BERJALAN
or BERLARI
BAGIAN 1…
Ketja lebe…
Terkadang
setetes embun sepertinya tenggelam ditelan bumi. Massa permainan kata selalu
saja berkumandang membentuk variasi teka teki. Goresan luka sedang tertawa
terbahak-bahak mempermainkan jalan-jalan di depan. Menemukan objek sederhana
jauh lebih sulit melebihi bayang pemikiran. Permainan itu tak terlihat oleh
mata hingga merusak tiap sudut dinding ruang.
“Berjalan
atau berlari?” tertawa sinis seorang diri.
Panas
terik matahari semakin menyengat, namun suasana dinding hati jauh melebihi kata
tadi. Pertandingan baru saja memulai pemanasan untuk membentuk satu cerita
terbaru. Bola mataku menatap ke arah sinar tanpa mengedipkan mata hanya demi
mencari sebuah jawaban. Kenapa bisa sosok perempuan sepertiku harus belajar
hidup tentang situasi permainan? Saya benci jalan seperti sekarang, tetapi
keadaan membuatku harus berjalan atau bahkan berlari di waktu-waktu tertentu.
“Variasi
objek tanda baca terlihat detail untuk menjebak sekaligus menghanyutkan”
kembali tawa sinis berteriak begitu saja disini.
“Kalian
semua akan tahu sedang berhadapan dengan siapa” meremas-remas botol air mineral
di tanganku tanpa sadar. Bagaimanapun permainan jebak menjebak terjadi, akan
tetapi kalau Tuhan yang membuka pintu, maka tidak seorangpun dapat menutup
dengan cara apapun. Keadaan membuatku harus terus bertahan di sekeliling
iblis-iblis serigala sekalipun hatiku membenci bidang…
Memainkan
pensil sekitar ruang persegi menjadi ciri khas hidupku sekarang. Coretan demi
coretan lebih menyukai suasana misterius karena factor tidak mendasar. Membiarkan lemari menyimpan beberapa bagian memory
terdengar semacam gurauan. Apa yang sedang terpikir olehku?
Memulai
mempertontonkan objek kekuatan tanpa sadar merupakan alur cerita terbaik untuk
sekarang ini. Ada begitu banyak kosa kata jebak menjebak menari sedemikian rupa
di sekitarku. Manusia bodoh harus mengambil peran lebih dari sekedar tuntutan.
Bodoh bagi dunia akan mempermalukan manusia-manusia terkuat bahkan terjenius
sekalipun suatu hari kelak. Saya sudah berada pada satu jalan sejauh ini dan
tidak memungkinkan buatku untuk berhenti sedikitpun.
“Siapkan
saja jutaan permainan lebih menantang bagi kalian para pejabat tinggi”
berkata-kata seorang diri dalam ruang sunyi.
“Seseorang
ingin bertemu dengan anda” Kartub masuk tanpa mengetuk pintu.
“Kenapa
tidak mengetuk pintu?” pertanyaan sedikit judes.
“Maaf
atas kelancangan saya” jawaban dengan tubuh membungkuk. Kartub adalah manusia
kepercayaan alias tangan kanan buatku. Dia tahu apa yang harus dilakukan
olehnya tanpa harus memerintah terlebih dahulu.
“Pergilah!”
nada memerintah.
“Tunggu!”
berusaha menghentikan langkah wanita tua tadi.
“Katakan
terhadap manusia di luar sana untuk menunggu hari esok!” ucapanku lagi.
“Jangan
coba-coba merusak suasana di rumahku” lanjutan pernyataan…
Manusia-manusia
munafik lagi ingin berlari-lari di sekitar objek tertentu. Mulut diam membisu
ketika segala sesuatu sengaja dirubah karena ketakutan terbesar mereka oleh
beberapa hal. Sejauh apa sih letak kekuatan dalam diri kalian? Kalau Tuhan
dipihakku, siapakah yang dapat bertahan melawan tentang satu kekuatan?
Akhir
cerita, hari yang dinantikan pun tiba untuk memulai sebuah tulisan menarik.
Berdiri di hadapan para pejabat tinggi bersama suasana hati cukup siap menerima
alur pro kontra setelah pernyataanku kali ini. Pertemuan diantara mereka memang
terkesan menegangkan bahkan lebih dari kata tadi. Membuat keputusan sendiri
tanpa meminta pendapat tentu menimbulkan banyak pertanyaan.
“Sebagai
presiden terpilih, maka saya akan memulai program terbaru yang belum pernah ada
untuk memulihkan Negara kita tercinta” pernyataan terhadap mereka. Saya tidak
akan pernah pusing tentang cerita kolaborasi antar sesama partai ketika pemilu
kemarin. Berpura-pura lupa memang terdengar menyenangkan dibanding mengingat
aturan partai politik.
“Membangun
sebuah sekolah pejabat bersama pembentukan berbeda dibanding Negara-negara luar
menjadi prioritas kerja awal tahun sekarang”…
“Bagaimanapun
seseorang seperti saya atau beberapa tokoh tertentu berjuang melakukan
perbaikan, namun akan tetap hancur berantakan andaikan tidak melakukan pondasi
perbaikan para pejabat tinggi,” kembali penekanan berkumandang di antara
mereka.
Pernyataan
tersebut membuat gempar seluruh penghuni Negara tercinta. Satu sama lain saling
melemparkan pertanyaan tentang nada ucapan sang presiden terbaru. Kalian
menunjuk saya sebagai pemimpin terbaru artinya harus siap menerima kejutan
terbesar. “Sekolah khusus pejabat?” salah seorang netizen terus saja melakukan
update status.
“Sepertinya
akan terjadi perang besar” komentar seseorang di dunia medsos.
“Bukankah
sekolah pejabat sudah ada, lantas kenapa…? Uppsss”
“Rasa
penasaranku meronta-ronta seketika” pernyataan lelucon mereka.
Mengumpulkan
beberapa tenaga pendidik berkualitas serta menunjuk wanita tua yang selalu
berjaga di sekitarku dengan peran sebagai menteri pendidikan. “Kenapa anda
melakukan hal bodoh seperti ini terhadap manusia seperti saya?” pertanyaan
tiba-tiba Kartub.
“Ya
suka saja” jawaban nada cuek terhadapnya.
“Jawaban
bodoh sekaligus kegilaan” Kartub.
“Lantas
maumu ingin berhenti?” pertanyaan tajam.
“Entahlah”
jawaban sinis darinya.
“Seminggu
lagi ada pertemuan, jadi persiapkan semua materi sekaligus kumpulkan seluruh
bahan-bahan kualitas penting khusus buat kurikulum sekitar area ini!” nada
memerintah sekaligus tatapan tajam buat wanita tua di depanku.
“Hanya
seminggu? Benar-benar membuatku gila” nada kesal Kartub.
“Pergilah!”
pengusiran buatnya.
“Kenapa
bisa saya harus terlibat sekaligus membawa dia sejauh ini buat berperang?” dia
berjalan keluar tak karuan dengan rasa kesal.
Sang
wanita tua harus siap mengikuti semua keinginanku suka maupun tidak. Hal
terkonyol adalah melihat dia begadang setiap harinya mengumpulkan beberapa ide.
Kartub memiliki satu kemampuan misterius hingga membuat jiwaku meronta-ronta
mencari sesuatu. Seorang menteri pendidikan harus tahu menemukan objek terbaik
untuk membentuk kualitas bibit maupun generasi muda. Sekolah khusus pejabat
juga berhubungan kuat antara pola pikir menteri pendidikan dan versi kualitas
berbeda…
“Apaan
ini?” mencoba mengendap-ngendap seperti pencuri di kamar wanita tua.
Tumpukan
buku kiri kanan, ratusan kertas berkeliaran, puluhan gambar dena sketsa tentang
beberapa objek, coretan tulisan di banyak tempat, dan masih banyak lagi objek
lain berteriak di sini. Dengkuran wanita tua sangat keras membuat gendang
pendengaranku sedikit kacau. “Persiapkan dirimu buat peperangan ke depan”
berbisik di telinganya ketika dia sedang tertidut pulas.
“Pondasi
tenaga pendidik” membaca sebuah tulisan pada selembar kertas.
Kehebatan
penyusunan kerangka gambaran kurikulum terbaru hasil pikirannya memang harus
kuakui. “Praktek dan teori memiliki versi cerita berbeda ketika berada pada
satu garis awal maupun akhir dari sebuah kurikulum terutama pada pembentukan
kualitas” kembali membaca tulisan cakar ayam milik sang wanita tua.
“Berjalan
atau berlari?” rasa-rasanya saya ingin tertawa membaca pernyataan ini.
Dia
melakukan copy paste tulisan dinding kamarku. Hal terbodoh yang pernah
kulakukan adalah mencoret-coret seluruh dinding kamar dengan sebuah pernyataan.
Buatku hal tersebut merupakan sebuah seni. “Objek tergilaku seperti menular ke
dirinya” tertawa penuh ejekan menatapa satu tulisan.
“Bintang
berikan senyuman terbaikmu malam ini” suara hati berbisik seorang diri setelah
berjalan keluar dari kamar sang wanita tua.
“Hai
bintang timur, kapan kau akan bersuara dalam gelapnya malam bersama kesunyian?”
pertanyaan gila kembali berbisik seperti deru…
“Dunia
mungkin atau memang benar-benar membencimu, tetapi saya tidak pernah
membencimu” kalimat terkacau…
Apa
perbedaan bintang timur dan bintang timur putra fajar? Lantas kenapa pada
situasi tersulit seperti sekarang seolah saya ingin mencari cahaya menyilaukan
sang bintang timur? Entahlah. Hal tersebut hanya menjadi penghibur sekaligus
kekuatan buatku pribadi.
Senjata
terbaik di medan perang tidak bercerita tentang kehebatan senjata, melainkan
strategi terbaik yang bisa dilakoni. Negara tidak pernah kekurangan orang
jenius bahkan ada begitu banyak lulusan terbaik bertebaran dari segala bidang.
Perbaikan satu Negara membutuhkan kualitas berbeda dibanding objek lain dan
bukan tentang seberapa jenius ataupun tingkat IQ seseorang. Terkadang mereka
dengan kategori paling berprestasi belum tentu bisa melakukan sebuah perubahan.
“Saya
membutuhkan objek kata pengajaran, kualitas, sesuatu yang unik, tidak pernah
dimiliki Negara lain, pembahasan terbaru menjadi kolaborasi dalam kurikulum
pendidikan terlebih khusus sekolah para pejabat” penekanan kata di hadapan
beberapa manusia-manusia penting.
“Kartub
bisa anda jelaskan rencana kerja ke depan terlebih special di dunia sekolah
para pejabat tinggi!” nada ucapan penasaran tingkat tinggi. Pertemuan tersebut
cukup menegangkan sekaligus membuat para pejabat tinggi kepanasan di luar sana.
Kesulitan terbesar saya sekarang adalah tentang kualitas kurikulum tanpa adanya
penekanan bagi si’penerima.
Pola
penerapan dunia pendidikan masing-masing memiliki sisi lebih maupun lemah pada
beberapa Negara dengan cara yang mungkin berbeda antara satu dengan lainnya.
Perkembangan peradaban menuntut persaingan dari berbagai aspek, sedangkan
bangsa sendiri masih berada jauh dari kata standar internasional. Saya ingin
memulai perbaikan dari dunia pendidikan terlebih khusus sekitar area garis besar
para pejabat tinggi.
“Penerapan
kurikulum antara luar, local, dan terbaru bahkan belum pernah ada akan dibuat
menjadi satu kemasan khusus di dunia pendidikan terlebih area sekolah pejabat
sebagai alat pembentuk kualitas pendidikan” Kartub mencoba menjabarkan
rencananya.
“Dengan
kata lain?” melemparkan pertanyaan.
“35%
masing-masing memakai hasil rangkum system berbasis asing maupun local, sedangkan
40% system terbaru dalam bentuk aspek apa pun di segala area” Kartub.
“Baik
dari segi pembahasan, pola pengajaran, sistem tenaga pendidik, dan beberapa
aspek lainnya akan menjadi kolaborasi 3 bagian kelompok tadi” Kartub.
“Tidak
semua hal-hal berbau pendidikan dari pihak asing bisa diterapkan bagi Negara
semacam ini karena masing-masing memiliki sisi plus mines” salah satu dari
mereka mulai complain.
“Karena
itulah mengapa saya sengaja hanya memakai 35% dari pihak asing. Standar
pendidikan bersama proses pembentukan mempunyai beberapa tipe dan tidak semua
sistem asing bisa menjadi senjata di dunia pendidik Negara sendiri” Kartub.
“Okey,
sejauh ini kita hanya membahas kualitas pembentukan otak, sementara masalah
kepribadian di atas segala-galanya” seseorang yang sedang duduk di ujung sana
mengangkat bicara.
“Masalah
kepribadian biar saya yang akan menangani dengan objek paling tepat sekaligus
beresiko. Saya akan mencoba menerapkan sesuatu di luar bayang-bayang para calon
pejabat terlebih dahulu, sedangkan untuk kelompok umum sendiri memiliki versi
berbeda dari mereka” memberi penjelasan dalam pertemuan tersebut.
Sang
menteri pendidikan kembali melanjutkan penjelasan perencanaan ke depan. Untuk
sementara sekolah pejabat menjadi prioritas utama, kenapa? Letak kehancuran
Negara di awali dari ulah para pejabat pula. Korupsi, permainan politik,
menjadi iblis, egois, asal membuat aturan, tidak mengerti tata pengelolahan,
terobosan ambur adur, dan segala jenis cerita terkacau selalu saja berasal dari
kehidupan pejabat gila.
Agar
tidak terjadi perpecahan antar suku, agama, maupun ras sehingga perwakilan tiap
provinsi diharuskan seimbang tanpa menyudutkan siapapun. Kami bersepakat
menempatkan beberapa jurusan penting dalam sekolah tersebut dengan menjadikan
mata kuliah politik di semua area sebagai objek terpenting. Sengaja memasukkan
45% dunia kemiliteran di seluruh tempat karena salah satu pondasi terbesar
Negara berasal dari area tersebut. Jumlah penerima juga terbatas demi
kelancaran proses belajar mengajar.
Tiap
ruang hanya akan menampung maksimal 25 orang saja agar lebih memudahkan mereka
untuk berkembang. Sekolah pejabat akan di tempatkan sekitar area pedesaan
paling jauh dari perkotaan. Fasilitas sekolah akan dilengkapi sesuai dengan
program kurikulum. Para tenaga pendidik yang akan berperan harus menjalani
beberapa proses tidak biasa demi menghasilkan sebuah kualitas.
Beberapa
tokoh penting termasuk sang menteri maupun saya sebagai presiden akan ikut
berperan sebagai dosen pendidik melalui jalur online. Pendidikan, hukum, arsitek,
medis, ilmu teknologi, ekonomi, keuangan menjadi jurusan terpenting dalam
sekolah tersebut. Perpaduan beberapa jurusan dalam satu paket pun akan
dimainkan pula. Keuangan, ekonomi, perpajakan, ilmu teknologi bisa saja akan
berubah menjadi satu area. Begitupun di semua jurusan tidak akan lepas dari
posisi yang selalu saja berhubungan dengan keuangan, politik, ilmu teknologi.
Terdengar
sulit memang andaikan mencoba memperhatikan lebih ke dalam, akan tetapi keadaan
harus menyatakan demikian untuk mengejar ketertinggalan sekaligus menjadi
setara sesuai standar internasional. “Akhirnya pendaftaran mulai terbuka juga”
tertawa menyaksikan sesuatu di depan mata.
Siapapun
dapat mendaftarkan diri untuk menjadi seorang kandidat pejabat penting. Entah
itu artis, perempuan pelacur, orang miskin, pengusaha, dan lain sebagainya
dipersilahkan. Sekolah ini tidak akan memungut biaya sepersen pun. Sistem
pembayaran uang sekolah adalah kembali pada calon mahasiswa. Mereka harus siap
menjadi petani, pemulung, pembantu rumah tangga dosen, peternak, penjual kue/
sayuran/ ikan di pasar, dan beberapa jenis pekerjaan bergilir yang sudah
dipersiapkan.
“Presiden
iblis” sang wanita tua menyindir keras.
“Berhenti
berucap”
“Saya
sulit menjelaskan tentang anda” wanita tua menggeleng-geleng kepala.
“Lantas?”
“Satu-satunya
presiden menakutkan bahkan lebih dari kata menakutkan ketika saya melihat diri
anda bukan pemimpin lain” Kartub.
“Kalau saya psikopat ataupun iblis, lantas
kenapa kau menyukai hidupku?” bertanya lagi.
“Entahlah”
Kartub.
Bagian
2…
Ketja Lebe…
Suasana
pendaftaran menjadi pusat perhatian kalangan masyarakat. Tidak seorangpun bisa
mencalonkan diri sebagai pejabat tanpa ijazah dari sekolah tersebut. Entah
bersifat anggota dewan rakyat, bupati, walikota, menteri, gubernur, presiden,
dan wakil-wakil mereka, termasuk beberapa tempat lain harus melalui sekolah
ini. Ada begitu banyak pejabat hidup dalam hal-hal gila sampai detik sekarang.
beberapa tipekal pejabat di Negara tercinta diantaranya banyak bicara, tukang
bohong, KKN, egois, hanya pamer kegiatan aneh, munafik tingkat dewa, otak
dangkal, serakah, simpanan wanita di segala tempat, dan masih banyak lagi.
Terkadang,
ada juga pejabat jujur, hanya saja mudah dihancurkan karena sistem pertahanan
kurang kuat ketika serangan lawan datang. Kasusnya disini sang pejabat dituntut
mempunyai sesuatu yang sulit dibaca maupun dihancurkan oleh siapapun saat jalan
memang ada di tempat lurus alias jujur. Di lain tempat, masalah kejujuran tidak
perlu diragukan, tetapi sang pejabat memiliki kesulitan untuk menemukan cara
penyelesaian sebuah kasus. Kualitas otaknya di bawah standar dalam hal menciptakan
ide-ide kreatif/ terobosan-terobosan terbaru tanpa berpengaruh alias copy paste.
Yah,
kalau ada pejabat atau siapa saja yang tersinggung, buatku tidak masalah, kan
memang kenyataan hidup. “Jangan sampai beberapa kelompok tertentu melakukan kecurangan”
pernyataan cukup menekan terhadap si’menteri pendidikan terbaru. Bukan
keinginanku untuk berada di sekitar area semacam ini, tapi terpaksa kulakukan.
“Bagaimana
dengan pendaftaran para kandidat dosen-dosen berkualitas sesuai keinginanku
bukan keinginan pihak manapun?” melemparkan pertanyaan terhadap sang wanita
tua.
“Keinginan
anda tapi bukan saya?” ucapan sinis wanita tua.
“Ya
seperti itulah. Sesuai standar keinginanku, berarti kau mengerti”…
“Masih
dalam proses” jawaban ketus darinya.
“Sepertinya
saya ingin melakukan petualangan beberapa waktu ke depan” berbicara sambil
melakukan beberapa gerakan pemanasan olahraga.
“Jangan
melakukan sesuatu hal berbahaya” Kartub mulai curiga.
“Kalau
ada pejabat penting datang mencari, bilang saja lagi ada urusan pekerjaan atau
lagi sibuk atau terserah buat alasan apa saja” bernada cuek seolah tidak peduli
teguran dari wanita tua…
“Presiden
gila” satu-satunya manusia yang berani melontarkan ejekan semacam ini.
“Saya
sudah cukup stress melakoni beberapa peran dari anda” Kartub mulai gerah…
“Emang
apa yang sudah kulakukan?” pertanyaan bernada makin cuek.
“Menjadi
juru bicara, menteri pendidikan, mengatur semua yang ada di sini, dan masih
banyak lagi” Kartus terlihat kesal.
“Terkadang
kau sopan, lantas tiba-tiba terlihat memuakkan” menggeleng-geleng kepala.
“Itu
penderitaanmu bukan penderitaanku, ngerti?” berkata-kata kembali sambil
berjalan meninggalkan dirinya untuk melakukan sebuah penyamaran di beberapa
tempat.
Saya
ingin melihat situasi pendaftaran di banyak tempat. Sekaligus ingin ikut
berpartisipasi sebagai tim penguji bersama petualangan cukup menegangkan
nantinya. Berada dalam bus ternyata menyenangkan juga dan duduk sambil
menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Kaca mata besar, sandal jepit,
celana pendek, topi, dan tidak lupa memakai masker sekitar wajah membuatku
dapat berpetualang kemana saja.
Panas
terik membuat bajuku basah seketika. Petualangan di beberapa daerah tentu akan
menjadi satu cerita sekaligus pengalaman pribadi. Antrian panjang menyelimuti sebuah
gedung pencakar langit. Salah satu persyaratan mutlak adalah tidak melakukan
pendaftaran secara online dan berakhir dengan kejadian seperti sekarang.
“Hal
tergila yang pernah kulakukan” seorang pemuda berkata-kata sambil mengipas
wajahnya memakai selebaran kertas.
“Kapan
anginnya datang kalau Cuma pakai selembar kertas ringan gitu?”
menggeleng-geleng kepala melihat tingkah tengilnya.
Biasanya
antrian panjang seperti sekarang karena lagi mengikuti audisi mencari artis
atau bintang berbakat dalam hal menyanyi dan sebagainya. Saya pikir mereka
tidak tertarik, ternyata kata tergila-gila menjadi pejabat lagi ngetren juga. Lokasi
gedung sekolah untuk sementara masih dalam situasi darurat demi mengejar sumber
daya manusia berkualitas. Permasalahan perlengkapan belajar mengajar beserta
laboratorium akan dilengkapi semaksimalnya bagaimanapun caranya.
Tentu
ada banyak orang bertanya, kenapa lokasi harus berada di pedesaan? Agar mereka
belajar kehidupan bukan sekedar mengandalkan uang, popularitas, kesenangan, maupun
segala hal bersifat menyenangkan. Tentu jauh dari lokasi mall, bioskop, café
& resto, keramaian, dan semua tempat heboh-heboh dapat memudahkan kondisi
pembentukan kualitas otak mereka. Masih banyak alasan-alasan lain atas
pertanyaan tentang lokasi pedesaan bukan perkotaan. Bersebelahan dengan hutan
cukup luas sebagai tempat pelatihan militer terdengar menyenangkan juga.
