berusaha
berhadapan muka secara langsung dengan salah satu personil guru di sekolahnya
merupakan jalan keluar dari masalah sekarang. Bersembunyi di balik semak-semak
menantikan seseorang melewati gang lorong kecil. “Dia sepertinya lebih cocok
menjadi seorang model dibanding menjadi guru” bergumam sendiri…
Menghadang
jalan manusia itu secara tiba-tiba sampai membuatnya serangan jantung mendadak.
“Kau siapa?” tubuh Brian terpental menuju aspal jalan.
Brian
semakin histeris ketakutan melihat tubuh pria bertato semacam diriku. Mengambil
kuda-kuda untuk segera berlari tetapi terhalang olehku seketika itu juga. “Saya
belum nikah, jadi belum mau mati” teriakan aneh darinya…
“Cita-citaku
menjadi ayah belum tercapai, kumohon lepaskan saya.”
“Ambil
saja semua yang kau mau, tapi jangan hancurkan mimpiku kelak ingin menikah dan
menjadi seorang ayah” kesekian kalinya sang guru berteriak histeris…
“Tolong
buat adik saya lulus sekolah tahun ini.” Hal lebih kacau dari perbuatannya
adalah bersujud memohon sesuatu. Mata sang guru tiba-tiba saja melotot seperti
ingin menertawakan diri sendiri.
“Tubuh
bertato dengan wajah menyeramkan tujuh keliling tapi hati hello kitty”
pernyataan terkacau sang guru…
“astaga,
saya mimpi apa semalam?” dia menampar wajah sendiri, sedang tubuhku masih saja
bersujud di hadapannya dengan wajah mencium tanah.
Tidak
perduli apapun, minimal saya ingin belajar membayar setiap kesalahan yang
pernah kulakukan. Menyerahkan sejumlah uang hasil memulung sampah sebagai upah
gaji menjadi guru les Nefrit. “Buat adikku lulus tahun ini” sekali lagi
memohon…
“Kenapa
bukan kau saja berperan sebagai guru privat buat adikmu?” Brian.
“Saya
melakukan banyak kesalahan besar,” balasku.
“Langsung
ke point, kalau adikmu itu benar-benar membencimu” Brian.
“Seperti
itulah” jawaban terpendek.
“Btw,
adikmu tentu punya nama dong… sebutkan?” Brian.
“Nefrit
Fidelis” mendengar jawaban tersebut sontak tubuh sang guru kembali terpental ke
tanah karena terkejut.
“Manusia
berandal, narkotik, napi, kejam, iblis itu ternyata dirimu?” Brian.
“Yah
begitulah kira-kira” menjawab pertanyaan Brian.
“Dari
iblis berubah drastis menjadi si’hello kity, benar-benar langkah” Brian. Pada
akhirnya Brian menyetujui permohonan manusia bengis walaupun bentuk wajahnya
masih menyimpan ribuan pertanyaan. Tatapan matanya terus saja melongo tanpa
kedip memperhatikan setiap tingkahku dari ujung rambut hingga ujung kaki bentuk
mulut terbuka…
“Ambil
kembali uangmu! Anggap saja kau berhutang padaku” mengembalikan sejumlah uang
dalam bungkusan plastik kecil.
“Kalau
boleh tahu kerja apa sekarang?” Brian kembali bertanya…
“Tidak
satupun perusahaan mau mempekerjakan manusia seperti saya, jadi, untuk
menyambung hidup kaki harus rela mengayuh sepeda alias menjadi pemulung
sampah.”
Bercerita
awal mula kisah penjahat bengis menjalani hari-harinya terhadap seorang guru
sekolah. Terdengar lucu memang, namun inilah kenyataan hidup. “Jangan beritahu
Nef kalau saya menyuruh anda berperan sebagai guru privat buatnya” sekali lagi
memohon sesuatu.
“Tenang
saja. Btw, mau jadi kuli bangunan tidak?” sang guru menyodorkan pekerjaan baru.
“tentu
saja” bersorak penuh semangat menjawab pertanyaannya.
“Kan
di samping jadi kuli bangunan bisa juga mulung sampah sebagai bahan tambahan
uang” Brian.
“Terimah
kasih” segera memeluk sang guru…
“Saya
masih normal,” Brian berusaha melepaskan diri.
Kisah
selanjutnya adalah adikku Nefrit mempunyai seorang guru privat paling jenius
sedunia tanpa bayaran sepersen pun. Awalnya Nefrit menolak, namun ujung cerita
menerima tawaran sang guru setelah berpikir panjang. Diam-diam memperhatikan
gaya belajar adikku dari kejauhan dan berharap memberikan hasil terbaik.
Masalah akademis Nefrit, pada kenyataannya memang selalu bercerita urutan
terbelakang. Wajar kalau adikku disebut sebagai manusia idiot nomor satu…
“Pasti
bisa” berteriak sendiri.
“Semangat”
tersenyum mengayuh gerobak sampah. Saya ingin membayar setiap rasa luka
seberapa besar pun kebencian Nefrit terhadapku pribadi.
Bagian
10…
Hidup
manusia iblis mengalami perubahan total dengan perputaran sudut 360° C.
Sombong, bengis, keras, narkotik, ikatan seks bebas, preman, dan masih banyak
lagi objek buruk merupakan karakter pribadi bernama Feivel Fidelis. Mengayuh
sepeda hanya demi biaya pengobatan adiknya tanpa sepengetahuan semua orang. Sampai
sekarang, Nara masih terbaring koma di ranjang rumah sakit akibat perbuatannya.
Diam-diam menjenguk sang adik jauh sebelum anggota keluarga lain berada di
rumah sakit.
“Kau
iblis” sang bunda berteriak di hadapannya. Seluruh anggota keluarga kecuali
sang ayah benar-benar membencinya bahkan menganggap kalau dia tidak pernah
terlahir ke dunia. Kebencian Zarah terhadap putra pertamanya jauh lebih hebat
bermain dibanding rasa cinta sebagai seorang ibu. Tidak ingin anaknya
menginjakkan lagi kaki di rumah apapun bentuk alasannya.
“Setidaknya
dia mati saja di luar sana” tangis Zarah memegang tangan Nara.
“Tuhan,
maaf membuat hati bunda terluka dari hari ke hari” tanpa sengaja Feivel
mendengar kalimat sang bunda. Membawakan sebuah boneka anjing paling lucu di
samping Nara setelah sang bunda berjalan keluar meninggalkan rumah sakit.
Mengganti tanaman bunga segar di atas meja dari ruang tersebut, setidaknya
membuat suasana terlihat segar menurut pemikiran Feivel.
“Malaikat
kecil, beri kakak kesempatan buat merubah juga memperbaiki setiap kesalahan
kemarin” Feivel membelai lembut wajah Nara.
“Gadis
mungil ayah dan bunda harus bangun dari tidur setidaknya menghapus air mata
mereka. Kenapa?” bercerita di samping tubuh kaku sang gadis kecil…
“Nara
adalah berlian terbaik bagi ayah juga bunda.” Feivel menyesali setiap
perbuatannya kemarin. Inilah kegiatan rutinitas Feivel sekarang yaitu terus
berada di samping Nara bercerita banyak hal tanpa sepengetahuan siapapun
termasuk petugas kesehatan di rumah sakit tersebut. Menjadi seorang pemulung
sampah sekaligus kuli bangunan merupakan jenis pekerjaan terbaik buatnya.
Menolak menerima uang dari sang ayah setelah mempunyai penghasilan sendiri.
Mengintip dari kejauhan bagaimana Brian berusaha membantu Nefrit agar lulus
sekolah tahun ini juga kegiatan terbaik seorang Feivel.
“Jangan
menyerah” Feivel berkata-kata sendiri di balik semak-semak tidak jauh dari
sungai tempat Nefrit menghabiskan waktu belajarnya.
“Talenta
tersembunyi…” sekali lagi berbicara sendiri seperti orang gila. Feivel ingin
berjuang membantu adiknya menemukan satu talenta tersembunyi walaupun kenyataan
jika kebencian Nefrit tidak akan pernah hilang sedikitpun. Mengirimkan secarik
kertas berisi beberapa kata kemudian menyelipkan pada buku-buku Nefrit secara
diam-diam. Mengendap-ngendap seperti pencuri masuk ke rumah menuju kamar sang
adik hanya demi sebuah talenta tersembunyi. Terkadang meminta bantuan Brian
menaruh satu kalimat sekitar halaman depan beberapa buku Nefrit.
“Kau
bisa menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak” salah satu isi tulisan
pada secarik kertas minimal Nefrit dapat menyadari talenta tersembunyi dalam
dirinya.
“Memasak”
terdengar lazim di telinga semua orang tetapi kata ini dapat mengubah Nefrit
kelak berdasarkan pemikiran Feivel sang kakak. Sekian tahun lamanya Nefrit
tidak lagi menginjak dapur sedikitpun karena kasus demi kasus permasalahan yang
sedang menyerang dirinya. Hal terbaik pernah dihabiskan oleh Nefrit adalah
menjadi koki terbaik bagi sang kakak jauh sebelum Feivel memasuki satu jurang
tergelap.
Flashback…
“Buat
kakak” senyum Nefrit penuh semangat menyodorkan semangkuk bubur ayam.
“Kakak
lagi belajar” Feivel seakan tidak lagi memperdulikan adiknya.
“Ayo
coba dulu” Nefrit menyodorkan mangkuk bubur di depan meja belajar sang kakak.
“Enak”
ujar Feivel setelah mencoba memasukkan satu sendok bubur ke mulutnya. Hal
terbaik bagi kehidupan Nefrit saat itu adalah memasak anek jenis masakan dengan
tubuh mungilnya. Menjadi pertanyaan, bagaimana bisa usia masih terlalu kecil
tapi dapat membuat berbagai resep masakan? Rahasia ini hanya diketahui oleh
Feivel sekaligus berperan sebagai kakaknya. Ayah maupun bunda sama sekali tidak
mengizinkan Nefrit di dapur dengan usia masih terlalu dini. Penyebab utamanya
dikarenakan kebakaran tetangga sebelah akibat membiarkan sang anak menyentuh
dapur. Bermula dari anak tetangga hanya sekedar ingin belajar memasak seperti
sang ibu, tetapi akhir cerita menjadi tragis seketika.
Nefrit
kecil pun diam-diam sangat menyukai kegiatan masak-memasak, namun terkendala
karena rasa trauma kedua orang tuanya mendengar cerita tetangga. Belajar
memasak diam-diam saat ayah bundanya sedang tidak di rumah. “Ka’Feiv harus
memberi kode kalau bunda sudah berdiri
depan pintu!” perintah Nefrit kecil terhadap sang kakak.
“Beres”
mengacak-acak rambut Nefrit seperti itulah kelakuan Feivel. Menyayangi Nefrit
bahkan selalu menjadi malaikat penjaga terbaik tiap saat. Mangayuh sepeda
mengantar dan menjemput adiknya ke sekolah tanpa mengeluh. Melindungi Nefrit
dari teman-temannya yang selalu saja bersikap usil.
Flashback…
Cerita
masa lalu kakak beradik mempunyai kisah tersendiri. “Andaikan, kakak tidak
pernah jatuh ke jurang” Feivel penuh penyesalan mengingat hal-hal terbaik
pernah terjadi atas dirinya. Kisah sekarang hanya bercerita tentang kebencian
sang adik terhadap kakaknya atas setiap objek terburuk bersama perjalanan
tragis. Satu jurang tergelap menghancurkan kehidupan Feivel bahkan membuat
jarak antara dirinya dan keluarga.
“Malaikat
kecil, berikan kakak satu kata biar bisa memperbaiki semuanya!” seperti biasa
kisah Feivel sekarang adalah selalu bercerita tentang banyak hal juga
mengungkapkan segala isi hati di samping tubuh mungil Nara yang masih terbaring
koma. Di satu sisi Feivel melakukan banyak kesalahan di masa lalu termasuk
mendorong tubuh adiknya dengan akhir cerita tragis. Sampai detik sekarang Nara
belum juga terbangun dari tidur panjang. Zarah terus saja menangisi keadaan
anaknya yang masih terbaring koma di rumah sakit.
“Feiv”
tegur seseorang menyadari siapa yang sedang berjalan keluar dari kamar tempat
Nara terbaring.
“Tunggu,
jangan lari” suara itu sekali lagi berkata-kata.
“Kenapa
tidak pulang ke rumah?” Lazki bertanya setelah berhasil menghentikan langkah
sepupunya Feivel.
“Lepas”
Feivel berusaha melepaskan diri.
“Ayah
banyak cerita kalau jagoannya tidak lagi bercerita sedang berada di jurang”
Lazki.
“Kau
tidak membenciku setelah semua hal yang terjadi?” Feivel tertunduk.
“Tiap
orang pasti memiliki masa lalu suram. Saya hanya ingin melihat hidupmu yang
sekarang bukan tentang cerita kemarin” Lazki.
“Entahlah…”
Feivel menarik nafas panjang membalas ucapan Lazki.
“Ayah
selalu penuh semangat bercerita tentang sang jagoan berlari masuk dalam
dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata pemenang” Lazki berkata-kata
sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Feivel seorang diri.
Inilah
kisah perjuangan seorang ayah belajar untuk bertahan membawah ketiga buah
hatinya menuju garis finish. Semua dapat berkata tentang objek buruk, tetapi
sang ayah terus mendaki untuk membuktikan pada dunia akan kisah terbaiknya.
Bagaimanapun jurang membelenggu, namun ayah tetap ingin berlari mendekap
anaknya. Kemenangan seorang ayah akan membuat dunia malu suatu hari kelak.
“Feivel”
kembali seseorang bersuara ketika hendak mengumpulkan barang-barang bekas
sekitar tempat pembuangan sampah.
“Ayah”
menyadari jika suara tersebut ternyata dari sang ayah. Gibran memberi sekaleng
minuman dingin setelah mereka berdua duduk di bawah pohon besar. Kenyataan yang
ada adalah Gibran baru menyadari jenis pekerjaan terbaru anaknya. Feivel sama
sekali tidak memberi tahu sang ayah terlebih seluruh sampah hasil memulung di
kumpulkan pada satu tempat jauh dari rumah kosnya.
“Maaf
selalu saja membuat ayah malu” kepala Feivel menunduk.
“Malu…?”
Gibran sedikit tertawa.
“Tidak
satupun perusahaan mau menerima mantan penjahat kelas kakap seperti Feiv.
Pekerjaan memulung menjadi jalan keluar
paling tepat demi menyambung hidup sekaligus tidak memberatkan ayah lagi”
Feivel.
“Ayah
mau Feiv kuliah kembali dan memulai semuanya dari nol” permohonan sang ayah
berkata-kata sekali lagi.
“Mana
mungkin bekas manusia iblis dapat memperbaiki masa depan” Feivel.
“Buktikan
pada ayah tentang hidupmu dapat melihat secerca cahaya tanpa terikat akan masa
lalu apapun situasinya” kalimat sang ayah.
“Nara
butuh biaya berobat, Nefrit juga sebentar lagi lulus sekolah” Feivel.
“Feiv
bukan jawaban seperti ini ingin didengar oleh pria tua seperti ayahmu”
“Kuliah
setinggi apapun, tetap Feivel tidak akan pernah bisa bekerja di perusahaan
manapun” Feivel.
“Jangan
berdiri terlebih memanggil dengan sebutan ayah kalau cara berpikirmu terlalu
rusak seperti tadi” pertama kali nada kemarahan sang ayah terdengar jelas di
telinga Feivel. Membuktikan pada dunia tentang masa depan cerah memang tidak
mudah dengan kasus masa lalu suram seperti Feivel. Sosok pribadi seorang ayah
mempunyai cerita tersendiri untuk tetap membawa anaknya berlari menuju garis
finish.
Usia
tua, tanpa biaya, tubuh penuh tato, bekas narkotik sekaligus penjahat kelas kakap
menginjakkan kaki kembali pada salah satu kampus terdengar sebagai bahan
lelucon belaka. “Bisakah saya memulai semuanya dari nol kembali?” suara hati
Feivel berbisik memandang salah satu kampus tempatnya mencari barang-barang
bekas.
“Mereka
semua membenci kehidupan iblis sepertiku. Tidak ada jalan untuk masa depan
walaupun dikatakan sang mantan narkotik lulus dengan nilai terbaik setelah
memulai semuanya dari nol kembali” pemikiran seorang Feivel beberapa hari
belakangan. Sang ayah tidak lagi ingin berdiri di hadapannya setelah dialog
beberapa hari lalu. Berada di kampus atau tetap bertahan dengan pemikiran
sendiri merupakan dua pilihan bagi bekas manusia iblis semacam Feivel.
“Ayah selalu penuh semangat bercerita tentang
sang jagoan berlari masuk dalam dekapannya dan menjadikan dirinya lebih dari kata
pemenang” memory kata-kata Lazki terus saja membayangi gendang pendengaran
Feivel.
“Jadikan
ayah pemenang” tanpa sadar Feivel mendengar ucapan sang ayah. Menatap sebuah
foto tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun tersenyum hangat berada
dalam dekapan sang ayah.
“Masa
lalu tidak dapat menghancurkan masa depan jagoan ayah” berucap seorang diri
sekali lagi.
“Sepertinya
suasana pasar lagi sepi” tegur Feivel di tengah lamunan sang ayah.
Tidak
memperdulikan ucapan Feivel dan tetap diam duduk di tengah tumpukan barang
jualannya. Menyimpan secepat mungkin selembar foto di tangannya. “Pergilah!”
rasa marah terhadap sang jagoan.
“Feivel
akan mengikuti ucapan ayah, tapi dengan syarat” Feivel.
“Apapun
syaratnya ayah akan penuhi” seakan harapan muncul kembali bagi sosok pria tua
sepertinya.
“Biarkan
Feiv belajar hidup mandiri, jangan memberi satu sen pun uang” Feivel.
Secara
logika berpikir bagaimana bisa bekas manusia iblis dapat membiayai hidupnya
sendiri tanpa bantuan sang ayah. “Biarkan Feiv melakukan semuanya seorang diri”
permohonan Feivel sekali lagi di hadapan ayahnya. Biaya kuliah, makan,
kebutuhan sehari-hari sekaligus permasalahan beban berobat Nara menjadi
tanggungan Feivel sekarang. Tidak seorangpun anggota keluarga menyadari
bagaimana dia berjuang membayar rumah sakit demi kesembuhan Nara.
Semakin
giat memulung demi mengejar masa depan dan menanggung pengobatan sang adik,
inilah dunia Feivel sekarang. Pria tua penuh semangat mendaftarkan anaknya
masuk salah satu kampus besar demi sebuah masa depan terbaik. “Kenapa ayah
melakukan semua ini?” rasa kesal Feivel memandang sang ayah setelah menyadari
sesuatu.
“Ayah
hanya mendaftarkan namamu saja, selebihnya jagoan berjalan sendiri” ucap pria
tua itu di hadapan anaknya.
“Biaya
kampus di sana mahal, dari mana ayah mendapat uang membayar sebagian besar…?”
Feivel. Seperti itulah kisah sang ayah berjuang mencari pinjaman hanya demi
memasukkan anaknya pada salah satu kampus dengan kualitas terbaik pula. Menjadi
pertanyaan, bagaimana bisa anaknya diterima begitu saja di tempat tersebut
dengan latar belakang suram bahkan tanpa tes? Inilah yang dikatakan perjuangan
seorang ayah bagi sang anak bahkan rela melakukan apapun untuk membawanya
menuju satu garis kemenangan. Secara kebetulan sang pemilik kampus mempunyai
masa lalu sama seperti anak pria tua yang sedang berdiri di hadapan beberapa
staf dan para dosen memohon kebijakan. Berjuang membuktikan jika anaknya juga
mempunyai standar kualitas berbeda di antara semua orang.
Akhir
cerita, sang pemilik kampus tanpa sengaja mendengar kisahnya sehingga
menyetujui berkas pendaftaran tersebut. Seakan Tuhan mengirim mujizat di waktu
paling tepat bahkan tidak terduga sama sekali bagi pemikiran sosok ayah yang
sedang berjuang meraih titik kemenangan bagi sang jagoan. Pihak kampus
memberikan keringanan biaya sekaligus dapat melakukan cicilan pembayaran.
“Buktikan pada dunia kalau kau sama sekali tidak akan pernah terikat dengan
masa lalu tergelap dari hidupmu pribadi!” ucapan pemilik kampus terhadap bekas
manusia iblis dalam sebuah ruangan dengan ukuran cukup besar.
“Bapak
tidak perlu menyatakan rasa kasihan terhadap kehidupan saya” Feivel.
“Saya
hanya menyukai sosok ayah seperti ayahmu dan bukan permasalahan mengasihani
mantan iblis seperti dirimu.”
“Maksud
bapak?” Feivel.
“Pribadi
ayahmu tidak mengenal kata putus pengharapan demi seonggok sampah agar
mempunyai kualitas nilai di mata dunia. Ngerti?”
Pembuktian
pada dunia tentang sang jagoan dapat berlari mengejar mimpi, walaupun kenyataan
membuktikan akan perjalanan gelap di masa lalu. Dia hanyalah pria tua yang
sedang ingin menyatakan kualitas nilai bagi anaknya melalui lika liku
perjalanan unik tanpa mengenal kata menyerah sedikitpun. Tuhan dapat merubah
kain kirmisi merah menjadi putih seperti salju. Begitupun sebaliknya tentang
kemenangan ayah dapat diraih melalui cara Tuhan yang ajaib. Masa lalu tidak
dapat menghancurkan kehidupan sang jagoan dalam bentuk apapun…
Bagian
11…
Feivel Fidelis…
“Malaikat
kecil, sepertinya saya akan kembali menjadi penghuni kampus” berkata-kata di
samping tubuh mungil Nara yang masih saja tertidur lelap karena perbuatan
terkacau dariku di masa lalu. Hal lebih kacau adalah saya sama sekali tidak
pernah bisa berdiri di hadapan bunda maupun Nefrit untuk meminta maaf atas
setiap kelakuanku kemarin. Hanya bisa menjenguk diam-diam tanpa sepengetahuan
siapapun adik kecilku Nara.
Tuhan,
beritahu cara terbaik berdiri depan bunda, Nefrit, juga Lazki demi sebuah
permohonan maaf karena ulahku kemarin. Membayangkan bunda menangis setiap detik
merupakan beban terlebih rasa bersalah makin menghantui langkah hidupku
pribadi. “Saya tidak akan pernah memaafkan iblis seperti dia” rasa luka terlalu
dalam, menjadikan bunda mengungkapkan satu pernyataan.
Wajar
jika bunda benar-benar menganggapku iblis, kenapa? Seperti itulah kenyataan
kisah masa lalu dan tidak akan pernah terhapus oleh apapun. Tuhan, balut luka
hati bunda yang selalu saja menjatuhkan bulir-bulir Kristal karena perbuatan
iblis sepertiku. Maaf membuat hatinya sakit tanpa henti. Kalau diriMU dapat
mengubah batu keras menjadi selembut awan, tentu diriMU juga dapat membuatku
kembali berada dalam dekapan bunda.