Jadwal
pelatihan militer akan dikondisikan agar tidak merusak kegiatan perkuliahan
maupun pekerjaan lainnya. Mata kuliah umum bahkan paling berperan tiap
semesternya adalah politik, militer & pertahanan Negara, psikologi di
segala jurusan perkuliahan. Sesuai kesepakatan bersama bahwa kurikulum beserta
pokok pembahasan akan memakai 50% bahasa internasional alias bahasa asing.
Bukan karena saya tidak mencintai bahasa local, hanya saja permasalahan tata
etika bahasa dari zaman ke zaman akan terjadi perubahan besar. Terkadang
terdapat tanda baca beserta kata terhalus pada satu area yang mungkin juga
menjebak sekaligus mempermainkan diri. Tuntutan penguasaaan bahasa-bahasa
tinggi ataupun segala jenis tanda baca sekitar area bahasa asing memang harus
dipelajari sekaligus dikuasai.
“Ya,
cukup saya saja yang harus menjadi manusia bodoh karena tidak menguasai bahasa
asing” bergumam dalam hati. Pemakaian bahasa pasar untuk kehidupan sehari-hari
versi inggris saja kelewat bodoh. Jangan meniru hal jelek dari hidupku
teman-teman…
Kalau
ada yang bertanya, kenapa bisa jadi presiden? Bertanyalah pada diri sendiri
kenapa memilih saya bukan orang lain. Selain itu bawah dalam doa pertanyaanmu
tentang kenapa bisa presiden yang terpilih kelakuannya aneh atau otaknya cukup
kacau. “Mau beli es krim milikku atau permainan ini mungkin biar tidak gugup?”
seorang gadis remaja dengan tatanan rambut kuncir dua miliknya tiba-tiba saja
berdiri di depanku.
“Tidak,
terima kasih” menjawab gadis itu.
“Btw,
mamaku bilang biar mulut tetap segar di situasi panas terik gara-gara antri
pendaftaran jadi calon pejabat gila harus makan yang segar-segar juga sejenis
es krim” sang gadis kuncir dua.
Dia
pikir saya salah satu pendaftar dari sekian banyaknya orang. “Kakak, ayolah
beli jualanku biar wajahmu makin cantik” dia benar-benar hebat dalam hal
marketing.
“Apa
wajahku terlihat begitu imut yah?” pertanyaan kacau buatnya.
“Kata
mamaku, biar orang tua ataupun kakek-nenek tetap saja panggil dengan sebutan
kakak biar dagangan cepat laris manis terjual. Upppssss, kelewat polos”
tersadar sesuatu kemudian memukul kepalanya sendiri…
“Dasar
otak heng” menggeleng-geleng kepala.
“Zia
Shana Zia Shana…” seseorang berteriak melalui pengeras suara.
“Itu
namaku, doakan saya biar lulus murni menjadi calon pejabat gila di Negara
tercinta” gadis kuncir dua menepuk-nepuk bahuku sambil menitipkan dagangannya
sementara waktu.
Wajahnya
masih terlihat anak SMP, ternyata sudah umur dua puluh. Kenapa saya bisa tahu?
Yah karena foto kopi KTP miliknya terjatuh. “Ikut antri mendaftar sambil
berjualan?” hal tergila…
“Hei
kakak, kenapa bengong begitu di tengah keramaian?” sosok pemuda berpakaian
seperti penyanyi dangdut tahun tujuh puluhan menyapa tiba-tiba. Celana lebar
tujuh keliling bagian bawah, baju warna metalik, rambut berdiri amburadur, dan
tidak lupa kumis tebal bersarang di wajah sangat mencengangkan.
“Mau
daftar masuk sekolah pejabat?” kalimatku.
“Maksud
kakak, apa saya mau daftar biar bisa jadi pejabat terus memajukan model
fashionku yang sekarang khas tahun tempo dulu? Pertanyaan balik sang pemuda.
Tuhan,
kandidat macam apaan di depanku? Kenapa mereka semua kacau begini? Penampilan
stress bahkan kelewat stress tingkat dewa kalau mau dijabarkan lebih dalam. Mau
daftar sekolah atau apaan ini namanya? “Hai brother” sosok anak berpenampilan
punk bersama rambut warna warni maksudku menyala membahana menegur pemuda tadi.
“Papa
keterlaluan memaksa seenak jidat mendaftar sekolah hancur begini” di sebelah
kiriku terdapat salah seorang anak berpenampilan bersih melontarkan kata-kata
terhadap orang tuanya.
“Pemaksaan
tingkat dewa” tertawa sinis menatap mereka.
Hal
terkacau lagi adalah para manusia-manusia berumur tidak mau ketinggalan buat
mendaftar. Dari berbagai kalangan memiliki antusias tinggi agar bisa lulus di
sekolah pejabat kecuali anak berpenampilan bersih tadi. Tidak semudah itu
dinyatakan lulus. Ada begitu banyak tes yang masih harus dijalani baru bisa diterima
buat bersekolah. “Terima kasih kakak karena sudah menjaga barang jualan milikku
tanpa kekurangan satu apapun” gadis kuncir dua menepuk bahuku sangat keras
penuh semangat.
“Daganganku
habis” mata gadis kuncir dua terbelalak.
Saking
teriknya matahari, sampai-sampai mereka semua membeli barang dagangan milik
gadis kuncir dua. Petualangan menjadi penjual es membuatku akan ditertawakan
oleh Kartub. “Presiden menjual es?” benar-benar resseh. Saya pikir gadis itu
tidak mungkin lulus jika diperhatikan dari caranya berkominikasi maupun
berpenampilan.
Dia
dinyatakan lulus ke tahap selanjutnya. Sulit dipercaya menurutku. Gadis kuncir
dua berhasil masuk ke tahap selanjutnya. Apa mataku memang salah? “Kakak, tidak
lama lagi saya akan jadi penjual es sekitaran sekolah pejabat” dia memeluk kuat
tubuhku sampai saya sendiri kehabisan nafas.
Aneh?
Perasaan proses seleksi tidak semudah yang dibayangkan. “Saya butuh sistem seleksi ketat bukan permainan” kalimat ucapanku
itu masih terbayang segar membahana dalam ingatanku. Penekanan ucapanku
terhadap para penyeleksi terdengar menakutkan. Lantas, kok bisa yah gadis
kuncir dua lulus?
Tiba-tiba
saja tubuhku dikejutkan oleh perkelahian sekitar jalan sepi setelah saya
berjalan meninggalkan pusat pendaftaran tadi. “Bukannya anak itu si’pendaftar
tadi?” bertanya kebingungan melihat aksi perkelahian mereka.
Rambut
dia saja yang terlihat warna warni bersama tampilan punk, tapi aslinya kelewat
lemah. Sekelompok preman memukul tubuh remaja tersebut berulang kali hingga
mengucurkan banyak darah segar. “Berhenti!” teriak beberapa orang dari arah
utara berniat menghentikan pemukulan tersebut. Para preman berlari ketakutan
seketika setelah melihat beberapa dari mereka berpakaian seragam. Anak remaja
punk berusaha berdiri dan tidak ingin dibantu oleh siapapun.
“Mau
kemana?” seorang pria tua menegur.
“Buat
apa paman bertanya?” pertanyaan balik sang anak punk.
“Papimu
menunggu di rumah” pria tua mengucapkan sebuah kalimat hingga langkahnya
terhenti seketika.
Ternyata
anak punk bukan orang biasa, melainkan berasal dari konglomerat. Kenapa juga
harus tidur di jalan? “Saya tidak punya orang tua” jawaban dingin darinya.
Manusia punk berjalan tanpa ke depan tanpa membalikkan tubuh. Entah kenapa juga
dua kakiku terus mengekor diam-diam di belakangnya. Pertama kalinya, saya
melihat anak laki-laki bergaya punk menangis begitu keras di tengah kesunyian
malam. Permainan hidup menghancurkan ruang hati miliknya.
“Tampilan
luar saja terlihat menyeramkan” sedikit tertawa sambil menggeleng-geleng
kepala.
“Lukamu
perlu dibersihkan, jadi, berhenti menangis!” hal terbodoh adalah tubuhku
berjalan begitu saja ke hadapan sang anak punk. Tangisannya menghanyutkan
suasana gelap sekitar kami.
“Kau
siapa?” dia segera menghentikan tangisannya.
“Kau
tidak mengenalku?” berusaha mengingatkan sesuatu.
“Kakak
si’penjual es tadi” ingatan manusia punk ternyata sangat tajam.
Saya
ingat betul cara dia menatap tajam ketika mengambil es dari sebuah kotak seakan
ingin memakan hidup-hidup. Tidak membayar dan lansung pergi begitu saja. “Kau
tidak sakit sampai memanggilku dengan sebutan kakak?” sedikit menyindir.
“Biarkan
saya membersihkan lukamu” segera membuka kotak kresek plastic…
“Tidak
perlu, nanti juga sembuh sendiri” ucapan anak punk.
“Dasar
menyebalkan, ayo duduk!” nada memerintah.
Luar
saja terlihat menyeramkan, namun jauh di dasar hati benar-benar rapuh. “Kenapa
kau begitu membenci ayahmu sendiri?” bertanya kembali setelah pekerjaan sebagai
perawat dadakan selesai.
“Saya
tidak sengaja mendengar percakapan antara kau dan pamanmu” berkata-kata lagi.
Dia terus diam di tengah kesunyian malam. Ayunan tempat duduknya seakan
menyimpan satu memory dalam dirinya. Yah, sejak tadi kami berdua berada di
sekitar taman bermain anak.
“Apapun
masalah antara kau dan orang tuamu, setidaknya buat mereka menyesali
perbuatannya terhadap dirimu” menepuk bahu manusia punk.
“Menyesali?”
manusia punk.
“Kau
harus balas dendam dengan cara paling cerdik” menyatakan satu kalimat.
“Saya
sudah berusaha balas dendam terhadap mereka” manusia punk.
“Balas
dendammu terlalu kampungan” sindirku.
“Papi
dan mami bercerai. Singkat cerita seiring waktu berjalan akhirnya mereka
mempunyai keluarga masing-masing. Seolah lupa terhadap anak sendiri bahkan
lebih sibuk memperhatikan keluarga baru,” manusia punk mulai bercerita sesuatu…
“Saya
sengaja membuat mereka malu sebagai aksi balas dendam terbaikku. Berkelahi,
bolos sekolah, tidur di jalanan, menjadi anak punk, dan masih banyak lagi
menjadi jalanku. Anak berprestasi lantas menjalani kehidupan iblis terdengar
keren bukan?” manusia punk tertawa…
“Berarti
kau belum lulus sekolah?” pertanyaanku.
“Saya
sudah lulus sekolah dua tahun lalu dan selama itu pula hidupku lebih banyak
dihabiskan di jalanan ketimbang mengenal rumah orang tua” manusia punk.
“Siapa
namamu?”
“Papi
memberiku nama Hibab Pastin” manusia punk.
Bagian
3…
Hibab Pastin…
Kenapa
bisa mulutku begitu saja bercerita banyak hal tentang kehidupan keluarga. Kakak
penjual es tiba-tiba berdiri berjalan ke arahku bahkan menjadi penonton terbaik
ketika saya menangis keras. “Balas dendam yang kau lakukan tu kelewat pasaran”
menepuk bahuku.
“Balas
dendam versi kakak yang tidak pasaran tu gimana?”
“Kau
harus lulus kuliah dengan nilai terbaik kemudian menjadi pejabat biar mereka
menjadi malu karena tidak pernah menganggapmu ada” kakak penjual es.
“Sama
saja membuat mereka bangga, lebih parah lagi ucapan kalau bukan karena saya
mana mungkin bisa jadi begini bla bla bla”…
“Sekolah
pejabat tidak bisa memakai uang orang tua, melainkan tuntutan keringat sendiri”
kakak penjual es.
Saya
tadi berada di tengah keramaian bukan untuk mendaftar melainkan ingin main
copet-copetan. “Mami papi bersama orang di sekitarku selalu bilang kalau saya
tidak mungkin memiliki masa depan cerah seperti orang lain” berkata-kata dengan
wajah tertunduk.
“Kau
harus balas dendam dengan cara membuktikan kalau ucapan mereka tidak akan
berlaku atasmu, ngerti?” kakak penjual es.
“Jangan
karena hidupmu berasal dari keluarga broken home lantas semua hancur” kakak
penjual es berkata-kata lagi.
“Rasanya
mustahil” ucapan menyedihkan.
“Apa
sih yang tidak buat Tuhan, jangan pernah berkata terlalu mustahil” kakak
penjual es.
“Entahlah”…
“Balas
dendam terbaik menurut versiku adalah sebuah prestasi sehingga orang tuamu
maupun orang di luar sana malu berkeping-keping” kakak penjual es.
“Kalau
hidupmu hancur berantakan begini, malahan orang tua, saudara tiri, terlebih
orang banyak makin tertawa keras. Lantas gimana cerita kalau begini?” kakak
penjual es kembali menepuk bahuku.
Ucapan
kakak penjual es ada benarnya juga sih kalau dipikir-pikir lagi. Merenung
sepanjang malam tentang ucapannya membuat mataku terus saja melek. Dia
tiba-tiba saja menghilang setelah membuat sebuah pernyataan terakhir semalam. Kenapa
bisa dua kakiku tiba-tiba saja berlari menuju sebuah gedung. Ternyata hari
terakhir pendaftaran hari ini bahkan nama saya berada di urutan paling akhir.
“Hibab
Pastin, apa penyebab sosok sepertimu melangkahkan kaki sekaligus berdiri di
hadapan kami semua?” salah satu dari penyeleksi melemparkan pertanyaan. Awal
mula pemanasan wawancara untuk mendapat selembar kertas pendaftaran ke tahap
dua.
“Belum
bisa menjawab atau bagaimana?” kembali melempar pertanyaan.
“Saya
ingin balas dendam” jawaban polos dariku.
“What?
Balas dendam?” salah seorang penyeleksi berteriak.
Andaikan
saya bercerita tentang kehidupan keluarga berarti hidupku hanya ingin menjual
sebuah cerita biar mendapat belas kasihan. “Anak punk, berandalan, pelacur,
atau siapapun juga bisa memiliki satu jalan cerita manis sama seperti yang
lain. Defenisi balas dendam disini bercerita tentang objek kata positif bukan
hal negative ketika dua kaki sedang berjalan ataukah berlari kuat” menjawab
pertanyaan pihak penyeleksi.
“Apa
kau yakin anak berandalan, hancur, berantakan bisa memperbaiki sekaligus
membentuk pola pikir satu negara atau bahkan lebih dari itu dalam hal-hal
bersifat positif?” pertanyaan mereka lagi.
“Tidak
ada hal yang tidak mungkin bagi Tuhan. Jadi, beri saya kesempatan”…
“Apa
saya bisa memegang ucapanmu andaikan kami memberi selembar kertas pendaftaran
ke tahap selanjutnya?” ujar seorang penyeleksi.
“Saya
akan belajar” saya sendiri meragukan jawabanku. Entahlah. Bagaimana cara
berjalan biarlah sang pencipta memberi petunjuk terbaik dan tidak bersifat
pasaran.
“Kalau
anak punk, brutal, hancur, iblis seperti dirimu bisa menjelaskan gambar di
depan berarti kau bisa lanjut mengikuti pendaftaran tes tertulis berikutnya”
seorang penyeleksi berusaha ingin memberi kesempatan.
“Penampilanmu
saja membuat kami semua ragu 100%, apa lagi masalah kualitas otak terlebih
kepribadian seorang anak punk, buatku tidak ada harapan sama sekali” dia
kembali melanjutkan ucapannya.
“Gelap
tidak akan selamanya menjadi gelap, sedangkan terang tidak akan selamanya
menjadi terang sesuai harapan” kalimat terbodoh yang pernah kuucapkan. Saya hanya
ingin mencoba peruntungan semata demi aksi balas dendamku sendiri. Kehidupanku
memang belum mengenal pertobatan alias masih dalam posisi iblis. Seperti ada
sesuatu mendorong tubuhku untuk berada disini karena hari ini adalah hari
terakhir pendaftaran.
Mereka
memberikan saya sebuah gambar berisi tentang beberapa objek. Sebuah tangan
hendak memegang antara angin, api, air agar bisa lepas dari sebuah cengkraman
rantai. Jebakan terparah beserta objek-objek di luar dugaan mengalir melalui
gambar tersebut. Salah berucap berarti saya harus siap menghentikan aksi balas
dendamku. Angin menggambarkan situasi tidak menentu sekitar jalan. Ada saat
dimana jalan hidup dibawah oleh arus angin segar hingga kaki sendiri tidak
pernah menyadari tentang titik terberat pada diri sendiri bahkan terjebak tanpa
sadar. Makna lain dari kata angin adalah posisi deru debu, puting beliung, dan
badai menyatu pada sebuah lingkaran menyatakan jeritan tidak biasa ketika
berjalan. Makna pada gambar tersebut berada di mana untuk objek kata angin?
Tangan
bercerita tentang pilihan hidup akan mengutamakan siapa dari ketiga objek tadi?
Api berkata-kata akan pada keadaan membara, panas, terbakar, terluka, jeritan
terdengar menakutkan lebih dari lukisan kata tersebut. Di tempat lain air
mengutarakan pembersihan dari sesuatu yang dikatakan bernoda. Air juga dapat
bercerita tentang tetesan tangisan yang sedang mengudara dan berkumpul menjadi
satu dalam sebuah penampungan. Tiga objek kata saling berhubungan, tetapi juga
bisa menjadi perlawanan satu sama lain.
“Objek
mana akan kau ambil terlebih dahulu untuk digenggam, mana yang akan dibuang, lantas
tanganmu lebih mengistimewakan siapa?” mereka membuatku frustasi memilih
jawaban tidak masuk akal.
“Bukan
karena saya ingin mencari simpatik siapapun termasuk pihak juri, melainkan
status diriku sebagai anak brutal sekaligus punk sehingga tanganku akan memilih
air terlebih dahulu untuk menghancurkan semua racun sekaligus noda hidup” entah
kenapa sisi pertobatan mulai bergentayangan di atas permukaan laut.
“Saya
akan lebih memilih membuang angin bukan karena tanpa alasan, tetapi terkadang
karena situasi sejuk menyegarkan sehingga jalan sendiri tanpa sadar terjebak
oleh banyak lorong. Api merupakan objek yang harus dipertahankan oleh tanganku
walaupun kekuatanku sendiri terlampau lemah untuk nenggenggam kata tersebut”
rasa-rasanya saya ingin tertawa sinis sekeras mungkin atas jawabanku tadi.
Gambar
menjebak bercerita tentang ribuan makna tidak biasa. Kenapa bisa anak iblis
sepertiku berkata-kata bijak seperti tadi? Tujuanku bukan untuk menjadi seorang
pejabat melainkan hanyalah bahan balas dendam semata terhadap banyak pihak di
sekitarku. Mereka memberiku selembar kertas pendaftaran untuk proses seleksi
berikutnya. Tidak disangka seorang kakak mengajari hidupku cara balas dendam
terbaik. Lebih gila lagi adalah dua kakiku tiba-tiba saja ingin kembali ke
tempat ini…
“Secara
logika, kami semua sulit percaya sosok anak brutal sekaligus punk bisa menjadi
seorang pemimpin terlebih di dunia pemerintahan” salah satu pihak penyeleksi
menatap tajam ke arahku.
“Buat
saya bisa percaya kalau ternyata sosok anak iblis, brutal, punk dapat memegang
sekaligus menjadi pelita kecil dalam ruang gelap bangsa di negara ini” dia berucap kembali sambil memegang selembar
kertas di tangannya.
Melangkah
ke tahap selanjutnya? Benar-benar mujizat. Lembaran kertas pendaftaran di
tangan memberi beberapa jurusan dan saya harus memilih salah satunya. Menurut
informasi, bahwa pihak pemerintah sengaja memberi pilihan jurusan karena begitu
banyak bidang-bidang penting berada di ujung tanduk walaupun kelihatannya
terlihat hidup. Mata kuliah politik, kepemimpinan, militer akan hadir di tiap
semester dengan sistem berbeda-beda.
Saya
sendiri tidak memiliki mimpi hingga detik sekarang. Menggulung-gulung kertas
berisi beberapa jenis jurusan, kemudian mengocok seperti orang lagi arisan.
Terlihat kekanak-kanakan dan membuatku ingin menertawakan diri sendiri.
“Pendidikan” isi tulisan dari gulungan kerta yang keluar.
“Tuhan,
apa ini permainan atau apaan? Bisa-bisanya manusia punk sekaligus iblis akan
berada di dunia pendidikan suatu hari kelak andaikan lulus?” sangat-sangat gila
menurutku…
Pusing
memilih jurusan sehingga mengikuti saja objek kata tadi. Memilih jurusan
pendidikan untuk sebuah tantangan balas dendam semacam anak iblis sepertiku.
Saya harus mengumpulkan banyak buku dalam waktu singkat buat bahan persiapan
ujian tertulis. Orang tua atau siapapun tidak pernah tahu apa yang sedang
kulakukan. Tumpukan buku bertebaran dimana-mana, sedangkan otakku harus
berkompromi atas situasi ke depan.
“Benar-benar
mujizat andaikan saya lulus” berkata-kata dalam hati melihat lautan manusia
sedang antri mendaftar ke tahap lanjutan. Berusaha kuat menyembunyikan hal ini
dari anggota keluarga. Mereka juga kan tidak pernah mau tahu perasaanku
sebenarnya. Aksi balas dendam terbaik menurut versi kakak tidak kukenal adalah
membuat mereka terkejut.
Saya
berusaha merubah penampilanku sendiri menjadi sosok pria lugu, sederhana,
bahkan mirip manusia tanpa dosa sama sekali. “Kalau ga begini pasti ga bakalan
lulu” celoteh seorang diri depan cermin. Kemarin saja saya hampir gagal masuk
tahap berikutnya karena penampilan punk sewaktu tes wawancara pertama. Di
tempat lain, pendaftaran akan dimulai terlebih dahulu setelahnya seleksi berkas,
tes tertulis, dan terakhir wawancara. Kata tadi tidak berlaku untuk proses
seleksi disini, kenapa? Wawancara lebih diutamakan di awal, andaikan lulus
berarti proses pendaftaran, seleksi berkas, tes tertulis, bersam puluhan tes
tak terduga lainnya.
Saya
sebenarnya sudah mengalami kegagalan di awal inteviuw, entah kenapa bisa
tiba-tiba saja dinyatakan lolos. Detik-detik terakhir namaku hampir-hampir
dinyatakan gagal total tiap menjalani tes ke level berikutnya. “Selalu saja
memberi pernyataan menjebak” menggeleng-geleng kepala tiap berada di depan
pihak penyeleksi.
“Perpaduan
warna antara tua dan muda, sisi ruang plus minesnya berada dimana?” tatapan
mata sang juri kelewat mencengkaram.
“Apakah
terdapat ruang kelam, ribuan garis tertentu, dan jalan-jalan tersembunyi sekitar perpaduan warna dari kotak di sana”
pertanyaan berikut setelah sukses melewati tes tertulis.
Proses
seleksi lain lagi adalah penyusunan data ataupun gambar abstrak dalam sebuah
ruangan. Di tempat lain terdapat sejumlah anak dengan beberapa kasus tertentu.
Sebagai calon dengan jurusan pendidikan, maka secara tajam pihak penyeleksi
seolah sengaja memainkan situasi terhadap ruang tersebut untuk menemukan
sesuatu dalam diri calon mahasiswa baru.
Ada
banyak kasus demi kasus dimainkan oleh pihak penyeleksi pada tahapan-tahapan
level berikutnya. Peranan tes tertulis hanya sekitar beberapa persen saja,
setelahnya objek-objek menjebak langsung maupun tidak langsung dimainkan baik
secara umum maupun sesuai peraturan jurusan masing-masing. Lautan manusia berubah secara drastis menjadi sangat sedikit
oleh karena permainan tiap level memang menyeramkan.
Perwakilan
tiap provinsi hanya sekitaran belasan orang saja dari keseluruhan jurusan.
Pihak penyeleksi sengaja melakukan pembatasan jumlah mahasiswa dikarenakan
beberapa alasan tertentu. Hal tergila adalah namaku selalu berada diurutan
terakhir atau hampir-hampir dilupakan. Entah bagaimana cerita sehingga terdapat
proses tambahan satu atau dua orang lagi.
“Maaf
masih ada satu nama lagi terlupakan” sang penyeleksi seperti melakukan
kesalaahan hari ini.
“Kami
sepakat memberi kesempatan terhadap satu atau dua orang di antara kalian
mengingat proses ketat tadi memiliki perbedaan nilai sebelas dua belas” ucapan
tersebut memberiku setitik harapan.
Anggota
keluargaku masih belum menyadari apa yang sedang kulakukan. Masing-masing
keluarga papi maupun mami hanya berpikir jika saya sedang tidur di jalanan atau
memalak seseorang alias menjadi preman kampung. “Hibab Pastin” masih belum
percaya namaku terdaftar dalam daftar pengumuman terakhir. Berarti saya resmi
menjadi mahasiswa milik pemerintah…
“Saya
seorang calon pejabat suatu hari kelak?” masih belum percaya…
“Maksudku
calon pendidik” tertawa lebar di jalanan seorang diri.
Gudang
kecil tempatku berteduh dari terik panas maupun hujan akan menjadi sunyi tanpa
kehadiran sosok manusia punk. Tidak ada yang tahu tempat tinggalku selama ini.
Saya juga menghabiskan waktu hidup di jalanan, tetapi terkadang gudang tersebut
menjadi saksi tangisku ketika hidupku benar-benar rapuh.
“Selamat
tinggal cermin kecil” tersenyum menatap cermin…
“Saya
harus melakukan aksi balas dendam luar biasa untuk membuat papi mami malu
seketika” tersenyum lebar penuh semangat ketika sedang melakukan pendaftaran
ulang bagi mahasiswa yang dinyatakan lulus.
Persyaratan
mutlak bagi mahasiswa baru adalah larangan membawa pakaian berlebihan ke asrama
kampus. Barang-barang mewah seperti arloji, perhiasan, handphone, tas, segala
hal berbau branded harus dilenyapkan alias tinggalkan saja di rumah. Masalah handphone,
laptop, tas, sepatu, dan beberapa peralatan sudah dipersiapkan oleh pihak
kampus. Tidak ada pemungutan biaya sepersen pun ketika pendaftaran ulang.
“Dimana
kompor gasnya buat memasak?” salah seorang mahasiswa terlihat bingung.
Akhir
cerita adalah dimana saya sekarang berada di sebuah pedesaan kecil jauh dari
perkotaan. Tinggal di asrama pria karena saya bukan perempuan. “Tidak ada
perlakuan istimewa dari pihak kampus terhadap anak pejabat kek ataukah manusia
pengusaha, ngerti?” suara menyeramkan kepala asrama.
“Tugas
masak memasak akan dilakukan bergilir sesuai jadwal” ucapan kepala asrama.
“Kompor
gasnya dimana ibu?” seseorang mengangkat tangan.
“Disini
tidak mengenal kompor gas artinya kalian harus memasak memakai dapur kayu”
jawaban kepala asrama.
Sistem
pembayaran uang sekolah harus memakai hasil keringat sendiri. Para mahasiswa
akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
tertentu secara bergilir. Petani, peternak, pembantu rumah tangga bagi
rumah-rumah dosen, cleaning servis di kampus, pemulung, penjual sayuran/ikan,
membuat kue ataupun menjajahkan di jalanan, merawat anak-anak panti asuhan, dan
beberapa jenis pekerjaan lainnya harus dilakoni oleh seluruh mahasiswa secara
bergantian sesuai jadwal masing-masing.
“Jangan
sekali-kali meminta uang ataupun menyimpan ATM untuk kebutuhan pribadi dari
orang tua karena bisa saja kalian akan dikeluarkan oleh pihak kampus” penekanan
luar biasa sosok kepala asrama.
“Ini
kampus atau penjara bawah tanah?” bertanya-tanya pada diri sendiri.
Pertama
kalinya sosok Hibab Pastin harus bangun subuh-subuh untuk berdoa bersama dengan
mereka, sesudahnya berjalan gelap-gelap menuju sawah sebagai pembajak tanpa
menggunakan peralatan modern. Jadwal pekerjaanku selama sebulan berada di sawah
untuk membajak sekaligus menanam padi. Latihan militer akan dilakukan 2x dalam
seminggu tanpa ada perkuliahan di kampus.
Seluruh
badan sakit setelah membajak beberapa jam sekitar persawahan. Pukul setengah
tujuh pagi sudah harus kembali ke asrama buat bersih-bersih. Masing-masing dari
kami memiliki loker penyimpanan barang-barang seperti piring, gelas, sendok,
dan lain sebagainya. Untung saja kamar mandi berada di kamar masing-masing
sehingga tidak terjadi antrian panjang. Di larang keras mencuci pakaian di kamar
mandi sesuai peraturan undang-undang kampus.
Pihak
kampus sengaja tidak membuka kantin untuk beberapa alasan. Jadi, kesimpulan
cerita masing-masing mahasiswa harus membawa bekal makan minum dari asrama.
Bagi mereka yang dijadwalkan memasak selama sebulan tidak perlu melakukan
pekerjaan lain, namun diharuskan berada di dapur untuk mengelola makanan bagi
penghuni asrama. Kami semua diberi kotak bekal beserta botol air minum ukuran
satu setengah liter. Setelah jam perkuliahan selesai maka harus kembali ke
tempat kerja yang sudah dijadwalkan. Artinya saya harus bekerja sekitar dua
atau tiga jam lagi di sawah sambil mengerjakan tugas pemberian dosen.
Benar-benar gila...
Perkuliahan
dimulai dari pukul 7.30 – 15.00, sedangkan jam istirahat diberlakukan selama
sejam sekitar pukul 12.00 – 13.00. Kegiatan cuci mencuci akan dilakukan di hari
Sabtu bertempat sekitar kali sungai yang telah di persiapkan tidak jauh dari
asrama. Sejak pagi seluruh penghuni seakan membuat barisan acara cuci mencuci
di pinggir kali sekaligus berebut tempat. Tidak ada kegiatan perkuliahan pada
hari tersebut selain acara tadi dan juga kegiatan klub di kampus.
Aneka
jenis klub dipersiapkan seperti memasak, seni lukis, music, sepak bola, basket,
bulu tangkis, kerajinan, dan beberapa bidang lainnya lagi. Satu gedung khusus digunakan
untuk menjalankan seluruh kegiatan klub di kampus. Dana masing-masing klub
diperoleh dari konten youtube sehingga kami semua harus mengeluarkan ide
kreatif demi mendapat uang. Yah, pihak kampus sengaja membuat satu akun youtube
untuk seluruh penghuni klub, jadi hasilnya akan dibagi rata.
Di
sini tidak kenal mengenal yang namanya beasiswa maupun tanggungan kampus,
artinya mahasiwa harus berusaha sendiri. Menjadi angkatan pertama terdengar
menyebalkan karena harus bisa mengembangkan ataupun mencari pengikut pada akun
youtobe. “Ini kampus atau neraka?” menggeleng-geleng kepala menyaksikan
objek-objek depan mata.
“Ruang
apaan ini?” menemukan sebuah ruang.
“Hai,
masuklah!” seorang pria berpakaian sederhana tersenyum ke arahku.
“Apa
kau ingin berbagi cerita denganku?” dia bertanya lagi.
“Maksud
anda?” saya makin bingung.
“Berarti
kau masih belum sadar yah kalau kampus sengaja menyediakan ruangan ini bagi
mahasiswa yang dikatakan lagi stress-stres berat, artinya saya akan menjadi
sahabatmu untuk meluapkan segala keluh kesahmu” ucapanya.
“Ruangan
ini?” masih bingung.
“Kau
tidak membaca tulisan di pintu?” pertanyaan dia kembali.
“Memangnya
tulisan apaan di depan sana?” pertanyaan balik.
“Ruang
persahabatan, understand?” jawaban terkacau.
“Ternyata
di balik neraka masih terselip surga tersembunyi” tawaku meledak seketika.
“Buatmu
kampus ini neraka, tapi buatku kampus ini kehidupan sekaligus masa depan
bangsamu sendiri ke depan, understand?” kalimatnya kembali.
“Tiap
negara memiliki cara tersendiri untuk mengatasi permasalahannya masing-masing
dan itu tidak sama. Seiring berjalannya waktu kau akan mengerti apa, mengapa,
bagaimana serta banyak lagi objek-objek lain tentang aturan pendidikan disini”
ucapan tersebut seakan menghentikan tawaku seketika.
Jauh
dari perkotaan, apakah kampus ini layak dikategorikan sistem pendidikan
berkualitas? Seluruh badan kesakitan melakukan segala jenis pekerjaan kacau.
Saya harus berjuang membajak, menanam padi, mencabut rumput, menyemprot hama
sekitar persawahan, menghentikan semua jenis burung biar tidak melenyapkan
hasil kerja kerasku. Makan apa adanya hasil masakan para mahasiswa yang memang
tidak tahu menahu masalah masak memasak. “Ini membuatku gila sekaligus tidak
waras” merenung di dalam kamar setelah dari ruang tadi.
Bagian
4…
Harok
mendapat kepercayaan dari sang presiden untuk membuka ruang persahabatan di
antara para mahasiswa. “Sistem yang kau terapkan sedikit mengerikan sekaligus
kampungan” ucapan Harok menatap presiden di hadapannya seolah tidak memiliki
rasa takut sedikitpun.
“Lantas
maumu harus segemulai tangan perempuan?” sang presiden membalas tajam.
“Entahlah,
terserah” Harok mendorong kursi sang presiden seakan tidak perduli tokoh nomor
satu negara ini mengalami cedera.
“Keterlaluan,
dasar manusia iblis” presiden Ketja.
“Begini
saja, tinggalkan pekerjaanmu untuk sementara kemudian ubah dirimu menjadi
malaikat tanpa sayap” Ketja segera bangkit dari kursi menatap tajam pria di
depannya.
“Raut
wajah mencurigakan” Harok segera ingin beranjak dari ruang tersebut.
“Mau
pergi kemana?” Ketja menarik keras kemeja milik Harok.
“Ada
pekerjaan penting” Harok mencari alasan.
“Kau
harus berada di ruang persahabatan di kampus sana biar sisi malaikat tanpa
sayapmu keluar” Ketja berkata-kata sinis…
“Presiden
gila” teriak Harok.
“Kau
berani melawan presiden manusia nomor satu negara ini?” Ketja.
“Kau
hanya presiden gila” makian Harok.
“Bentuk
wajah dan kepribadianmu sangat cocok buat dijadikan malaikat” Ketja.
Mau
tidak mau Harok sahabat presiden harus menerima kenyataan berada di sebuah
pedesaan kecil menjadi sosok malaikat. “Kalau bukan karena pemaksaan gila
perempuan ini, saya juga bakalan tidak mau” Harok terlihat kesal memasuki kamar
sederhana setelah perjalanan jauh.
“Presiden
perempuan pertama dengan kepribadian gila” menulis pesan makian melalui salah
satu aplikasi medsos.
“Terus
saya harus bilang wow gitu?” balasan menohok Ketja.
Akhir
cerita, Harok memulai pekerjaannya di kampus sebagai sosok penatua, pendeta,
ustads, biksu, psikolog di ruang persahabatan. Kenapa ruang ini sengaja
dibangun oleh sang presiden? Ada begitu banyak tekanan, beban, masalah,
pembentukan keras sehingga tidak menutup kemungkinan para mahasiswa akan
mengalami situasi depresi atau bahkan bisa saja bunuh diri seketika itu juga.
Membentuk
kualitas otak mereka tidak semudah pemikiran orang banyak. Kurikulum berstandar
tinggi/ keras bisa saja menyebabkan situasi gesekan bersama penolakan sekitar
ruang pribadi mereka. Di lain tempat masalah kepribadian juga menjadi masalah
terbesar sehingga program-program didikan memakai sistem kelewat batas dan harus
dijalankan. Ada begitu banyak pejabat selalu saja berada pada kata iblis ketika
sedang menduduki satu kursi terbaik.
Setelah
berada di antara para mahasiswa, akhirnya sosok Harok menyadari maksud sang
presiden bertindak keras. Tiba-tiba saja seorang mahasiswa berjalan masuk ke
ruang tempat dia menjalankan tugas. Terjadi percakapan sadis antara Harok dan
mahasiswa tersebut. “Kenapa bisa saya mengucapkan pernyataan tadi, pada hal sama
saja membela kelakuan presiden gila” cetus Harok dalam hati.
“Kalau
memang kau tidak suka kuliah di tempat seperti ini, tinggal memilih keluar”
Harok menepuk-nepuk bahu mahasiswa di depannya.
“Kalau
berhenti berarti saya gagal jadi pejabat nantinya dong” balasan sinis…
“Siapa
namamu?” Harok.
“Hibab
Pastin” jawaban tegas sang mahasiswa.
“Berarti
kau manusia punk satu-satunya yang dinyatakan lulus pada hal hampir-hampir
tidak mendapat predikat kelulusan” Harok.
“Kenapa
bisa tahu?” Hibab.
“Telingaku
kan kelewat panjang, lagian masa kau tidak sadar kalau salah satu personil
penyeleksi di tempatmu kemarin ada wajahku terpampang” Harok.
“Btw,
semoga masih bisa bertahan, karena sistem gugur dimainkan andaikan gagal 2x
percobaan” Harok kembali menepuk-nepuk bahu mahasiswa tersebut.
Hibab
tidak lagi membalas kalimat pernyataan Harok. Mahasiswa itu berjalan keluar
meninggalkan dirinya dalam ruang seorang diri. Merenung memikirkan percakapan
antara dirinya dan mahasiswa tadi membuat dia kesulitan tidur. Pagi-pagi sekali
seseorang mengetuk pintu rumah miliknya. Sesuai peraturan seluruh tenaga
pengajar beserta para staf harus tinggal di sekitar komplek rumah tidak jauh
dari kampus yang telah disediakan sebelumnya.
“Siapa
lagi mengetuk pintu subuh-subuh begini?” kekesalan Harok.
“Permisi,
nama saya Zia Shana pembantu rumah tangga bapak selama sebulan penuh” gadis
cantik berdiri depan pintu rumah Harok.
“Seperti
ada yang salah, tunggu sebentar” Harok kembali menutup pintu bergegas mencari
handphone miliknya.
“Presiden
gila, sadar tidak kalau pembantu rumah tangga di rumahku perempuan” makian
Harok di telepon pagi-pagi buta.
“Bagus
dong sekalian cuci mata” balasan Ketja.
“Saya
ini pria lantas harus tinggal ma perempuan, pikir pakai otak” Harok.
“Minimal
menguji imanmu, ngerti?” Ketja.
“Hentikan
kegilaanmu” Harok.
“Memangnya
kalau pembantu rumah tangga di rumahmu itu laki-laki terus ga akan terjadi
sesuatu?” Ketja.
“Maksudmu?”
Harok.
“Sekarang
lagi zamannya main LGBT- bitian” Ketja.
“Dasar
presiden tidak waras, ke laut saja” Harok.
“Tarik
napas dalam-dalam lantas telan” Ketja.
“Saya
makin stress” makian Harok.
“Lagian
siapa juga menyuruh gadis itu tinggal di rumahmu, situ saja berpikiran negative
berlebih” Ketja.
“Lantas
LGBT-bitian tadi maksudmu apaan?” Harok.
“Memangnya
saya menyuruh main LGBT-bitian? Maksudku biasanya itu iblis bermain-main, kan
situ duluan yang mulai” Ketja.
“Pikiranmu
kelewat sesat” Harok.
“Hello,
kelompok kaum mereka sedang berjuang keras biar mendapat pengakuan dunia bahwa
kehidupan semacam ini sangat normal dan bukan sebuah dosa besar” Ketja.
“Kau
kan presiden, kenapa…?” Harok.
“Pemikiran
masing-masing pemimpin dunia berbeda, walaupun dikatakan saya berada pada kata
melawan yah tetap saja perjuangan luar biasa kelompok tersebut lebih dinilai
oleh para tokoh-tokoh berpengaruh” Ketja.
“Kasihan
amat hidumu antara ingin berteriak melawan atau mengikuti” Harok.
“Bukan
hidupku yang kasihan melainan kehidupan mereka, ngerti?” Ketja.
“Saya
dengar wanita itu punya pengaruh luar biasa apa lagi kau kan presiden tentu
bisa dong nyerang sekaligus memakan hidup-hidup kaum LGBT” Harok.
“Sebenarnya
sih mereka butuh dirangkul, tetapi tidak mengiyakan kehidupan seperti itu.
Jangan menjadi pembenci terhadap kelompok tersebut dan jadilah sahabat menurut
versimu selama tidak melewati batas Tuhan” Ketja.
“Btw,
kau tadi menelpon masalah pembantu perempuan bukan kasus LGBT-bitian lantas
kenapa sudah menyimpang?” Ketja.
“Kau
kan yang memancing duluan” Harok.
“Bapak,
apa tidak kasihan ma saya?” Zia berteriak menggigil kedinginan.
“Nanti
Zia sakit terus batal jadi pejabat” gadis itu menggedor-gedor pintu rumah.
“Mampus”
teriak Harok segera mematikan handphone miliknya sambil berlari keluar.
Salah
satu pekerjaan penghuni kampus adalah menjadi pembantu rumah tangga.
Mengerjakan segala pekerjaan rumah seperti cuci piring, memasak, membersihkan
rumah, menjadi baby sister, mencuci pakaian secara manual alias tidak pakai
mesin cuci, seterika. “Minumlah!” Harok menyodorkan segelas teh panas. Siapa
pernah menyangka gadis penjual es dinyatakan lulus sebagai mahasiswa dari
ratusan ribu pendaftar.
“Makasih”
Zia tanpa ada kata canggung langsung mengambil gelas berisi teh.
“Pelan-pelan”
tegur Harok.
“Kenapa
jadi terlihat mirip kelakuan presiden gila, kok sebelas dua belas yah?” Harok
memperhatikan sikap Zia di depan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Setelah
baikan, Zia memulai aktifitasnya sebagai pembantu di rumah Harok salah satu
staf kampus. Semua pekerjaan harus selesai sebelum pukul setengah tujuh pagi.
Dia sendiri mengambil jurusan hukum ketika pendaftaran dengan akhir kata
dinyatakan lulus. Tempat tinggal Zia selama melakoni pekerjaan pembantu adalah
rumah tetangga sebelah. Kenapa bisa? Dikarenakan Harok berjenis kelamin pria
bukan wanita sehingga pihak kampus tidak mengizinkan tinggal serumah.
Mempersiapkan
diri ke kampus untuk mengikuti kegiatan perkuliahan pukul tujuh lewat. Membawa
bekal makan siang hasil sisa olahan masakan di rumah tempat dia bekerja memang
sebuah keharusan. Selama sebulan Zia tidak diperbolehkan kembali ke asrama ketika
menjalani peran pembantu rumah tangga. Setelah jam kuliah selesai, dia harus
bergegas pulang mempersiapkan makan malam bagi sang pemilik rumah dan
menyelesaikan tugas pekerjaan lainnya.
Zia
sudah harus berada di kamarnya pada pukul setengah delapan setelah
bersih-bersih dan juga makan malam. Pada jam tersebut diberi waktu belajar
ataupun menyelesaikan tugas kuliah. Sekali seminggu pihak dosen akan melakukan
kegiatan belajar kelompok secara online di malam hari di luar jam perkuliahan.
“Hukum,
permainan, kotak hitam sedang berlari-lari di tengah lapangan” Zia membaca satu
tulisan dari dosen.