“Hari
pertama menginjak kampus dan memulai sesuatu dari nol kembali” menarik nafas
dalam-dalam berjalan menuju satu pagar sebagai pintu gerbang besar salah satu
kampus terbesar di kota ini. rambut acak-acakan, gondrong, tubuh bertato,
jenggot menyebar memenuhi wajah inilah menjadi gambaran ciri khas mantan iblis.
Masih belum berubah bahkan tetap mempertahankan penampilan kemarin. Semua mata
memandang sinis, histeris, ketakutan, ingin menjauh…
Objek
lebih mengejutkan lagi adalah salah satu dosen pengajar ternyata Brian Nicholas
sekaligus berperan sebagai guru adikku Nefrit Fidelis. Perbedaan cara berpikir
ketika menjabarkan satu titik gambaran tertentu di hadapan mahasiswanya
merupakan keunikan tersendiri dalam diri seorang Brian. “Teori dan praktek
menjadi satu paket, namun ketika berada pada sebuah situasi terlebih area-area
lapangan yang tidak terpikirkan sama sekali, maka peranan kedua kata tadi hanya
sebagai hiasan semata” penjelasan Brian sedikit berbelit-belit bahkan terlalu
sulit dimengerti.
Kalimat
pembuka sebagai bahan perkenalan semata, namun terkesan bermasalah buatku.
Berpura-pura tidak mengenal dirinya memang jauh lebih baik dibanding menyapa.
Pada akhir cerita kegiatan perkuliahan pun dimulai bersama kisah baru di
dalamnya. Melakoni status mahasiswa sekaligus pemulung sampah tetap berjalan
seperti biasa. Hal terbaik buatku sebelum masuk ruang perkuliahan adalah
menyusuri tiap lantai gedung pencakar langit dari kampus tersebut hanya demi
mengumpulkan kertas putih maupun botol minuman bekas. Menaruhnya dalam sebuah
karung kemudian meletakkan pada gerobak sampah yang masih terparkir manis di
sekitar parkiran motor.
Tidak
perduli pemikiran orang mengenai umur tua, status, pekerjaan pemulung, dan
hal-hal buruk tentang jalan hidupku. Saya membutuhkan uang demi menyambung
hidup juga pengobatan malaikat kecil ayah. Hidup Feivel kemarin dan sekarang
jauh berbeda. Rasa gengsi tidak lagi mencekam bahkan rela melakukan pekerjaan
apapun selama itu halal. Semua teman-temanku menjauh tanpa seorangpun ingin
bersahabat denganku. Beginilah jalanku selalu saja menyendiri di manapun kaki
melangkah. Hidup terkucilkan maupun mendapat penghinaan dari ribuan atau jutaan
orang bukan masalah besar untuk kulalui.
Wajar
mereka menjauh, tetapi itu jauh lebih baik menurut pemikiranku pribadi. Setiap
jam istirahat pun kaki akan tetap menyusuri tempat-tempat sampah di tiap lantai
gedung kampus. “Hei Si’wajah menyeramkan” tegur seorang wanita paruh bayah
tidak jauh berdiri dari lokasi tempatku.
Menengeok
ke kiri kanan mencari siapa gerangan yang dimaksud olehnya. “Kau” sekali lagi
menunjuk ke arahku tanpa rasa takut setitikpun. Menarik tanganku menuju kantin
kampus kemudian menyodorkan beberapa karung kaleng aluminium bekas juga botol
minuman para mahasiswa.
“Mau
dapat uang tambahan tidak?” seakan ingin tetap memandangku sebagai manusia
bukan penjahat seperti kebanyakan orang di sekitar. Antara mengangguk atau
tetap diam kaku merupakan pilihan buatku.
“Kalau
mau, kau bisa kerja sebagai tukang cuci piring disini sekaligus melayani
seluruh pembeli pada jam istirahat kampus dengan gaji bulanan” menawarkan
sebuah pekerjaan…
“Hanya
itu?” ujarku sedikit bersemangat.
“Sekalian
kau bisa mengumpulkan semua barang bekas juga sih” kalimatnya lagi.
“Ikat
rambutmu biar mereka tidak terlalu takut melihat penampilanmu!” perintah wanita
paruh bayah itu sekali lagi. Titik jalan menambah penghasilan terbuka lagi
buatku. Minimal dapat menutupi biaya rumah sakit malaikat kecil sekaligus uang
kuliahku sendiri. Menjadi mahasiswa, pemulung sampah, kuli bangunan, kerja
sambilan di kantin cukup menyita waktu tetapi harus kujalani sepenuhnya.
Setidaknya setelah jam kuliah berakhir tangan masih bisa bekerja tengah hari
sebagai kuli bangunan.
Semua
orang risih, takut, marah, menghina melihat tanganku menyodorkan makanan di
atas meja kantin. Saya tidak perduli apapun kata mereka. Membersihkan meja-meja
kotor mengajarkan sesuatu bagi perjalanan hidupku. “Jangan berpura-pura tidak
mengenalku si’wajah seram tapi hati hello kitty” seolah cibiran terkacau
buatku…
“Berhenti
berlagak sombong” sekali lagi Brian menepuk bahuku.
“Sekarang
kau dosenku” balasan buatnya.
“Tenang
saja, karena kau dan saya seumuran jadi anggap saja kita berdua sahabat di luar
jam mata kuliah terlebih…” Brian.
“Terlebih
apa?” sedikit curiga.
“Adikmu
kan cukup manis” maksud ucapan Brian terdengar mencurigakan.
“Saya
hanya meminta bantuan menjadi guru privat adikku bukan menjadi penggoda.”
“Memangnya
salah? Lah Adikmu juga umurnya sudah tua hanya karena masalah otak makanya lama
di sekolah” Brian.
“Stop”
nada emosi lumayan meninggi…
“Tenang,
kita itu tidak akan pernah bisa menebak misteri Tuhan. Bisa jadi kau dan saya
memiliki ikatan keluarga mungkin suatu hari kelak” Brian makin ngaco
berkata-kata.
“Kau
lebih iblis dibanding kehidupanku kemarin” tegurku.
“Lupakan
ucapanku. Btw, mau kerja tidak?” Brian menyodorkan kembali tawaran kerja.
“Sebagai?”
pertanyaan balik.
“Cleaning
servis dan pembantu rumah tangga” jawaban Brian. Tawaran kerja cukup menarik
untuk dilewati bagi mantan iblis. Berperan sebagai seorang cleaning servis di
hari kamis sampai sabtu setelah jam kuliah berakhir. Tawaran lain yaitu menjadi
pembantu rumah tangga tiga kali seminggu pada salah satu apartemen mewah di
kota ini. Menurut cerita Brian, tidak seorangpun ingin menjadi pembantu di
apartemen tersebut karena sesuatu dan lain hal.
Kata
galak merupakan istilah paling tepat menggambarkan sang majikan sehingga tidak
seorangpun berani berdiri di hadapannya. Saya hanya harus beres-beres rumah
seperti menyapu, mengepel, cuci piring, memasukkan pakaian kotor ke mesin
penggiling, menyetrika, dan beberapa pekerjaan lainnya jauh sebelum sang
penghuni terbangun dari tidur. Berarti jadwal kerja mengarah pada jam sebelum
matahari bersinar alias masih gelap. Gaji yang ditawarkan cukup lumayan dalam
sebulan, minimal sebagai tambahan penghasilan.
“Bagaimana?
Setuju atau tidak?” pertanyaan Brian setelah menjelaskan semuanya.
“Terus
pekerjaan saya sebagai kuli bangunan harus berhenti?”
“Tenang
saja, kebetulan bosmu itu sahabat dekat denganku berarti kau boleh tetap
bekerja tapi hanya tiga kali seminggu doang” Brian.
“Gaji
kuli bangunan cukup lumayan. Jangan remehkan penghasilan kuli bangunan.”
“Kau
bisa menyusuri seluruh lantai buat memulung kertas-kertas putih yang terbuang
bahkan seluruh sampah di sana. Jadi, penghasilannya cukup loh” Brian.
“Bisa
memulung? Boleh?”
“Ada
banyak kertas di ruang penggiling bisa kau pungut. Lagian mesin penggilingnya
juga tidak dikatakan jenis penghancur berkas dalam bentuk halus. Kan lumayan”
Brian.
“Okey”
“Itupun
hanya berkas-berkas tertentu berada dalam mesin penggiling dan selebihnya yah
terserah dirimu…” cetus Brian.
“Okey”
menyetujui tawaran Brian. Mengambil kalkulator dan mencoba menghitung total
penghasilan sebagai pemulung dalam sebulan setelah menerima tawaran kerja
Brian. Menjalani beberapa pekerjaan sekaligus terdengar menyita banyak waktu,
namun memberi seni tersendiri bagi dunia mantan iblis seperti diriku. Bekerja
di kantin pada jam istirahat kampus juga terdengar menyenangkan buatku.
Mengumpulkan kaleng minuman bekas bahkan menyusuri lantai kampus dan berhenti
pada tiap tong sampah menjadi rutinitasku setiap hari.
Mengatur
waktu sebaik mungkin antara kuliah, menyelesaikan tugas kampus, dan bekerja
merupakan hal paling sulit tetapi harus dijalani. Terkadang tugas kuliah
berusaha saya selesaikan ketika masih berada dalam lingkup kampus atau di
tempat kerja. Pada hari senin, rabu, dan sabtu seorang Feivel harus bangun
pagi-pagi sekali alias hari masih gelap untuk berperan sebagai pembantu rumah
tangga pada salah satu apartemen. Belajar mengerjakan pekerjaan rumah tanpa
menimbulkan suara seperti meminum jus daun papaya terlalu mengerikan…
Sang
pemilik tidak menyukai bunyi suara setitkpun. Wajar saja tidak ada seorangpun
betah sebagai pembantunya. Menyapu, cuci piring, mengepel, menyiram tanaman
bunga, dan segala pekerjaan tidak boleh menimbulkan suara sedikitpun. Melangkah
setiap ruanganpun tidak boleh menimbulkan suara. Saya pikir pemilik rumah
adalah seorang pria, namun ternyata dugaanku salah. Gadis cantik, rambut hitam
panjang, kulit seputih kapas, bibir seksi berwarna merah, bertubuh tinggi
semampai bersama riasan natural tetapi menakutkan…
“Sadis
habis” pertama kali menatap ke arahnya setelah seminggu lebih bekerja di sana.
Tatapan mata tertajam yang pernah ada bahkan dapat mencabik-cabik setiap bagian
kulit tubuh sendiri. Dia hanya diam tanpa berkata-kata ketika berjalan keluar
dari kamar. Sebelum sang pemilik keluar kamar pukul setengah tujuh pagi, saya
sudah meninggalkan rumah karena seluruh pekerjaan sudah dikerjakan. Kesimpulan
ceritanya adalah kami tidak pernah bertemu selama bekerja di apartementnya.
Tidak
terpikirkan sama sekali pertemuan antara majikan cantik dan pembantu berandal
mantan iblis terkesan aneh memang. Entah apa yang membuat sang majikan keluar
kamar sebelum pukul setengah tujuh pagi. “Saya tidak memberi gaji hanya dengan
berdiri seperti orang bodoh” pernyataan menyindir bahkan terlalu tajam bagi
manusia sepertiku. Hal selanjutnya yang terjadi adalah segera meninggalkan
dirinya, kemudian melanjutkan pekerjaan saya sebagaimana mestinya.
Hari
berikutnya pertemuan terulang kembali
dengan pandangan tajam namun tanpa suara. Komunikasi antara majikan dan
pembantu sama sekali tidak terjalin. Beberapa pembantu sebelumnya berhenti
dikarenakan tanpa sengaja menimbulkan suara ketika sedang bekerja dan membuat
sang majikan meluapkan emosi seketika. Menjadi pertanyaan, dari mana saya
belajar mengerjakan seluruh pekerjaan rumah maupun melangkah tanpa
memperdengarkan suara? Kemungkinan karena saya benar-benar membutuhkan uang
sampai dalam bekerjapun berjuang full…
Dia
sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut terhadap penampilan dengan kondisi
tubuh bertato karena masa lalu gelap. Setiap hari kami hanya bertatapan muka
tanpa berkata-kata. “Hai Embun!” sapa seseorang tiba-tiba masuk tanpa
membunyikan bel terlebih dahulu. Hal terlucu dari kisahku adalah baru menyadari
nama majikan sendiri. Selama ini saya
tidak ingin tahu nama pemilik apartement tempatku bekerja sebagai
pembantu rumah tangga.
“Hai
semua” lebih mengejutkan tentang cerita lain yaitu antara Brian dan sang
majikan ternyata berteman.
“Pergi
dari rumahku!” majikanku mendorong tubuh Brian agar segera meninggalkan
apartementnya. Di luar dugaan seberapa besarpun luapan emosional majikanku,
namun tidak diperdulikan oleh Brian setitikpun. Tetap berjalan ke dapur mencari
makanan bahkan membuat suara-suara gemerincing dengan kesengajaan. Seakan Brian
sengaja membuat kegaduhan bersama segala jenis suara agar terdengar jelas
karena menyadari pasti sifat asli pemilik apartement. Tidak perduli perkelahian
antara mereka berdua, saya tetap melanjutkan sisa setrikaan sebelumnya.
“Bos
sudah makan?” sapa Brian sedikit mengejek…
“Berhenti
bergurau!” tegurku tetap menjemur pakaian hasil gilingan setelah pekerjaan
setrikaan selesai, sedang dia hanya tertawa mendengar kalimat tadi. Rasa geram
nona Embun sangat terlihat jelas, namun untuk kesekian kali seorang Brian
semakin memancing sisi emosionalnya. Selidik demi selidik ternyata diantara
mereka pernah terjalin hubungan special alias pacaran bahkan sempat
bertunangan. Entah terdengar sebagai bahan lelucon atau seperti apa akan kisah
jalinan asmara terkacau.
Nona
Embun memutuskan hubungan pertunangan tiba-tiba hanya karena masalah sepeleh. Brian
terlihat santai saja bahkan masih berjuang mencari pembantu rumah tangga baru
kesekian kalinya bagi sang mantan tunangan. Andaikan saya menjadi Brian tentu
kaki tidak akan pernah menginjak apartement ini lagi. “Mungkin masih berharap
kisah cinta kemarin pulih seketika” bergumam sendiri berpikir tentang kisah
asmara mereka berdua.
“Masa
bodoh dengan masalah asmara mereka” tertawa sendiri. Mengayuh gerobak sampah
sepanjang jalan jauh lebih menyenangkan dibanding merenung akan permasalahan
asmara orang lain. Tiba-tiba saja satu iklan perlombaan memasak terpampang
jelas pada layar besar di sekitar jalan. Membayangkan kisah adikku dapat
memulai satu masa depan melalui objek semacam ini. Dia hanya butuh rasa percaya
diri pada satu pernyataan yaitu berani melangkah sekaligus mencoba tentang
sebuah petualangan. Singkat cerita, tangan berusaha mendaftarkan dirinya pada
acara perlombaan tersebut.
Mencari
jalan setidaknya Nefrit tidak menyadari apa yang telah kulakukan sekaligus
membuat kakinya berdiri di sana sebagai salah satu peserta. Meminta bantuan
Lazki menjalankan rencana selanjutnya. “Kau punya talenta terbaik” menatap dari
kejauhan adik kecilku Nefrit. Ini hanya bercerita akan permasalahan waktu bagi
perkembangan talenta tersembunyi pada jalan hidupnya.
Bagian
12…
Nefrit Fidelis…
Siapa
pernah menduga petualangan mencari talenta tersembunyi, namun cerita berikutnya
berada pada satu area di luar pemikiran sama sekali. “Kau bisa menjadi seorang
chef terkenal suatu hari kelak” isi tulisan seolah menunjukkan tentang satu
kelebihan dalam diriku pribadi. Menanyakan ayah, bunda, ka’Lazki mengenai
selembar kertas di kamarku dan hasilnya tidak ada yang tahu menahu mengenai hal
tersebut. Mungkin saja surat ini dikirim oleh malaikat Tuhan dari surga.
Peristiwa
lebih lucu lagi adalah pak Brian seakan mengemis mati-matian hanya untuk
menjadi guru privat tanpa bayaran sepersen pun jauh hari sebelum selembar
kertas tersebut berada di kamarku. “Ini
tantangan bagi guru seperti saya untuk membuktikan kalau manusia seperti dirimu
dapat lulus ujian, walaupun dikatakan mustahil sih” mengenang kembali nada
kalimat pak Brian seakan terdengar menyindir atau sejenisnya. Berbagai cara digunakan,
setidaknya saya menyetujui permohonannya. Saya yang terlalu bodoh atau justrus
sebaliknya pak Brian jauh lebih tolol lagi?
Berada
di sekitar pinggiran sungai kecil dan membolak-balikkan buku pelajaran bersama
pak Brian merupakan hal terkacau yang pernah kulakukan setelah sepulang
sekolah. Di lain tempat, seorang Nefrit mencoba memasuki dunia lain demi sebuah
pembuktian terhadap selembar kertas tentang talenta tersembunyi dalam diri
pribadi. Sekian tahun berlalu dimana tangan tidak lagi ingin menyalakan kompor
gas dengan beberapa resep masakan. Tidak seorangpun menyadari bagaimana
kekuatan tanganku dapat mengubah beberapa bahan makanan menjadi satu olahan
khas. Semua itu hanya kenangan semata di masa kecil jauh sebelum saya beranjak
remaja seperti sekarang bahkan kakakku belum menjadi iblis seutuhnya.
“Sampai
kapanpun kau tetap iblis buatku” berkata-kata sendiri membayangkan wajah bengis
manusia iblis. Penderitaan ayah bunda membuatku semakin membenci dirinya.
Sampai detik sekarang adik kecilku Nara masih terbaring koma akibat perbuatan
iblis semacam dia. Ayah bisa saja memberi maaf ribuan kali, namun tidak buatku.
Kenapa
ayah menolong manusia iblis itu yang jelas-jelas menghancurkan seluruh anggota
keluarga? Semenjak peristiwa pengeroyokan terhadapnya setelah Nara berada di
rumah sakit, manusia iblis itu tidak lagi menampakkan diri. Kenapa dia tidak
mati saja ketika pengeroyokan dirinya benar-benar terjadi? Iblis penghancur
hidup semua orang di manapun kakinya berpijak. Jujur, andaikan bisa saya ingin
membunuh sang iblis dengan tanganku sendiri.
“Kenapa
ayah tidak bisa membenci iblis seperti dia?” gerah, geram, sakit hati melihat
tingkah ayah terhadap sang iblis.
“Jawab
ayah!” mengamuk kesal…
“Ada
hal sulit untuk dijelaskan hanya melalui lukisan kata-kata dan akan kau
mengerti suatu hari kelak ketika dirimu menjadi orang tua bagi kehidupan buah
hatimu sekaligus berlianmu dalam satu lingkaran hidup” penyakit ayah mulai
kumat lagi.
“Bunda
selalu saja nangis, Nef menjadi bahan buly, sampai sekarang Nara masih belum
membuka matanya, semuanya karena ulah siapa?”
“Nef”
nada kata ayah meninggi. Rasanya sakit Tuhan melihat ayah terus saja berlari ke
arah manusia iblis. Dimana KAU berada sekarang Tuhan? Buktikan pada hidupku
kalau KAU memang adil untuk menghukum manusia paling jahat. Rasa marah terhadap
sang pencipta kembali terjadi melihat tingkah ayahku sekarang. Bisakah setitik
saja Tuhan menyatakan keadilanNYA bagi hidupku pribadi. Meraung-raung dalam
tangisan seperti anak kecil itulah yang terjadi sekarang. Kamar ukuran kecil
menjadi saksi setiap air mataku terjatuh dan bagaimana luka terus saja menancap
tanpa henti.
“Nef
benci ayah” semakin keras menangis histeris…
“Nef
juga benci Tuhan” menyalahkan sang pencipta atas segala sesuatu.
“Nef”
seseorang membuka pintu kamarku seketika. Saya menyadari pasti siapa yang
sedang membuka pintu sekaligus berhasil berdiri di hadapanku sekarang.
“Kenapa
ayah tidak bisa membuang manusia iblis jauh keluar dari hidupnya?” melampiaskan
emosionalku semakin hebat dalam pelukan ka’Lazki.
“Ayah
hanya ingin mendekap anaknya yang sedang tersesat bahkan hilang sekian tahun
lamanya, apa itu salah menurutmu?” ka’Lazki seakan menjadi pembela terbaik…
“Setelah
semua kelakuan iblisnya?” balik bertanya.
“Dia
memang benar-benar iblis di mata semua orang terlebih buatmu pribadi, tapi
tidak bagi pria tua seperti ayah, sampai kapanpun hatinya hanya ingin membuktikan
tentang kembalinya anak yang terhilang setelah sekian tahun berlalu” ka’Lazki.
“Sulit
memprediksi kehidupan seseorang, jadi jangan membenci dia lebih dalam” ujar
ka’Lazki kembali. Satu hal, seperti apapun pernyataan bijak ka’Lazki tetap
hatiku ingin selalu membenci manusia iblis. Mereka tidak tahu betapa sakitnya
hidup ketika menjadi diriku, bunda, juga Nara.
Menjalani
hari tanpa menyapa ayah merupakan jalan terbaik buatku pribadi. Lebih baik
berada dalam diam dibanding berkata-kata namun semakin menyakitkan. Focus
terhadap ujian sekolah memang hal terbaik buatku sekarang, walaupun dunia
berkata saya mustahil untuk dinyatakan lulus. Pak Brian masih setia menjadi
guru privat terbaik demi ujian kelulusanku tahun ini. Jujur, sampai detik
sekarangpun permasalahan perkalian masih menjadi akar permasalahan terbesar
bagi manusia terbodoh seperti Nefrit Fidelis.
“Tuhan
dapat menghancurkan batu melalui tetesan lembut air, terlebih kasus ujian
kelulusanmu dan juga masalah talenta tersembunyi dalam dirimu” satu pernyataan
pesan email dari seseorang yang tidak kukenal sama sekali. Tanpa rasa bosan
mengirim pesan demi pesan hanya buatku pribadi. Seakan terdapat penghiburan
tersendiri ketika hati sedang mempelajari setiap makna dari kiriman email
tersebut.
“Jangan
membenci Tuhan untuk alasan apapun” kembali kiriman pesan melalui email bermain
lagi. Tuhan, buat saya lupa tentang akar kekecewaan dalam lingkaran hidupku
pribadi terhadap diriMU hanya karena masalah ketidakadilan yang terus saja
mempermainkan hidup. Ada saat dimana rasa marah disertai kekecewaan berlebih
terhadap Tuhan jauh lebih kuat bermain bahkan semua itu sering terjadi.