“Mencekam,
sensitive, panas” Zia bergumam seorang diri membayangkan arti kalimat tadi. Dia
harus menyelesaikan tugas salah satu mata kuliah memakai hasil pemikiran sendiri
sebanyak 30 lembar halaman. Jenis bahasa tulisan diwajibkan beragam, tidak
pasaran, memiliki pola pemikiran berbeda, melibatkan kasus sederhana maupun
berat, terkesan biasa/ sederhana dan menjebak.
“Akhirnya
selesai juga” Zia sedikit berolahraga ketika berada di depan laptop.
Dia
tertidur pulas dalam kamarnya setelah seharian penuh beraktifitas. “Mampus, jam
berapa sekarang?” tersadar sesuatu. Kembali matanya terpejam setelah melihat
jam dinding. Zia beberapa kali mengigau dalam tidur lelapnya.
“Mampus”
segera berlari meninggalkan kamar.
“Untung
saja” mengusap-usap dada sendiri seolah habis terkena serangan jantung.
Beginilah hidup personil kampus tiap pagi berada di sebuah rutinitas pekerjaan
masing-masing.
“Hei,
anak kecil jangan lupa setrika bajunya harus rapi” Harok melemparkan satu
keranjang pakaian.
“Boleh
tidak pulang kampus saja baru urusan setrika dikerjakan?” Zia.
“Kampus
tidak memiliki kompromi artinya itu penderitaanmu” Harok.
“Di
kampus berperan sebagai sahabat sampai ada namanya ruang persahabatan, sedang
di rumah perannya berubah jadi iblis, ini benar-benar gila” Zia mengumpat dalam
hati.
“Siapa
suruh datang terlambat” Harok. Zia menyetrika pakaian satu keranjang dengan
terpaksa hingga hampir membuat dirinya terlambat ke kampus.
“Astaga,
bekalku” Zia menepuk jidat seolah ingat sesuatu setelah berada di kampus.
Kampus
tidak menyediakan kantin maupun makanan bagi para mahasiswa selama jam
perkuliahan. “Zia Shana” teriak seseorang di belakangnya.
“Lain
kali jangan lupakan bekal makan siangmu, ntar kalau situ pingsan saya bisa-bisa
berurusan ma presiden gila” Harok.
“Siapa
itu presiden gila?” Zia.
“Salah
ucap maksudku pihak kampus bisa membunuh saya tiba-tiba hanya karena gadis
kecil lupa membawa bekal makan siangnya” jawaban Harok segera berjalan
meninggalkan Zia.
Tindakan
keras akan diberikan andaikan salah satu penghuni kampus baik dosen, staf,
maupun mahasiswa melanggar aturan tanpa pandang bulu. “Besok jadwal latihan
militer, habis sudah hidupku” Zia terlihat kesal mengingat kegiatan esok hari.
“Kalau
jalan lihat-lihat dong” sindir seseorang.
“Maaf”
Zia segera meminta maaf setelah menyadari tendangan batu yang baru saja
dimainkan mengenai personil kampus.
“Segampang
itu minta maaf, dasar perempuan” gelengan kepala Tiaseb mahasiswa jurusan KEP
(Keuangan Ekonomi & Perpajakan)
“Lain
kali jangan menendang benda-benda apa pun ketika berjalan” tegur Tiaseb.
“Iya
maaf lagi” Zia menundukkan kepala.
“Siapa
namamu?” Tiaseb terlihat usil.
“Zia
Shana jurusan hukum” gadis itu dengan bangga menjawab pertanyaan…
“Bukan
namamu, maksudku jadwal latihan militer Zia tiap hari apa?” Tiaseb.
“Tadi
memang bertanya namakan?” Zia.
“Kebetulan
bibirku keseleo tadi” Tiaseb.
“Besok
saya latihan, emang kenapa?” Zia.
“Berarti
kita barengan latihannya.
“Artinya
kita akan jadi teman latihan beda jurusan?” Zia.
“Ya
gitulah, sampai jumpah besok” Tiaseb.
Proses
latihan militer memiliki jadwal masing-masing, tetapi tetap berada pada kata
gabungan segala jurusan hanya saja dengan kelas berbeda-beda. Ketegangan
terjadi ketika menjalani suasana pelatihan. “Ayo cepat lari keliling sawah,
hutan, lapangan sampai 100x!” sang pelatih berteriak di bawah sinar terik panas
matahari. Pagi-pagi buta tuntutan aktifitas bekerja tetap harus dilakukan sejam
sebelum menjalani pelatihan militer. Kegiatan perkuliahan dihilangkan bagi
mahasiswa yang sedang menjalani jadwal latihan.
Proses
perkuliahan dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedangkan latihan militer di
adakan 2x dalam seminggu. Hari Sabtu menjadi sarana kegiatan dari berbagai
klub, sementara Minggu dijadikan sebagai jadwal istirahat maupun kegiatan
beribadah bagi yang menjalankan. Jadwal kerja sendiri tetap diharuskan kecuali
bagi mahasiswa dengan peran sebagai petani di sawah, pembuat kerajinan, situs
penjualan online pada hari Minggu selain hari-hari biasa…
“Kaki
Zia rasa-rasanya sudah mau patah 7 keliling” keringat mengucur seluruh tubuh
ketika berlari memutari sawah, hutan, dan lapangan.
“Hei
minggir!” salah satu mahasiswa hampir saja menendangnya tanpa sengaja.
“Bisa
bantu saya?” Zia sedikit lagi pingsan.
“Kau
harus menolong dirimu sendiri” Hibab mahasiswa dingin menjawab ucapannya.
Di
akhir cerita, mereka berdua terkena hukuman sanksi oleh pelatih. Tiaseb yang
hendak membantupun ikut mendapat sanksi sama seperti mereka. Cerita persahabatan
tiga anak baru saja dimulai setelah kejadian tersebut. Perkenalan antara satu
sama lain bermula dari peristiwa menyebalkan berakhir dengan objek kata sahabat
pada satu titik jalan sekitar lorong kecil di sini.
“Namamu
siapa?” Zia melemparkan pertanyaan setelah menjalani masa hukuman.
“Cari
saja sendiri” bahasa judes Hibab menatap Zia.
Mereka
berdua harus berlari kembali memutari hutan karena kejadian tadi. “Dingin amat
sikapnya” celetuk Zia terkaget-kaget menatap teman barunya.
Seluruh
mahasiswa yang sedang menjalankan latihan militer diharuskan juga menjadi
cleaning servis di kampus. Suasana kampus harus dalam keadaan tertata rapi, bersih,
tanpa debu, sejuk, wangi baik tiap saat. Mereka diwajibkan melakukan kegiatan
bersih-bersih sebelum terjadi aktifitas perkuliahan di kampus. Masing-masing
mahasiswa memiliki jadwal militer tersendiri.
“Cepat
makan, nanti pelatih datang marah-marah kagak jelas lagi!” wajah asam Tiaseb
terlihat menakutkan.
“Ini
saya lagi makan seperti dikejar setan sekarang” suara Zia terdengar kesal.
Bagian
5…
Zia Shana…
Saya
tidak pernah menyangka menjalani hidup semacam di neraka seperti sekarang.
Sekedar iseng-iseng mendaftarkan diri pada kampus milik pemerintah dengan akhir
cerita dinyatakan lulus begitu saja. Kehidupan keluargaku begitu miskin hingga
buat makan saja penuh perjuangan. Beruntung saja saya masih bisa lulus sekolah
setahun yang lalu. Pernah tidak mendengar penolakan kerja bertubi-tubi di tiap
tempat pada hal hanya ingin mendaftar sebagai sales promotion girls doang atau
cleaning servis? Itulah kehidupanku sehingga saya harus memutar otak biar bisa
bertahan hidup bersama keluarga.
Terkadang
saya merasa iri melihat gadis lain di sekitarku dapat memakai pakaian baru tiap
saat, sedangkan hidupku sendiri hanya menggunakan pakaian usang menuju sobek
bahkan tidak layak pakai. Kata miris saja tidak cukup menjelaskan jalan cerita
hidupku. Entah bagaimana bisa sosok Zia dinyatakan lulus? Jalan itu benar-benar
tertutup sama sekali, lantas tiba-tiba setitik celah menampakkan dirinya
seketika. Mama mendekap tubuhku terakhir kali sebelum jalanku melangkah menuju
sebuah garis.
“Doa
mama jauh lebih kuat melebihi yang kau pikirkan” pernyataan mama ketika kami
berdua akan berpisah. Ternyata dibalik kelulusan Zia Shana terdapat sosok ibu
yang sedang merintih berkeluh kesah terhadap sang pencipta. Ucapan tersebut
membuatku harus bertahan di tempat dengan ruang-ruang objek misterius
bagaimanapun keadaan yang sedang menghimpit.
Menjalani
pelatihan militer 2x seminggu membuatku tersiksa. Kenapa bisa? Latihan-latihan
militer khusus bagi penghuni kampus tidak sama seperti di tempat umum. Hutan
samping kampus menjadi saksi bisu bagaimana kami menjalani pelatihan tersebut
walaupun hanya 2x seminggu. Mata kuliah militer dan pertahanan negara pun memiliki
tingkat kesulitan tersendiri di setiap pokok pembahasan. “Sayakan sudah
terbiasa hidup susah, lah bisa-bisanya mengeluh begini?” hanya kalimat seperti
ini saja terpikir ketika kata tidak sanggup ingin bermain-main seketika.
“Apakah
pondasi terbaik negara memang berada pada kata militer semata?” sang dosen mata
kuliah militer & pertahanan negara sedang ingin menjebak mahasiswanya. Mata
kuliah terkesan memancing ataupun memanipulasi beberapa area membuatku sedikit
ingin tertidur seketika. Setelah latihan militer secara otomatis jadwal mata
kuliah ini harus ada di bagian pertama pada keesokan harinya. Jumlah mahasiswa
tiap ruang perkuliahan hanya berkisar 20 orang saja.
Kampus
lebih berada pada kata praktek dibanding teori, tetapi masih di ruang lingkup dalam
dan belum keluar. Penekanan kualitas menurut pola pikir kampus menjadi alasan
tersendiri sehingga melakukan pembatasan jumlah mahasiswa dalam ruang ruang
perkuliahan.
“Berikan
saya kata kunci paling tepat untuk menjelaskan beberapa tanda baca dunia militer!”
perintah sang dosen. Pertanyaan sebelumnya saja belum terjawab dan sekarang
kembali meminta jawaban untuk pertanyaan baru. Oh my God, bercerita tentang
militer merupakan sesuatu area paling sensitive, menegangkan, sulit dijelaskan,
berada pada kata-kata tidak biasa, dan sekarang?
“Pelajari
dan tuliskan dalam beberapa lembar tentang berbagai kosakata beserta tanda baca
dunia militer dari satu negara!” sang dosen kembali memberikan tugas paling
rumit. Dua pertanyaan tadi saja masih menjadi misteri, lah sekarang menambahkan
kasus terbaru? Benar-benar gila…
Menurutku
pondasi negara tidak hanya berada pada kata militer semata. Kualitas bersama
kepribadian manusia-manusia di dalamnya merupakan dasar utama pertahanan sebuah
negara. Kualitas dapat dijabarkan menjadi beberapa bagian baik dari segi
pemikiran, strategi, data, kemampuan merupakan senjata terbaik selain kata
militer. Saya juga tidak katakan militer berada pada urutan kesekian dalam hal
tingkatan pondasi sebuah negara, intinya masing-masing memiliki garis beserta
peranan tersendiri.
Kosakata
dan tanda baca militer terbagi menjadi 3 bagian yaitu ringan, sedang, dan
berat. Terdapat jebakan-jebakan tersendiri sehingga seseorang harus pekah
melihat ataupun membaca situasi. Tiap negara mempunyai cerita kosakata
sekaligus tanda baca berbeda. Hal paling rumit adalah andaikan pihak luar
maupun lawan dapat membaca dengan begitu mudahnya objek kata tadi. Artinya
negara harus mampu menipu pihak luar tentang kosakata juga tanda baca dari
dunia kemiliteran.
“Gimana
mau menipu pihak luar, sedang orang-orangnya lebih banyak makan rakyat”
menggeleng-geleng kepala membayangkan pernyataan barusan.
“Jam
berapa sekarang?” kaget seketika menyadari jam menunjuk pukul…
Tubuhku
seperti dikejar setan berlari kiri kanan untuk melakukan aktifitas kerja di
pagi hari. “Terlambat lagi terlambat lagi” sosok pria tampan terlihat kesal
melihat tingkahku.
“Bersihkan
rumah ini secepat mungkin, ngerti?” nada kesal terdengar jelas.
Terkadang
saya kesulitan ingin memanggil bapak atau kakak. Menjalani pekerjaan pembantu
selama sebulan merupakan kegiatan yang memang diwajibkan bagi kami penghuni
kampus. Saya sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sehingga hal seperti ini
buatku tidak masalah. “Untung saja kemarin udah selesai nyetrika” berkata-kata
seorang diri.
“Anak
ingusan, jangan lupa bawah bekalmu” teriak sang pemilik rumah.
“Iya
pak” membalas kalimatnya.
Setelah
menyelesaikan pekerjaan sebagai pembantu, akhir cerita saya diperbolehkan
kembali ke kamar buat beres-beres. Berada di kampus sebelum kegiatan
perkuliahan dimulai menjadi kewajiban sekaligus rutinitas seluruh mahasiswa.
“Hati-hati kalau jalan” sebuah suara cukup menyeramkan terdengar sekitar
gendang pendengaran akibat menabrak sesuatu.
“Gadis
bodoh” dia kembali melemparkan nada sindiran.
“Hibab
Pastin” memandang ke arah manusia dingin.
“Kenapa?
Minggir!” kalimat perintah mendorongku ke sisi kiri.
“Terkadang
baik lantas terkadang jahat” memaki manusia itu. Saya tidak sengaja menabrak
dirinya hingga membuat kami berdua menjadi bahan perhatian semua orang di
tengah lapangan. Seluruh tugas-tugasku berhamburan seketika…
Segera
mengumpulkan kembali lembaran kertas yang sudah berserakan di mana-mana.
Mahasiswa jurusan hukum memiliki sistem pembelajaran berbeda pula dibandingkan
kampus-kampus lain. Tuntutan pengelolahan data, perputaran teka-teki, praktek,
dan beberapa hal tak biasa menjadi prinsip perkuliahan. “Kemarin mata kuliah militer,
sekarang?” bergumam seorang diri sambil menarik nafas panjang.
Kami
diperintahkan membuat sebuah adegan drama tanpa melihat naskah alias langsung
dengan sebuah kasus di suatu pengadilan. Susunan alur cerita harus terlihat
alami dan tidak terlihat kaku. Tiap anggota diwajibkan fasih dalam pemakaian
kosakata maupun mimic wajah sesuai peran masing-masing. Hakim, jaksa,
pengacara, saksi, terdakwa, bersama beberapa tokoh lain lagi untuk drama
sekarang. Tempat TKP menjelaskan secara detail bahkan bukti-bukti kuat berada
pada si’terdakwa seperti dalam film-film. Kasus disini seorang pengacara bersama
jaksa penuntut harus pandai memainkan kosakata, memancing, mencari situasi,
menunjukkan satu kelemahan untuk menemukan objek lain.
“Tugas
kalian adalah memainkan peran masing-masing, sedang saya sendiri akan menonton
sekaligus menjadi juri” dosen hukum paling menyeramkan yang pernah ada.
“Untuk
sementara, saya tidak sedang mencari siapa pelaku sebenarnya, melainkan
ingin melakukan penilaian terhadap
beberapa objek dari kalian, ngerti?” sang dosen berkata-kata kembali.
“Bisa
ibu jelaskan maksud pernyataan tadi?” segera mengangkat tangan melempar
pertanyaan.
“Kosakata,
tanda baca, mimic wajah, tingkat pergerakan kalian sebagai pengacara ataupun
jaksa untuk saling serang bahkan membuat hakim ketakutan kalau perlu, cara
penunjukan bukti, dan lain sebagainya menjadi penilaian buat saya” jawaban sang
dosen. Perasaanku mengatakan kalau saya masih belum berada pada pemilihan
jurusan pengacara ataukah jaksa.
Hukum
negara ini sedang bermain-main pada sebuah jurang. Para pejabat sengaja merubah
segala aturan bukan tanpa alasan melainkan keinginan bebas melakukan apa pun.
Memilih jalan lurus berarti ingin mati ataupun menderita tiap saat. Diam seribu
bahasa tanpa memihak merupakan hal paling mustahil terjadi. Mengikuti seluruh
keinginan kaum penguasa sama saja membiarkan belenggu menjerat
sedalam-dalamnya.
“Zia,
nada ucapanmu terlalu berbelit-belit” teriak sang dosen.
Pertunjukkan
depan sang dosen cukup menegangkan. Apa yang salah dari tata bahasaku sebagai
pengacara? Saya sendiri berusaha melakukan hal terbaik, kenapa? Mata kuliah
jurusan ini memiliki peranan penting dalam hal kelulusan sehingga tiap
mahasiswa harus berjuang keras memberi hasil terbaik. “Jangan terlalu memainkan
kata teori konspirasi” sang dosen terlihat menyinggung.
“Bahasa
wajah dan kosakata yang kau pergunakan terlalu gampang dimanipulasi oleh pihak
lawan, apa lagi kalau jalanmu ingin berperan sebagai pengacara bak malaikat
tanpa sayap, sedangkan hakim maupun lawanmu bekerja sama untuk bermain-main di
luar dugaan” sang dosen kembali menjelaskan letak kesalahanku berada dimana…
Seolah
saya ingin tertawa seketika mendengar ucapan beliau. “Berperan sebagai jaksapun
akan tetap memiliki konsekuensi terberat, artinya sosok dirimu harus bisa
menemukan 1001 cara agar pihak lawan tidak akan pernah bisa memancing ataupun bermain-main”
penjelasan dosen killer sekali lagi terhadapku.
“Rumuskan
kembali beberapa bentuk kasus sekaligus sistem yang harus kau gunakan menurut
versimu sendiri ketika dunia hukum sedang diperjual belikan!” tugas terberat
sedang menantiku.
“Tuliskan
dalam beberapa lembar tentang prinsip dan strategimu sewaktu semua orang di
sekitarmu menyerang dengan berbagai bukti memberatkan, sedangkan jalanmu
sendiri masih berada pada kata lurus alias waras 100%!” beliau masih terus
ngoceh seakan-akan saya merupakan mangsa terbaik untuk diterkam kapan saja.
Kenapa
juga saya mengambil jurusan hukum? Entahlah, cukup Tuhan dan saya saja yang
tahu alasan dibalik semua itu. Hal terparah lain lagi adalah soal ujian
tiba-tiba oleh sang dosen membuat jantung para mahasiswanya meledak seketika.
Tidak ada pemberitahuan sama sekali lantas masuk begitu saja ke ruangan
kemudian berkata ingin ujian lisan maupun tertulis.
“Kasus
semua” menggeleng-geleng kepala. Tugas kemarin saja masih tanda Tanya besar,
sekarang memberi ujian tiba-tiba. Seluruh soal ujian bersifat kasus sehingga
kami diharuskan meneliti lebih detail dan jangan sampai terjebak oleh satu kata
ataupun pernyataan tertentu.
“Tuan
X sedang berada di TKP bersama beberapa temannya. Sejam sebelum terjadi
pembunuhan terhadap salah satu di antara mereka, tuan X masih sempat berbincang
maupun melakukan beberapa kegiatan rutin seperti bermain futsal, menyanyi,
termasuk makan bersama. Seluruh bukti mengarah terhadap dirinya baik dari sidik
jari bersama segala pergerakan yang dilakukan” soal cerita dengan banyak
pertanyaan di bawahnya…
“Jelaskan
jenis kepribadian tuan X dari sudut pandang psikologi” soal pertama membuatku
harus membaca kembali.
“Temukan
satu kejanggalan sekitar TKP sebagai bukti bersalah atau tidaknya tuan X!”
“Yakinkah
anda bahwa tuan X adalah satu-satunya dalang dibalik pembunuhan tersebut?
Tuliskan beberapa pasal untuk menjerat tuan X terhadap kasus pembunuhan tadi!
Andaikan tuan X bukan pelaku sebenarnya, berikan sekaligus jelaskan pasal yang
dapat menyelamatkan dirinya walaupun semua bukti mengarah terhadap dirinya
sebagai pelaku utama!” Jenis soal berikutnya…
Terdapat
beberapa kasus lain lagi dengan pertanyaan berbeda. Terkadang, sang dosen
tiba-tiba saja menatap ke arahku untuk kegiatan ujian lisan berikutnya. Kenapa
harus saya? Memberi sebuah buku, kemudian saya sendiri diberi waktu membaca
selama 30 menit. Kejadian selanjutnya adalah mencari beberapa pernyataan tidak
biasa dari sudut pandang hukum dan menjelaskan secara detail depan mahasiswa
lainnya.
“Hukum
butuh mutiara tersembunyi di antara serpihan-serpihan kerikil tajam” sang dosen
membaca satu kalimat dari lembaran tugas milikku sambil tertawa sinis seakan
ingin menatap ke arahku.
“Terlalu
naĂŻf atau kelewat polos atau hanya sekedar hiasan kata semata?” sindiran sang
dosen. Wanita paruh baya duduk dengan wajah sinis sambil memainkan pena
miliknya. Apa yang ada dalam pemikiran beliau tentangku?
“Ujianmu
kemarin cukup menjelaskan karakter pemikiranmu ketika berhadapan terhadap satu
kasus” beliau tidak pernah bosan melemparkan pernyataan demi pernyataan buatku
seorang.
“Gunakan
tulisan tanganmu kembali untuk mencari objek-objek sedikit berbeda dari
beberapa gambar di depanmu!” masih nada memerintah.
Sang
dosen memberiku sebuah buku kecil berisi gambar-gambat aneh tanpa tulisan di
dalamnya. Tugas kemarin dan hari ini saja belum pasti, sementara saya harus
kembali mengerjakan materi berikutnya. Kampus beserta dosen-dosennya kelewat
sadis kalau ceritanya seperti ini. “Apa masalahmu segitu heboh sampai-sampai
kau duduk melamun macam manusia depresi yang lagi histeris-histerisnya ingin
berteriak?” sapa seseorang tiba-tiba dari belakangku.