Langkahku selalu berbeda dibanding siapapun ketika berjalan melewati satu alur
cerita.
Sebagian
besar dari orang disekitarku begitu mudah meraih apa yang diingini hatinya,
sedang jalanku sendiri berkata lain. Kata sulit, tidak menemukan cara paling
tepat, tersudutkan, segala jalan selalu saja ditutup membuatku semakin meringis
melihat kisahku sendiri. Di luar sana terdapat mereka dengan seribu talenta,
sementara kisahku menemukan satu jenis talenta tersembunyi membutuhkan waktu
panjang. Dunia manusia terbodoh hanya bercerita tentang kekurangan semata tanpa
masa depan.
Berada
di dapur untuk menyatakan kisah lain bersama talenta tersembunyi memang
benar-benar ada dalam dunia Nefrit Fidelis atau masih harus mencari lagi?
Mencoba mempelajari kembali beberapa bumbu dapur setelah sekian tahun tangan
tidak lagi menyentuhnya. Menghaluskan bawang putih, merica, ketumbar, pala
kemudian menggabungkan secara keseluruhan dalam satu wadah. Memecah dua butir
telur, memasukkan kunyit, potongan ayam bersama bumbu sebelumnya, dan terakhir
merendam sekitar tiga puluh menit setidaknya seluruh bahan meresap sempurna.
Langkah selanjutnya adalah ayam siap digoreng menggunakan tepung, setidaknya
saya mencoba dari pada tidak sama sekali…
Menggoreng
tanpa menggunakan bumbu merupakan versi lain menurut pemikiranku. Dengan kata
lain, saya menggunakan dua versi untuk resep hasil karyaku. Ayam dapat diganti
menjadi potongan daging bebek sesuai selera. Sebagai sambal lalapan tangan
mulai mengulek cabe hijau, bawang goreng, garam, penyedap rasa menjadi satu
kemudian memeras jeruk puruk segar juga memberi sedikit minyak panas. “Semoga
rasanya tidak mengecewakan” berbicara pada diri sendiri. Menata di atas meja
makan, minimal kami sekeluarga dapat makan malam bersama setelah semua kejadian
yang terjadi.
Seseorang
tiba-tiba saja mengetuk pintu rumah mengalihkan pandanganku. Berjalan menuju
pintu depan untuk mengintip dari cela-cela jendela rumah. “Pak Brian” terkejut
seketika. Hal terkacau selanjutnya adalah dia berterus terang ingin makan malam
di sini karena kelaparan beberapa jam lalu. Antara ingin tertawa mendengar
pernyataan guru sekolahku sendiri…
“Makanannya
enak betul” berteriak sambil makan tanpa rasa canggung sedikitpun dengan
anggota keluarga lain.
“Sangat
enak, ini Lazki yang buat?” Tanya bunda pertama kali melihatnya melahap makanan
di hadapannya seolah lupa akan segala jenis tangisannya.
“Bunda
seperti mengejek Lazki” raut wajah ka’Lazki menyatakan rasa tersinggung luar
biasa. Bagaimana tidak, hasil masakan ka’Lazki selalu saja gosong, hambar, bahkan
nasi jadi bubur dan semua itu terdengar penghinaan.
“Lantas
siapa yang masak kalau tidak ada yang mengaku?” cetus pak Brian. Melihat mereka
semua makan dengan lahap membuat hatiku sedikit terhibur. Tidak pernah
membayangkan hasil masakanku dapat membuat mereka tersenyum beberapa saat. Ayah
terus saja menambah makanan ke piringnya dan terlihat memperebutkan satu
potongan ayam tersisa bersama pak Brian.
“Ini
buat saya saja” Sejak kapan pak Brian begitu akrab dengan anggota keluargaku
yang lain?
“Yah
habis” rasa kesal ka’Lazki membenci tingkah pak Brian.
“Masih
ada di dapur” segera berdiri mengambil sisa potongan ayam.
“Berarti
ini masakan Nef?” serentak mereka berbicara bersamaan tanpa mengedipkan mata
hampir tak mempercayai semua ini. Anggota keluarga menganggap saya tidak bisa
memasak karena kenyataan kalau kaki sama sekali tidak ingin melangkah menuju
dapur sampai kapanpun sebagai juru masak.
“Kenapa?
Memang apa yang salah?” bertanya balik…
“Sangat
enak” jawaban mereka kembali serentak. Tuhan, apakah talenta tersembunyi untuk
membangun masa depanku dengan berada di dapur? Objek lain lagi adalah seseorang
mendaftar namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak tanpa
sepengetahuanku. Seluruh anggota keluarga juga tidak tahu menahu akan hal
tersebut.
“Apa
salahnya mencoba demi sebuah tantangan?” ka’Lazki menatap ke arahku seketika.
Akhir cerita selanjutnya adalah saya tersingkir pada babak penyisihan dan
terdengar lucu…
“Tidak
berarti adikku menyerah begitu saja hanya karena gagal pertama kali” pernyataan
ka’Lazki membawaku masuk dalam dekapannya di tengah keramaian jalan. Seperti
ada satu kekuatan membuatku ingin bertahan demi perjalanan beda dari siapapun.
Kelanjutan kisah hidup manusia bodoh adalah seseorang secara diam-diam
mendaftarkan namaku sebagai salah satu peserta kontes memasak di beberapa
tempat. Ayah, bunda, ka’Lazki, pak Brian membantah bahkan berani bersumpah
kalau yang melakukan semua itu.
Haruskah
saya berterimah terhadap orang tersebut karena satu objek berlari ke hadapanku?
Mendapat kiriman selembar kertas, pesan email, dan sekarang namaku selalu
tercatat sebagai peserta kontes masak di berbagai tempat. Hal terkacau lagi
yaitu tentang kekalahan terus terjadi pada babak penyisihan. Kenapa juga saya
harus mempercayai satu lembar kertas tentang talenta tersembunyi dari jalanku
berada pada area masak memasak. Focus belajar memang jauh lebih baik untuk saat
ini. “Minimal saya harus lulus sekolah.”
“Nef,
selamat namamu masuk daftar kelulusan” teriak pak Brian berlari ke arahku
bahkan memelukku di tengah kumpulan teman-teman sekolahku hingga menjadi pusat
perhatian seketika. Selama beberapa waktu focus belajar sampai membuahkan hasil
seperti sekarang.
“Pak
Brian memeluk manusia bodoh” ucapan seorang siswi.
“Saya
tidak percaya ini” teriak yang lain.
“Apa
sih kelebihan dia pak?” Nesia bertanya-tanya heran.
“Acara
kelulusan paling menyebalkan sedunia” berteriak kembali.
“Dia
itu tidak menarik, jelek, miskin, kakaknya iblis, orang tuanya terkena kutuk,
selalu sial, lebih hancur lagi baru lulus tahun ini…” salah satu temanku
melontarkan penghinaan lagi.
“Jauh
amat perbedaannya ibarat langit dan bumi” kalimat paling menyakitkan seakan
mereka berhak menjadi Tuhan atas hidupku. Hidup hancur berarti tidak berhak
memiliki pasangan berkualitas, walaupun dikatakan antara saya dan pak Brian
hanya sebagai murid dan guru. Kenapa begitu sakit…?
“Jalan
hidup seseorang mempunyai misteri tertentu. Kisah kemarin, hari ini, esok
memiliki perbedaan pula dengan kata lain bisa saja seseorang dikatakan hancur
menurut pikiran banyak orang dapat menjadi berlian suatu hari kelak” satu
pernyataan seorang guru menampar mereka semua. Apakah saya mempunyai kemampuan
lebih demi satu pembuktian tentang masa depan? Mereka terus saja bermain di
area sekitarku hanya untuk melontarkan kalimat-kalimat iblis.
Senang
akhirnya manusia bodoh lulus sekolah, tetapi sekaligus menyakitkan mendengar
sindiran kasar seakan terus saja menancap menghancurkan kehidupan. “Itukan
manusia iblis? Sekarang sudah jadi pemulung sampah” seseorang tiba-tiba saja
berteriak menunjuk ke arah jalan besar. Tidak pernah menyangka kisah hidup
iblis terjahat berubah drastis menjadi seorang pemulung sampah. Tanpa sengaja
kami berdua bertabrakan sekitar pertengahan jalan lain. Rasa benci terhadapnya
tetap bermain jauh di dasar bahkan tersimpan kuat.
“Kau
iblis bukan manusia” berkata-kata di hadapannya, minimal luka hati dapat
terlampiaskan…
“Kenapa
saya harus mempunyai kakak sepertimu?” berteriak lebih keras sebelum akhirnya
berlari jauh meninggalkan manusia paling terkejam sedunia. Dunia tahu akan
kisah manusia bodoh memiliki seorang kakak terkacau bahkan selalu menghancurkan
hidup siapapun.
Sampai
sekarang adik kecilku belum juga membuka matanya karena peristiwa kemarin.
Andaikan semua itu tidak terjadi, tentu Nara akan berlari kecil ke arahku dan
memelukku memberi kehangatan. “Ka’Nef
bukan manusia bodoh” ucapan gadis kecil masih terus saja terngiang di
telingaku setiap menatap dirinya terbaring kaku…
“Nara
harus bangun” menangis keras di samping tempat tidurnya.
“Dimana
Nara yang kakak kenal kemarin? Kenapa Nara sekarang terlalu lemah? Kenapa
matamu tidak pernah bisa terbuka demi ayah dan bunda?”
Gadis
kecil masih terbaring koma dan entah kapan semua itu berakhir. Secara akal
logika dia bisa saja pergi untuk selamanya, namun entah mengapa tubuh Nara
tetap bertahan terbaring kaku di rumah sakit. Gibran Fidelis memang terkena
kutuk sampai ketiga anaknya berada pada sisi alur cerita terkacau di antara
paling terkacau. Pria tua masih terus mencoba berjalan untuk sebuah pembuktian
tanpa memperdulikan ucapan banyak orang. Bisakah seorang ayah seperti dirinya
menyatakan pada dunia tentang kemenangan mencapai garis finish?
“Nef”
ternyata ka’Lazki terus saja mengekor di belakangku sejak tadi. Menarik
tanganku menuju bagian belakang motornya, kemudian membawaku pergi menuju satu
tempat. Kupikir kami akan kembali berada pada satu area perkampungan seperti
kemarin ternyata dugaanku salah. Sebuah rumah berukuran kecil tidak jauh dari
sudut jalan besar.
“Siapa
dia?” tegur seseorang ketika membuka pintu rumah.
“Adik
kecilku paling cantik” jawaban ka’Lazki. Rumah itu di jadikan sebagai tempat
berkumpul sahabat-sahabat ka’Lazki. Memilliki sahabat yang selalu peduli
membuatku iri melihat kehidupan kakak sepupuku sendiri. Kenapa tidak seorangpun
ingin berteman denganku?
“Kenalkan
adikku Nefrit, panggil saja Nef biar lebih cute” ka’Lazki.
“Ini
Bianca, Noldy, Fey, Abril, Cristal, Reynand, Darrel” ka’Lazki menyebut nama
mereka satu per satu.
“Salam
kenal” nada serentak mereka. Kisah lain dari ka’Lazki yaitu mempunyai satu
perkumpulan dengan beranggotakan beberapa orang dari bidang berbeda. Pelukis, dunia
medis, penyanyi, penulis, ilmuwan, desainer, ballerina, merupakan jenis
pekerjaan yang mereka jalani. Rumah ini memberikan cerita unik bagi mereka
ketika berkumpul kembali. Pertama kali merasakan suasana hangat tanpa pembulyan
kiri kanan.
“Kami
juga bisa dikatakan kacau seperti dirimu” ka’Bianca mulai bercerita.
“Saya
jauh lebih cengeng lagi” penuh semangat ka’Noldy berkata-kata.
“Pada
hal laki-laki tapi lebih cengeng dari perempuan” ledek kakakku. Kehidupan
mereka semua mengerikan dan entah bagaimana cerita hingga Tuhan mempertemukan
satu sama lain sampai akhirnya persahabatan pun terjalin dari waktu ke waktu.
Ka’Bianca dikenal sebagai pelukis jalanan dengan ciri khas unik.
Awal
kisahnya terbilang tragis dibanding kehidupan semua orang. Anak korban
perceraian orang tua hanya karena masalah perbedaan bersama kisah
perselingkuhan menjadikan ka’Bianca terlunta-lunta tanpa arah. Tidak dapat disangkal
banyak anak mempunyai jalan cerita berantakan sebagai akibat perceraian orang
tua. Papanya mengalami kebangkrutan sampai akhirnya meninggal karena serangan
jantung tiba-tiba. Teman perselingkuhan sang papa melakukan hal terkeji
dibelakang sampai perusahaan besar milik keluarga jatuh ke tangan orang lain.
Terpuruk, terkucilkan, kekurangan kasih sayang, hidup di jalan seorang diri
merupakan alur cerita seorang Bianca. Sang mama menikah bersama pria
selingkuhannya tanpa pernah peduli anak kandung sendiri. Egois kalimat paling
tepat bagi ibu seperti dirinya.
Narkoba, menjadi preman, kehilangan arah,
penyimpangan seks dengan berhubungan sesama jenis alias lesbian adalah hal
terkeji mengikat hidupnya. Akhir cerita seorang Bianca mengenal seberkas cahaya
setelah pertemuan tak terduga dengan beberapa personil dari komunitas mereka.
“Saya butuh perjuangan agar terlepas total dari ikatan narkoba dan semua itu
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kisah jatuh bangun berulang kali
sampai saya berhasil keluar…” ka’Bianca mengenang kembali kisah masa lalunya.
“Hidup
Nef masih jauh lebih baik dibanding kehidupanku sendiri” ka’Bianca.
“Nef
masih memiliki ayah dan bunda terbaik walaupun alur kisah hanya bercerita
tentang jalan berliku” ka’Cristal tersenyum manis ke arahku. Tidak pernah
menyangka ka’Lazki mempunyai perkumpulan geng semacam ini. ‘Secerca Harapan’
memang benar-benar menggambarkan permainan seni ketika berpetualang. Kedua kata
tersebut digunakan sebagai nama perkumpulan mereka bukan tanpa alasan.
“Lazki
banyak bercerita kalau adiknya masih berjuang mencari talenta tersembunyi”
ka’Darrel.
“Jangan
patah semangat untuk mencari sesuatu yang tersembunyi kemudian membawanya ke
permukaan walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang diantara paling
terpanjang” ka’Cristal.
“Sebenarnya
sih adik kecilku sudah menemukan bagian talenta tersembunyi dalam dirinya,
hanya masih belum yakin 100%” ka’Lazki mencubit wajahku. Menjelaskan tentang
selembar kertas di kamar seakan memberi titik harapan bagi masa depanku. Entah mengapa
saya merasa nyaman berada di tengah mereka dan mulai mencurahkan perasaanku
selama ini. Mataku terbuka akan kisah petualangan hidup Nefrit masih jauh lebih
baik dibanding kisah beberapa personil komunitas Secerca Harapan.
“Bukan
berarti Nef selalu kalah dalam babak penyisihan terus berhenti begitu saja
dong” cetus Abril yang ternyata seumur denganku.
“Siapa sih tidak kenal Fey terlihat seperti
orang bodoh. Fey butuh proses panjang melakukan banyak hal di dunia medis.
Mungkin orang lain dengan begitu mudah menguasai tehnik menghadapi pasien
partus kala 2-3, menjahit, pemeriksaan vaginal touch, pemasangan infus, penguasaan
alat-alat cyto, dan masih banyak lagi tetapi tidak buatku” ka’Fey sepertinya
curhat…
“Apa
saya menyerah saja karena terlalu bodoh? Jawabannya berulang kali gagal, tetapi
saya ingin terus belajar bahkan berjuang walaupun proses yang saya jalani butuh
waktu panjang sampai detik sekarang” ka’Fey.
“Ada
orang memperlihatkan skil terbaik pada usia masih terlalu belia, mempunyai
kekayaan terbesar di usia kepala dua seperti Marck Zuckerberg pendiri FB, multi
talenta bahkan kecantikan pun nomor satu bagi beberapa kalangan artis, tapi kau
tidak bisa menyamakan/ membandingkan kisahmu dengan mereka” ka’Cristal.
“Nef
harus percaya kalau jalanmu mempunyai alur petualangan tersendiri sekalipun
dikatakan hanya memberikan kegagalan setiap saat. Lakukan yang terbaik,
selebihnya Tuhan akan beracara suatu hari kelak dan jangan menyerah” ka’Bianca.
“Kekurangan
kasih sayang, terkucilkan, menjadi korban buly, manusia terbodoh, kegagalan,
terluka merupakan hal biasa ketika seseorang mengarungi satu lembah tertentu.
Kepribadianmu menentukan hal tidak biasa saat berhadapan dengan semua objek
seperti itu. Ngerti?” ka’Cristal. Ucapan mereka semua menunjukkan tentang
sesuatu hal berbeda buatku pribadi. Terdengar nada ceramah terpanjang, namun
membuka mata menyingkapi alur petualangan ketika berjalan. Saya hanya harus
berjuang demi satu masa depan terbaik tanpa harus menyerah begitu saja. Hidupku
mempunyai kisah tersendiri…
Bagian
13…
Nefrit Fidelis…
Dunia
seorang Nefrit berputar setelah berada di tengah mereka. Belajar menyingkapi
hidup bahwa bukan diri sendiri satu-satunya manusia paling terkacau oleh sebuah
objek penderitaan. “Pertama kali buatku diterima dengan kehangatan” suara hati
manusia bodoh berbisik di dalam. Berada bersama mereka menikmati sesuatu yang
tidak pernah dirasakan.
“Wah
ini lukisan ka’Bianca?” terpesona melihat satu karya di hadapanku. Seakan
terdapat makna penuh misteri dibalik lukisan tersebut. Seperti itulah dunia
pelukis jalanan terkadang menciptakan hasil karya tak terpikirkan oleh
siapapun. Pada lukisan tersebut terlihat jelas jika seorang balita masih
berusia setahun sedang berjalan merangkak pada satu area puncak gunung tinggi. Sang
balita mulai mencoba merangkak memakai tangan mungilnya untuk menggapai satu
petualangan tertentu. Tatapan takut, histeris, sinis, seakan tidak perduli
menghiasi wajah orang-orang yang sedang berjalan melewati balita tersebut.
Logika manusia bercerita jika si’balita akan terjatuh sesaat lagi. Dua titik
sinar dari arah berlawanan bertemu dan menjadi satu tiba-tiba muncul yang
kemudian berjalan masuk dalam tubuh mungil anak masih berusia setahun.
“Kalau
boleh tahu dua titik sinar ini berasal dari mana?” mencari jawaban terhadap
sang pelukis.
“Kekuatan
doa dari dua arah sedang berjuang yang kemudian berubah menjadi setitik sinar
menyatu menjadi sebuah kekuatan tanpa disadari oleh sang balita” ka’Bianca.
“Kekuatan
doa?” masih sedikit bingung.
“Kau
harus percaya tentang seseorang dan malaikat yang tidak terlihat disediakan
Tuhan di sampingmu sedang berjuang berdoa mempertahankan manusia lemah untuk
merangkak, mendaki, mencapai satu masa depan terbaik” ka’Bianca. Banyak orang
tidak perduli, menyerang, histeris, ketakutan tetapi dua pribadi bertahan ingin
menyatakan kemenangan bagi seseorang yang dikatakan tidak dapat melakukan
apapun di dunia bahkan terlalu lemah dari segala aspek manapun.`
“Siapa
yang mau peduli tentangku?” merindukan menjadi seperti anak pada lukisan
ka’Bianca.
“Bagaimana
dengan sosok ayah terbaik sedang berjuang membawamu pada garis finish?”
ka’Lazki tiba-tiba saja hadir di tengah kami seketika. Rumah kecil kembali
tersenyum akan kehadiran satu personil lainnya. Memang harus kuakui tentang
kisah ayahku selalu menjadi ayah terbaik buatku.
“Mungkin ayah bukan seorang ayah terbaik dan
sempurna seperti kebanyakan orang, tetapi setidaknya teruslah berada dalam
dekapan ayah jika kau merasa terluka” kata-kata ayah terngiang memenuhi
gendang pendengaranku. Pria tua hanya ingin membuktikan tentang kemenangan
sebagai ayah walaupun dikatakan semua itu mustahil terjadi. Mendekap ketiga
buah hatinya dengan cara berbeda diantara para ayah manapun. Air matanya
mungkin tidak pernah terlihat olehku karena tersembunyi kuat.
“Saya
harus berjuang membuktikan pada dunia jika ayahku selalu menang mendekap
hidupku” berkata-kata pada diri sendiri. Mulai hari ini rasa takut, kecewa,
marah, air mata harus kulenyapkan dari jalanku. Mencoba bangkit dan belajar
berjalan walaupun dikatakan hanya dapat merangkak sama seperti sang balita pada
lukisan tersebut. Seseorang berulang kali mendaftarkan namaku sebagai peserta
kompetisi memasak, namun selalu saja gagal pada babak penyisihan. Seakan dia
tetap percaya tentang letak kemampuan luar biasa pada diriku.
Tanganku
mulai terus berlatih mengolah bahan makanan menjadi satu masakan istimewa.
“Selesai” tersenyum puas setelah beberapa hari mencoba menciptakan menu
special. Nasi goreng special bakar terdengar aneh tapi tidak buatku. Menghaluskan
beberapa bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kemiri menjadi satu
kemudian menumis hingga bau harum tercium. Masukkan nasi putih, potongan kacang
panjang diiris berukuran tipis, penyedap rasa, garam sambil terus diaduk. Hal
selanjutnya adalah taburkan suiran ayam, jamur, potongan sosis, cumi, potongan
sosis, udang sambil di aduk terus hingga tercampur rata. Bungkus nasi goreng
memakai daun pisang atau daun bambu sesuai ukuran selera, langkah selanjutnya
adalah panggang di atas arang. Sajikan pada mangkuk yang telah disediakan
bersama saus sambal menurut selera pula.
“Buat
ayah dan bunda” membawa hasil olahan tanganku sendiri ke hadapan mereka.
“Ini
olahan Nef?” ayah terus saja makan dengan sangat lahap.
“Saya
juga mau” di luar dugaan pak Brian berlari masuk ke rumah segera mengambil
piring menyantap makanan di depannya. Kenapa bekas guru sekolahku hadir di
rumah terus? Bagaimanapun saya harus berterima kasih atas ujian kelulusan
sekolahku. Tidak pernah bosan menjadi guru privat gratis buatku. Ayah dan pak
Brian langsung akrab pertama kali mereka bertemu.
“Sangat
enak” pujian pak Brian.
“Anak
ayah jago masak rupanya” tidak lagi mengingat perselihan di antara kami hanya
karena memperdebatkan manusia iblis. Perjalanan selanjutnya dimana ayah menyuruh
saya melanjutkan kuliah. Kisahku tidak bercerita tentang tingkat IQ tinggi,
jadi pemikiran melanjutkan pendidikan sama sekali tidak terpetik dalam benak.
Menolak keinginan ayah merupakan keputusan terbaik, terlebih biaya rumah sakit
Nara masih terus berjalan.
Ternyata
seseorang secara diam-diam membayar penuh biaya rumah sakit Nara dengan kata
lain ayah tidak mengeluarkan uang sepersen pun. Siapa malaikat itu? Jadi uang
tabungan ayah bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan. “Kau bisa kuliah
dengan uang ini” ujar ayah terhadapku.
“Otak
Nef benar-benar tidak bisa berfungsi untuk masalah akademik” kalimatku.
“Terus
anak ayah harus selamanya jadi manusia bodoh?” tegur ayah.
“Nef
bodoh di semua bidang, percuma melanjutkan kuliah”
“Ayah
tidak menuntut Nef mempunyai nilai tinggi, setidaknya buktikan pada dunia
tentang masa depanmu” ayah.
“Nef
akan buktikan tapi bukan di dunia yang hanya mengandalkan tingkat IQ.”
“Nef”
tegur ayah.
“Beri
Nef kesempatan untuk memilih apa yang kusukai” pernyataan memohon di hadapan
ayah.
Saya
ingin menjadi seorang chef terkenal suatu hari kelak. Mulai percaya tentang
talenta tersembunyi dalam diri berada pada dunia masakan dan bukan bidang lain.
Belajar menekuni apa yang kusukai tanpa harus patah semangat karena mengalami
kegagalan setiap saat. Seseorang kembali mendaftarkan namaku pada salah satu
tempat kursus tata boga tidak jauh dari tempat tinggalku. Siapa dia? Apakah dia
orang yang sama dibalik pembayaran biaya berobat Nara? Seakan orang tersebut
berperan sebagai malaikat tak terlihat bagi keluargaku.
“Semua
karena mimpi ingin membuktikan pada dunia tentang talenta tersembunyi dalam
dirimu. Jadi, kau harus terus mencoba mencoba dan mencoba kembali” isi pesan
melalui email. Apakah dia orang yang sama dibalik pendaftaran biaya kursusku
tanpa sadar? Untuk kesekian kalinya namaku kembali terdaftar sebagai peserta
perlombaan memasak pada salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Rasa-rasanya saya ingin tertawa hebat karena kembali gagal pada tahap
penyisihan.
Gagal
untuk kesekian kalinya bukan berarti menghalangi langkah tetap berjalan pada
apa yang kusukai. Saya pasti bisa mengguncang dunia suatu hari kelak dengan
berbagai resep masakan hasil karyaku sendiri. Mencari pekerjaan sampingan
selain kursus tata boga itulah yang sedang kujalani sekarang. Memasukkan
lamaran kerja di beberapa restoran minimal membantu saya untuk satu petualangan
berikutnya. “Mulai besok kau bisa bekerja disini” pada akhirnya kata tersebut
terngiang di telingaku setelah penantian panjang si’pencari kerja. Walaupun
berperan sebagai tukang cuci piring, setidaknya saya bisa sedikit mengamati
para chef restoran disini jika sedang menyajikan berbagai masakan.
“Nef”
tegur seseorang menghentikan pekerjaanku.
“Ka’Darrel”
aktifitas sebagai tukang bersih-bersihpun terhenti seketika. Ternyata mereka
semua janjian berkumpul di restoran ini. Akhir cerita, statusku sebagai tukang
cupir sekaligus tukang bersih-bersih ketahuan oleh mereka semua. Tidak satupun
dari mereka menertawakan jenis pekerjaanku sekarang. Tetap memberi semangat
buatku untuk satu petualangan terbaik.
“Nef
santai saja lagi” tegur ka’Reynand.
“Kemarin
Fey masuk rumah sakit tidak dikatakan langsung menangani pasien, melainkan
berperan sebagai tukang bersih-bersih juga” ka’Fey.
“Berarti?”
kalimatku.
“Menyapu,
mengepel, lap kaca, cuci peralatan, bersihkan tempat tidur dan tidak dikatakan
langsung menangani pasien…” ka’Fey.
“Memulai
masa depan tidak dikatakan langsung pada satu area paling inti sekaligus
terbaik diantara yang terbaik, kau harus belajar menjalani perkara kecil bahkan
dikatakan hina oleh semua orang sebelum Tuhan mempercayakan perkara besar
buatmu” ka’ Reynand.
“Seperti
itulah” ka’Fey mengangguk. Terharu mendengar ucapan mereka tanpa harus
memojokkan apa yang ada dalam hidupku. Dengan setia menunggu sampai pekerjaanku
selesai sehingga kami dapat berkumpul bersama. Mengajakku menuju satu tempat
tidak terpikirkan olehku selama ini. Menikmati suasana taman bermain
bersama-sama. Setelah puas mereka membawaku melihat satu ruang dimana mengisahkan
tentang kisah sama denganku sebelumnya.
“Tempat
apa ini?” tanyaku melihat segala jenis peralatan kiri kanan…
“Biasa
ruang manusia tukang imajinasi seperti Darrel” sindir ka’Lazki. Tempat dimana
seseorang sedang berjuang menghasilkan satu karya dalam bentuk teknologi.
“Semua
berawal dari kata jatuh bangun, ejekan, hanya tahu berimajinasi tanpa dapat
melangkah, dan masih banyak lagi” ka’Fey.
“Maksudnya?”
ujarku.
“Awal
kisahku hanya mengenal dunia imajinasi ingin menciptakan beberapa
teknologi-teknologi terbaru. Permasalahan biaya, dasar pendidikan, jalan
tertutup, dan beberapa hal lain menjadi kendala utama sampai kisahku yang ingin
berperan sebagai seorang ilmuwan selalu saja mengalami kegagalan. Beberapa
orang mengejekku hanya tahu berimajinasi, pada hal saya tidak berbicara tinggi
bahkan tetap diam. Mereka hanya tahu menyerang tapi tidak pernah merasakan
sekaligus menjalani kehidupan yang saya alami” ka’Darrel.
“Lantas?”
“Saya
juga sedang mencari jalan buat mengejar sekaligus menunggu Tuhan menyatakan
mujizat dalam segala setiap kelemahanku” ka’Darrel. Akhir cerita adalah tangan
Tuhan benar-benar bekerja untuk menyatakan satu kekuatan. Menjadi ilmuwan
memang tidak mudah tetapi pada akhirnya dapat dijalani oleh manusia seperti
ka’Darrel. Beberapa tokoh-tokoh penting dari dunia internasional berjalan ke
arahnya sehingga di akhir kata mimpi tersebut benar-benar terwujud. Ternyata
dia hanya datang berlibur semata di Negara ini karena terikat perjanjian kerja
sama di tempat lain. Tempat yang sedang kami injak sekarang ternyata gudang
rumah miliknya.
Salah
satu alat temuan terbaru dari ilmuwan bernama Darrel Kahlil adalah system alat
yang digunakan bagi dunia medis. Alat ini multi fungsi karena dapat digunakan
sebagai pemeriksaan beberapa penyakit Ca serviks tanpa melakukan pap smear, infeksi
menular seksual, system kuretase, dan pemasangan kontrasepsi IUD. Terdiri dari
beberapa jenis perpaduan alat, lampu sorot kecil, kamera kecil, dan sebuah layar untuk melihat bagian dalam
reproduksi wanita pada saat melakukan beberapa tindakan medis. Pada pemeriksaan
pap smear tentu mengambil lendir sekitar mulut Rahim dan pemeriksaan
selanjutnya adalah membawa ke laboratorium proses lebih detail. Alat ini
tinggal memakai speculum tapi dibuat digital melalui mulut vagina dan
memposisikan dengan baik kamera kecil agar dapat terlihat lebih jelas melalui
layar. Singkat cerita, tangan memainkan sebuah tombol yang berperan sebagai
alat untuk mengambil sampel lendir dengan sendirinya melalui mulut Rahim.
Proses
kerja selanjutnya adalah alat kecil tersebut akan menghubungkan sampel lendir
serviks langsung pada bagian lain dari alat ini untuk mengeluarkan hasil apakah
dinyatakan positif/ negative terdiagnosa Ca serviks ataupun penyakit reproduksi
wanita lainnya dalam waktu hitungan menit. Sementara system kuretase biasa
sering dilakukan pada pasien abortus maupun rest plasenta (tertinggalnya sisa
plasenta beserta membrannya dalam cavum uteri). Pada kasus system kuret dimana
tetap memakai speculum sebagai pemasangan alat pertama tanpa pergantian untuk
membuka vagina bersama kamera kecil pada bagian tengah dan lampu sistematis.
Tangan hanya memainkan satu jenis tombol yang berfungsi sebagai sendok kuret
keluar-masuk vagina untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dengan tetap berfokus
pada layar agar terlihat lebih detail.
System
pemasangan IUD sendiri hanya dengan mengganti alatnya tetapi tetap berpatokan
pada speculum sebagai pembuka vagina di awal cerita seperti biasa bersama
kamera kecil dan lampu sorot kecil sekitar bagian tengah. Langkah selanjutnya
yaitu tangan memainkan tombol pemasangan kontrasepsi IUD untuk memasang secara
digital sekitar bagian serviks vagina. System penjepit porsio yang digunakan
pun akan dimainkan melalui tombol sambil terus melihat ke layar pada saat
proses masih terus berlanjut sampai selesai.
“Penjelasan
cukup detail juga” sindir ka’Lazki. Seperti inilah kisah ketika kembali
berkumpul satu sama lainnya. Saya ingin belajar berjalan sesuai dengan talenta
dalam diriku untuk meraih masa depan sendiri sama seperti mereka. Mungkin saya
tidak bisa berperan sebagai seorang ilmuwan, tetapi minimal kisahku juga harus
memberi alur tersendiri dengan apa yang kumiliki. Menyuguhkan berbagai resep
masakan hasil olahan dengan tanganku sendiri di hadapan banyak orang.
Tuhan,
kalau mereka dapat menjalani hidup tentu saya pun bisa melewati semua. Selalu
bersemangat bekerja pada salah satu restoran, kursus memasak, mempraktekkan
aneka resep masakan hasil olahan sendiri. “Hai Nef” terkejut untuk kesekian
kalinya melihat pak Brian berdiri sekitar restoran tempatku kerja. Seakan guru
sekolahku selalu saja mengekor kemanapun saya berjalan.
“Kenapa
bapak bisa tahu tempat kerjaku?” saya sama sekali tidak pernah memberi tahu
jenis pekerjaanku di hadapannya.
“Kan
saya diberi tahu Tuhan” godaan pak Brian.
“Raut
wajah bapak saja terlihat jarang doa, bagaimana ceritanya diberi tahu Tuhan?”
“Pandang
enteng amat” rasa kesal pak Brian. Terimah kasih Tuhan mengirimkan pak Brian
sampai akhirnya saya bisa lulus sekolah tahun ini. Sejenak berpikir jika
malaikat tak terlihat mata ternyata guruku sendiri di beberapa aspek jalanku.
Mengirimkan selembar kertas berisi talenta tersembunyi, pesan-pesan penyemangat
hidup lewat email, bahkan membayar uang kuliah. Jangan-jangan pak Brian juga
tokoh utama dibalik pembayaran biaya rumah sakit Nara?
“Sepertinya
ada perkelahian di sana” segera menarik tanganku agar bersembunyi setelah kami
berhasil melewati jalan yang memang raya besar.
“Manusia
iblis” kalimatku seketika. Sekumpulan orang mengeroyok dirinya tanpa henti,
setidaknya dia pantas mendapat hukuman setimpal. Brian segera berlari keluar
mencoba mengalihkan perhatian dengan sengaja membunyikan sirena polisi melalui
aplikasi android miliknya. Mereka semua segera berlari meninggalkan manusia
iblis seorang diri.
“Kenapa
bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” teriakku sangat geram.
“Kau
mengenal orang ini?” pak Brian.
“Saya
mengenal dia sebagai iblis bukan manusia” nada geram pada diriku semakin
meledak. Jujur, rasa benci terhadap sang iblis tidak akan pernah sirna apapun
yang terjadi. Pak Brian masih tetap berusaha membantunya tanpa memperdulikan
perasaanku.
“Buatmu
dia iblis, tapi bagiku dia sahabat” terkejut mendengar pernyataan pak Brian.
Jadi, selama ini antara pak Brian dan manusia iblis terjalin satu ikatan
persahabatan, bagaimana bisa seorang guru terbaik mempunyai sahabat semacam
ini. saya tidak akan pernah bisa memaafkan apapun perbuatannya kemarin. Entah
mengapa, manusia iblis hanya diam membisu setiap kali mulutku melayangkan
ucapan-ucapan kasar.
“Kenapa
saya harus mempunyai kakak iblis seperti dirimu?” berteriak semakin keras sambil
berlari meninggalkan mereka. Ayah, ka’Lazki, juga pak Brian sama saja selalu
menjadi pembela sang manusia iblis. Saya benar-benar membenci si’manusia iblis.
“Tuhan,
kenapa saya harus lahir dari Rahim yang sama dengan manusia iblis?” itulah
diriku selalu marah karena rasa ketidakadilan Tuhan. Beberapa waktu lalu
hidupku belajar untuk tidak marah terhadap sang pencipta, namun kegeramanku
kembali muncul disaat manusia paling kubenci hadir di hadapanku. Betapa
sulitnya melenyapkan setiap amarahku. Saya benar-benar membenci bahkan
menginginkan dia lenyap saja dari permukaan bumi.
“Kakak
harus bagaimana?” menatap pada wajah gadis kecil yang masih terbaring tanpa
pernah tahu kapan diri terbangun dari tidur panjangnya.
Bagian
14…
Feivel Fidelis…
Sekelompok
manusia tiba-tiba saja menghadang jalanku. Mereka merupakan kumpulan mafia
narkoba musuh bebuyutanku jauh sebelum meninggalkan jurang gelap kemarin. Darah
segar mengalir tanpa berhenti dikarenakan pukulan demi pukulan terus berirama
terhadap tubuhku sendiri. “Tuhan, beri saya kesempatan bernafas” menjerit di
dasar hati disela-sela serangan tinju mereka terhadapku. Saya hanya ingin
melihat ayah tersenyum, bunda berhenti menangis, adikku Nefrit berhasil
menggali talenta tersembunyi dalam dirinya, dan malaikat kecil yang sedang
tertidur pulas karena perbuatan bejatku segera terbangun.
Saya
masih ingin berjuang hidup untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah
kuperbuat. “Tuhan menjawab doaku” setelah mendengar bunyi sirene polisi dan
membuat mereka semua berlari pergi menjauh. Andaikan ayah tidak pernah menyebut
namaku dalam doa, mungkin saat ini saya kembali ke penjara lagi sama seperti
kisah sebelumnya. Penjara seumur hidup siap menanti, andaikan ayah bunda
menghapus namaku dari kisah mereka kemarin. Mungkin hari ini bunda terlihat
membenciku, tetapi namaku masih tersimpan kuat jauh di dasar hatinya. Ayah dan
juga Lazki sering bercerita bagaimana bunda ingin anaknya kembali berjalan
pulang. Saya akan buktikan pada dunia kehebatan air mata bunda mengembalikan
anaknya walaupun dikatakan mulutnya berkata-kata tentang kebencian.
“Kenapa
bapak berusaha menolong iblis seperti dirinya?” saya mengenal suara itu. Mataku
tidak bisa terbuka, tetapi dialog mereka terdengar jelas olehku.
“Nef”
suara hati berbisik seketika. Wajar jika dia membenciku dan tidak ada yang
salah dengan segala ucapan-ucapannya terhadapku pribadi.
Seakan
dia berlari pergi meninggalkan Brian. Waktu tidak akan pernah bisa berputar
kembali untuk memperbaiki semua keadaan. Tuhan, balut setiap luka hati adikku
karena kelakuan iblis dalam jalanku di masa lalu. Saya memang tidak akan pernah
bisa menjadi kakak terbaik bagaimanapun hidup berjuang memperbaiki sesuatu yang
dikatakan rusak total. “Kakak, masakan
ini buatmu” seorang anak kecil tersenyum manis dalam tidur lelapku.
“Feiv
Feiv” seseorang berkata-kata seakan ingin membuatku terbangun dari mimpi.
“Saya
dimana sekarang?” tersadar seketika jika tubuhku terbaring di satu tempat…
“Kau
di rumah sakit sekarang” Brian.
“Kenapa
mereka memukulmu seperti ini?” rasa cemas Lazki.
“Beruntung
sepupumu bekerja sebagai perawat di sini, jadi kau dilayani seperti raja oleh
banyak dokter” cetus Brian.
“Feiv”
ayah berjalan masuk…
“Ayah”
balasku. Terbaca jelas raut wajah ayah bercerita tentang rasa takut, khawatir,
tidak ingin jagoannya menghadapi sesuatu seorang diri. Seluruh bajunya basah
karena keringat mengucur cukup mengatakan semuanya. Seperti biasa air matanya
tidak akan pernah nampak setetespun, namun hati sebagai ayah terus saja
menjerit. Selama beberapa hari saya mendapat perawatan di rumah sakit dan ayah
sedikitpun tidak pernah berhenti untuk tetap berada di dekatku.
“Bunda
dan Nef tidak datang” selalu berharap mereka tersenyum buatku sekali saja.
Andaikan semua itu bisa terjadi, tentu saya tidak akan pernah melewatkan
kesempatan menyatakan kebahagiaanku sendiri. Di rumah sakit berarti uang gaji
terhenti seketika. Biaya rumah sakit malaikat kecil dan uang kuliahkupun bisa
tertunggak alias macet total. Memohon agar bisa keluar secepat mungkin sebelum
nona embun juga perusahaan memecat saya.
Terbiasa
melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar membuat saya menyadari akan kerasnya
perjuangan hidup demi meraih garis finish. Bekerja sebagai kuli bangunan,
cleaning servis, pemulung sampah, pembantu rumah tangga, dan tukang cupir mengajarkan
tentang keringat yang terus saja menetes namun memberikan satu nilai hidup.
“Feiv” mimpi apa saya semalam nona Embun berdiri di depan kamar kos ukuran
kecil membawa parsel buah.
“Maaf
saya terlambat tahu” menyerahkan paket buah ke tanganku. Sikap dingin, diam,
angkuh, keras tidak lagi bercerita pada raut wajahnya. Pertama kali melihat
senyum manis seorang wanita berparas cantik. Dibalik sikap dingin sang majikan
terdapat satu kelembutan tersembunyi. Menjadi pertanyaan, apakah saya menyukai
wanita seperti majikanku? Feiv, cepat bangun dari mimpimu sebelum kau terjatuh
lebih dalam! Entah mengapa dia mulai bercerita lembut setelah sekian waktu
berperan sebagai pembantu rumah tangga di apartementnya.
“Saya
harap kau masih tetap bekerja di rumahku” kalimatnya sebelum berjalan pulang
meninggalkan kamar kos kecil milikku. Tubuh bertato, miskin, masa lalu suram
mengharap bulan jatuh ke tangan. Mengagumi dia jauh di dasar hati tidak menjadi
masalah kan? Nona Embun mantan tunangan Brian…
“Saya
ingin belajar menjadi temanmu” sang majikan tanpa perasaan takut berkata-kata
seperti itu di hadapan pembantu rumah tangganya sendiri. Hanya terdiam tanpa
menjawab bahkan tanganku masih terus menyeterika beberapa helai pakaian
kemudian menggantung rapi di lemari. Hal mengejutkan selanjutnya adalah menarik
tanganku ketika masih berada di sekitar area kampus dan membawanya pergi. Semua
orang menjadikan kami tontonan seketika.
Pertama
kalinya bagi mantan narkoba menjalani sesuatu yang dikatakan istimewa. Detak
jantungku berdebar setiap kali dia tersenyum ke arahku. Kenapa sikap dinginnya
berubah seketika? Feiv, cepat bangun dari tidurmu! Bagaimanapun Brian seakan
masih menginginkan mantan tunangannya kembali. Kenapa perasaan menyukai
tiba-tiba saja muncul setelah melemparkan senyum pertama kali ka arahku?
“Temani
saya menikmati liburku hari ini!” untuk kesekian kalinya tersenyum sampai
detakan jantung pun makin berteriak kuat.
“Manusia
bodoh” menggerutu sendiri. Mana mungkin tangan mantan Narkoba dapat meraih
bulan di antara banyaknya bintang-bintang.
“Lupakan
masalah kuliah, pekerjaan, dan semua masalahmu. Mari bersenang-senang!”
Menikmati
wahana permainan paling menegangkan, menyaksikan pertandingan basket, menikmati
suasana perpustakaan sambil membaca segala jenis buku itulah kegiatan kami
sehari penuh. “Kapan-kapan nonton film” menawarkan sebuah ajakan. Tuhan, jangan
biarkan dia memberiku harapan palsu sama seperti kisahku kemarin. Hal terbodoh
pada manusia sepertiku yaitu mengharapkan sesuatu hal paling mustahil terjadi.
“Kau
menyukai film seperti apa?” bertanya tanpa merasa takut melihat bentuk fisikku.
“Saya
suka film kartun” menjawab…
“Hahahahaha…”
tertawa dan tertawa.
“Kenapa
tertawa?”
“Kau
bertanya kenapa tertawa? Coba lihat cermin rambut gondrong, berantakan, muka
sangar, penuh jenggot, bertato, pakaian tidak karuan tapi hobi nonton film
kartun” nona Embun.
“Terkadang
saya sendiri bertanya, kenapa orang sepertimu ingin menjadi pembantu rumah
tangga?” dia sekali lagi melemparkan pertanyaan.
“Kenapa
juga majikan seperti anda tidak pernah takut melihat tampangku?”
“Saya
seorang polisi tentu terbiasa melihat tampang-tampang sangar bahkan lebih ganas
dibanding kau yang sekarang?” selama ini saya bersikap cuek tentang pekerjaan
majikanku sendiri bahkan baru menyadari semua itu. Pakaian-pakaian seragamnya
pun sama sekali tidak terlihat saat saya masukkan dalam mesin penggilingan atau
ruang setrikaan.
“Berarti?”
mencurigai sesuatu…
“Kenapa?
Baru sadar polisi wanita yang selalu berhasil meringkus Bandar narkoba terkenal
termasuk dirimu untuk kesekian kalinya berdiri di depanmu?” nona Embun. Hal
terkacau buatku yaitu tidak pernah perduli tentang wajah polisi manapun yang
selalu berdiri di depan kemarin. Dia menyadari pasti masa lalu paling kelam
dalam hidupku. Ternyata selama ini nona Embun selalu berhasil mengelabui banyak
orang melalui berbagai penyamaran. Menjelaskan jika wajahku sudah tidak asing
lagi di kalangan polisi. Namun, entahlah seakan satu benteng selalu saja
berhasil melindungiku dari penjara seumur hidup terlebih eksekusi mati tidak
berlaku atasku bukan karena permasalahan harta juga…
“Kekuatan
doa ayah bunda selalu menjadi benteng tanpa mereka sadar buatku” suara hatiku
berbisik seketika menyadari semua itu.