“Ngapain
disini?” menatap manusia dingin depanku.
“Memang
kenapa?” Hibab balas bertanya.
“Lihat
baik-baik gedung perkuliahan khusus fakultas hukum artinya ngerti sendirikan”
ujarku.
“Kan
kebetulan lewat, lagian pendidikan dan hukum lagi bertetanggaan, ada yang
salah?” Hibab.
“Terserah”
balasan judes…
“Saya
punya solusi buat masalahmu” Hibab.
“Solusi?
Berarti kau tahu masalahku?”
“Entahlah,
yang jelas raut wajahmu menunjukkan kondisi serius” dia segera menarik
tanganku…
“Kita
mau kemana?” terkejut melihat perlakuannya.
“Nanti
kau bakal tahu” Hibab.
Akhir
cerita adalah kami berdua berada di suatu tempat. “Ruang persahabatan” membaca
tulisan pada sebuah pintu di hadapanku. Mendorong tubuhku masuk ke ruang
tersebut, lantas dia sendiri berlari pergi seolah menghilang di telan bumi.
Lebih mengejutkan lagi adalah sosok dalam ruang itu ternyata bapak Harok alias
majikan sendiri…
Saya
pikir pak Harok seorang dosen, ternyata dugaanku salah. “Ada yang bisa saya
bantu?” senyumannya benar-benar lebar. Kenapa Hibab bisa menyadari tempat ini,
sedang saya sendiri baru tahu? Ruang apaan ini? Setelah beberapa waktu
menjalani kegiatan perkuliahan dan ternyata saya belum tahu pasti seluruh area
kampus.
“Saya
akan jadi sahabat untuk mendengar keluh kesahmu” pak Harok mendorong tubuhku ke
sebuah kursi hingga kami berdua saling berhadapan dan meja sebagai pemisah.
“Saya
sama sekali tidak memiliki masalah” kalimatku.
“Lantas
kenapa kemari?” pak Harok.
“Temanku
mendorong tubuhku masuk ke dalam” jawabanku.
“Ruangan
ini akan berperan sebagai sahabat ketika kau merasa bebanmu terlalu berat
menghadapi suasana kampus ataupun masalah lain” pak Harok.
“Saya
tidak memiliki masalah” penekananku kembali.
“KKN,
permainan hukum, kondisi ekonomi, hutang negara, situasi tidak menentu luar
maupun dalam, keserakahan pejabat, karakter-karakter tertentu membentengi
sebagian besar bangsa ini sehingga menghancurkan banyak hal atau dimanfaatkan
oleh beberapa oknum menjadi alasan kenapa sekolah ini dibangun” pak Harok
menyatakan…
“Kami
mencari generasi-generasi muda sebagai tiang kokoh untuk melakukan pemulihan
terhadap negara sehingga aturan keras bahkan sistem pendidikan yang digunakan
cukup tinggi bahkan terkesan menekan” pak Harok berkata-kata kembali.
Kenapa
pak Harok tahu apa yang sedang terjadi denganku? Hal tergila adalah saya sedang
berada dalam situasi terkacau. Awal masuk kuliah hanya sekedar mengadu nasib
semata dan sama sekali tidak berpikir tentang kata ingin menjadi sosok pejuang
negara. Saya ingin tertawa lebar mendengar pernyataan tadi. “Kau harus
bertahan, berjuang, dan membiarkan dirimu dibentuk oleh satu objek berbeda dari
kampus ini” pak Harok menepuk-nepuk bahuku seolah tahu pergumulanku ketika
berada disini.
Tugas
menunpuk, dosen-dosen killer, sistem kurikulum tinggi, pelatihan militer tidak
biasa dari tempat lain, tuntutan pekerjaan-pekerjaan kasar, bahkan harus pandai
membagi waktu membuatku tertekan. Kehidupan Zia Shana memang terbiasa dengan
hal-hal berbau miskin, hanya saja keadaan sekitar kampus jauh lebih mengerikan
dibanding sebelumnya.
“Datanglah
kembali kalau kau ingin berbagi cerita atau meluapkan apapun masalahmu, saya
siap menjadi sahabat sekaligus pendengar terbaik buatmu” pak Harok membuka
pintu pertanda ingin menyuruhku keluar jika tidak ada hal yang perlu dibahas.
“Permisi”
saya segera berjalan keluar meninggalkan ruangan tersebut. Kenapa juga
pernyataan-pernyataan tadi terngiang keras sekitar gendang pendengaranku.
Jalanan yang sedang kulalui ternyata berada pada beberapa area sensitive.
Objek-objek beling memberi isyarat tentang hiasan seni di sekitar jalan itu.
“Gadis
bodoh” sindir seseorang tiba-tiba saja muncul tanpa diundang.
“Kau
lagi dan lagi dan lagi”
“Emang
kenapa?” Hibab bertanya dengan nada dingin seperti biasa.
Bagian
6…
Hibab Pastin…
Hal
terkacau yang pernah kulakukan adalah mendorong begitu saja gadis itu masuk ke
sebuah ruang. Kenapa saya melakukan sesuatu tidak masuk akal? Ruang
persahabatan menjadi saksi bisu bagaimana para personil kampus mengungkapkan
isi hati mereka masing-masing. Sebagian besar penghuni kampus belum menyadari
tempat tersebut. Saya saja baru mengetahui beberapa waktu setelah berjalan
memutari banyak tempat. Pihak kampus sepertinya memang sengaja tidak melakukan
publikasi ataupun memberikan informasi ruang di sana. Entah apa tujuan mereka…
“Dia
benar-benar tertekan” berbicara seorang diri menatap Zia.
Saya
baru mengenalnya setelah menjalani pelatihan militer beberapa kali. Kami berdua
berbeda jurusan, itupun perkenalan tanpa disengaja karena sebuah kasus. Ketika
melewati ruang perkuliahan Zia terlihat jelas bagaimana mimic wajahnya ingin
mengungkapkan rasa tertekan. Tiap jurusan memiliki kesulitan masing-masing
ketika sedang menjalani kegiatan perkuliahan maupun sedang berhadapan dengan
para dosen. Suara hatiku berkata ruang persahabatan dapat membantu meringankan
beban Zia. Jujur, saya sendiri tidak begitu suka tempat tersebut, akan tetapi
sesuatu mendorong tubuhku membawa gadis itu ke ruang persahabatan.
“Jelaskan
metode menurut versimu terhadap kategori pendidikan disabilitas!” mister Hami
dosen utama jurusan pendidikan mulai menjalankan aksi tragisnya.
“Hibab
Pastin” mister Hami berteriak depan kelas memanggil namaku.
“Besok
kau akan pindah tugas dari seorang petani, kuli bangunan, pembuat kue menjadi
baby sister sekitar panti asuhan tidak jauh dari komplek rumah dosen-dosen” di
luar kepala mister Hami bisa menghafal pekerjaanku setiap bulannya. Hebat betul
dia sampai memperhatikan kegiataanku di luar perkuliahan.
Masing-masing
personil kampus akan berpindah pekerjaan setelah sebulan penuh. Jadi, tiap
bulannya para mahasiswa memiliki pekerjaan baru lagi dan tidak sama. Saya
benar-benar mengalami situasi stress ketika kegiatanku ternyata membuat kue
buat dijajahkan di luar sana ataupun sebagai cemilan khas daerah. Tanganku
tidak bercerita tentang sosok chef melainkan bekas anak punk, tetapi terpaksa
melakukan pekerjaan-pekerjaan gemulai? Sangat-sangat gila…
Pekerjaan
berikut yang harus kugeluti adalah merawat anak-anak panti asuhan dari bayi
hingga anak usia sepuluh tahun. Pihak kampus memang sengaja mendirikan panti
asuhan, asrama sekaligus sekolah khusus anak-anak disabilitas maupun autisme,
panti jompo, dan terakhir yayasan khusus penanganan anak-anak nakal bahkan
keterikatan narkoba tidak jauh dari lokasi kompleks tempat tinggal para dosen
dan staf. Rector lebih menargetkan mahasiswa jurusan pendidikan untuk bekerja di tempat-tempat tersebut begitupun
dengan kegiatan-kegiatan praktek lainnya yang berhubungan dengan kurikulum
kampus.
“Tuliskan
beberapa data masalah kepribadian terbesar anak-anak panti! Kualitas seperti
apa yang ingin kau terapkan tentang pembentukan pemikiran mereka ketika berapa
pada satu objek?” mr. Hami menatap ke arahku.
“Saya
tunggu hasil tugasmu dua minggu kemudian, ngerti? Mr. Hami. Personil kampus
sepertiku memangnya bisa apa? Melawan? Artinya mencari neraka level parah.
Kegiatan yang belum pernah kulakukan akan kujalani ketika masih menjadi
personil Hope & Dreaming University. Belajar memasak memakai kayu
bakar, makan makanan kampung, mencari kayu bakar, mencuci di kali, membawah
bekal, melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, dan berbagai kegiatan lainnya. Saya
memang terbiasa hidup di jalan, tetapi hal-hal seperti tadi belum pernah
kulakukan di masa sebelum menjadi sosok mahasiswa.
Kami
semua diharuskan berpakaian sederhana, seadanya, juga tidak berlebihan.
“Pekerjaan baru lagi” menarik nafas dalam-dalam sambil membawa tas berisi
pakaian memasuki pekarangan panti asuhan kepunyaan kampus. Tangan bahkan kakiku
saja masih bergumul berat dikarenakan selalu saja membajak sawah memakai cara
manual alias tanpa mesin.
Saya
seorang pria bekas anak punk, tetapi harus belajar memandikan bayi-bayi di panti
ini. Mahasiswa sepertiku harusnya belajar bukan melakukan pekerjaan-pekerjaan
aneh. Memandikan, memasak, mencuci pakaian, mengganti popok, dan lain
sebagainya yang memiliki hubungan dengan pekerjaan baby sister. Memang sih anak
jurusan lain juga tetap bergilir berada di sini, tetapi pihak kampus lebih
menargetkan mahasiswa pendidikan. Selama ini saya tidak tahu menahu defenisi
kasih sayang keluarga sehingga jalan di depanku semacam kerikil paling menusuk
ketika memainkan perannya.
Berasal
dari keluarga berantakan membuatku tidak akan pernah mengenal objek kehangatan
di saat memutari nada-nada kata berseni pada sudut persimpangan jalan. Semester
awal main memerintah seenak jidat. Seminggu menjalani pekerjaan baby sister
menyatakan rasa stress berkepanjangan, tetapi seiring berjalannya waktu seolah
hal tersebut kuanggap biasa. Mendengar tangisan bayi di malam hari menjadi hal
lumrah ketika berada di panti asuhan milik kampus.
Belajar
mencari tahu tentang kepribadian masing-masing dari anak-anak di sini. Tidak
semudah yang kubayangkan untuk menggali sedikit saja apa yang ada dalam benak
mereka. Kehidupan anak-anak panti sama sepertiku yaitu tidak akan pernah tahu
kehangatan keluarga berada pada garis seperti apa. “Tugas tersulit dibanding
pekerjaan membajak sawah ataupun menjadi kuli bangunan” bergumam seorang diri
menatap computer.
“Kakak
tolong bantu Zia nyuci baju!” seorang gadis kecil menarik tanganku. Kenapa saya
baru sadar kalau ternyata namanya mirip dengan seseorang yang kukenal. Memang
tidak ada nama lain apa? Kenapa harus pakai nama Zia?
“Gadis
kecil, pekerjaan cuci baju bukan pekerjaanmu” menghentikan kelakuannya.
“Zia
kasihan lihat kakak mulai dari masak, urus bayi, mencuci, belum lagi kuliah
dari pagi hingga sore” gadis kecil berkata-kata sambil menampakkan wajah
polosnya.
“Tuntutan
kuliah di sini kan memang aturannya sudah begitu, mau di apakan lagi?” ujarku.
Khusus
jadwal mahasiswa yang sedang bekerja sebagai baby sister sekitar panti asuhan,
panti jompo, sekolah sekaligus asrama penampungan autisme, tempat penanganan
anak-anak nakal ataupun bermasalah memiliki jadwal libur bergilir alias tidak
serentak. Kegiatan perkuliahan akan tetap dilakukan pada hari sabtu dan minggu
sesuai jadwal. Kenapa bisa? Mahasiswa dituntut memiliki tanggung jawab penuh
terhadap anak-anak yatim ataupun para personil panti.
Terkadang
jadwal kuliah dilakukan pada malam hari, entah melalui online ataukah tatap
muka. Hal terbodoh dari dosen adalah menyuruh kami bertukar pikiran satu sama
lain dengan anak-anak panti. Merekam melalui sebuah video baik pada saat
bermain, menyuapi mereka makan, mengajar, dan juga beberapa kegiatan lainnya.
Tugasku selalu saja mendapat kritikan pedas dari banyak dosen karena dinyatakan
tidak memiliki sisi hangat terhadap anak-anak yatim. Bagaimanapun saya berusaha
bersikap lembut bahkan melakukan hal terbaik, namun tetap saja mendapat
penolakan penuh oleh banyak dosen. “Kau harus mengerti masalah bertukar pikiran
ketika bersama mereka” mr. Hami mulai menyerang seperti monster kepanasan.
“Versimu
memainkan kata persahabatan antara dirimu dan mereka benar-benar berantakan.
Sebagian besar dari mereka tidak akan pernah tahu defenisi sahabat ataukah pola
pikir untuk melihat sebuah jalan dengan sistem yang diterapkan olehmu” mr. Hami
menggeleng-geleng kepala di hadapanku.
Saya
sendiri masih belum memahami tentang tujuan hidupku yang tiba-tiba saja memilih
jurusan pendidikan dibanding jurusan lainnya. “Mereka juga bibit masa depan
bagi bangsamu sendiri, artinya sebagai calon tenaga pendidik maka kau harus bisa
menganalisa ataupun memperbaiki bagian-bagian rusak sekitar jalan mereka karena
suatu keadaan” mr. Hami merobek seluruh kertas tugas milikku tanpa ampun.
Permainan
sekitar arena sepertinya sengaja memanipulasi banyak objek. Siapakah objek yang
sedang disembunyikan oleh satu puzzle misterius? Hari ini sebuah kotak mewah
memamerkan bentuk tubuhnya. Hari esok kotak lain menampakkan wajah buram, namun
tidak sampai di situ saja, ternyata ribuan sampah paling mencekam bersembunyi
di dalam. Kotak mewah ataukah kotak buram? Apakah dua bola mata dapat menemukan
satu harta bernilai di antara ribuan sampah-sampah tersebut. Benarkah kotak
mewah memiliki nilai jual tertinggi jauh melebihi bayangan hitungan kalkulatur
matematika?
“Dosen
tergila” tertawa tanpa henti seorang diri di bawah kesejukan pohon besar
sekitar taman kampus.
“Saya
yang bodoh atau dia yang kelewat iblis?” tertawa kembali. Saya seperti orang
gila membayangkan tiap nada ucapan sang dosen. Apa ini akhir hidupku?
“Sepertinya
tubuhmu sedang membutuhkan ruang persahabatan” seorang pria tiba-tiba saja
duduk di samping sambil tersenyum.
“Apa
saya boleh memelukmu?” pertanyaan terbodoh.
“Pertanyaan
gila” sindirku ingin tertawa kembali.
“Jangan
gunakan kekuatanmu untuk mengerti banyak hal”
mister Harok membisikkan kata-kata sekitar gendang telinga sambil
mendekap hangat tubuhku. Cerita anak-anak panti memiliki variasi seni unik
ketika kau belajar memahami defenisi menjadi sahabat ataukah menyadari pola
pikir bibit generasi di hadapanmu ternyata dibentengi oleh sebuah lautan duri
tertajam di antara semua ekspektasimu.
Apa
yang salah denganku? Tuhan, buat saya mengerti tentang objek kata kehangatan
dan persahabatan. Tanah tandus sedang berteriak-teriak keras meminta kesejukan
air. Dimanakah letak kekuatan satu perkataan? Permainan hilir bergilir datang
tanpa henti mencekam di antara jalan-jalan retak. Batang air mencoba mencari
jalan hingga menemukan sebuah benteng penghalang terbesar menuju objek impian
diantara banyaknya cerita berseni.
“Mister
Hami mister Harok ternyata sama-sama gila” membayangkan kejadian tadi siang.
Entah bagaimana bisa saya membiarkan tubuhku didekap olehnya? Anak yatim
memiliki jalan sama seperti anak normal lainnya, lantas apa yang salah dengan
caraku? Perbedaan cerita dalam satu ruang?
“Ka’
Hibab belum tidur?” entah sejak kapan tubuh mungil gadis kecil berdiri di
belakang memperhatikan tingkah…
“Belum”
menjawab acuh terhadapnya.
“Kakak
coba lihat ke langit!” gadis kecil berteriak histeris.
“Banyak
bintang bertaburan” teriakan gadis kecil kembali. Mungkin saya harus mencoba
belajar menjadi sahabat sejati. Ruang pintu hati menyemprotkan akar kepahitan
sehingga dua tangan tidak pernah berhasil mengerti makna senyum seorang anak
ketika menatap banyaknya bintang berkedip.
Saya
masih mencoba belajar melakukan sesuatu yang belum pernah kulakukan. Seolah
tamparan keras sedang membidik kuat sejak malam itu. “Adik kecil lagi nangis”
entah bagaimana bisa sosok Hibab Pastin berceloteh seperti tadi di hadapan
beberapa bayi.
“Lagi
pup ternyata” tertawa seorang diri melihat tingkah lucu mereka. Membersihkan
kotoran bayi-bayi merupakan kewajiban utama para mahasiswa. Terdengar konyol
melihat tingkah kami pertama kali melakukan kegiatan-kegiatan aneh jika
membayangkan kembali minggu pertama berada di tempat semacam ini. Video proses
merawat para bayi hingga anak-anak usia sepuluh tahunan menjadi bahan tontonan
kami tiap hari pada suasana awal minggu paling mencekam.
“Selesai,
sekarang tinggal mandi” menggendong seorang bayi berusia 7 bulanan sambil membunyikan
sebuah alat permainan gemerincing. Laki-laki maupun perempuan mempunyai
pekerjaan sama tanpa membeda-bedakan ketika berada di panti asuhan milik
kepunyaan kampus. Air hangat siap sedia untuk melakukan ritual mandi di pagi
hari setelah menikmati sarapan pagi mereka. Apa mami pernah mendekap hangat
tubuhku seperti yang kulakukan terhadap bayi-bayi ini?
Sampai
detik sekarang papi mami tidak pernah tahu anaknya berada di sebuah sekolah
neraka. Saya hanya ingin balas dendam suatu hari kelak terhadap mereka. Seolah
mami tidak pernah peduli bagian cerita anaknya terus hidup di jalan.
Masing-masing sibuk menjalani kehidupan bersama keluarga baru mereka di tempat
berbeda. Hal terbodoh yang pernah kulakukan adalah mengendong beberapa bayi
kecil memasuki ruang klub di hari sabtu. Saya meyukai music sehingga tanganku
memang sengaja mendaftar sebagai anggota klub disini.
Zia
gadis kecil tetap setia berdiri di sampingku sambil menggendong bayi lainnya.
“Kakak harus melatih Zia biar bisa main drum” teriak Zia penuh semangat melihat
tingkah kocak yang baru saja kulakukan. Melakukan dance sambil memainkan
beberapa alat music bahkan sambil menggendong bayi-bayi lucu pertama kali
kulakukan.
“Wow”
gadis kecil Zia takjub melihat aksiku.
“Zia
gadis kecil kalau jalan hati-hati” menegur gadis kecil ketika kami berjalan
meninggalkan kampus setelah kegiatan klub berakhir.
“Sejak
kapan kau memanggilku gadis kecil?” sepasang mata menatap ke arahku seketika…
Kenapa
juga nama mereka berdua mirip begini yah? Memang tidak ada nama lain gitu?
“Sejak kapan kau menjadi penyuka anak kecil?” pertanyaan baru di lempar kembali
olehnya.
“Minggir!”
entah kenapa sikap dingin sosok Hibab muncul begitu saja.
“Jangan
terlalu kepedean, kau bukan satu-satunya manusia bernama Zia, ngerti?” menjawab
sakratis pertanyaannya.
“Kan
jalan munuju kali tempat nyuci baju kesana” Zia menatap ke arahku kembali.
“Nyambungnya
dimana yah?”
“Kan
pernyataan sebelumnya berkata minggir, saya kan baru jawab” Zia.
“Terserah”
meninggalkan manusia itu seorang diri kemudian berjalan kembali mengejar gadis
kecil yang sudah berada jauh di sana.
Hampir
saja kepala panti mengamuk karena kelakuanku hari ini membiarkan Zia gadis
kecil berjalan pulang seorang diri sambil menggendong seorang bayi. “Jawaban
tugas mister Hami ada di sisi ruang lain dengan nada intro berbeda” seketika
mataku melek…
Menyelesaikan
tugas pemberian dosen tergila, terkiller, iblis nomor satu di antara semua
pengajar jurusan pendidikan semalaman. “Pembentukan kualitas bernilai
masing-masing anak memiliki variasi metode pengajaran ataupun adaptasi pada
alur prosesnya dan tergantung situasi” kalimat pembuka pertama ketika berdiri
di hadapan mr. Hami dalam ruang perkuliahan.
“Kehidupan
antara anak normal, broken home, yatim piatu, disabilitas, serta bagian kisah
autisme jelas berbeda. Tuntutan menemukan petualangan dengan sistem pengajaran
untuk membentuk pola pikir sekaligus menghancurkan pintu penghalang ketika
melihat mimpi harus memiliki sisi seni terbaru yang tidak mungkin dimiliki oleh
area lain” pernyataan kedua…
Dunia
pendidikan menuntut perubahan baik dari segi petualangan maupun aspek
bidang-bidang lain di sekitar area bibit generasi. Sebagian besar anak yatim
piatu tanpa sadar mendapat penolakan oleh berbagai pihak termasuk para orang
tua sejak masih dalam kandungan. Percaya ataupun tidak hal semacam ini
mempengaruhi banyak hal ketika mereka terlahir ke dunia. Masa depan tidak
selamanya berpengaruh oleh permasalahan ekonomi, melainkan beberapa factor
termasuk penjelasan tadi.