“Saya
pikir kau akan balas dendam makanya bekerja sebagai pembantu di apartement
milikku, ternyata dugaanku salah” nona Embun.
“Mantan
narkoba sekaligus mafia berubah drastis?” pancing nona Embun. Kekuatan doa ayah
membuatku dapat menatap satu pelita kecil dalam ruang gelap. Menceritakan
segala kisah terhadapnya memang jauh lebih baik dari pada prasangka buruk
tentangku kembali. Sikap dingin selama ini memang benar-benar sifatnya atau
bagaimana?
“Seperti
itulah kisahku” menarik napas kuat menatap langit biru…
“Ayahmu
benar-benar hebat untuk satu kasus ingin memperjuangkan hidup manusia iblis
seperti dirimu” nona Embun.
“Ayah
berjuang membuktikan kemenangan atas dirinya bagi ketiga buah hatinya melalui
proses panjang” membayangkan kehidupan ayahku dan jalan berliku yang selalu
saja bermain ke arahnya.
“Jauh
berbeda dengan ayahku bahkan tidak pernah membuktikan apapun buatku” nona
Embun.
“Apa
kisahmu menyedihkan?” lirihku.
“Ayahku
menuntut kesempurnaan, harus menjadi nomor satu, otoriter, kata-kata
menyakitkan selalu saja terlontar, bahkan tidak pernah puas, ketakutan ketika
anaknya memiliki saingan, tapi itulah ayahku” nona Embun. Dibalik sikap
dinginnya selama ini tersimpan kisah tragis. Tidak dapat disangkal perselisihan
dengan orang tua sendiri selalu saja
terjadi, bahkan hampir seluruh anak di dunia menyatakan rasa kecewa
memiliki seorang ayah.
Masing-masing
orang mempunyai cara berpikir tersendiri untuk mengungkapkan, meluapkan,
memberi, menarik sesuatu terhadap seorang anak. Begitupun sebaliknya akan jalan
ayahku tetap ingin berlari membuktikan jika dirinya adalah pemenang bagi ketiga
buah hatinya. Sosok pribadi terhebat adalah dimana ayah tetap mendekapku tanpa
rasa benci sama sekali. “Terimah kasih Tuhan memberikan ayah terkuat, maaf
selalu saja menyakiti hatinya ketika jalan masih berada dalam lembah gelap kemarin.”
Tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya penjual barang campuran sekitar pasar
kecil, tua, bukan orang terpandang tetapi selalu mencoba berlari bagi ketiga
buah hatinya itulah ayahku.
Saya
akan belajar membuktikan pada dunia tentang kehebatan ayah. Penuh semangat
menjalani masa kuliah untuk menyatakan kekuatan sosok pribadi tua selalu saja
mendekap erat hidupku. Bekerja, kuliah, tetap berjalan membuktikan jika saya
masih memiliki masa depan walaupun dikatakan dengan masa lalu paling gelap
diantara yang paling tergelap memang membutuhkan proses panjang. “Gadis kecil
harus membuktikan juga pada dunia kalau ternyata kau bisa mengalahkan maut”
memberi kecupan pada Nara adik kecilku yang masih tertidur nyenyak.
“Sampai
kapan anak ayah terus seperti ini seperti penguntit” tanpa sadar ayah berdiri
lama di belakang.
“Sejak
kapan ayah berdiri di belakang?”
“Sejak
tadi” senyum ayah tidak pernah marah bahkan lupa perbuatanku hingga gadis
kecilnya terus tertidur lelap dan entah kapan akan terbangun.
“Feiv
butuh waktu” berlari keluar meninggalkan ayah. Mengayuh sepeda sampah seperti
biasanya setelah berjalan keluar dari rumah sakit. Memulung sambil bekerja
sebagai cleaning servis dengan menyusuri setiap tong sampah dari satu gedung
perusahaan terbesar. Penuh semangat menyapu, mengepel, membersihkan pintu-pintu
kaca di beberapa lantai.
“Bagaimana
ini pak Denils tiba-tiba kecelakaan mobil, sementara perusahaan bisa rugi besar
kalau gagal menampilkan acara terbaik di hadapan perusahaan-perusahaan besar”
salah satu karyawan sedang berdialog sedang telingaku tanpa sadar mendengar
semua itu.
“Itu
lagi masalahnya” cetus yang lain.
“Kita
tidak bisa menemukan konsep paling tepat dan seseorang untuk berperan sebagai
tokoh presentase terbaik bagi perusahaan” rasa takut terpancar memenuhi raut
wajah mereka semua. Melihat mereka sangat ketakutan karena permasalahan
tersebut. Tempat, konsep, kegiatan, dan beberapa hal lain semuanya berantakan.
Mencoba menjadi pendengar setia sambil terus memainkan kain pel di sekitar
ruangan juga menyimak lembaran kertas di hadapanku.
“Mungkin
saya bisa membantu sedikit” seakan satu kekuatan mendorong tubuhku seketika
untuk menyatakan satu kalimat. Singkat cerita adalah mereka semua tidak
mengedipkan mata sama sekali. Bagaimana tidak, jika dilihat dari segi
penampilan bersama jenis pekerjaan benar-benar kurang meyakinkan.
“Cuma
Cleaning servis” ejekan salah satu dari mereka.
“Pemulung
sampah juga kali” kembali satu ungkapan penghinaan.
“Tampang
sangat tidak meyakinkan” kalimat yang lain.
“Pergi
sana!” mendorong tubuhku keluar pintu.
“Hancur
sudah”
“Beri
dia kesempatan berbicara!” tiba-tiba Brian berdiri tepat depan pintu.
“Tapi
bos” seolah mereka menolak.
“Menurutmu
diatasnya bos pertama siapa?” Brian. Di
luar dugaan ternyata saya bekerja sebagai cleaning servis pada perusahaan dosen
sendiri. Memberikan sebuah kursi untuk memulai pemecahan masalah. Memainkan
selembar kertas putih, menjelaskan beberapa kerangka konsep, system presentase,
disertai jenis-jenis kegiatan unik.
“Memakai
ban serta karung bekas sebagai bahan utama konsep acara” memulai pembicaraan.
“Acara
ini tuh penting, trus kok jadi aneh gitu?” cetus seseorang.
“Bukan
permasalahan acara seperti ini terlihat aneh, hanya saja tangan harus dapat
menampilkan satu keunikan” sedikit penjabaran.
“Maksudnya?”
Brian.
“Mengambil
konsep café dengan desain unik. Ban bekas dapat di modifikasi menjadi sesuatu
yang menarik seperti meja, kursi, pot bunga sebagai penghias, lampu
warna-warni, penyuguhan desain panggung sebagai salah satu inti acara terlebih
perkenalan produk, dan beberapa tempat lagi” penjelasan…
“Karungnya
sendiri?” Brian.
“Sepertinya
sih sedikit gila tapi setidaknya perusahaan mencoba menampilkan sesuatu hal
yang bersifat tidak biasa walaupun dikatakan acara seperti ini berada pada
kategori formal karena dihadiri oleh investor-investor penting.”
“Intinya
karung itu multi fungsinya dimana?” Brian.
“Digunakan
sebagai seragam panitia dengan gaya fashion terbilang keren, salah satu bahan
konsep desain panggung, penutup meja-meja tamu, sekaligus digunakan sebagai
perpaduan kursi dari bahan ban bekas dan karung itu sendiri.”
“Ide
menarik” Brian. Akhir cerita mereka menyukai konsep tersebut dan sesuai harapan
dimana acara berjalan lancar. Mereka tidak lagi memandang rendah hidup mantan
narkoba bahkan hanya berperan sebagai cleaning servis semenjak saat itu juga. Senyuman
karyawan satu per satu mulai bergema setiap berpapasan dengan mereka. Tetap menjadi
cleaning servis tetapi mantan iblis mulai memiliki teman setahap demi setahap.
Tidak pernah terpikirkan sama sekali akan kisah Brian berperan sebagai bekas
guru Nefrit, dosen di kampus, dan sekarang seorang ceo alias pemilik salah satu
perusahaan terbesar. Kehidupan juga rumah sederhana membuat semua orang
termasuk diriku tertipu oleh manusia semacam Brian.
“Pantas
menolak” bergumam membayangkan bagaimana Brian menolak uang pemberian mantan
iblis sebagai upah pembayaran ketika berperan menjadi guru privat Nefrit.
Menjadi pertanyaan, kenapa nona Embun memutus sepihak hubungan pertunangan
dengan Brian? Hidup orang kaya memang susah ditebak. Hal lebih kacau lagi
adalah seorang Brian masih setia mencari pembantu rumah bahkan tetap berkunjung
ke rumah mantan tunangan.
Perusahaan
memberi bonus gaji karena telah berjasa dalam acara tahunan terbesar. “Bukan
berarti kau berjasa terus pangkatmu naik begitu saja, tunggu dulu” pernyataan
salah seorang ceo sekaligus berperan sebagai dosen di kampus.
“Terserah
pak Brian” menjawab santai dengan tangan yang masih terus bergerak membersihkan
kaca jendela ruangannya. Singkat cerita, dia hanya diam tanpa berkata-kata
kembali. Minimal mantan iblis masih memiliki pekerjaan dari pada tidak sama
sekali. Pantas saja mengizinkan saya tetap menjadi pemulung ternyata dia
pemilik perusahaan ini. Aktifitas pekerjaan lain adalah menjadi kuli bangunan
dan lebih kacau lagi dimana proyek tersebut juga masuk dalam wilayah
kekuasaannya.
Kuliah,
bercerita banyak hal dan berada disamping gadis kecil tanpa rasa bosan, kuli
bangunan, cleaning servis, pemulung, pembantu rumah tangga, tukang cupir kantin
kampus merupakan jenis kegiatan keseharian mantan iblis. Ada banyak cerita
dapat diungkapkan dalam kisah seorang Feivel, namun bumi masih membisu. “Feiv,
liburan yuk” untuk kedua kalinya sang majikan berdiri tepat di hadapanku.
Seluruh penghuni kampus tak berkedip sedikitpun menyaksikan pemandangan
sempurna di tengah kantin.
“Itukan
tunangan pak Brian” salah seorang berucap satu sama lain.
“Sekarang
sudah jadi mantan” balas lainnya. Mereka semua menyadari kisah special antara
dosen dan tunangannya. Nona Embun seakan bersikap cuek dengan segala
pemberitaan tentang dirinya. Menarik tanganku menuju parkiran dan hal lebih
parah dari ini adalah dia membawa motor besar ke kampus.
“Pembalap
nomor satu” mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi.
“Sudah
sampai” nona Embun membuka helm miliknya. Berada di salon dan menyuruh karyawan
melakukan transformasi terhadap penampilan mantan iblis. Jenggot pada wajah dan
rambut di pangkas habis oleh karyawan salon. Penampilan brutal lenyap seketika
tergantikan gaya khas terbaru. Selain itu, dia juga mengajariku cara berpakaian
rapi tetapi tetap mengikuti trend sekarang. Membawahku kembali melakukan
petualangan menggunakan motor besar miliknya.
“Aneh…”
melihat salah satu destinasi tempat liburan paling angker yang pernah ada.
Berjalan melewati satu terowongan gelap tanpa cahaya. Pada akhirnya kami tiba
pada satu tempat paling gelap di antara yang tergelap. Terdapat benteng dengan
kokoh berdiri mengelilingi area tersebut bahkan terkesan menakutkan. Tetesan
air membasahi tubuh juga benteng tempat kaki berpijak sekarang. Namun di luar
pemikiran, jika benteng dengan ketebalan dinding di atas rata-rata dapat
terbelah menjadi dua hanya karena tetesan demi tetesan air setelah beberapa
waktu saya berdiri sambil mencari jalan keluar. Tiba-tiba saja satu cahaya
pelita kecil muncul menerangi area paling gelap menuju satu perahu sederhana.
Pelita
kecil membawa kami menyusuri jalanan dan lorong sempit sekaligus gelap agar
dapat melihat satu objek pemandangan terbaik menggunakan perahu kecil. Tidak
dikatakan sebuah lampu melainkan hanya bercerita tentang satu pelita kecil.
“Wow” takjub melihat pemandangan setelah berhasil keluar dari kegelapan. Satu
tempat yang hanya menjelaskan tentang pelangi di atas air terjun, istana gua
Kristal, taman dengan konsep desain paling manis, jembatan kaca menuju satu
menara awan untuk menikmati setiap pemandangan terbaik sekitar area tersebut,
danau, dan beberapa tempat lain yang tidak kalah seru. Uniknya menara di
depanku seluruh tubuhnya mengalami perubahan bentuk dan warna setelah tetesan
lembut air kembali menyelimuti dirinya. Di awal cerita berkata-kata jika menara
tersebut memiliki bentuk biasa saja dengan warna merah semerah kain kirmisi,
namun pada akhirnya berubah menjadi putih seputih salju dengan bentuk
menyerupai awan lembut menyejukkan hati.
“Setetes
air mampu membelah benteng terkuat ketika kau berada pada ruang gelap dari
kisahmu” nona Embun seakan menyadari apa yang sedang kupikirkan sekarang. Tanpa
bertanya dia mengungkapkan satu penjelasan dari jenis desain tempat liburan di
sini. Secara akal logika berkata bahwa tetesan air mempunyai sisi lemah tanpa
kekuatan sama sekali, tetapi Tuhan tidak pernah bermain logika bagi jalan hidup
seseorang. Tuhan dapat memakai satu objek bagi pemikiran seluruh dunia
dinyatakan lemah, tetapi di luar dugaan mampu menembus sesuatu yang dikatakan
paling terkuat untuk menghidupkan satu pelita kecil pada ruang tergelap.
Sama
seperti kisah seorang ayah bagi mata dunia berada pada urutan paling lemah
tanpa kekuatan, namun mempunyai cerita tersendiri menghidupkan pelita kecil
dalam ruang gelapku. Tetesan air menggambarkan makna tentang dekapan sang ayah yang
sedang berjuang menghancurkan benteng terkuat yang kemudian berhasil menyalakan
pelita kecil hanya buatku semata. Akhir cerita hidup berada pada satu area
pelangi terbaik walaupun dikatakan membutuhkan proses panjang harus melewati
jalan sempit juga terowongan-terowongan gelap tetapi pelita kecil ayah tetap
menerangi jalanku. Tuhan dapat mengubah kehidupan dan dosa merah seperti kain
kirmisi menjadi putih seperti salju. Menghancurkan kekerasan hidup bahkan Tuhan
membuatnya menjadi selembut awan lebih dari yang dipikirkan.
Pelita
kecil mampu menunjukkan jalan menuju satu kehidupan terbaik. Pada akhir cerita
hidup akan menjadi satu menara di luar pemikiran semua orang tanpa sadar dan
berdiri kuat di tengah dunia. “Kakak juga ingin menjadi satu menara bersama
kisah terbaik” mengungkapkan perasaan di samping gadis kecil setelah
meninggalkan tempat liburan tadi, sementara nona Embun sendiri kembali melakukan
aktifitasnya seperti biasa. Membelai anak rambut Nara yang masih terbaring koma
bahkan entah kapan akan terbangun dari tidur panjangnya.
“Kau
tahu tidak? Kakak selalu saja terperangkap pada satu jalur percintaan yang
tidak mungkin buat diraih.” Entah mengapa tiba-tiba saja kata-kata itu keluar.
Feivel polos pernah menyukai seorang gadis ketika pertama kali menginjakkan
kaki pada salah satu kampus bertahun-tahun silam…
Flashback…
“Anak
bunda makin cakep” bunda berdiri memeluk erat tubuh anaknya.
“Ka’Feiv,
semangat” adik kecilku Nefrit tersenyum lebar.
“Ayah
mana?” kekesalan bunda mulai lagi.
“Ayah
sudah siap sejak tadi” jawaban ayah dari luar rumah membunyikan motornya.
“Nef
sayang ka’Feiv” seakan Nefrit tidak ingin lepas dari pelukanku. Seperti itulah
adik kecilku selalu saja merengek tetapi juga menjadi bagian terbaik dari kisah
hidup. Hari pertama berada pada salah satu kampus menuju impian. Memakai
pakaian sederhana itulah kisahku hari ini. Jantungku berdetak seketika menatap
sosok ciptaan Tuhan paling sempurna tepat berdiri di hadapanku. Dia tersenyum
ke arahku kemudian kembali berjalan keluar dari gedung pencakar langit. Beberapa
hari setelahnya saya baru menyadari jika gadis itu ternyata primadona kampus. Hanya
bisa menatap jauh di tempat tersembunyi setiap harinya.
Saya
hanyalah salah satu bintang diantara sekian banyaknya bintang yang sedang
menatap ke arahnya. Sebulan kemudian setelah kuliah mulai aktif, dia tiba-tiba
saja berjalan ke arahku meminta bantuan. “Kudengar kau masuk deretan mahasiswa
terjenius, saya rasa kau dapat membantu setidaknya dapat melewati semester kali
ini.” Terdengar aneh primadona kampus sekaligus menjadi seniorku meminta
bantuan seketika. Seorang Feivel secara langsung merespon permohonan sang
primadona tanpa menolak. Ucapan kaku, jantung berdetak, salah tingkah, terlihat
seperti manusia bodoh merupakan gambaran diriku setiap berada di dekatnya.
Mahasiswa junior mengajari senior beberapa mata kuliah bahkan membantunya dalam
mengerjakan tugas-tugas kampus terdengan lucu.
Sampai
suatu ketika seseorang menyatakan diri sebagai tunangan sang primadona kampus. Seperti
rumpuk merindukan rembulan merupakan hal terkacau dalam hidup Feivel manusia
polos. “Zanna itu tunanganku, jadi jangan dekati dia lagi” sekumpulan manusia
berandalan menghadang dengan akhir ucapan seseorang terarah terhadapku. Pukulan
demi pukulan, darah tercecer, seperti manusia lemah menjadi bagianku sekarang.
Menjauh sebisa mungkin adalah jalan keluar masalah. Andaikan saya memiliki
semua yang mereka miliki tentu hidup tidak sesadis sekarang. Uang, kekuatan,
kehormatan, wajah sempurna, tidak terlihat lemah tapi semua itu tidak pernah
ada dalam diriku.
Akhir
cerita, seseorang teman kampus mengajari jalanku berada pada sesuatu yang
dikatakan menyenangkan. Mulai mengenal pergaulan, dunia malam, rokok, alcohol,
sampai membawa hidup bermuara di satu lembah gelap bahkan terlalu gelap dari
hari ke hari. “Feivel bukan lagi manusia lemah tapi akan menjadi kuat seperti
singa mengaum” kata-kata tersebut keluar begitu saja. Mengenal dunia narkotik
yang membuatku tersadar jika Zanna ternyata putri tunggal mafia terkenal bahkan
paling ditakuti. Dia tidak lagi berjalan ke arahku sama seperti hidupku tidak
akan pernah menatap dirinya kembali.
Sebuah
berita mengejutkan media dan menyita semua perhatian masyarakat. Beberapa bulan
setelah jalan Feivel mengenal dunia narkotik, Zanna diberitakan mati karena
kecelakaan mobil. “Dia pergi tanpa mengucapkan pamit” terdiam sesaat. Zanna
hanyalah bagian masa lalu bagi perjalanan seorang Feivel. Tunangannya sendiri
bersembunyi entah dimana tanpa pemberitaan sama sekali.
Flashback…
“Senyum
Zannah masih menghias” menatap selembar foto dalam ruang dengan cahaya lampu
sedang di sekitarnya.
“Jangan
mengulang kisah yang sama” berucap kembali. Menyukai seseorang tetapi tangan
tidak mungkin untuk menjangkau. Terlebih Brian seakan masih berharap
tunangannya kembali. Mana mungkin juga Brian sekaligus berperan sebagai dosen
tetap berjuang memberi bantuan bagi mantan tunangan sendiri. Nona Embun dan
Zanna memiliki kesempurnaan tersendiri dibanding wanita manapun.
Peranku
di hadapan nona Embun hanya sebagai pembantu tidak lebih dari itu. Mellihat
senyumnya saja sudah cukup, saya tidak mengharap hubungan special seperti kisah
percintaan banyak orang. Kenapa Brian selalu saja menutup rapat alasan nona
Embun memutuskan tali pertunangan. “Kenapa melamun? Kerja dong, jangan malas!”
tegur seseorang dan tidak lain adalah Brian pemilik perusahaan besar.
“Btw,
Embun biasa gossip aneh-aneh tidak?” pertanyaan Brian.
“Gosip
tentang?” Seketika gerakan tangan
terhenti menyapu lantai gedung…
“Tentang
ketampanan saya dong” celoteh Brian. Masih berharap mantan tunangan kembali
berada di sampingnya. Bangun dari mimpimu Feiv! Cepat bangun! Jangan bermimpi
terus! Kau hanya seorang pembantu semata yang sedang merindukan untuk menggapai
bulan. Brian memiliki segalanya yang diinginkan oleh banyak wanita. Menjadi
pertanyaan kenapa Brian selalu saja bertamu ke rumah ayahku? Bukannya ini hanya
akan menjadi bahan gossip kurang menyenangkan? Lebih kacau lagi, sang bos
sekaligus berperan sebagai dosen kampus selalu saja mengekor di belakang adik
kecilku Nefrit. Tanpa sengaja saya selalu mendapati mereka duduk berdua di
beberapa tempat.
Bagian
15…
Feivel
merenung tentang pemandangan kurang menyenangkan tanpa sadar melihat tingkah
Brian terhadap adiknya juga Embun. “Seperti kesal dengan seseorang” tegur Lazki
tiba-tiba masuk tanpa mengetuk rumah kos ukuran kecil dengan membawa kotak
makanan.
“Kenapa
masuk tanpa mengetuk lebih dulu?” Feivel.
“Berhenti
bertanya, makanlah!” Lazki. Menyajikan makanan bagi sepupunya Feivel.
“Ini
buatan Nef” ujar Lazki melihat Feivel makan dengan lahap.
“Sangat
enak” Feivel tersenyum.
“Saya
sengaja mengambil sembunyi-sembunyi dan ayah berusaha mengalihkan perhatian Nef
ke tempat lain” senyum Lazki. Kebencian Nefrit terhadap Feivel menjadi alasan
utama…
“Nef
makin jago masak” Feivel terus menikmati makanan di depannya.
“Dia
hanya berada dalam proses makanya selalu saja gagal di babak penyisihan setiap
bertanding, pada hal hasil olahan masakannya sangat enak” Lazki.
“Btw,
kenapa kau melamun seperti tadi?” kembali Lazki bertanya.
“Bukan
apa-apa” jawaban Feivel.