Para
orang tua belajarlah untuk mendekap anakmu sejak dalam kandungan. Kontak batin
antara anak dan orang tua sudah terjadi sejak janin sedang terbentuk, sehingga
sewaktu rasa tertolak dirasakan oleh janin semua akan menghancurkan segala
sesuatu. Tenaga pendidik tidak selamanya hanya berfokus terhadap bibit
generasi, melainkan pendekatan ataupun pembentukan harus diberikan pula bagi
orang tua mereka.
Ada
banyak orang tua melakukan kesalahan demi kesalahan bahkan melakukan
penyimpangan untuk mengembangkan kualitas sang anak. Kenapa bisa banyak anak
menjalani kehidupan iblis seperti keterikatan narkoba, seks bebas, penyimpangan
seks, aborsi, dunia pelacuran, pembunuhan, dan lain sebagainya? Jawaban
terbaiknya adalah berasal dari para orang tua ataupun tenaga pendidik. Tidak
selamanya permasalahan lingkungan menjadi penyebab utama ketika generasi bangsa
berada di ujung tanduk.
“Pengusaan
ilmu parenting bersama objek-objek tak terduga harus dimiliki oleh seluruh
lapisan tenaga pendidik untuk menyeimbangkan kualitas pendidikan” pernyataan
terakhir sebagai penutup di hadapan dosen serta mahasiswa lainnya.
“Bisakah
kau membuat saya tidak berkedip sama sekali dengan sebuah tugas baru?” mister
Hami menatap tajam ke arahku.
“Bisakah
mister memberi tahu saya hasil tugas yang sekarang?” bertanya balik.
“Maksudnya?”
mr. Hami.
“Buruk,
sedang, atau baik?” bertanya kembali.
“Cukup
berani” mr. Hami.
“Sedikit
lumayanlah, temukan beberapa cara pembentukan anak-anak disabilitas terlebih
khusus golongan autisme” mr. Hami.
“Kalau
kau sukses mengerti sekaligus memainkan peranan bagi anak disabilitas terlebih
sekitar area kelompok autisme, artinya kasus lain tentang ribuan masalah
pendidikan tentu dapat ditangani olehmu suatu hari kelak” mr. Hami.
Dosen
killer kembali mengeluarkan sebuah pernyataan. Jujur, kehidupanku saja tidak
pernah tahu tentang makna kehangatan keluarga dan sekarang sang dosen menuntut
hal berlebihan. Mami tidak pernah peduli apapun tentangku bahkan bagaimana saya
menghabiskan waktu di jalan. Terbiasa mendengar pertengkaran papi mami sebelum
terjadi perceraian membuat selalu bersikap dingin terhadap orang di sekitarku.
“Lokasi
terbaru sosok Hibab Pastin sedang menanti seminggu lagi” sang dosen benar-benar
sadar apa pun tentangku.
Saya
akan segera berpindah lokasi tempat kerja seminggu lagi. Asrama penampungan
anak-anak autisme sedang menanti di depan. Manusia normal saja membuatku
kesulitan melakukan banyak hal, apa lagi mereka yang sedang berada pada situasi
terbelakang alias tidak normal. Aturan tergila lagi adalah berada di asrama
tersebut selama tiga bulan special bagi seluruh mahasiswa jurusan pendidikan.
Puzzle-puzle itu sepertinya terlalu menikmati tarian-tarian tertentunya dalam
satu ruang irama tertentu. Bisakah saya mengerti sebuah objek dengan kata
mengalir? Terkadang pintu di depan mata bukan jalan keluar menuju satu kotak
music berseni. Apa yang dianggap indah, belum tentu sempurna seperti
ekspektasi. Realita ataukah ekspektasi? Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras…
Matahari
beri saya sebuah jawaban tentang perputaran waktu sekaligus makna dibalik
sinarmu! “Kakak harus makan” Zia gadis kecil ternyata memperhatikan tingkahku
sejak pulang dari kampus. Selalu saja mengekor di belakang bahkan berusaha
melakukan berusaha melakukan banyak hal termasuk membantu menyelesaikan
pekerjaanku di panti asuhan. Gadis kecil tidak pernah menampakkan wajah
marahnya terhadap segala pemandangan di depan.
“Marah
juga butuh tenaga, jadi kakak harus makan” gadis kecil memberi sepiring nasi.
“Zia
tahu dari mana kalau kakak lagi marah?” pertanyaan buatnya.
“Raut
wajah kakak tidak bisa berbohong” Zia. Gadis kecil terlihat lebih dewasa dari
umurnya membuatku ingin tertawa lebar. Btw, kenapa juga saya harus mengambil
jurusan pendidikan? Kenapa bukan hukum ataukah medis? Benar-benar jurusan iblis
tingkat dewa. Lokasi praktek fakultas pendidikan tidak pernah lepas dari panti
asuhan, asrama disabilitas terlebih golongan autisme, yayasan penampungan
anak-anak bermasalah, dan beberapa tempat lagi. Tuntutan mencari tahu sesuatu
sekitar area tersebut dengan cara berbeda serta menciptakan dunia pendidikan
tersendiri bisa menyatakan garis besar bagi fakultas kami.
Retakan-retakan
dinding pengharapan sepertinya memancing banyak puzzle untuk bermain-main
sekitar arena pertandingan. Garis besar sudut ruang menuntut tangan menggenggam
sesuatu dengan sangat hati-hati. Bisakah pelita kecil tetap menyala tanpa
pernah tahu jalan kemana harus dilalui olehnya? “Kau boleh meluapkan semua
bebanmu di depanku” tiba-tiba saja sosok pria berdiri di sampingku.
“Semalam
gadis kecil, lantas sekarang dia lagi” menggeleng-geleng kepala menatap ke arah
mister Harok.
“Saya
seperti bosan melihat wajah anda” cibiran bernada kesal…
Bagian
7…
“Anak
itu memang sesuatu banget” Harok tidak sengaja berkeliling kampus kemudian
menemukan salah satu mahasiswa sedang duduk termenung di bawah pohon.
“Dia
hanya butuh waktu” Hami selaku dosen berbisik sekitar gendang pendengaran
Harok.
“Sejak
kapan berdiri di belakangku?” Harok terkejut seketika.
“Sejak
tadi” Hami.
“Tuntutan
sang presiden membuat seluruh penghuni kampus ingin segera mendaftarkan diri ke
rumah sakit jiwa terdekat” Harok.
“Begitulah,
tiap pertemuan antara presiden dan seluruh tenaga dosen bawaannya tegang terus
masuk stress tingkat parah” Hami menampakkan wajah depresi.
“Kalau
dipikir-pikir presiden juga ga bisa dipersalahkan, kasusnya itu dia belajar
dari para pejabat sebelumnya selalu saja menjadi iblis buat bangsa sendiri”
Harok.
“Sejak
kapan kau jadi pembela sang presdir, biasanya wajahmu terlihat gerah…” Hami.
“Entahlah,
saya juga pusing sejak kapan” Harok menundukkan kepala ingin menangis.
“Menangis
juga butuh tenaga, setidaknya kau makan sekotak roti buatan istriku” Hami
menyerahkan kotak bekal berisi roti…
“Sejak
kapan kau menjadi orang baik?” Harok.
“Sejak
kau mengikuti kemauan presiden berada di tempat iblis seperti sekarang” Hami.
Hami
sang dosen meninggalkan rekan kerjanya menuju ruang perkuliahan. Harok sendiri
sibuk menikmati santap makan siang hingga membuatnya lupa tentang situasi salah
satu personil fakultas pendidikan. “Anak itu masih duduk manis di sana”
tersadar sesuatu setelah terbangun dari tidur panjangnya karena kekenyangan.
“Masih
berbicara tentang tatapan yang sama” Harok bergumam seorang diri.
“Siapa
sih menelpon jam segini?” rasa kesal Harok terlihat jelas.
“Presiden
gila kalau masih mau hidup artinya jangan cari kasus jam segini, ngerti?”
segera mematikan telepon.
“Kau
boleh meluapkan semua bebanmu di depanku” pernyataan pertama Harok setelah
berada di samping anak tengil bernama Hibab Pastin.
“Anda
lagi anda lagi” gerutu Hibab.
“Emang
kenapa kalau saya terus?” Harok.
“Bosan
tahu” Hibab.
“Kau
harusnya berterima kasih karena kalau bukan tanganku berjuang keras
mempertahankan dirimu di hadapan para penyeleksi, pasti tidak bakalan lulus
kuliah” Harok penuh semangat berkata-kata.
“Justru
saya malah berterima kasih kalau ga lulus” Hibab.
“Coba
saja saya tahu sejak awal masalah hidup di neraka semacam sekarang, tentu
kehidupanku tidak akan mungkin mau mengikuti saran kakak penjual es” Hibab.
“Kau
manusia terbodoh, pada hal potensimu jauh lebih besar dibanding mahasiswa lain”
Harok.
“Potensi
besar? Lantas kenapa diperlakukan begini?” Hibab.
“Presiden
dan seluruh tenaga pendidik ingin yang terbaik buat kalian. Mendapat emas murni
tidak semudah bayangan ekspektasimu” Harok.
“Minimal
kau harus bertahan bukan untuk dirimu, melainkan demi kehidupan banyak generasi
muda di luar sana” Harok menatap tajam.
“Entahlah”
Hibab.
“Kualitas
bangsamu tergantung dari proses yang sedang kau jalani” Harok.
“Jujur,
saya sendiri tidak pernah tahu kehangatan sebuah keluarga” Hibab.
“Tidak
berarti tanganmu harus menghentikan kehangatan di tiap sudut” Harok.
“Pernyataan
terbodoh” Hibab.
“Belajarlah
menjadi sahabat untuk memberi kehangatan, lupakan segala hal yang ternyata
mengungkapkan dirimu berada pada situasi haus kehangatan” Harok.
“Seperti
itulah kehidupan sekaligus peranan seorang tenaga pendidik” Harok kembali
membuat sebuah pernyataan.
Tuntutan
kualitas menjadi penyebab keadaan kampus menjadi berbeda dibanding
tempat-tempat lain di luar sana. Merenung lebih dalam semakin menyatakan rasa
tertekan dalam diri seorang Hibab Pastin. Arah, sudut, permainan arus selalu
saja mengambil peran terbaik ketika kaki sedang mencari jalan terbaik. “Hei
manusia tengil” sapa seseorang di tengah jalan…
“Mau
kemana?” Tiaseb berusaha menghadang jalan Hibab.
“Apa
maumu?” Hibab sedikit risih.
“Ingin
bertanya saja” Tiaseb.
“Jangan
cari masalah, ngerti?” Hibab.
“Dasar
manusia sombong” Tiaseb memberi makian cukup lantang.
“Dasar
manusia stress” balas Hibab.
“Waktu
pembagian jadi manusia paling manis, kau lagi tidur yah?” Tiaseb.
“Lantas?”
Hibab.
“Masalahnya
itu kau tidak sadar-sadar juga kalau ternyata wajah dan hidupmu terlalu pahit
jadinya sombong” cetus Tiaseb.
“Apa
kau bilang?” Hibab.
“Manusia
sombong tanpa ujung” teriak Tiaseb sambil melarikan diri.
Tiaseb
merupakan sosok pribadi ceria bagaimanapun keadaan di depan mata. Seolah dia
tidak pernah memiliki masalah seperti manusia-manusia lain. Tersenyum tanpa
beban menjadi motto hidupnya hingga ajal menjemput. “Huffft, mata kuliah militer
dan pertahanan negara” Tiaseb menggerutu seorang diri menuju ruang perkuliahan.
“Menyebalkan”
mengobrak-abrik seluruh rambut di kepalanya.
“Sama
menyebalkan ma manusia sombong di sana” cetus Tiaseb.
“Kenapa
mata kuliah seperti ini diharuskan sih?” gerutu Tiaseb.
“Latihan
militer terbiadab, ngennes, menyayat hati, menghancurkan tulang sudah dijalani
dan sekarang mata kuliahnya juga lebih menyebalkan lagi” rasa kesal mahasiswa
itu makin menjadi-jadi.
Mahasiswa
tersebut sedang berada pada barisan permainan strategi kemiliteran. Dalam
hitungan detik dia harus bisa memutar otak sehingga memanipulasi beberapa objek.
Berlari, namun terlihat santai menjadi sesuatu paling sulit dilakukan. Menulis
beberapa kunci untuk menyusun format kualitas dengan waktu kurang dari semenit
ketika lawan sedang berada di depan mata.
“Perutku
kenapa mendadak berteriak begini?” Tiaseb merasakan keganjillan perutnya.
“Untung
saja mata kuliah paling menyebalkan berakhir” sekali lagi dia berkata-kata
seorang diri seperti orang gila.
“Siapa
yang masak makanan ini sih? Tidak enak banget” kekesalan dirinya mulai
bergentayangan setelah membuang hajat kemudian duduk di bawah pohon ingin
menikmati makan siang.
Kehidupan
mahasiswa hanya bertemakan segala jenis makanan kampung tanpa steak maupun
spageti. Bagi mahasiswa dengan jadwal memasak harus memetik sendiri sayuran di
kebun atau langsung mengambil di tempat perkebunan sesuai intruksi kepala
asrama. Mereka yang sedang menjalani latihan wajib militer diberi tugas mencari
kayu bakar di sekitar hutan. Penanaman kembali pohon-pohon merupakan bagian
terpenting ketika melihat beberapa area hutan terlihat gundul untuk menghindari
bencana alam ke depan. Tidak asal mencari kayu bakar juga, melainkan memeriksa
kembali keadaan-keadaan hutan di sekitar.
“Wajahmu
papaya banget” sapa seseorang terhadap Tiaseb.
“Zia,
sejak kapan gentayangan seperti hantu?” Tiaseb.
“Sejak
tadi” Zia.
“Mau
kemana?” Tiaseb.
“Menjajahkan
kue-kue di jalan-jalan” penekanan Zia kemudian berjalan pergi…
Bagian
8…
Tiaseb…
Andaikan
saja mommy and daddy ga main acting-actingan pasti ceritanya beda. Kenapa
mereka kelewat jahat terhadap anak tunggal sendiri? Lantas, siapa yang akan
menjadi penerus sekaligus pewaris kerajaan bisnis daddy? “Anak mommy paling imut sedunia pasti bisa jadi presiden suatu hari
kelak” ungkapan perasaan mommy seolah tidak merasa bersalah. Mengingat
kembali ucapannya membuatku muak bertubi-tubi.
“Aminnnn” kenapa balasan ucapan daddy
terngiang-ngiang gitu.
Bisa
dikatakan pembantu di rumahku lebih dari ekspektasi kaum-kaum miskin, tetapi
sekarang sosok Tiaseb harus menjalani kehidupan gila seperti sekarang. Saya
tidak pernah tahu yang namanya cuci piring, cuci baju, masak, tanam sayuran,
bersihkan kotoran ternak, berlari mengejar bebek-bebek iblis, mencangkul tanah,
dan segala jenis pekerjaan kasar ketika masih berada di sebuah istana surga.
Daddy memang sengaja menjebak anak sendiri sampai-sampai dinyatakan lulus murni
oleh pihak kampus.
Berjuang
habis-habisan belajar biar lulus di kampus karena acting mommy and Daddy
terlihat menakutkan. Nasi sudah menjadi bubur, jadi, sekarang harus kujalani.
Semua rekan kerja daddy bahkan sahabat-sahabatku sendiri mengetahui berita
tentang sosok Tiaseb dinyatakan lulus bahkan akan menjadi salah seorang pejabat
berkelas suatu hari kelak. “Calon presiden mommy semangat” ungkapan menyebalkan
melalui sepucuk surat. Entah bagaimana cara dilakukan oleh mereka sehingga bisa
mengirim surat seperti tadi.
Koleksi
barang-barang branded di rumahku hancur seketika. Pihak kampus melarang seluruh
mahasiswa membawa serta seluruh benda-benda mahal ke asrama. Saya hanya memakai
seragam kerja tiap hari, ke kampuspun memiliki jenis pakaian sesuai aturan.
Tidak ada bioskop, mall, café & resto, mobil mewah, motor besar, makanan
enak, istana besar, ataupun barang-barang branded di sini. Kehidupanku sangat
kacau semacam mengalami penghukuman di alam baka alias neraka tingkat seribu.
Tiap
hari menjalani masa-masa paling terkritis sejagat raya. “Tugas paling tersadis
yang pernah kulihat” menatap segala jenis tugas dari masing-masing mata kuliah.
Saya masih tinggal di asrama sampai detik sekarang, masih dalam standar kerja
yang tidak mengharuskan berpindah tempat tinggal. Temanku paling sombong belagu bernama Hibab Pastin
sudah beberapa kali berada di tempat lain. Tuhan, bagaimana cerita hidupku
nanti kalau mempunyai jadwal kerja merawat manusia-manusia jompo?
“Tata
kelola keuangan menipu lawan” pernyataan apaan ini…
“Garis
hitam pajak selalu saja bersembunyi manis pada sebuah sudut, sedang angin topan
menari-nari tanpa sadar sekitar area perekonomian” bunyi pernyataan kedua.
Pertanyaan
sekarang adalah menjelaskan makna dari dua ungkapan di atas. Terkadang satu
scenario memainkan perannya di antara ribuan dinding gemerincing dengan sesuatu
objek tidak terduga. Rel perjalanan beberapa kata terdengar cukup menegangkan
sekaligus menakutkan. “Apaaan lagi sih ini?” menggerutu kacau .
Buku-buku
menumpuk tidak jelas dalam kamar. “Tuan X diketahui memiliki banyak aset
kekayaan dengan nilai fantastis. Secara tidak terduga, masyarakat dikejutkan
oleh sebuah pemberitaan tentang proses kerjasama antara dirinya dan banyak
tokoh-tokoh penting.” Salah satu soal cerita pemberian sang dosen.
“Seiring
waktu berjalan terdapat beberapa keganjilan terhadap peraturan-peraturan.
Perubahan besar dari sudut pandang perekonomian, keuangan, perpajakan, hukum,
bahkan bidang-bidang lainpun ikut mempengaruhi dengan kondisi tidak stabil
dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.” Lanjutan soal cerita di atas.
“Jelaskan
sistem permainan data yang digunakan sehingga seluruh aspek masyarakat
dibutakan oleh beberapa keadaan!”
“Tuliskan
sekaligus rumuskan tentang kekuatan tangan kedua maupun ketiga untuk seluruh
area terutama dalam bidang perekonomian, hukum, perpajakan, dan perbankan!”
Memang
ga ada cerita lain apa? Permainan kata bantu melalui sebuah pernyataan
merupakan sebagian besar kunci dasar penyelesaian tugas tadi. Kurang hati-hati
dalam penggunaan katapun menjadi sebuah musibah bahkan akan mendapat respon
tidak masuk akal. Tuntutan penguasaan segala jenis program data dan juga pengambilan
kesimpulan sekitar area-area batas sadar ataupun tidak dibutuhkan tingkat
kepekaan paling akurat.
“Untung
saja perpustakaan asrama buka 24 jam non stop” bergumam sambil berjalan menuju
sebuah perpustakaan.
Asrama
kampus terdiri dari beberapa bagian diantaranya terdapat perrpustakaan, ruang
interaksi ketika belajar kelompok ataupun kuliah online, dan lain sebagainya.
Hal lebih meresahkan adalah tidak seorangpun mahasiswa memiliki handphone dalam
bentuk merk apapun terlebih berada pada kategori termahal. Jangan sekali-kali
membawa barang-barang branded ke wilayah area kampus dan asrama, kenapa?
Berakibat fatal bahkan akan dikenakan skorsing lebih parah lagi kalau kegiatan
perkuliahan dihentikan untuk selama-lamanya. Pakaian yang kami kenakan saja
tidak boleh berlebihan. Tidak ada kata perawatan dan skincare disini kalau
masih ingin berlanjut mencari masa depan.
Masing-masing
mahasiswa dibekali sebuah handphone pemberian kampus yang sudah di program
terlebih dahulu. Segala jenis aplikasi media social telah diblokir oleh pihak
kampus sehingga kami semua tidak akan pernah bisa membuka situs manapun kecuali
hal-hal berkaitan dengan bahan pembelajaran dari berbagai mata kuliah. Ketika
hendak menelpon salah satu anggota
keluarga di luar sana berarti mahasiswa harus meminta kode sandi dari kepala
asrama. Aturan lebih gila lagi adalah satu-satunya anggota keluarga yang dapat
dihubungi hanya orang tua kandung semata, itupun memiliki waktu-waktu tertentu
dan bukan tiap saat. Kode sandi akan berubah setiap saat pada handphone milik
mahasiswa.
Kenapa
mahasiswa dibekali sebuah handphone? Selain untuk memudahkan sistem
pembelajaran seperti yang dijelaskan tadi, ternyata terdapat beberapa alasan
lain. Satu-satunya aplikasi milik kampus terpampang nyata pada handphone
tersebut.
“Tiaseb,
kelas online sekaligus belajar kelompokmu berpindah besok malam karena sesuatu
dan lain hal,” demi kelancararan komunikasi antara dosen dan anak didiknya
menjadi alasan benda tersebut harus dibawah setiap saat.
“Sales
marketing online” membaca sebuah tulisan. Aplikasi ini memang berperan untuk memudahkan
mahasiswa melihat jadwal kuliah maupun jenis pekerjaan terbaru setiap bulannya
karena akan selalu ada perubahan.
“Sisa
saldo atas nama Tiaseb…” mengelus-ngelus dada. Uang jajan pemberian daddy
senilai sepuluh juta seolah tidak berharga sama sekali, lantas sekarang,
seratus ribu memiliki nilai luar biasa sekali. Laporan gaji beserta
potongan-potongan kiri-kanan terpampang jelas di sini. Jangan sekali-kali
meminta uang dari orang tua kalau masih ingin bertahan. Segala sesuatu yang di
dapat harus berasal dari keringat
sendiri dan bukan milik orang lain. Prinsip dasar sarapan menu di pagi hari
selalu bersifat rebus diantaranya ubi, pisang, talas, ubi jalar, sukun, tahu,
dan teman-temannya di belakang.
“Setidaknya
segelas susu hangat bisa memberi kekuatan selama beberapa jam,” menikmati
sarapan rebus-rebusan disertai segelas susu. Tiap mahasiswa mendapat jatah
bekal makan siang hasil olahan teman sendiri sesuai jadwal kerja. Ikan kering,
sayur rebus, ulekan lombok sederhana, beragam jenis perkedel, tahu rebus, ikan
rebus, dan hampir segala menu bersifat rebus-rebusan.
“Kata
rebus memang selalu mengudara di kampus” menarik nafas panjang menatap menu
bekal makan siang. Pihak kampus sengaja menaruh banyak bibit ikan di sekitar
pertengahan sawah demi memenuhi kebutuhan makan seluruh personil asrama. Jenis
sawah yang masuk dalam pengelolahan kami pun cukup luas bahkan membuat seluruh
tubuhku terus saja kesakitan karena membajak secara manual.
Jenis
kulit putih, bersih, halus, kelewat bening menjadi bagian masa lalu Tiaseb.
Lantas sekarang? hanya bercerita tentang suasana dekil sekalian saja gosong
merana tiap harinya. “Tias, kelompok belajarmu ada perubahan jam tayang” sang
dosen kembali memberi informasi melalui aplikasi dari handphone pemberian
kampus di tanganku. Tiap minggunya
seluruh mahasiswa melakukan kegiatan belajar kelompok secara online pada
malam hari. Kegiatan perdebatan ataupun saling mengupas satu objek akan dimulai
sesuai jadwal dari masing-masing mata kuliah.
“Hai
kakak-kakakku dimanapun kalian berada, selamat siang” menyapa para netizen di
dunia medsos. Kegiatan berjualan onlinepun merupakan jenis pekerjaan bagi
personil kampus. Aplikasi hanya bisa dibuka dalam ruang ini saja, itu juga
harus dilakukan oleh salah satu satu staf ataupun dosen yang bersangkutan.
Berjualan
apa saja? Segala sesuatu harus berasal dari hasil kreatif para mahasiswa.
Makanan, minuman, kue, lukisan, beragam kerajinan menjadi jenis objek yang
harus dipasarkan oleh mahasiswa secara online. Tas, sepatu, wallpaper dinding
rumah, taplak meja, lemari, sofa, hiasan rambut perempuan, horden, casing
perabotan rumah dengan menggunakan beberapa bahan hasil kreatifitas mahasiswa
menjadi pusat objek kerajinan di showroom ini. Bahan-bahan yang digunakan
diantaranya berasal dari bambu, serabut bersama batang pohon kelapa, bebatuan
kerikil sungai, batu karang, sampah, dan lain sebagainya.
“Bantu
up dong kakak” ucapan manis sambil tersenyum menghiasi gerai…
Seluruh
jenis pengguna media social harus dipanggil kakak, kenapa? Biar barang-barang
bisa habis terjual. Mau itu kakek-kakek, nenek-nenek, tante, om, adik kecil
harus tetap dipanggil dengan sebutan kakak kalau masih mau bertahan hidup…
“Jenis
kue produk kemarin rasanya sangat tidak enak” keluh seorang netizen.
“Tias,
apakah itu dirimu? Kenapa berubah jadi dekil hancur gini?” salah seorang dari
mereka segera mengenali wajahku.
“Katanya
calon pejabat, lantas kok lebih mirip apaan yah?” kembali salah seorang
berkomentar.
“Kakak-kakak
cantik, cakep, pintar, baik hati, dan tidak sombong silahkan memesan produk
paling dramatis dari showroom milik kami. Dijamin ga bakal nyessel” berusaha
mengalihkan perhatian dan berpura tidak tahu soal beberapa komentar tadi. Sales
marketing harus bisa mencapai target penjualan apapun yang terjadi. Keuntungan tadi
digunakan sebagai proses pengolahan kebutuhan kampus.
Prinsip
dasar kampus sampai selama-lamanya adalah untuk segala sesuatu harus berasal dari
keringat mahasiswa itu sendiri dan bukan orang lain dalam bentuk apa pun. Perjalanan
ini sungguh sangat menyedihkan membuatku ingin berteriak memaki mommy daddy
sekeras mungkin. “Tias, jangan lupa besok jadwal kerjamu berubah tempat” salah
seorang pria paruh bayah menghentikan langkahnya di depanku.
Perasaanku
berkata kalau jadwal kerja sebagai sales marketing online baru seminggu, lantas
sekarang kok berubah? “Teman kamarmu Mekn lagi ujian, jadi ga bisa kerja di
luar kampus selama beberapa waktu, artinya kau harus mengganti perannya”
kembali melanjutkan ucapan menyebalkan.
Perasaanku
berkata kalau omzet penjualan online mencapai lebih dari target, lantas kenapa
saya harus dilempar menjadi penjual sayuran di pasar? Pertama kali seumur hidup
melihat sebuah kampus sengaja mempekerjakan seluruh mahasiswanya di segala
pekerjaan kasar. “Mahasiswa arsitek gila” berteriak kesal ingin memaki teman
sekamar sendiri.
“Baru
datang sudah mengamuk” Mekn seolah bersikap cuek.
“Kau
yang ujian kenapa saya yang susah?”
“Ntar
kalau kau ujian semester, jelas saya juga yang susah” Mekn sadar betul tentang
kalimatku barusan.
“Dasar
iblis” makian membabi buta.
“Mister
Harok bilang, jangan pernah mengucapkan bahasa tidak beretika seperti tadi”
Mekn.
Mister
Harok memang terkenal di seluruh lapisan mahasiswa sebagai sosok pribadi yang
selalu siap menjadi pendengar setia sekaligus sahabat. Hubungan antara kata
tadi dan pernyataanku barusan? Di sela-sela itu, mister Harok sering
menyelipkan bahasa-bahasa teguran terhadap mahasiswa di hadapannya.
“Tidur
sana ma mister Harok sekalian” melempar bantal ke arahnya.
“Besok
saya mau ujian semester, jadi, please don’t ribut, paham?” Mekn.
“Ke
laut saja dodol” membalas kalimat Mekn.
Ujian
semester masing-masing jurusan tidak dilakukan serentak dikarenakan beberapa
factor seperti penjelasan di atas. Mahasiswa tidak diberi izin pulang kampung
bersamaan ketika liburan semester ataupun penghujung tahun. Kampus ini tidak
mengenal namanya libur panjang. Kalaupun pulang kampung berarti sang mahasiswa
hanya pergi buang kentut doang, kemudian balik lagi ke kampus. Paling lama izin
liburan sekitaran dua mingguanlah dan tidak lebih. Berani melanggar berarti
pergi mencari neraka jahanam…
“Sayuran
segar” pagi-pagi buta kegiatan terbaru adalah berteriak di pasar.
“Ibu-ibu
paling cantik sedunia pasti makin cantik kalau singgah beli sayuran segar
disini, nyessel berlapis-lapis ntar kalau ga singgah” suara dasyat menjajahkan
sayuran segar.
“Kacang
panjang ma jagung manis bisa buat perkedel biar suami anak makin sayang” inilah
yang dikatakan sales marketing sayuran.
“Boleh
minta resep apa namanya? Perkedel jagung manis campur kacang panjang” sapa
seorang ibu.
“Tapi
ibu harus beli sayuran segar dulu disini” menjawab pertanyaan sang ibu tua.
“Deal”
ucapan beliau sambil bersalaman sebagai tanda persetujuan.
“Cepat
berikan resepnya!” perintah sang ibu.
“Tinggal
iris tipis-tipis jagung ma kacang panjang campur seluruh bahan termasuk terpung
terigu bersama teman-temannya yang lain, singkat cerita goreng mpe renyah,” untung
saja jadwal kerjaku kemarin sempat sebulan jadi tukang masak asrama.
“Jamin
enak ga?” sang ibu masih melempar pertanyaan.
“100%
enak ga ada tandingan” teriakanku pun makin melejit.
Akhir
cerita termanis seorang sales marketing sayuran adalah para ibu-ibu memborong
dagangan milikku. Lebih kacau lagi dikarenakan mereka semua meminta segala
jenis resep masakan hanya dengan memakai bahan sayuran sederhana. Sang ibu tua
menjadi penyebab utama pelopor teman-temannya meminta jenis resep aneh-aneh. Saya
saja baru belajar masak setelah berada di asrama, kan selama ini pembantu di
rumah ada ratusan orang gitulah…
Sayur
dagangan habis terjual tanpa sisa. Jiwa sales marketing sayuran dalam diriku
meronta-ronta dengan membuahkan cerita manis sekitar endingnya. “Tias, apa saya
bisa meminta bantuan?” entah sejak kapan Zia berdiri memperhatikan
pergerakanku. Ternyata oh ternyata, gadis itu berperan sebagai penjual daging
segar di pasar. Seperti yang kalian ketahui bahwa seluruh lapisan mahasiswa
harus melakoni pekerjaan-pekerjaan kasar.
“Minimal resiko buat makan rakyat sendiri
hanya berkisar nol sekian-sekian persen bahkan tidak akan pernah sama sekali,”
kenapa juga ucapan mister Harok terngiang kacau dalam ingatanku? Program
sekolah pejabat semacam ini tidak menjamin pejabat tidak akan pernah melakukan
penyimpangan. Sang presiden periode terbaru bersikeras terhadap program
tersebut dengan alasan sikap mental maupun karakter seorang pejabat di masa
depan akan terbentuk berbeda dibanding yang lain.
“Sedangkan
para pejabat sebelumnya yang mungkin pernah merasakan kehidupan susah masih
berada di garis penyimpangan, terlebih jika memang tidak pernah sama sekali menyadari
status jalan menyayat hati dari ribuan objek ruang kemiskinan” Menteri
pendidikan mengungkapkan sebuah pernyataan setelah mendapat sorotan orang
banyak.
Saya
tidak bisa berbicara banyak oleh karena kenyataan dan pengalaman dari bentuk
pemerintahan yang sudah-sudah. Ada benarnya juga sih tentang program sekolah pejabat
yang sedang kami jalani walaupun dikatakan menyakitkan bahkan menciptakan
suasana penderitaan cukup parah. “Saya
tidak katakan bahwa program presiden sekarang tidak akan memiliki unsur
penyimpangan oleh beberapa pihak, namun setidaknya kalian dilatih tentang
sebuah petualangan untuk menghargai apa yang ada di depan” tidak sengaja
juga telingaku mendengar ucapan mister Harok terhadap Hibab Pastin sosok
manusia sombong…
Pintar
saja tidak cukup untuk menjadi sebuah pondasi bagi bangsa dan negara sendiri
merupakan salah satu prinsip teguh para dosen pendidik. Apa negara ini
kekurangan manusia genius? Tentu tidak sama sekali, bahkan di luar sana ada
banyak pemberitaan tentang tingkat IQ maupun prestasi banyak generasi muda. Keadaan
membuat sang presiden menempuh jalur seperti sekarang. Tidak salah memang sih
memilih jalan menghanyutkan semacam program sekolah pejabat tidak biasa
menurutku kalau dipikir-pikir lagi, kenapa? Yah belajar dari pengalaman para
pejabat dari waktu ke waktu hanya bercerita KKN, makan rakyat sendiri,
seenaknya mempermainkan hukum, hutang negara menumpuk, merubah banyak aturan
organisasi-organisasi penting untuk menyelamatkan jiwa raga, dan lain
sebagainya.
Saya
harus berani bersuara juga sih sebenarnya dan apapun yang terjadi. “Daging
segar dijamin rasa tidak pernah bohong” berteriak sekeras mungkin hingga
memecah gendang pendengaran orang banyak. Jiwa sales marketing daging dalam
diriku mulai meronta-ronta. Membantu Zia berjualan ternyata memiliki seni
tersendiri.
“Wah,
pasangan suami istri lagi kompak jualan” ibu-ibu tadi belum-belum pulang juga
rupanya sampai bergurau begini.
“Ibu,
daging segar disini enak loh, mau beli?” menatap tajam ke arah ibu-ibu reseh.
“Apa
ucapanmu bisa dipercaya?” balik bertanya.
“Tentu
saja100%, understand?” berusaha terlihat berbeda dari sales marketing daging
lainnya.
“Manusia
bisa kau tipu, tapi Tuhan tidak bisa kau tipu” ujar si’ibu.
“Betul
ucapannya” seorang perempuan berpakaian santai berjalan ke tengah kami.
“Anda
siapa? Kenapa merusak dagangan orang” cetusku seketika.
“Sepertinya
kita pernah ketemu, tapi dimana yah?” Zia.
“Wajahku
memang pasaran, jadi perasaanmu saja kalau kita pernah ketemu” jawaban wanita
berpakaian tadi terhadap Zia.
Bagian
9…
Ketja Lebe…
Petualangan
kecil terdengar mengesankan juga buat kulalui beberapa waktu ke depan. Melakukan
penyamaran karena ingin melihat langsung rutinitas mahasiswa menjadi alasan
saya berada disini. Tanpa sadar, ternyata dua kakiku sudah menjejakkan diri
sekitar pasar tradisional. “Gadis penjual es” langsung mengenal wajahnya.
Manusia kuncir dua benar-benar menipu mata ketika hanya menyaksikan dari sisi
luar saja.
Si’penjual
es lulus fakultas hukum? Sulit dipercaya. Terjadi peperangan hebat antara dua
kelompok. “Ternyata temannya pintar juga memainkan strategi” memperhatikan dari
dekat bagaimana anak muda itu berupaya memikat pelanggan. Entah dorongan apa
hingga saya berjalan masuk begitu saja ke tengah mereka.
“Wajahku
memang pasaran, jadi perasaanmu saja kalau kita pernah ketemu” hampir saja
ketahuan dikarenakan ingatan gadis penjual es cukup kuat juga sih.
Segera
bergegas meninggalkan pasar agar identitasku tidak diketahui oleh mereka. “Anda
dimana? Jangan membuat masalah” sebuah pesan masuk dari menteri pendidikan
kita.
“Saya
hanya berpetualang sedikit saja” balasan pesan buatnya.
Mengendap-ngendap
bagaikan pencuri di siang bolong hanya untuk memperhatikan rutinitas keseharian
banyak mahasiswa. Suasana kampus cukup asri dengan banyaknya tanaman hijau
bermuara di setiap tempat. “Temukan sebuah teknologi menurut kreatifitasmu dari
beberapa elektronik rusak di depanmu!” hal terbodoh yang pernah kulakukan.
Ruang praktek salah satu fakultas menjadi pusat perhatianku sekarang tanpa
sadar.
Bagaimana
bisa saya masuk begitu saja, lantas main perintah seperti seorang dosen. “Anda
siapa?” seorang mahasiswa bertanya ke arahku.
“Asisten
dosen baru kalian sekaligus tim penguji” alasan tidak masuk akal.
Beberapa
benda terbilang kuno untuk masa sekarang di perhadapkan oleh mereka. Handphone,
televisi, radio, kipas angin, dan beberapa peralatan elektronik lainnya menjadi
bahan objek praktek di ruang tersebut. “Temukan satu alat tertentu dari
benda-benda tersebut, lakukan kombinasi dan ciptakan satu teknologi tertentu
menurut hasil pemikiranmu sendiri!” berbicara kembali.
“Tugas
pertama buat kalian dari saya sebagai asisten dosen terbaru” pernyataan tergila
selanjutnya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia. Sesuatu dengan istilah
benda kuno alias rongsokan dapat saja menjadi sebuah objek berharga tanpa
sadar. Tergantung situasi dan cara pandang seseorang…
Berjalan
meninggalkan ruang praktek tadi, kemudian berputar berkeliling mencari
tempat-tempat baru. Btw, ruang manusia reseh paling menyebalkan dimana? Saya
belum melihat batang hidungnya sejak tadi. “Arsitek bersama sejuta makna
terselubung” membaca satu kalimat pada sebuah gedung. Ternyata saya sedang
berada di tengah-tengah mahasiswa jurusan arsitektur.
“Hei,
siapa namamu?” menegur salah satu mahasiswa.
“Kakak
panggil saja Mekn” jawaban tegas darinya.
“Kenapa
sepi yah?” tanyaku memasang wajah kebingungan.
“Lagi
ujian kakak makanya sepi” Mekn menjawab.
“Btw,
ruang kakak sudah dipersiapkan sejak tadi ma mister Harok” berbicara lagi.
What?
Dari mana manusia itu tahu kalau saya akan melakukan petualangan sekitar tempat
semacam ini? Berarti mata-mata terus terjaga di sekelilingku tanpa sadar. Saya
sama sekali belum konfirmasi masalah kedatangan ataupun hal lain terhadap dia.
“Siapa namanya tadi? Mister Harok dimana manusia itu?” melemparkan pertanyaan
kembali.
“Di
belakang kakak” Mekn menunjuk sesuatu…
Ternyata
sejak tadi manusia reseh mengenal identitasku. Penyamaranku sia-sia kalau
begini cerita. “Sejak kapan ada di belakangku?” pertanyaan pertama setelah
sekian lama tidak saling bertatap muka.
“Sejak
tadi” Harok tersenyum kecil.
“Tunggu
sebentar” perhatianku teralih terhadap sesuatu.
“Kakak
kenapa menatap ke arahku?” Mekn berusaha memperbaiki kacamatanya.
“Gambarmu
di tanganmu itu tidak hidup bahkan terlihat kacau” menarik selebaran berisi
desain dari tangan Mekn.
“Tidak
hidup? Mekn.
“Jangan
gunakan objek pasaran untuk melakukan desain” penekanan tak berarti.
“Saya
kurang ngerti” Mekn.
“Konsep,
makna, objek, kualitas pemikiran dalam desain milikmu menyatakan bau-bau
pasaran bahkan tidak terlihat hidup sama sekali, sedangkan sainganmu kiri kanan
luar biasa banyak” menarik pulpen milik mahasiswa tersebut, kemudian
mencoret-coret total desain gambarnya.
“Anda
siapa? Kenapa menghancurkan tugasku? Ujianku pasti berkasus sekarang” Mekn
terlihat kesal bahkan ingin menangis.
“Dosen
baru khusus jurusanmu untuk sementara waktu” menjawab lantang ucapannya.
“Hancur
sudah ujian semesterku” Mekn.
“Tidak
begini juga keles, seperti mau mati saja, apa lagi kalau mau jadi calon pejabat
sekaligus arsitek berkualitas ya harus kuat” nada sedikit menggertak.
“Kau
keterlaluan” bisik Harok menginjak salah satu kakiku.
“Saya
yang akan menjadi dosen langsung buat mengoreksi semua tugas dan ujianmu, jadi
kau harus siap mental, ngerti?” kalimatku makin menjadi-jadi alias tidak
perduli ucapan manusia persahabatan.
“Tugas
pertama dari saya, coba luapkan emosionalmu dalam sebuah desain dengan
menggunakan sawah tempatmu bekerja sebagai objek utama!” nada perintah cukup
tegas berkumandang lagi…
Berjalan
meninggalkan Mekn setelah pernyataanku tadi sedang kulakukan. “Presiden gila
silahkan menunggu di ruangan ini selama beberapa saat” Harok bersikap kesal
seperti biasa terlebih mengingat kejadian tadi. Sikapnya sedikit berlebihan
membuatku ingin tertawa seketika.
“Kau
mau kemana?” pertanyaanku menghentikan langkah Harok.
“Mencari
makan buat presiden gila biar makin gila” kalimat cetus Harok.
“Kalau
begitu cepat keluar sana!” segera membuka pintu buatnya tanpa rasa bersalah.
Ruang
persahabatan bagi para mahasiswa menjadi perbedaan diantara kampus-kampus
lainnya. Tidak salah juga memilih manusia itu sebagai seorang sahabat bagi
dunia mahasiswa ketika sedang menjalani pergumulan berat. Di awal cerita
terdengar jual mahal, tetapi keadaan sekarang justru mengatakan objek lain. Dia
memang benar-benar something bagi banyak mahasiswa kalau diperhatikan.
“Saya
ingin belajar percaya kata-katamu kalau ternyata kau memang seorang sahabat”
sepertinya suara ini pernah kudengar sebelumnya, tapi dimana?
“Apa
saya bisa membentuk, sedang diriku sendiri tidak pernah terbentuk sejak lahir?”
dia melemparkan sebuah pernyataan. Kebetulan saya duduk di balik kursi
menghadap tembok hingga wajahku tak terlihat. Si’anak punk? Saya hampir-hampir
tidak menyangka sama sekali tentang keberadaannya di ruang persahabatan.
Manusia itu kemana sih? Tuhan, jangan sampai si’anak punk mengenal wajah di balik
kursi ini.
“Hibab”
manusia menyebalkan tiba-tiba memperdengarkan suaranya.
“Lantas
siapa yang ada duduk di kursi itu?” si’anak punk terdengar kebingungan.
“Perwakilan
dosen dari pusat untuk semua jurusan” Harok menciptakan masalah.
“Maksudnya?”
si’anak punk.
“Pusat
menugaskan seorang dosen untuk mengajar selama beberapa saat di semua jurusan
termasuk tempatmu, ngerti?” jawaban manusia reseh.
“Kuharap
anda memperkenalkan diri terhadap salah satu mahasiswa paling berpotensi di
kampus ini” Manusia reseh memang sengaja menjebak keadaanku sekarang.
Dia
kan sadar kalau saya tidak akan lama di sini, lantas sengaja memancing suasana?
“Silahkan perlihatkan dirimu!” penekanan manusia reseh terdengar jenius.
“Hai
salam kenal” berusaha untuk tetap tenang ketika membalikkan kursi ke hadapan
mereka berdua.
“Kakak
penjual es?” anak punk langsung mengenal wajahku.
“Siapa
kakak penjual es?” berpura-pura tidak mengenal dirinya.
“Saya
tidak mungkin salah orang” anak punk memasang wajah serius.