“Raut
wajahmu mengatakan tentang apa yah…” godaan Lazki.
“Kau
pernah menyukai seseorang?” ceplos Feivel.
“Ternyata
oh ternyata” Lazki.
“Jawab
saja” rasa kesal Feivel.
“Saya
menyukai seseorang, tapi entahlah orang itu sadar atau tidak” Lazki.
“Berarti
menyukai dalam diam?” Feivel.
“Kalau
dia berada di depanku atau melihat akun medsos miliknya, pasti saya akan terus
membuly dirinya dan itu menyenangkan” Lazki.
“Pasti
seorang dokter” pancing Feivel.
“Objek
lebih lucu lagi tentang ayat-ayat suci sengaja diselipkan pada akun komentar
temannya memakai temannya yang lain juga. Antara geram, marah karena dijebak,
diam, tapi ingin tertawa juga…” celoteh Lazki.
“Maksudnya
menyindir memakai ayat suci?” Feivel.
“Di
satu sisi mau marah karena komplotan sahabat sengaja menjebak memakai ayat-ayat
suci, tapi di sisi lain lucu melihat tingkah mereka juga seperti penghiburan
tersendiri” Lazki.
“Jelas-jelas
kau sekarang menjadi bahan ejekan mereka” penekanan Feivel.
“Masalahnya,
saya juga selalu membuly jadi wajar juga ayat-ayat suci berjalan lancar
dilempar ke arahku. Kenapa juga saya tidak tahan untuk tidak membuly?” Lazki.
“Terkadang
saya merasa dipancing/ diusili, tapi sebenarnya dia dan sahabat-sahabatnya baik
hanya dunia pergaulan saja sedikit menjebak mereka. Maksudku membuly tu, ya minimal
dia berlari keluar dari jurang, siapa tahu Tuhan membuat saya berjodoh
dengannya kan lumayan wajahnya cakep” Lazki melanjutkan kata-katanya kembali.
“Sepupuku
mulai mengenal cinta ternyata” pertama kali Feivel terlihat akrab…
“Bukan
juga karena masalah ingin menarik keluar dari lembah tapi tidak separah dirimu
kemarin, permasalahannya dia hanya sedikit tergelincir…” Lazki.
“Alasan
lain?” Feivel.
“Seperti
ada yang hilang kalau saya tidak membuly dirinya juga, tapi kalau dia tidak
update status saya juga mencari dirinya. Medsos sekan tidak bermakna tanpa
kehadirannya” Lazki berkata-kata sampai membuat sepupunya tertawa keras untuk
pertama kali. Manusia yang terkesan cuek mempunyai cerita lucu untuk masalah
buly membuly dengan seseorang.
“Kisah
paling kacau. Kalau dilihat dibuly, kalau tidak dilihat dicari” ledekan Feivel.
“Mimpiku
lebih kacau lagi pada hal saya sama sekali tidak pernah memikirkan dia beberapa
waktu kemarin” cetus Lazki.
“Penasaran,
coba cerita!” Feivel.
“Dalam
mimpiku dia datang ke rumah dan kami masih sempat berdialog. Singkat cerita,
ayah tiba-tiba datang membuat dirinya panik sampai sembunyi. Kejadian
selanjutnya saya dan Nef berjalan pulang dari warung, waktu sampai di rumah
ternyata ayah sudah mengamuk besar memarahi dia. Wajah ketakutan, tertunduk,
biji keringat sebesar biji jagung, gemetar, tidak tahu harus berbuat apa
terlihat jelas pada wajahnya” Lazki.
“Terus”
Feivel seakan lupa masalahnya sendiri.
“Ayah
menolak dia mentah-mentah dengan ledakan amarah terdasyat. Dia datang mengadu
sambil memasang wajah ketakutan waktu saya membuka pintu rumah. Si’kecil cerita
berusaha menolong biar dirinya terlepas dari ayah, tapi dianya tetap bertahan
di rumah. Kejadian selanjutnya kalian semua menertawakan dirinya kecuali ayah.
Lebih kacau lagi ayah mau menerima dia sebagai calon menantu tapi harus
bertarung dulu dengan bunda alias berkelahi/ bergulat di atas ring” Lazki
tertawa keras menceritakan mimpinya.
“Jadi
direstui dong ma ayah?” gurauan Feivel.
“Mana
saya tahu, lah saya baru mau menjelaskan kalau dia seorang dokter dan cari cara
lain untuk menguji tapi tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Batal deh
penjelasan ke ayah lewat mimpi…” Lazki.
“Lupakan
tentangku, sekarang ceritakan tentang kisah percintaanmu!” Lazki.
“Lebih
kacau dari kisah cintamu” cetus Feivel.
“Tunggu-tunggu
sepertinya ada yang berubah, tapi kenapa
saya baru sadar yah” Lazki mengamati penampilan sepupunya dari ujung rambut
hingga ujung kaki. Dia baru menyadari perubahan Feivel dimulai tentang penataan
potongan rambutnya, pakaian, brewokan lebat tidak lagi bermuara pada wajah,
penampilan versi model…
Feivel
bercerita banyak bagaimana sang majikan merubah penampilannya. “Seperti ada
yang mengganjal tentang perasaan sepupuku” pancing Lazki menjadikan wajah
Feivel sedikit merona.
“Ayah
bunda pasti cari, pulang sana!” Feivel mengalihkan pembicaraan.
“Mengusir
seenak jidat pada hal lagi seru-serunya bergosip-gosip ria” celoteh Lazki.
“Ini
namanya curang” gerutu Lazki lagi menolak meninggalkan kamar kos Feivel.
Kepribadian mantan manusia iblis memang benar-benar tertutup, dapat dikatakan
betapa sulitnya menemukan satu rahasia terpendam di dalam dirinya. Lazki harus
pulang dengan rasa kesal tanpa penjelasan satu katapun mengenai objek
mengganjal pada diri sepupunya. Mengambil makanan diam-diam hasil olahan adik
sepupunya, kemudian membawa ke rumah kost Feivel merupakan kebiasaan terbaru
seorang Lazki.
Berkumpul
bersama geng komunitasnya, bekerja sebagai perawat rumah sakit, membawa makanan
buat Feivel sang sepupu, mengajak Nefrit menikmati suasana liburan juga menjadi
rutinatas Lazki. Sore itu acara pertemuan untuk merayakan hari jadi salah satu
anggota geng mereka. “Hai” seru geng komunitas Lazki secara serentak menyambut
kedatangan dua personil di tempat biasa yaitu rumah kecil sederhana. Anggota
personil mereka bertambah satu dan tidak lain adalah Nefrit Fidelis sepupu
Lazki.
Kegiatan
mereka hari ini merayakan ulang tahun Nody, sedang Nefrit ditunjuk untuk
mengolah beberapa jenis masakan. “Ikannya diapakan Nef?” Lazki sedikit
berteriak. Sebagian personil sibuk membantu Nefrit dan lainnya lagi menangani
masalah dekorasi ruang.
“Potong
kotak-kotak saja” Nefrit. Terus melatih talenta memasaknya walaupun melalui
cara seperti sekarang menjadikan kisah Nefrit memiliki seni tersendiri. Tangannya
bergerak cepat menumis bawang Bombay cincang halus pada sebuah wajan.
Memasukkan irisan cabe hijau, daun jeruk, potongan ikan berbentuk kotak, batang
serai, merica bubuk, penyedap rasa, kunyit, garam, daun cemangi, kemudian aduk
rata dan tambahkan sedikit air juga daun bawang potongan sesuai selera
menjelang hampir matang. Selain itu tangannya sibuk membela serta memanggang
beberapa roti bulat ukuran sedang memakai mentega sesuai selera, sambil memasak
ikan tadi hingga kering. Mengambil bagian roti dan kemudian menyusun beberapa
isi di dalamnya. Dimulai dari susunan roti, selada, potongan ikan yang telah
dimasak tadi, keju, telur mata sapi, timun, tomat. Terakhir menaburkan abon
sekitar bagian luar atas roti sebagai penghias berikutnya sesuai selera.
“Burger
versi Nef boleh juga” senyum Bianca. Akhir cerita mereka bersembunyi demi
mengelabui target malam ini. ruangan gelap gulita terlihat tanpa satu penghuni
yang kemudian membunyikan suara merinding seakan rumah dipenuhi oleh banyak
hantu-hantu tidak jelas. Noldy memiliki sifat penakut, jadi inti cerita mereka
sedikit usil di hari ulang tahunnya.
“Saya
bukan penakut” keringat Noldy mulai berjatuhan merasakan hal berbau mistik.
Sampai akhirnya mereka semua muncul serentak di hadapan target menyanyikan lagu
ucapan selamat ulang tahun. Menangis terharu menerima kejutan tetapi hampir
pingsan karena keusilan personil. Noldy sang target tersenyum walaupun tanpa
tubuh sempurna. Tidak memiliki dua tangan dan hanya bergantung pada kaki untuk
melakukan berbagai rutinitas.
“Selamat
ulang tahun Noldy penakut” ujar mereka bersamaan.
Hal
yang sulit dipercaya bagi manusia semacam Nefrit melihat seorang Noldy berperan
dalam industry fashion. Memiliki beberapa kelemahan tetapi mencoba tetap
berlari mengejar satu kualitas masa depan tanpa henti. Cengeng, penakut, gugup,
tanpa dua tangan menjadi bagian titik terlebih bagi jalannya. Belajar untuk
tidak melihat kata orang dan segala jenis kelemahan dalam dirinya yang kemudian
membuatnya melewati satu proses panjang. Ribuan kali gagal menciptakan desain
fashion terbaik, penolakan demi penolakan, hinaan banyak orang bukan menjadi
alasan untuk berhenti seketika.
“Terimah
kasih banyak” senyum Noldy.
“Mengejar
masa depan tanpa dua tangan hanya mengandalkan kedua kakinya untuk memainkan
pensil dan mesin jahit” seru hati Nefrit.
“Tuhan,
kalau dia bisa walaupun dikatakan tubuhnya tidak sempurna seperti yang lain,
berarti sayapun bisa berlari sama seperti dirinya” kembali suara hatinya
berbisik sendiri. Merenung membayangkan bagaimana manusia tanpa tangan
memainkan pensil menciptakan karya-karya menarik bahkan menyita perhatian semua
orang.
Berjalan
tanpa henti walaupun tubuh terasa lelah untuk satu penantian panjang.
“Setidaknya saya mencoba berjalan dari pada tidak sama sekali. Menyerah karena
gagal bukan kata paling tepat dijadikan sebagai kamus terbaik bagi langkahku
pribadi” kata-kata Nefrit memberi semangat pada diri sendiri di depan sebuah
cermin kamar. Butuh proses panjang menemukan satu talenta tersembunyi dalam
hidupnya dengan keunikan seni di dalam yang masih memainkan irama.
Terus
melatih dirinya membuat berbagai olahan masakan tanpa rasa bosan. Mempelajari
beberapa trik olahan chef terkenal melalui program TV, media social, maupun
buku-buku. Menyimak secara diam-diam aktifitas chef pada salah satu restoran
tempat dia bekerja sebagai tukang cuci piring. Menjalani kursus masak karena
seseorang telah mendaftar namanya diam-diam sekaligus membayar lunas seluruh
biayanya. “Nara harus bisa melihat bagaimana kakak mengejar mimpi” Nefrit
berucap di hadapan adiknya dalam ruangan rumah sakit. Menjenguk Nara sama
seperti angota keluarga Fidelis lainnya tidak pernah absen dari rutinitasnya.
“Dia
sepertinya tidak membiarkan bunga di ruangan ini layu” kalimat Nefrit menatap
bunga di samping tempat adiknya terbaring. Feivel selalu diam dalam setiap
tindakannya dan tidak seorangpun menyadari semua itu. Mengganti bunga di
samping tempat tidur Nara tiap hari, membayar biaya rumah sakit, mendaftarkan
Nefrit pada setiap kegiatan perlombaan memasak, dan masih banyak lagi demi
menebus segala objek terburuk yang pernah diperbuat olehnya di masa lalu bagi
mantan iblis semacam Feivel.
“Siapa
dia?” pertanyaan ini selalu saja melayang memenuhi diri Nefrit. Mencoba mencari
tahu siapa orang yang selalu berjalan masuk ke ruang tempat Nara selain anggota
keluarga Fidelis lainnya. Mereka semua menjawab tidak tahu menahu tentang hal
tersebut.
“Ayah,
bunda, ka’Lazki mengaku tidak pernah meletakkan bunga di tempat Nara” Nefrit
masih penasaran. Melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit yang kemudian
berjalan menyusuri toko-toko kecil.
“Nef”
tegur seseorang tiba-tiba menghentikan langkah Nefrit. Fey dan Lazki berlari ke
arahnya sambil melemparkan senyum. Mereka bertiga akhirnya singgah pada salah
satu café demi melepas penat seharian. Saling bercerita akan banyak hal sampai
mencari satu bahan setidaknya menciptakan penghiburan tersendiri. Terbaca jelas
bagaimana Fey stress memikirkan satu masalah.
“Seperti
ada masalah rumit ya?” Nefrit menatap ke arah Fey.
“Begitulah”
Lazki menjawab pertanyaan Nefrit.
“Kalau
boleh tahu masalah apa?” rasa penasaran Nefrit kembali.
“Masalah
terkacau diantara semua masalah” Fey.
“Segitu
hebohnya ya?” Nefrit terus menghentikan makanan masuk ke mulutnya.
“Masalah
lulusan kesehatan yang terus membludak, menganggur, biaya pendidikan mahal tapi
sama sekali tidak diperhitungkan” Fey. Menjelaskan bagaimana kisah tragis para
lulusan setiap tahunnya tetapi malah berakhir tragis menjadi pengangguran
sejati. Tuntutan rumah sakit minimal meminta akreditasi B, sedangkan ada begitu
banyak lulusan hanya berada pada standar C. Kesalahan terbesar pemerintah
dimana mengizinkan pendirian kampus besar-besaran dengan bebas di tiap daerah
belasan tahun silam dan tidak berpikir masalah selanjutnya.
“Penerimaan
mahasiswa tiap kampus selalu bercerita ribuan, ini yang jadi masalah besar
sampai akhirnya lulusan alumni dari tahun ke tahun membludak menjadi puluhan/ratusan
ribu terlebih pada area kebidanan/ keperawatan” penekanan Fey.
“Mereka
kuliah bukan dengan biaya murah, tapi ujung-ujung cerita malah menjadi
pengangguran kelas kakap seperti orang bodoh tinggal di rumah” Lazki. Menurut pemikiran Fey
seharusnya langkah tegas harus diambil oleh pemerintah karena kesalahan yang
dilakukan sendiri belasan tahun silam.
“Jadi
andaikan diberi kesempatan meluapkan masalah seperti ini, solusi terbaik kakak
buat masalah seperti ini?” Nefrit.
“Setidaknya
hentikan penerimaan mahasiswa/i jurusan kesehatan untuk beberapa jangka waktu
baik negeri maupun swasta. Cari solusi setidaknya seluruh lulusan tidak lagi
menjadi pengangguran. Pihak pemerintah dan rumah sakit harusnya juga
memperhitungkan lulusan kampus akreditasi C, kenapa? Karena mereka kuliah bukan
dengan biaya murah dan tidak sedikit uang yang keluar” Fey.
“Sambil
menunggu seluruh lulusan tenaga kesehatan mendapat pekerjaan layak, di tempat
lain pihak pemerintah melakukan seleksi kampus besar-besaran. Menutup kampus
yang dikatakan bermasalah, berada pada akreditasi C, bahkan melakukan
pengkajian kembali terhadap kampus yang dikatakan akreditasi A dan B biar lebih
adil. Jauh lebih baik solusi seperti ini dibanding mengeluarkan biaya mahal
sekali yang kemudian berakhir pengangguran puluhan ribu tenaga kesehatan
terlebih kebidanan” kembali penekanan Fey.
“Kampus
akreditasi A dan B harus tetap mengikuti proses seleksi dengan kata lain
memilih mana yang harus ditutup juga dipertahankan. System seleksi harus
akurat, ketat, mempunyai standar kualitas tersendiri, bahkan para tenaga
pengajar memasuki satu perputaran area ujian dibeberapa tempat dengan cara yang
tidak terpikirkan sama sekali” Lazki.
“Jauh
lebih baik penutupan kampus besar-besaran beserta para staf pengajar, dibanding
membludaknya pengangguran lulusan kesehatan sampai mencapai puluhan/ ratusan
ribu per tahunnya. Biaya yang dikeluarkan kuliah bukan uang sedikit bercerita
puluhan hingga ratusan juta, setidaknya
mempertimbangkan segala sesuatunya. Setelah proses seleksi kampus selesai,
minimal membatasi jumlah penerimaan sesuai kebutuhan per tahun di tiap daerah
sambil menunggu jadwal pembukaan kembali pendidikan jurusan kesehatan” Fey.
“Pihak
kampus hanya memikirkan uang semata
alias mata duitan/ rakus uang, sementara tidak menyadari bagaimana dampak
kualitas dan permasalahan ke depan dengan penerimaan sampai ribuan pertahunnya
tiap kampus. Menurutku, cukup 70-100an orang per kampus bagi kampus yang
dinyatakan lulus seleksi, kenapa? Minimal tidak ada lagi pengangguran ke depan,
kualitas lulusan juga terjamin, dan juga penerimaan sesuai kebutuhan rumah
sakit” Fey kembali melanjutkan penjelasannya. Jurusan kesehatan memang tidak
dapat disamakan dengan jurusan lain baik dari segi biaya, system, permasalahan,
dan objek-objek yang sedang bermain di dalam.
Jangan
menyalahkan mereka yang menjadi lulusan akreditasi C kemarin mengapa mengambil
area tempat seperti itu. Para lulusan dari kalangan akreditasi C juga berhak
mendapat jenis pekerjaan layak dengan tidak memandang rendah kualitas kemampuan
mereka oleh beberapa rumah sakit. Tidak menjadi masalah menutup seluruh kampus
akreditasi C, tetapi lulusan sebelumnya harus tetap diperhitungkan dalam dunia
kerja. Andaikan pihak rumah sakit berada di pihak mereka dan mencoba merasakan
bagaimana sukarnya berkeliling tempat mencari pekerjaan…
“Di
luar sana tidak sedikit yang mengeluh karena permasalahan seperti ini”
penekanan Lazki.
“Jauh
lebih kacau dibanding mencari talenta tersembunyi dalam diriku kemarin” Nefrit
seolah menertawakan diri sendiri.
“Minimal
kau tidak memiliki impian kuliah pada salah satu kampus kesehatan” Fey.
“Untung
saja talenta tersembunyi dalam dirimu berada pada olah-mengolah masakan, jadi
tidak perlu stress memikirkan masalah seperti sekarang” kata-kata Lazki membuat
Nefrit sedikit tertawa.
“Jangan
sampai cita-citamu masuk dunia medis” Fey.
“Cukup
ka’Lazki saja jadi perawat. Kadar otakku juga terbelakang mana mungkin
menguasai permasalahan anatomi dan lagian saya tidak menyukai berada pada jalur
medis” cetus Nefrit.
“Bagus”
Fey mengacungkan jempol ke arah Nedrit. Mereka menghabiskan waktu dengan dialog
masalah seperti ini hingga sore hari menjelang malam. Semoga pihak pemerintah
merespon permasalahan pengangguran para tenaga kesehatan itulah yang
diharapkan. Tidak sedikit uang yang dikeluarkan tapi ujung cerita menjadi
pengangguran sejati di rumah.
“Nef,
jangan lupa bahagia” pernyataan Fey sebelum akhirnya mereka berpisah dan
kembali ke rumah masing-masing.
Bagian
16…
Nefrit Fidelis…
Sama
sekali tidak pernah membayangkan bagaimana ka’Lazki juga ka’Fey mengungkapkan
sisi emosionalnya tadi karena sesuatu hal. Menatap ke langit mengamati cahaya
bintang seperti tersenyum ke arahku. Tuhan, maaf atas semua sikapku kemarin dan
menganggap kalau Kau tidak pernah menyatakan sesuatu dalam jalanku pribadi.
Betul kata ayah tentangMU untuk setiap objek yang sedang melingkupi hidup.
Selalu saja kata-kataku menyakiti hati ayah, bunda, dan diriMU tanpa berpikir
karena banyaknya tekanan membelit menyatakan luka.
“Kemarin
Nef tidak memiliki teman satupun, tapi setelah beberapa waktu belakangan Tuhan
mengirim beberapa orang-orang terbaik membantuku memahami banyak hal.”
Membayangkan petualangan tertentu dengan terus berjalan tanpa menyerah
sekalipun. Pak Brian penuh semangat menjadi guru privat terbaik sampai saya
bisa lulus sekolah pada akhirnya. Ka’Bianca menceritakan akan kisahnya paling
miris jauh lebih kacau dibanding jalanku dan bagaimana dirinya belajar berlari
menanggalkan lembah hitam walaupun semua itu tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Jatuh bangun yang pada ending cerita mengungkapkan kemenangan atas
dirinya.
Ka’Fey
bergulat penuh ketika memulai sesuatu di dalam dirinya. Tidak dikatakan berada
pada inti tetapi semuanya dimulai dari pekerjaan-pekerjaan yang dikatakan
paling terbawah bahkan terus belajar sampai detik sekarang. Secerca Sinar
merupakan perpaduan paling tepat bagi geng komunitas ini. “Mereka tidak salah
memilih nama geng” bergumam sendiri mengingat seluruh personil masing-masing
menjalani objek-objek tertentu dikatakan mempunyai gaya seni hidup berbeda dari
siapapun.
“Nef
belum tidur?” suara bunda mengagetkan diriku seketika. Masih tetap menatap ke
langit melalui pintu jendela kamar sambil tersenyum. Bunda berjalan ke arahku
memberi pelukan hangat.
“Maaf
akan banyak hal yang terjadi atasmu, bunda tidak bisa mengerti/ memahami
bagaimana air matamu terjatuh” bunda seolah menyatakan rasa penyesalan.
“Kenapa
bunda minta maaf? Bunda sudah cukup menderita memiliki 3 anak tapi semuanya
bermasalah.”
“Selalu saja tangis bunda jatuh karena
anak-anak bunda tidak seperti anak lainnya” kembali membalas ucapan bunda.
“Kesalahan
terbesar bunda karena terlalu cengeng, terlihat bodoh, lemah untuk tetap
berdiri” kalimat bunda.
“Tapi
Nef bangga mempunyai bunda, walaupun tidak sempurna seperti orang tua lain di
luar sana” memeluk bunda kuat. Orang tua mana sih tidak terluka dikatakan
terkena kutuk sebagai akibat satu dosa masa lalu. Anak pertama seorang napi,
narkoba, penjahat kelas kakap, selalu saja mempermalukan orang tua. Anak kedua
manusia paling bodoh diantara yang terbodoh, tidak dapat memberikan prestasi
membanggakan, cengeng, menyedihkan, lemah, dan tidak mampu melakukan apapun.
Anak terakhir sedang bertarung hidup melawan maut, entahkah dia akan menang
atau tidak sama sekali pada usianya masih terlalu kecil.
Tuhan,
jadi sahabat terbaik bagi ayah bunda ketika hatinya sedang terluka. Hapus air
mata bunda yang selalu saja mengalir. Ayahku hebat menyembunyikan rasa sakit
terlebih tangisnya sendiri di suatu tempat. Tetap berkata jika dirinya pasti
bisa menang atas ketiga buah hatinya pada satu garis finish suatu hari kelak.
“Ayah mana sih bisa seperti ayahku?” pertanyaan tersebut terus tersimpan kuat
di dasar. Saya harus terus berlari bersama ayah untuk membuktikan pada dunia
tentang satu kisah terbaik.
Pelukan
hangat bunda semalam mengantar tidur nyenyakku hingga matahari menyambut pagiku
bersama sinarnya. “Manusia iblis kenapa berada di kamar Nara?” perhatianku
teralih seketika melihat pemandangan kurang menyenangkan. Mungkin saya tidak
lagi kecewa terhadap Tuhan, tetapi masalah kebencian buat kakakku tidak akan
pernah pupus. Entah mengapa seakan sesuatu menahan tubuhku agar tetap berdiri
mengintip seperti orang bodoh depan pintu. Pertama kali melihat senyum sang
iblis penuh hangat tertujuh pada tubuh kecil Nara.
“Maaf
membuatmu terluka seperti sekarang” dia mengecup kening Nara.
“Beri
kakak kesempatan buat memperbaiki segalanya walaupun dikatakan semua itu
terlalu mustahil terjadi” ucapan penyesalan namun tidak akan pernah
mengembalikan waktu kemarin. Terdapat suatu kekuatan yang terus saja mendorong
tubuhku mengikuti kemanapun sang iblis berjalan. Selama ini saya tidak pernah
ingin tahu tentang apapun itu dalam dirinya.
“Dia
yang mengganti bunga di ruangan Nara setiap hari” sama sekali tak percaya akan
kenyataan di hadapanku sekarang. Memiliki rumah kos ukuran kecil, memulung
setiap harinya memakai gerobak sampah, menjadi tukang kuli bangunan, bekerja
sebagai cleaning servis pada salah satu gedung pencakar langit terbesar, objek
lebih parah adalah berada pada salah satu apartement dengan perannya menjadi
pembantu itulah kisah sang iblis sekarang. Beberapa hari terus saja mengekor di
belakang tanpa sepengetahuan dirinya.
“Dia
iblis, mungkin saya hanya salah orang” berucap sendiri.
“Semua
itu nyata” melihat ayah datang memeluk dirinya depan kamar kos miliknya.
“Bagaimana
dengan kuliahmu?” pertanyaan ayah membuatku terkejut. Manusia iblis kuliah
tetapi ayah sama sekali tidak pernah cerita. Dia hanya diam tanpa menjawab
pertanyaan ayah. Bagaimana bisa manusia iblis dapat mengatur waktu kuliah, kerja, bahkan masih sempat
mengunjungi Nara diam-diam? Kampus tempat kuliahnya merupakan salah satu tempat
paling bergengsi apa lagi sebagian besar orang sulit menembus kesana tapi
dirinya bisa…
Menatap
dari jauh sang iblis narkoba memulung pada tiap sudut gedung kampus sebelum jam
kuliah, istirahat, maupun setelah pulang. Bekerja pada salah satu kantin kampus
sambil memulung inilah kegiatannya rutinitasnya. Membersihkan meja-meja kotor,
menyapu, mengepel, memulung, mendapat olok-olokan semua penghuni kampus tetapi
tetap diam. Rasa penasaran makin berbicara hingga memberanikan kaki berada di
kamar kosnya seperti pencuri ketika dia tidak disana. Saya berhasil mendapat
kunci kamar kos setelah berhasil mengelabui dirinya dan membuat cadangan
setelah beberapa hari.
Rumah
cukup tertata rapi juga bersih tanpa sampah tapi pemulung. “Apa ini?” tidak
sengaja tanganku menyentuh lembaran kertas tidak jauh dari tepi ranjang.
Sepertinya terjatuh hanya si’pemilik belum menyadari.
“Bukti
pembayaran rumah sakit pasien atas nama Nara Fidelis” jadi selama ini dia
berada di belakang pembayaran Nara, hanya saja kami semua tertipu olehnya.
Mencari nota lain seakan curiga akan sesuatu hal. Tepat dugaanku kalau sang
iblis juga yang selalu mendaftar namaku sebagai salah satu peserta perlombaan
memasak. Dia membayar biaya kursus kemudian berhasil mengelabui semuanya
kembali. Saya benci semua ini…
“Formulir
pendaftaran masuk jurusan tata boga universitas Karya Abadi” membaca lembaran
kertas dalam sebuah kotak kecil.
“Feiv,
apa kau di rumah?” seseorang bersuara. Mencari tempat persembunyian aman memang
jauh lebih baik…
“Feiv,
masakan terbaru Nef mau tidak?” teriak ka’Lazki berpikir kalau manusia iblis
berada di kamar. Ka’Lazki mengambil makanan olahanku sembunyi-sembunyi buat
dirinya terdengar lucu.
“Selalu
saja seperti ini masuk rumah tanpa memberitahu sang pemilik” manusia iblis
hadir begitu saja.
“Pintu
rumahmu tidak terkunci, jadi kau pasti di rumah’lah” cetus ka’Lazki.
“Saya
baru datang mana mungkin pintu rumah terbuka seperti itu” manusia iblis.
“Jangan-jangan
rumahmu punya penghuni hantu gentayangan” ka’Lazki.
Ayah
dan ka’Lazki tidak pernah bisa membenci dirinya, tapi tidak buatku. Menyuguhkan
makanan di atas meja bagi sang iblis sambil menggerutu menyaksikan raut wajah
dingin di hadapannya. “Dia makan sangat lahap” melihat bagaimana manusia iblis
menikmati makanan di atas meja.
“Nef
makin jago masak” ocehan ka’Lazki. Dia tersenyum mendengar cerita ka’Lazki akan
kisahku dalam mengolah masakan dari waktu ke waktu. Kakakku kembali seperti
dulu dan tidak lagi menjadi iblis, tapi semua sudah terlambat. Kebencian
atasnya masih jauh lebih menang dibanding memberi akses maaf buatnya. Kenapa
saya sulit memberi maaf baginya? Sakit rasanya mengingat setiap kejahatan yang
pernah diperbuat olehnya. Tuhan, apa saya salah tetap ingin mempertahankan
kebencianku terhadap dirinya? Luka-luka kemarin akan tetap membekas dan tidak
semudah membalikkan telapak tangan hanya demi menghapus kisahnya. Berusaha
mencari cara agar bisa meninggalkan tempat tersebut tanpa diketahui oleh
mereka.
Saya
bukan ayah dengan mudahnya membuka satu pintu maaf bagi sang iblis. “Ayah”
berjalan ke hadapan ayah. Suasana pasar terlihat cukup ramai pengungjung sampai
ayah hampir tidak mendengar suara putri cengengnya.
“Bawang
merahnya sekilo” salah seorang pembeli menyodorkan selembar uang.
“Terasi,
asam, gula merah, sabun cupir, ma deterjen kasih juga yah” melanjutkan
permintaannya lagi.
“Tunggu
sebentar” senyum ayah.
“Biar
saya saja” menghalangi jalan ayah. Melayani beberapa pembeli dan membiarkan
ayah istirahat sejenak. Meneguk sebotol air mineral kemudian bersandar pada
salah satu kursi tempat barang-barang jualan.
“Kenapa
kemari?” senyum ayah.
“Kenapa
ayah tidak pernah bisa menghapus nama manusia iblis dari kartu keluarga
terlebih di hati ayah sendiri?” langsung pada inti topik.
“Ayah
ingin menang melewati petualangan-petualangan hidup” ayah.
“Dengan
cara seperti itu?”
“Seorang
ayah terhebat tidak akan pernah membenci, dendam, melontarkan kutuk, menyerang
Tuhan walaupun sang anak memiliki berlaku kejam di luar pemikiran semua orang”
jawaban ayah.
“Bisa
jelaskan definisi kemenangan seorang ayah?”
“Tetap
ingin mendekap sang anak bagaimanapun jalan hidupnya membuat permainan, menjadi
sahabat ketika anaknya terluka, tetap berdiri sebagai pondasi di saat badai
menerpa hingga menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya” ayah.
“Sejahat
apapun seorang anak tetap ingin mendekap bahkan memberi pintu maaf, seperti itu
maksud ayah?”
“Nef
kelak akan menjadi orang tua dan tentu kelak bisa merasakan peran orang tua
bagi langkah hidup anaknya” jawaban ayah terdengar konyol buatku. Merenung
membayangkan setiap kata-kata ayah di pasar kemarin. Defenisi kemenangan
seorang ayah memang terdengar aneh jika mendengar jawaban Gibran Fidelis pria
tua lemah.
Hal
lebih bodoh lagi adalah saya masih tetap mengekor di belakang manusia iblis
beberapa hari berikutnya. Kenapa pak Brian tiba-tiba berada di hadapannya?
Pertanyaan bodoh, pada hal jelas-jelas waktu pengeroyokan beberapa minggu
kemarin pak Brian menjadi pahlawan kesiangan bagi sang iblis setidaknya
berhasil lolos dari jurang maut untuk sekian kalinya. “Jangan mempermainkan
perasaan perempuan” si’iblis seperti mengamuk besar.
“Datang
bukannya menyapa, ini malah mengamuk” pak Brian sedikit kesal.
“Terserah”
manusia iblis.
“Bagaimanapun
saya ini dosenmu di kampus, bos besarmu di perusahaan, bekas guru adikmu
sekaligus berjasa membuat dia lulus dari sekolah, ngerti?” pak Brian.
“Jauhi
adikku” manusia iblis.
“Kenapa
saya harus jauhi Nef? Lagian kau sendiri yang mengemis-ngemis minta bantuan
biar bisa jadi guru privat adikmu,” pak Brian menyatakan satu rahasia.
“Nef
masih polos, lemah, cengeng, bodoh kuharap jangan mendekat lagi” manusia iblis.
“Enak
saja, tidak segampang itu Louis Alfredo Fernandes” pak Brian.
“Namaku
Feivel Fidelis bukan Louis Alfredo Fernandes” seakan ingin membuatku tertawa
seketika menyaksikan perkelahian mereka.
“Kau
tidak pernah menonton telenovela yah? Seperti marimar, Esmeralda, esperansa,
si’cantik clara” pak Brian benar-benar korban telenovela.
“Pantas
saja kelakuanmu lebih ganas dari iblis. Masih mengharapkan nona Embun kembali
sebagai tunangan, sedang di satu sisi mempermainkan perasaan adikku” manusia
iblis.
“Jangan-jangan
kau menyukai majikanmu sendiri? Kau ke apartement tu hanya sebagai pembantu
bukan menggoda majikan” rasa kesal pak Brian menendang kaleng-kaleng hasil
memulung manusia iblis di jalan. Tubuh manusia iblis jatuh seketika akibat
perbuatan pak Brian…
Entah
mengapa kakiku tiba-tiba saja berjalan keluar dari sarang persembunyian yang
kemudian mendorong keras tubuh pak Brian ke belakang. “Rasakan ini” kalimatku
membuat mereka berdua kaget bukan main. Kenapa juga saya harus marah mendengar
manusia iblis mendapat ucapan-ucapan penghinaan? Mana mungkin kebencian buatnya
memudar begitu saja. Bagaimanapun saya tetap membenci manusia iblis.
“Bukannya
dia itu iblis, kenapa malah mendorongku?” pak Brian. Kejadian selanjutnya
adalah saya makin mendorong tubuh pak Brian hingga terpental ke tanah untuk kesekian
kalinya kemudian berlalu dari hadapan mereka.
“Saya
tetap membenci manusia iblis, titik” bergumam sendiri di tengah jalan ramai.
Saya
bukan ayah maupun ka’Lazki bisa memberi maaf begitu saja dan melupakan segala
kejahatan sang iblis. Objek lebih gila lagi yaitu sengaja menciptakan satu
resep masakan khusus buatnya. Menumis bawang Bombay cincang, bawah merah dan
putih yang telah dihaluskan pada sebuah wajan. Memasukkan udang, pete, daun
jeruk, kunyit, cabe hijau,cabe merah, buncis, garam, penyedap rasa, kecap, perasan
jeruk lemon, sedikit air dan masak hingga kering. Tanganku bergerak cepat
mengisi lembaran roti tawar dengan hasil tumisan tadi kemudian menggulung rapi
dan menutup rapat memakai kocokan telur pada kedua bagian ujungnya. Mengoles
mentega sekitar area luar yang selanjutnya panggang dengan ukuran api kecil.
Taburkan bawang goreng atau abon bagian atas setelah berada pada sebuah wadah. Membiarkan
ka’Lazki mengambil sebanyak-banyaknya bagi sang iblis. “Memang itulah yang
kuinginkan” menertawakan diri sendiri…
Bagian
17…
Feivel Fidelis…
Seperti
mimpi Nefrit datang mendorong Brian karena ingin menolongku. Tuhan, mungkinkah
dia akan menganggapku sebagai kakak seperti dulu lagi? Menikmati masakan hasil
olahan tangannya memang menyenangkan. “Roti bakar isi udang pete” Lazki membawa
hasil eksperimen milik Nefrit ke rumah kos. Adikku makin mahir mengolah satu
masakan tertentu. Tidak akan saya biarkan Brian memanfaatkan kepolosan Nefrit. Masih
menginginkan mantan tunangan kembali, tetapi selalu saja mengekor seperti
cacing kepanasan di samping adikku.
“Miris
sekali hidup seorang pemakai narkotik sekaligus salah satu gangster mafia
sekarang” tiba-tiba seorang pria berpenampilan serba hitam berjalan ke arahku
ketika hendak mengumpulkan membersihkan sampah hasil memulung. Saya mengenal dia
hanya dengan mendengar sekilas suaranya saja. Mantan tunangan Zanna berdiri
penuh angkuh di depanku sekarang. Juan Aksa tersenyum hina dengan membawa
sekelompok anak buahnya.
“Hector”
tidak pernah menduga sama sekali orang kepercayaanku sekaligus sahabat menjadi
anak buah Juan Aksa.
“Kaget?
Semuanya dapat dibeli dengan uang termasuk dirinya” menunjuk ke arah Hector.
Kejadian serupa kembali berjalan dan mereka menyerang tanpa ampun hingga
membuat seluruh tubuh penuh darah. Kenyataannya dia merupakan dalang utama
dibalik pengeroyokan sebelumnya. Seakan tidak akan pernah puas menyaksikan
menghancurkan banyak hal dalam hidupku. Meninggalkan tubuh bersimpu darah
seorang diri di tengah kerumunan sampah.
“Kakak”
tiba-tiba saja Nefrit berlari menjerit dalam isak tangis. Berteriak meminta
tolong terhadap siapa saja yang sedang mendengar suaranya. Kebencian dalam diri
adikku tidak lagi terpancar. Rasa khawatir, takut, histeris membungkus dirinya
sekarang. Tuhan, terimah kasih membuatnya lupa akan setiap luka yang selalu
saja kuciptakan baginya. Andaikan kesempatan itu, saya ingin kembali menjadi
kakak terbaik tanpa henti menyinari langkahnya.
“Dimana
saya sekarang?” membuka mata dan menatap pintu-pintu langit ruangan tempat tubuh
sedang berbaring. Ayah, ka’Lazki, Nefrit, kecuali bunda berjaga di sampingku
sepanjang malam. Mereka benar-benar khawatir terhadapku. Ayah mendekapku seakan
bahasa tubuhnya menyatakan rasa takut andaikan jagoannya tidak lagi bisa
membuka mata.
“Jangan
membuat kami takut lagi” Lazki menangis ikut memelukku dari belakang.
“Permisi,
sedikit mengganggu kegiatan kalian” pria paruh baya berjalan masuk memakai
tongkat dengan jalan sedikit pincang membawa sebuah peti kecil.
“Bisa
meninggalkan kami berdua?” tanpa basa basi langsung ke inti pembicaraan. Ayah
Zanna berdiri tepat di hadapanku sekarang. Ayah segera meninggalkan kami berdua
sambil memberi isyarat terhadap Nefrit juga Lazki. Pertama kali berada dalam
ruangan bersama ayah dari gadis yang pernah menjadi cinta pertamaku kemarin. Dia
tidak banyak bicara ataupun menyudutkan kisahku tidak seperti mantan tunangan
anaknya.
“Dalam
peti ini berisi barang-barang peninggalan Zanna, ambillah!” Sayudha alias ayah
Zanna berkata-kata…
“Maaf
atas setiap kisah menyedihkan membelit langkahmu” sekali lagi berucap…
“Kenapa
bapak bisa mengenal saya?” berpura-pura tidak mengenal dirinya, pada hal saya
tahu dengan pasti seorang Sayudha merupakan ketua mafia terkejam. Berusaha
menghindar dan tidak pernah berdiri di depannya bukan karena takut, melainkan
hanya ingin pergi menjauh dari kisah masa lalu tentang putrinya Zanna.
“Menghancurkan perjalanan cinta antara kau dan
Zanna” Sayudha.
“Zanna
berusaha berlari sejauh mungkin meninggalkan rumah, tetapi sebuah mobil
tiba-tiba saja berjalan ke arahnya hingga meremukkan seluruh tubuhnya” kalimat tersebut
cukup menghentikan pertanyaanku yang lain. Dia berlalu pergi meninggalkan ruang
tempatku terbaring setelah satu jawaban keluar darinya. Raut wajahnya
mengungkapkan jika dia tidak lagi berada pada satu lembah gelap seperti jalanku
sekarang. Membuka peti milik Zanna untuk mengetahui barang-barang peninggalan
miliknya. Sebuah pulpen pemberianku masih tersimpan rapi pada sebuah kotak
berukuran kecil.
Flashback…
“Kata
ayah, kalau hatimu merasa sedih maka kau harus menuliskan kisahmu melalui ejaan
abjad pada sebuah buku kecil” menyerahkan kotak kecil berisi sebuah pulpen.
“Memang
bisa? Saya tidak percaya” mulut Zanna berkata-kata, tetapi tangannya segera
menarik kuat kotak di tanganku.
“Setidaknya
dapat menghibur dirimu. Jadikan pulpen ini sahabatmu, itulah satu kalimat ayah
setiap memberiku hadiah yang sama tanpa rasa jenuh” tersenyum ke arah Zanna.
Flashback…
“Hanya
tinggal kenangan” tertawa sendiri menatap pulpen di depanku. Penjepit rambut
berwarna biru, gelang tangan, tali sepatu, beberapa bungkusan permen, boneka
anjing imut sekaligus menjadi gantungan kunci pemberianku tertata rapi dalam
peti tersebut. Sebagian barang-barang lainnya adalah ketika kami menghabiskan
waktu berkeliling toko-toko asesoris. Tidak ada kejelasan hubungan antara saya dan
Zanna, namun satu hal hati tetap bahagia selalu berada di sampingnya. Sebuah
buku menyatakan segala isi hati Zanna. Membuka lembar demi lembar halamannya,
satu-satunya nama terus terukir di sana hanya ada nama Feivel Fidelis. Mengungkapkan
bagaimana ketika kami berada pada sebuah perpustakaan kampus untuk
menyelesaikan tugas pemberian dosen.
“Sang
junior selalu membantu senior terbodoh di kampus” satu kalimat terucap jelas
pada lembaran berikutnya.
“Pulpen
biru, jadilah sahabatku untuk mengungkapkan kisahku seperti kata ayahnya”
menaruh beberapa gambar emoticon penuh senyum sekitar tulisan bagian depan.
Nama Feivel selalu tercetak rapi di setiap lembar buku di bagian bawah sudut
kanan.
“Papi
merebut kebahagiaanku” berulang kali kalimat tersebut memenuhi sebagian besar
lembaran halaman buku miliknya. Zanna dipaksa bertunangan dengan salah satu
anak rekan bisnis ayahnya sendiri. Sayudha mengancam akan menghancurkan masa
depanku sekaligus membawaku pada satu jurang maut di luar pemikiran semua
orang. Saya baru menyadari semua itu setelah sekian tahun berlalu.
“Tuhan,
kembalikan Feivel polos seperti kemarin. Jangan biarkan kakinya terus menapaki
lembah gelap hingga dia tidak lagi bisa melihat satu pelita kecil ketika
melangkah” air mata Feivel mengalir begitu saja. Zanna menyadari bagaimana
kisahku sedang berjalan pada suatu area tergelap diantara yang tergelap.
Hatinya hanya buatku seorang, tetapi saya tidak menyadari semua itu.
“Saya
ingin menangis sejadi-jadinya Tuhan.”
Cengeng,
menyedihkan, lemah, kacau menggambarkan pribadi Feivel sekarang. Saya tidak
bisa seperti ayah terlihat kuat dengan segala hantaman badai di sekitarnya.
Kenapa dia diam seribu bahasa sampai cerita berkata lain tentang kisahnya?
“Kakak terlalu naĂŻf ya?” berkata-kata pada tubuh yang masih terbaring kaku.
Entah mengapa saya ingin berada di samping gadis kecil dan meluapkan tangisku
seketika.
“Jangan
seperti Zanna pergi tanpa pernah memberiku kesempatan memperbaiki. Kakak ingin
Nara bangun mengatakan sesuatu…” air mata terus saja mengalir.
“Apa dia cinta pertama kakak?” entah sejak
kapan Nefrit berdiri di depan pintu.
“Maaf
terus menganggapmu iblis sampai buta kalau kau berusaha menjadi cahaya buat Nef”
menyatakan satu kalimat sambil berlari masuk memeluk diriku seketika. Wajar
jika adikku melempar kebencian selama ini atas setiap luka yang selalu saja
kumainkan. Terimah kasih Tuhan menggerakkan pintu hati adikku untuk memberi
maaf bagi mantan manusia iblis. Berharap bunda melakukan hal sama, tersenyum
dan membuka pelukannya bagi anaknya yang ingin kembali.
Entah
bagaimana jalan cerita, tiba-tiba saja ayah berlari masuk ke ruangan tersebut
memeluk kami berdua. Terdengar suara tembakan pistol sampai beberapa kali
tetapi ayah terus melindungi ketiga buah hatinya. “Ayah” suara tersebut
membangunkan Nara dari tidur panjangnya. Ayah masih berjuang walaupun dikatakan
darah segar terus mengalir.
“Ayah…”
teriak Nefrit menyaksikan kisah memilukan di depannya sekarang.
“Rasa
sakit tidak pernah dicintai oleh siapapun terbayar. Sekarang kau bisa merasakan
bagaimana sakitnya kehilangan” ucapan Juan tanpa penyesalan…
“Saya
mencintai Zanna tapi kenapa hatinya tidak pernah bisa berpaling? Tidak
seorangpun menyayangi Juan Aksa” seakan melampiaskan amarahnya. Dia hanya ingin
satu cinta dari seseorang yang mungkin tidak pernah bisa di genggam olehnya.
Suara peluru kembali berkumandang untuk kesekian kali membuat Nara histeris
setelah sekian lamanya tertidur pulas. Tubuh Juan jatuh tergeletak ke lantai
seketika…
Nona
Embun menembakkan peluru dari arah belakang saat Juan ingin malakukan aksinya
kembali. Terjadi kejar mengejar antara polisi dan anak buahnya memenuhi lorong
rumah sakit. “Gadis kecil ayah sudah bangun” ayah masih sempat berkata-kata seolah
tidak terjadi sesuatu. Ayahku terlalu kuat menahan rasa sakit yang sedang
menggerogoti tubuhnya karena luka tembakan.
“Ayah…”
Nara berteriak histeris melihat mata ayah tertutup seketika…
Penanganan
medis segera dilakukan, sedang bunda yang baru saja datang menangis histeris.
Bunda sedang tidak berada di tempat kejadian tadi. Kejadian bermula dari Juan dan
beberapa anak buahnya, berhasil mengelabui rumah sakit dengan melakukan
penyamaran sebagai petugas kesehatan. Kebencian terhadapku memang nyata di hati
Juan. Cinta Zanna dan kecelakaan kemarin menjadi penyebab utama aksi balas
dendam memenuhi ruang hidup Juan Aksa. Lazki juga dokter pun sedang bergumul di
dalam berusaha menolong ayah.
“Ini
semua salahmu” teriak bunda menampar wajahku berulang kali.
“Kemarin
Nara, sekarang suami sekaligus ayah kedua anakku. Kenapa bukan kau saja yang
mati?” Bunda tidak lagi menganggapku sebagai anaknya. Tuhan, balut luka bunda
yang selalu saja menerpa karena perjalanan manusia iblis seperti diriku.
Andaikan kesempatan itu ada buatku. Biarkan nafas hidup kembali ke tubuh ayah.
Kenapa ayah harus kembali melindungi jagoannya tanpa pernah peduli seberapa
besar luka penderitaan ketika berjalan?
“Maaf”
satu-satunya kata dengan mudah terlontar…
“Semudah
itu” teriak histeris bunda, sedang Nefrit berusaha menenangkan dirinya. Dokter
berkata seluruh peluru berhasil dikeluarkan, tetapi hanya mujizat Tuhan saja
yang dapat membangunkan ayah. Berjama-jam petugas medis bergumul hebat dalam
ruang bedah demi kesembuhan seorang tokoh terbaik ketika mengarungi lembah
kelam.
“Pergi!”
perintah bunda tidak ingin melihat wajahku lagi.
“Beri
saya kesempatan setidaknya sampai ayah bisa membuka matanya kembali” ucapan
memohon dengan wajah menunduk dan berlutut di hadapan bunda.
“Kenapa
saya harus memberi kesempatan terhadap iblis sepertimu?” bunda.
“Gadis
kecilku salah apa sampai kau tega membuatnya tertidur lama? Sekarang kau
melakukan hal sama terhadap ayahnya” kembali menampar berulang kali wajahku.
“Nara
sayang ka’Feiv” tubuh mungil Nara berjuang melindungi sang kakak terjahat dari
luapan amarah bunda.
“Nef
juga sayang ka’Feiv” tidak pernah menyangka Nefrit melakukan hal sama…
“Dia
sudah menyakiti kalian dan sekarang ayah bertarung maut” teriak bunda.
“Dimana
bunda Nef kemarin? Selalu berdoa setidaknya ka’Feiv kembali” Nefrit.
“Nara
ingin bunda kembali seperti dulu. Nara tidak mau bunda berubah jadi monster”
Nara. Hal tidak terpikirkan sama sekali adalah mereka berdua berjuang
mempertahankan kakaknya di hadapan bunda. Berlutut sama seperti diriku demi
satu kesempatan di tengah masa kritis ayah.
“Biarkan
Feiv tetap berada di samping ayah” Lazki tiba-tiba hadir di tengah kami dan
ikut melakukan hal yang sama yaitu berlutut. Bunda hanya diam membisu seakan
menyetujui permohonan untuk membiarkan saya tetap berjaga di samping ayah.
Tidak berkata-kata lagi serta meluapkan setiap luka yang sedang menembus
dinding hatinya. Menggenggam jemari ayah sambil terus berdoa di hadapan sang
pencipta.
Ayahku
hebat ketika berjuang menyatakan kemenangan, walaupun dunia berkata dirinya
benar-benar kalah bahkan sangat gagal untuk membawa ketiga buah hati pada satu
garis finish. Tuhan, biarkan ayah kembali merasakan keindahan matahari terbit
dan terbenam di setiap jalan hidupnya. “Ayah harus bangun. Nara sayang ayah” gadis
kecil membelai wajah ayah memakai tangan mungilnya. Dia bangun dari tidur
panjangnya setelah mendengar suara tembakan memenuhi gendang pendengarannya.
“Ayah
masih harus berlari membuktikan pada dunia tentang kemenangan seorang ayah
untuk membawa ketiga buah hatinya menuju satu garis finish” Nefrit terus
menggenggam tangan ayah terbaik di antara para ayah.
“Nef
butuh dekapan ayah ketika luka hidup terus saja mengguncang. Ayah belum
membuktikan pada dunia kalau kau bukan ayah tergagal diantara para ayah” tangis
Nefrit makin histeris.
Tubuhku
sendiri masih terlalu sulit mengungkapkan apa yang diingini hati. “Bunda tidak
bisa berjalan tanpa ayah” seorang istri sedang bergumul hebat dalam isakan air
mata. Semua salahku selalu saja membuat air mata bunda mengalir. Saya ingin
ayah bangun, dengarkan doaku Tuhan. Kalau Kau bisa membangunkan adikku Nara
dari tidur lelapnya berarti tanganMU juga bisa mengembalikan ayah.
“Feiv
masih butuh ayah menjadi pelita kecil melewati ruang gelap sewaktu berjalan.
Beri Feiv kesempatan sekali lagi…” ungkapan perasaan penyesalan. Berjam-jam
berjaga sepanjang malam terus berada di samping ayah. Andaikan waktu dapat
diputar dengan tidak membiarkan peluru itu menembus tubuh ayah. Pria tua tidak
mengenal kata gagal mendekap ketiga buah hatinya. Semua dapat berkata kutuk
sedang menghancurkan kisah jalan hidup anaknya, tetapi dia dengan bijak ingin
tetap berlari.
“Gadis
kecil ayah…” itu suara ayah memanggil Nara.
Tangan ayah bergerak menggenggam hangat
jariku. “Ayah…” teriak Nara memeluk ayah. Bunda yang terus saja menjatuhkan air
mata segera menghapus tangisnya. Terimah kasih Tuhan mengembalikan ayah dan
memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki sesuatu yang dikatakan rusak.
Bunda, Nefrit, Lazki, Nara, bahkan seluruh petugas medis di sana ikut menangis
terharu melihat senyum ayah kembali.
Brian,
nona Embun, petugas medis, bahkan teman-teman Lazki pun ikut berjaga semalaman
dan berdoa buat ayah. Mereka semua menunggu di depan pintu luar tempat ayah
berbaring. “Berikan Feiv kesempatan!” tiba-tiba saja Ayah membuat pernyataan
menatap wajah bunda beberapa jam setelah siuman. Selama ini saya tidak pernah
bisa berdiri di hadapan bunda hanya demi satu permohonan maaf, jadi wajar
kebencian itu semakin berakar. Rasa takut akan penolakan membuatku terus hidup
dalam diam.
“Jangan
usir Ka’feiv” Nara berlari memeluk tubuhku.
“Di
balik berobat Nara, selembar kertas untuk menyatakan satu talenta tersembunyi,
mengirim kata-kata penuh semangat melalui pesan email, terus-menerus menjadi
peserta kompetisi memasak walaupun dikatakan Nef selalu kalah dibabak
penyisihan, tanpa rasa bosan berjaga di samping Nara dan menghidupkan bunga
segar di sekitar ruangan tiap hari adalah orang yang sama” Nefrit menyadari
semuanya…
“Orang
itu ka’Feiv” Nefrit berlari memelukku seketika.
“Jagoan
ayah hebat, terimah kasih” senyum ayah juga ingin berlari membawaku dalam
dekapan hangatnya. Entah bagaimana Nefrit menyadari hal tersebut, hingga
membuat semua keluarga terkejut termasuk bunda.
“Bunda
juga boleh mendekapmu seperti ayah, Nef, Nara?” tangisku pecah seketika
mendengar pernyataan bunda. Tuhan, senyuman bunda mulai kembali buatku.
Kekuatan paling berperan memberi kehangatan sejak bayi.
“Maaf
selalu saja menyakiti bunda” tangisan mantan iblis. Saling berpelukan melepas
segala ungkapan hati itulah yang sedang kami lakukan sekarang. Tidak ada lagi
rasa benci antara satu sama lain. Ayahku hebat ketika ingin merebut kembali
jagoannya keluar dari satu lembah gelap. Berada di samping anak gadisnya paling
cengeng, bodoh, terkacau sedunia untuk belajar menggenggam masa depan yang
dikatakan semua orang mustahil di raih karena tingkat disabilitas cukup parah
sedang mempermainkan keadaan. Menjadi penyemangat gadis kecilnya dengan satu
pergumulan penyakit bahkan tingkat kesembuhan 0%, tetapi ayah membuktikan jika
dirinya dapat berlari menghancurkan maut. Tetap menjadi pondasi bagi bunda
ketika air matanya terus terjatuh, itulah ayahku.
“Ayah
mencintai kalian” ungkapan hati ayah mendekap kami.
Nefrit Fidelis…
Keluarga
Fidelis pada akhir cerita bisa kembali berkumpul seperti dulu lagi. Kebahagiaan
terbesar lain lagi adalah adik kecilku Nara dinyatakan bebas dari penyakitnya
setelah tertidur lelap sekian waktu. Rasa benci terlalu besar buat kakakku
lenyap. “Nef semangat” sekali lagi ka’Feiv mendaftarkan namaku menjadi salah
satu peserta kompetisi memasak. Ayah, bunda, ka’Feiv, ka’Lazki, Nara, dan
teman-teman komunitasku datang memberi dukungan pada salah satu pusat
perbelanjaan terbesar di kota ini.
“Nef
pasti bisa” teriak ka’Fey.
“Nef
harus menang kali ini” ka’Bianca tersenyum manis. Tidak menyangka sama sekali,
mereka juga berdoa dan berjaga semalaman penuh di rumah sakit sewaktu ayah
sedang menghadapi masa kritis.
“Pertandingan
di mulai dari sekarang!” perintah salah satu host di acara tersebut. Mencoba
bersikap tenang menghadapi perlombaan kali ini. Membersihkan bahan-bahan yang
akan digunakan. Menumis bawang Bombay cincang, bawang (merah, putih, kemiri
yang telah dihaluskan), irisan cabe hijau secara bersamaan. Memasukkan nasi putih,
cumi, sosis, udang, pette, parutan kasar wortel, penyedap rasa, sedikit kecap,
, irisan telur dadar, sedikit air kunyit kemudian aduk sampai semua tercampur
rata. Pada bagian lain tangan mengambil potongan daun sawi hijau dan mencelupkan
sejenak pada air mendidik. Peras jeruk lemon setelah api kompor dimatikan,
sekali lagi aduk nasi hingga merata. Bungkus nasi sedikit demi sedikit pada
lembaran daun sawi tadi sesuai selera. Makanan hasil karya Nefrit Fidelis siap
disajikan hangat bersama saus sambal terasi di hadapan para juri yang hadir.
“Pemenang
kali ini jatuh pada peserta nomor 319” juri mengumumkan pemenangnya.
“Itu
nomor Nefrit” ka’Feiv berlari histeris ke hadapan para juri. Semua mata tertuju
pada kakakku dengan tubuh penuh tato, terlihat menyeramkan memang. Semua itu
hanya bagian masa lalu ka’Feivel. Kami semua melihat dirinya yang sekarang.
“Tidak
seperti itu juga kali, berteriak histeris” gerutu pak Brian tiba-tiba menarik
tangan kakak kembali ke tempatnya, sedang ayah bunda hanya tersenyum melihat
tingkah ka’Feiv. Ternyata majikan kakakku benar-benar cantik dan dapat
dikatakan sempurna diantara banyaknya wanita. Dia juga ikut hadir memberi
ucapan selamat buatku. Saingan ka’Feiv sangat berat untuk merebut hati nona
Embun sang majikan.
Menjadi
pertanyaan kenapa ka’Feiv selalu berada diantara kisah percintaan cukup sulit?
“Sebenarnya perasaan nona Embun terhadap pak Brian seperti apa?” bertanya
begitu saja pada saat semua sedang merayakan kemenanganku pada salah satu café.
Personil komunitas secerca harapan, ka’Lazki, pak Brian, ka’Feiv diam seketika.
“Wow,
seperti kisah cinta segitiga nih kalau jalan ceritanya begini” ka’Reynand.
“Kenapa
bicaramu lari begitu?” nona Embun.
“Karena
kau mempermainkan perasaan dua pria sekaligus” jawabanku tegas semakin
mengundang Tanya. Walaupun masa lalu ka’Feiv tentang Zanna belum sirna, tapi
setidaknya dia terlihat bahagia bersama nona Embun.
“Saya
dan Brian tidak memiliki hubungan sama sekali” nona Embun.
“Embun
itu hanya mantan dengan kisah terjelek kemarin, tapi kami tetap sahabat” pak
Brian seperti meluruskan kembali.
“Berarti
ada harapan kakakku dong” berucap tanpa berpikir terlebih dahulu.
“Ini
mah percintaan segi-segian yang lain…” ledek Ka’Bianca.
“Dulu
memang saya masih ingin kembali terhadap sang mantan, tapi setelah menjadi guru
privatmu sepertinya perasaanku hilang lenyap. Lagian Embun memutus hubungan
pertunangan hanya karena saya menyuruhnya meninggalkan karir kepolisiannya.
Singkat cerita hubungan berakhir, saya lebih tertarik pada gadis yang jago masak.”
Wajahku merah seperti kepiting rebus seketika mendengar pernyataan pak Brian di
hadapan semua orang. Bekas guru menembak tanpa kenal tempat depan banyak orang?
Saya langsung berlari meninggalkan tempat tersebut bahkan tidak ingin
meninggalkan kamar sedetikpun selama beberapa hari belakangan.
Ka’Lazki
terus saja tertawa meledek melihat tingkahku mengurung diri di kamar. Benar-benar
memalukan tindakan pak Brian. “Lagian kenapa juga bicara ceplas ceplos begitu
depan banyak orang?” ledek ka’Lazki dari luar. Saya pikir pak Brian tulus
membantu ternyata ada udang dibalik batu. Berusaha menghindar/ bersembunyi
setiap kali mendengar suara pak Brian sedang makan gratis di rumah seolah tanpa
rasa bersalah. Mereka semua tidak mempermasalahkan kehadiran pak Brian? Malah
terlihat senyum lebar…
“Selamat
datang di rumah adik ipar” sambutan ka’Lazki.
“Adik
ipar itu apa?” pertanyaan Nara bingung mendengar kata-kata aneh.
“Anak
kecil tidak usah tahu” balas ka’Lazki. Saya baru menyadari jika ternyata pak
Brian merupakan salah satu ceo tersukses di zaman sekarang. Mempunyai
perusahaan raksasa selain berperan sebagai tenaga pengajar menjadi bagian
hidupnya. Lebih kacau lagi sengaja menjadikan ka’Feiv seorang tukang kuli
bangunan, pembantu rumah tangga, terakhir cleaning servis pada perusahaannya
sendiri.
Menurut
penjelasan pak Brian, kalau dirinya juga memiliki kisah sama seperti ka’Feiv.
Singkat cerita ketua yayasan tempat pak Brian berperan sebagai dosen membawanya
pada satu situasi seperti yang ka’Feiv jalani. Kesimpulan ceritanya adalah
kegiatan aksi balas dendam dari satu tempat ke tempat lain. “Tapi masa lalu
saya tidak separah Feivel kemarin, tapi tetap hancur juga” cetus pak Brian.
Orang tuanya meninggal menjadikan dia yatim piatu bahkan menjadikan kisahnya
pada satu alur cerita gelap. Belum memasuki fase tidur dengan banyak wanita,
berperan sebagai mafia, memakai tato menjadi pembeda antara dia dan ka’Feiv.
“Feivel
berjasa besar terhadap perusahaan kemarin karena konsep yang diajukan kemarin,
tapi saya tetap mempertahankan dirinya sebagai cleaning servis akibat aksi
balas dendam juga” pak Brian.
“Maksudnya?”
ka’Feiv mulai gerah, sedang saya masih menjadi pendengar setia sambil
bersembunyi tidak jauh dari ruang makan tempat mereka duduk.
“Lah
ketua yayasan juga membuat saya hidup seperti itu kemarin” jawaban pak Brian.
Terdengar
aneh pak Brian terus saja bertamu ke rumah, biarpun saya bersembunyi dan masih
belum mau menampakkan batang hidung. Raut wajahnya tetap terlihat santai,
bahagia, tenang ketika berdialog bersama anggota keluarga. Lebih kacau lagi
langsung melamar tanpa meminta persetujuanku lebih dulu. Sejak kejadian malam
itu hingga detik sekarang saya masih belum bisa berdiri di hadapannya.
Bagaimana cerita? ayah bunda langsung memberi persetujuan tanpa bertanya bahkan
sudah menetapkan tanggal pernikahan. Pada hal sesuai rencana setelah ayah
keluar dari rumah sakit, saya harus berada di bangku kuliah jurusan tata boga.
“Tidak jadi masalah mengejar mimpi sekaligus jadi ibu rumah tangga” tegur
ka’Feiv.
“Ka’Feiv
sendiri sudah bisa mendapat hati nona Embun?” pertanyaan aneh.
“Bicaramu
ngelantur membuat kakak malu saja depan nona Embun waktu itu.”
“Tapi
ka’Feiv terlihat bahagia, meski masa lalu tentang Zanna masih membekas” balasku
tidak ingin kalah bicara.
“Entahlah,
lagian kakak memiliki masa lalu jadi butuh waktu” ka’Feiv.
“Brian
sudah menjelaskan terhadap kami semua antara dirinya dan nona Embun hanya
berstatus sahabat” ka’Feiv mengalihkan pembicaraan.
“Nef
harus terima kenyataan nikah ma saya” senyum pak Brian tiba-tiba saja hadir di
tengah kami.
“Kenapa
bapak selalu saja membuat Nef jantung mendadak?” sangat kesal.
“Karena
sudah takdir Tuhan” jawaban pertanyaan nyambungnya dimana. Pada akhir cerita,
saya akhirnya menerima pak Brian sebagai pendamping hidup sambil mengejar masa
depan sendiri. Entah dorongan apa sampai membuatku menerima kenyataan segera
menikah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ka’Feiv masih menjalani
statusnya sebagai mahasiswa entrepreneurship (kewirausahaan) pada salah satu
kampus paling bergengsi. Tetap melakoni semua pekerjaannya kecuali kuli
bangunan dan pembantu rumah tangga demi biaya kuliah setelah Nara dinyatakan
sembuh total.
Nilai-nilai
IPK milik ka’Feiv selalu saja berada pada urutan pertama di antara seluruh
penghuni kampus. Kakakku memang benar-benar jenius sejak lahir. Hubungannya
bersama nona Embun masih berjalan dalam kategori pergumulan. Akhir cerita
perjalanan keluarga Fidelis adalah kebahagiaan terbaik tanpa bisa dilukiskan
melalui kata-kata. Kuliah, menjadi ibu rumah tangga, membuka restoran modal
suami seperti itulah kisahku sekarang. Talenta tersembunyi sedang berirama dan
Tuhan membuat indah pada waktunya.
Gibran Fidelis…
Badai
itu akhirnya dapat dilalui oleh pria tua yang sedang berperan sebagai ayah bagi
ketiga buah hatinya. Kata gagal, kutuk, lemah, hinaan, terkucilkan tidak lagi
bermain. Terimah kasih Tuhan karena langkah dapat membuktikan kemenangan
terbaik di antara seluruh para ayah. Logika manusia berkata tidak ada masa
depan bagi ketiga buah hatiku, tapi Kau menghancurkan pernyataan mereka. Lembah
hitam sedang mengikat langkah anakku Feivel bahkan menceritakan alur kisah
mengerikan. Sampai suatu ketika sang ayah merasa putus asa dan lelah dalam
diam, saat itu tanganMU bekerja menarik jagoanku untuk kembali.
Tingkat
disabilitas cukup parah membuat Nefrit terus saja menangis, putus asa,
menderita, terluka, terkucilkan, menjadi bahan tertawaan semua orang. Masa depan
anak gadisku seperti tidak mungkin memperlihatkan masa depan. Dunianya hanya
bercerita tentang kekurangan dan kekurangan semata. Belajar mencari talenta tersembunyi
untuk mengubah jalannya, namun tidak memperlihatkan setitik hasil. Marah juga
kecewa terhadapMU itulah yang mempermainkan hidupnya. waktuMU bekerja menunjukkan
jalan hingga menciptakan satu masa depan baginya. Kini namanya masuk dalam deretan chef
terkenal di dunia internasional.
Sekali
lagi Tuhan tidak mempermalukan seorang ayah yang sedang bergumul bagi gadis
kecilnya. Penyakit kanker menggerogoti tubuh mungil gadis kecilku sejak usianya
menginjak tahun ke-3. Menjalani kemo terapi berulang kali tetapi dia
benar-benar kuat bahkan selalu menjadi penyemangat ayahnya. Rasa takut luar biasa
membungkus, andaikan gadis kecil tidak lagi bisa menatap matahari terbit dan
terbenam tiap harinya. Jeritan hati ayah bundanya tiap detik bermain membentuk
irama sendiri. Untuk kesekian kali sang ayah harus bisa menjadi pondasi
terhebat buatnya. Garis finish berkata gadis kecilku terbangun dari tidur
lelapnya dan dinyatakan sembuh total.
“Pertunjukan
ini buat ayah” gadis kecil berkata-kata di hadapan semua orang sambil memainkan
beberapa alat musik. Suatu hari nanti dia akan menjadi pemain music berbakat
bahkan membuat dunia tercengang-cengang seketika. Inilah kisah perjalanan
seorang ayah bersama defenisi kemenangan di dalam dirinya. Andaikan hidup tak
melihat kehidupan bagi buah hatimu, satu hal belajarlah untuk terus berlari dan
membuktikan satu kemenangan diantara para ayah. Jangan berhenti berjuang demi
perjalanan terbaik sang anak.
TAMAT