“Kau
salah orang, coba pikir mana sempat saya pergi menjual es” menjawab tegas.
“Penjual
es” ledekan manusia reseh berbisik.
“Sejak
kapan presiden gila menjual es, masih menjadi misteri ilahi” manusia reseh
makin meledek.
“Bicara
terus artinya cari penyakit” berbisik penuh penekanan di sekitar telinga
manusia reseh.
“Ada
apa mencariku?” manusia reseh mengalihkan perhatian.
“Nanti
saja” anak punk berusaha untuk menghindar.
“Kenapa
kau kurang percaya diri?” melemparkan pertanyaan sambil menarik beberapa buku
dari tangannya.
“Ini
hasil pemikiranmu?” bertanya lagi terhadapnya.
“Autisme,
gangguan mental, kenakalan anak, dan beberapa objek permasalahan dari dunia
pendidikan” membaca nyaring sebuah tulisan.
“Ibu
dosen, kalau bisa…” ucapan manusia reseh tiba-tiba terhenti.
“Tulisanmu
masih kacau, terlalu pasaran bahkan sering dijumpai jenis-jenis pernyataan
semacam ini” mengambil sebuah pena kemudian mencoret kiri kanan dari beberapa
lembar hasil tulisannya.
“Kakak
penjual es maksudku anda anda anda…” terlihat kesal…
“Ciptakan
ide-ide dengan pernyataan-pernyataan berbeda terhadap pokok pembahasan tadi
sehingga kau bisa mengerti tentang makna belajar membentuk, ngerti?”
“Beliau
perwakilan dosen pusat, jadi, kau harus siap mental saja demi kebaikanmu”
manusia reseh mengusap bahu si’anak punk.
“Permisi”
anak punk memohon pamit. Saya harus mengakui tekanan-tekanan berat dunia
pendidikan jauh lebih besar dibanding bidang lain. Kasus pendidikan negara ini
berada di bawah standar baik dari segi kualitas kurikulum terlebih tenaga
pendidik sendiri. Jangan menjadi pengajar bersifat lurus-lurus saja alias
terlalu pasaran.
“Ucapanmu
keterlaluan” manusia reseh terlihat kesal.
“Semua
juga untuk kebaikan dia kelak” membalas ucapannya.
“Memerintah
atau mengajar semaumu termasuk cara paling terjahat sekalipun juga butuh
tenaga, jadi, makanlah!” manusia reseh.
“Bawah
kemari makanannya!” menunjuk sesuatu.
Menikmati
menu makan siang menuju sore pemberian mister Harok. Tatapan ingin memakan
hidup-hidup terus saja berjalan ke arahku hingga hidangan makana siangku habis.
Saya hampir tidak percaya menyaksikan sosok anak punk memiliki kemampuan
berpikir terpendam. Dia benar-benar sesuatu untuk jalur tenaga pendidik.
“Penasaran” bergumam seorang diri membayangkan sosok anak punk.
“Apa
yang sedang kau pikirkan?” manusia reseh berdiri depan pintu…
“Jiwa
penasaranku lagi berkoar-koar di alam sana” dia masih terus saja ngoceh.
“Kumpulkan
seluruh dosen sekarang!” memberi perintah.
“Presiden
gila lagi merencanakan sesuatu” manusia reseh.
“Cepat
kumpulkan kalau masih ingin hidup!”
Sejam
kemudian para dosen dari seluruh fakultas berkumpul di sebuah aula kampus
setelah aktifitas perkuliahan selesai. Menuntut target menjadi poin utama
pertemuan sekarang. Menyuruh mereka menjelaskan ataupun membagi beberapa bagian
kelompok kualitas dan nilai dalam pembentukan mahasiswa. Memang tidak semudah
yang dibayangkan tentang penanganan para calon pejabat masa depan.
Seorang
pendidik harus pandai menemukan sebuah ruang paling tersulit dalam diri
seseorang kemudian membawanya ke sebuah permukaan ataupun lingkaran standar
aspek-aspek tertentu. Bagian terpendam itulah yang terkadang menimbulkan banyak
adegan drama, tetapi sang pendidik juga dituntut lebih lihai memainkan keadaan.
“Metode pengajaranmu perlu perbaikan
dengan alasan konsep pemikiran mereka terkesan dramatis” memberi penyataan
kalimat terhadap seorang dosen.
“Gunakan
permainan pancing-memancing khusus fakultas yang sedang kau hadapi!” ucapanku
kembali terhadap pendidik lain.
“Kenapa
bisa?” pertanyaan dosen lain.
“Jurusan
hukum itu sifatnya paling sensitive dan bisa dikatakan sebelas dua belas ma
keuangan. Iblisnya di sekitaran situ terlalu banyak, jadi, saya tidak mau
mereka terjebak” kalimat tragis memang…
“Kalaupun
mereka tidak terjebak oleh iblis, di lain tempat juga tentu goncangan angin
menyerbu sehingga butuh kualitas kecerdikan disini. Harus ada keseimbangan
antara iman dan otak” sambungan nada-nada kata wah wah wah…
Tolak
ukur perjalanan ke depan adalah berada pada kata pondasi. Bukan hanya satu
bidang saja berkasus melainkan secara keseluruhan mengalami objek-objek
bersifat jurang tanpa arah. Perbaikan satu bidang saja membutuhkan proses luar
biasa, lantas bagaimana dengan cerita seluruh bidang? Pemerintahan sebelumnya
hanya memikirkan diri sendiri serta bagaimana cara merebut sebuah kursi.
Kasus
terbesar lain yang juga sedang dihadapi oleh bangsa ini adalah masalah
karakter. Ada banyak daerah berada pada garis kata blacklist sekaligus zona
merah sehingga menyatakan satu krisis dari sebab akibat. Mendidik sekaligus memperbaiki
memang bukan perkara mudah terlebih ketika negara mengalami krisis dari segala
arah. “Pertemuan seperti ini akan lebih sering dilakukan tiap minggunya,
artinya temukan banyak cara untuk mengembangkan termasuk membentuk kualitas
nilai mereka” berkata-kata kembali terhadap para dosen.
Kerja
sama tim merupakan salah satu alat terbaik untuk beberapa hal di segala aspek.
“Saya harap kalian menutup rapat identitasku di hadapan seluruh mahasiswa”
kalimat penutup sebelum berjalan meninggalkan ruang pertemuan. Manusia reseh
memang sengaja menjebak agar saya berada di kampus selama beberapa waktu. Sepertinya
petualanganku akan segera dimulai sekarang juga.
Ruang
itu selalu saja bercerita bahkan berada pada kata mencekam tanpa batas.
Jalanan-jalanan misterius sepertinya menimbulkan banyak pertanyaan baru.
Objek-objek penuh makna terkadang terlihat biasa bahkan terlalu sederhana,
namun siapapun tidak akan pernah menyadari hal tersebut. Manakah yang lebih
berharga, akar atau batang dari sebuah tanaman? Perdebatan bahasa misteri
sepertinya menciptakan tarian-tarian gemerincing tanpa berbunyi sama sekali.
“Apa
itu pengelolahan kekayaan alam?” melemparkan sebuah pertanyaan pada jam perkuliahan
mahasiswa perindustrian. Suara alam sedang tersenyum pagi ini dan menatap ke
arahku. Mahasiswa hanya mengenalku sebagai dosen pusat tanpa menyadari
identitas sebenarnya. Sengaja memakai pakaian santai, riasan sederhana,
kacamata, menempelkan sedikit tahi lalat di bagian wajah sehingga mereka semua
tertipu tentang situasi penyamaran dariku.
“Apa
pengelolahan bisa terjadi dengan keadaan negara semacam ini?” melemparkan
pertanyaan lagi.
Kenyataan
dari negara ini adalah pengelolahan sama sekali masih jauh dari standar bahkan
belum ada, walaupun terlihat beberapa objek yang sedang berhubungan dengan kata
tadi. Tuntutan kreatifitas melihat bidang-bidang industry menjadi hal bersifat
inovatif dalam artian bukan pasaran. Mengajarkan mereka untuk tidak berada pada
situasi malas untuk berpikir ataupun menemukan jalur-jalur penemuan dalam taraf
pengelolahan sebuah sumber kekayaan.
Sebagai
contoh, berani membangun pabrik khusus pengelolahan dari minyak mentah menjadi
produk jadi tanpa harus kembali membeli dari pihak asing lagi. Sistem
perumusan, pemakaian, pencatatan, objek-objek pengelolahan yang memang belum
pernah ada kemudian dimainkan untuk satu area proses-proses tertentu. “Temukan
beberapa cara tentang proses olahan minyak mentah sesuai bahan yang ada di
depan kalian!” nada perintah ketika kami berada dalam sebuah lab milik kampus.
“Gunakan
versi masing-masing! jangan berpatokan terhadap versi orang lain” kalimat
peringatan.
“Saya
beri waktu seminggu untuk berpikir dimulai dari sekarang, ngerti?”
Air
dan awan memiliki versi lembut dengan jenis objek berbeda. Tiang awan terlihat
teduh ketika berada di bawah seseorang yang sedang dalam arena panas terik
menyengat. Batang air terdengar menyejukkan memberi satu sensasi segar saat
tubuh lemas terkulai karena situasi hawa panas mencekam. Dua variasi tersendiri
bersama cerita manis yang tidak mungkin memiliki satu makna dalam sebuah kotak
berwarna sama.
“Bodoh
atau memang benar-benar bodoh?” sebuah suara terdengar jelas di telingaku.
Siapa yang sedang berbicara di sana? Jam perkuliahan sudah berakhir, lantas
kenapa sosok mahasiswa masih menjejakkan diri seperti manusia gila?
“Anak
punk” segera menyadari pemilik suara tersebut. Selalu saja anak ingusan itu
terlihat kacau sama seperti dulu. Apa yang dia pikirkan? Ingatan tentang pertemuan
kami masih membekas kuat dalam dirinya. Untung saja saya bisa mengelabui hingga
dia sendiri kebingungan.
“Manusia
reseh” tersadar keberadaan seseorang di sekitar anak punk. Dua pribadi bersama
sesuatu objek menakjubkan. Karakter manusia reseh sebelas dua belas dengannya
ketika berada di usia remaja. Manusia reseh hanya menyapa sesaat kemudian
berjalan pergi meninggalkan anak itu. Memang dia sengaja...
“Dosen
gila waktunya kau beraksi, jangan hanya mengintip seperti penguntit stress” manusia
reseh tiba-tiba saja berbisik di sekitar telingaku dan entah dari mana kakinya
berjalan.
“Dasar
manusia heng” makian buatnya.
“Gunakan
kesempatanmu sekarang mengajar anak semacam dia!” manusia reseh mendorong
tubuhku seketika.
Kenapa
juga saya harus berdialog seperti ini? “Kakak penjual es maksudku ibu dosen
kenapa tiba-tiba berkeliaran disini?” anak punk terkejut melihat keberadaanku.
“Kebetulan
lewat” ujarku.
“Btw,
tugasmu kemarin mana? Sudah kau perbaiki? Kalau sudah berikan padaku sekarang
dan biarkan saya yang mengambil alih” menyodorkan tanganku sambil menatap
serius ke arahnya.
Dia
terdiam cukup lama hingga membuatku merampas ransel miliknya untuk mencari apa
yang ingin kucari. Apa anak punk ini marah? Tubuhnya hanya diam membeku melihat
aksiku seolah pasrah. Ternyata ucapan manusia reseh memang tidak salah kalau
dia memiliki sebuah potensi. Terlihat tertekan? Yah, siapa sih tidak merasa
tertekan dengan sistem pengajaran seperti ini, tetapi karena keadaan sehingga
pihak kampus harus tetap menerapkan. Objek pembelajaran seperti sekarang yang hanya
berlaku bagi sekolah pejabat dan tidak mungkin diterapkan secara umum. Di lain
tempat, proses serta kurikulum pendidikan dengan beberapa variasi baru akan
diselenggarakan dan berlaku untuk umum.
Masing-masing
anak memiliki variasi berbeda-beda tentang cara pengelolahan, penerimaan,
pembentukan, mengambil sesuatu, dan masih banyak lagi di tiap daerah. Penekanan
masalah pondasi pendidikan berada pada kualitas tenaga pengajar. Hal semacam
ini menjadi alasan perlunya melakukan proses luar biasa terhadap para calon
pendidik. “Perbaiki lagi beberapa pernyataanmu untuk masalah autisme, gangguan
mental, kuantitas seorang anak!” membuat tanda silang besar di sekitar lembaran
tugasnya.
“Sebagai
calon pendidik kau harus bisa menemukan celah untuk mengubah ataupun
menciptakan terobosan bagi kaum autisme” berbicara kembali.
“Kakak
penjual es maksudku ibu dosen perwakilan pusat, kenapa bisa?” anak punk.
“Golongan
autisme juga berhak memiliki masa depan sekaligus salah satu bibit penerus sama
seperti anak normal lainnya” jawaban terbaik…
“Kalau
kau sukses memainkan peranmu terhadap mereka berarti penanganan anak normal
seperti apapun juga bisa dilalui olehmu” melanjutkan ucapanku kembali.
“Entahlah”
kalimat kacau darinya sedikit membuatku ingin tertawa.
“Kalimat
bodoh” meledek si’anak punk.
“Entah
kenapa keyakinanku bertambah kuat kalau kakak di depanku itu memang kakak
penjual es” anak punk mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa
juga wajah kakak penjual es membekas kuat di ingatanku?” dia berujar lagi.
“Wajahku
terlalu pasaran, jadi, kau masih belum percaya ucapanku kalau saya bukan kakak
penjual es seperti katamu” balasku.
“Kenapa
kau tidak merasa takut sedikitpun terhadapku seperti yang lain?” kalimatku…
“Mungkin
karena sudah terbiasa berhadapan ma banyak dosen-dosen galak” cetusnya. Dia
menunjukkan sisi imut dibalik sikap diamnya. Seni menjadi sosok pengajar memang
bervariasi sehingga hidupun akan berhadapan dengan objek-objek tersendiri pada kata
bibit maupun generasi muda seperti dirinya…
Bagian
10…
Percakapan
bersama sang dosen masih membekas dalam ingatan mahasiswa pendiam semalaman.
“Kenapa juga dialog tadi terus saja gentayangan semacam hantu?” menggerutu
seorang diri. Berperan sebagai sosok pengasuh sekaligus orang tua di tengah
kaum autisme memang tidak mudah buatnya. Pihak kampus memang sengaja membentuk
pemikiran mahasiswa fakultas pendidikan dengan menempatkan mereka di beberapa
area tersulit seperti asrama khusus autisme.
“Mereka
juga bibit penerus yang harus dibentuk seperti anak normal” berkata-kata sambil
tertawa mengamati beberapa buku bacaan di hadapannya.
“Apa
kehidupan kalian lebih menyakitkan dibanding hidupku?” merenung kembali
membayangkan wajah anak-anak autis…
“Apa
jalan kalian tidak pernah dianggap oleh orang tua sendiri sama sepertiku?”
sosok Hibab bertanya dalam diam. Tuntutan menemukan beberapa sistem pendidikan
terlebih terhadap anak berkebutuhan khusus merubah banyak hal terhadap cara
pandang dirinya sendiri. Memasuki dunia pendidik merupakan hal yang biasa, akan
tetapi menjadi luar biasa dan tidak bersifat pasaran andaikan menciptakan banyak
terobosan-terobosan tertentu bahkan paling tersulit sekalipun.
“Tenaga
pendidik dan orang tua harus bekerja sama, sedangkan ada banyak
kelemahan-kelemahan terhadap dua golongan disini” membuat sebuah kesimpulan
pada selembar kertas.
Akhir
cerita adalah Hibab Pastin tertidur lelap setelah menulis pernyataan tadi.
Jangan mencoba memasuki ruang pendidik andaikan posisi jalanmu hanya bersifat
biasa bahkan terlalu pasaran. Ada banyak cerita tentang jalan bercabang, lurus,
berliku-liku, pendakian, dan lain sebagainya sekitar arena pertandingan bibit
maupun generasi muda di masa sekarang. Menghancurkan benteng-benteng penghalang
alur seni berkelas terhadap mereka bukan suatu perkara mudah. “Hai tenaga
pendidik, apakah kau memiliki apa yang seharusnya dimiliki oleh jalanmu untuk
membentuk?” bunyi tulisan Hibab di ending lembaran tugas miliknya.
Mahasiswa
tersebut belajar mencari sesuatu yang memang seharusnya dilakukan ketika
belajar membentuk dalam satu arena pertandingan terhadap bibit-bibit generasi. “Kakak
penjual es maksudku ibu dosen perwakilan pusat” Hibab Pastin memberanikan diri
menyapa sosok yang memang sengaja melakukan penipuan terhadapnya ada bisa
berada di kampus ini.
“Mau
protes atau apaan?” sang dosen berbicara dingin sambil bertolak pinggang.
“Tugasku”
Hibab menyerahkan sesuatu…
“Sketsa
dena, boleh juga, tapi perbaiki lagi sepertinya” sang dosen masih memberi
beberapa tanda silang.
“Benar-benar
berpotensi manusia bekas punk” celoteh presiden Ketja dalam hati.
“Pergilah!”
mengembalikan lembaran tugas milik Hibab. Mahasiswa itu hanya diam membisu
mengambil tugas miliknya tanpa melakukan protes.
“Kenapa
kakak tidak pernah mau mengakui identitas sebenarnya?” Hibab.
Raut
wajah penasaran sedang berteriak mencari jawaban dari sang dosen.
“Jangan-jangan kau menyukai kakak penjual es itu yah sampai-sampai menyudutkan
identitasku?” sang presiden sedikit menggodanya.
“Apaan
sih” raut wajah merah merona Hibab tiba-tiba saja bergentayangan.
“Ayo
ngaku” godaan si’presiden yang masih dalam penyamaran.
“Kalian
ngapain saling menggoda gitu? Ini kampus bukan tempat umum” tegur Harok datang
entah dari mana di tengah mereka.
“Apaan
sih” Hibab makin terlihat salah tingkah.
“Bisa-bisa
terjadi kisah cinta segitiga kalau begini ceritanya” sindir mister Hami dan
entah dari mana pula tiba-tiba menampakkan diri begitu saja.
“Kenapa
semua dosenku jadi seperti manusia setengah waras begini?” Hibab berbicara
pelan agar mereka semua tidak mendengar perkataannya.
“Sesama
mahasiswa saja dilarang menjalin hubungan asmara, apa lagi antara dosen dan
mahasiswa” Harok menyindir salah satu aturan yang dibuat oleh sang presiden.
Menjalin hubungan asmara bisa dilakukan setelah berada pada tiga semester akhir
dan itupun tidak bisa melewati batas. Hibab pastin berlari meninggalkan mereka
semua dengan perasaan jengkel.
“Manusia
dingin mau kemana?” Zia si’gadis manis menghalangi jalan Hibab.
“Anak
ini lagi, dasar” gerutu Hibab terlihat jengkel.
“Ada
yang sesuatu yang ingin kuberitahukan” segera Zia menarik tangan Hibab.
“Mau
kemana sih?” cetus Hibab bernada kesal.
“Pokoknya
sesuatu yang penting” Zia.
“Apaan
sih?” celoteh Hibab setelah mereka berdua berada di suatu tempat. Hal lebih
kacau adalah suasana area tersebut berada di seputaran kali tempat cuci
pakaian. Segera Zia mengeluarkan sebuah kotak kemudian membuka isinya.
“Buatmu”
teriak Zia menyerahkan beberapa pisang rebus bersama sambal colekan.
“Saya
pikir kau akan memberitahu apaan gitu” nada kesal Hibab.
“Sadar
tidak kalau Zia berjuang keras mengambil diam-diam pisang rebus ini di dapur
tanpa ketahuan ma kepala asrama” ucapan gadis manis itu seolah marah melihat
reaksi Hibab.
“Sadar
ga kalau pisang rebus hanya bisa diambil minimal 2 biji buat sarapan, tapi
perjuangan Zia merebut 10 biji pisang rebus harus dihargai dong” amukan Zia
kembali.
“Terserah”
Hibab.
“Ngapain
memberi segala pisang rebus buat manusia sombong ini sih” Tiaseb yang baru saja
selesai mencuci mendatangi mereka berdua sambil memasang wajah asam…
“Tias
ga sakit kenapa nyuci hari perkuliahan begini?” Zia.
“Karena
perasaanku berkata kalau kalian berdua akan berada di sini” Tiaseb.
“Terus
mau ngapain?” suara dingin Hibab.
“Dasar
manusia sombong belagu dingin stresss” makian Tiaseb.
“Ciri-ciri
cinta segitiga kalau begini ceritanya” Mekn teman sekamar Tiaseb tiba-tiba saja
berjalan di tengah mereka. Sejak tadi kuping Hibab Pastin panas dengan
pernyataan barusan. Hal tergila yang pernah ada dalam hidupnya yaitu karena
permainan kata-kata dari orang sekitarnya.
“Kalian
semua reseh” nada kesal Hibab berusaha menjauh.
“Hei
manusia dingin, jangan lupa pisang rebusnya dimakan” teriak Zia. Hibab tanpa
sadar memegang kotak bekal isi pisang rebus pemberian Zia.
Suasana
kali terdengar gemerincing akibat ulah tiga manusia yang masih tersisa. Zia,
Mekn, dan Tiaseb sedang asyik bermain sambil melakukan dance di atas bebatuan.
Memory tentang memulai kisah berseni di antara tekanan-tekanan karena
pembentukan tidak mungkin hilang dari ingatan. “Kau seperti memiliki beban
pikiran” Zia menyadari sesuatu dari diri Mekn.
“Tahu
dari mana?” Mekn.
“Betul,
pada hal wajah si’penggemar mister Harok terlihat tanpa beban” Tiaseb.
“Feelingku
saja” Zia.
“Ujian
semesterku benar-benar berkasus” Mekn.
“Maksudnya?”
Zia.
“Mekn
disuruh desain langsung sawah di sana tu” ledek Tiaseb.
“Telingamu
memang panjang” sindiri Mekn terhadap Tiaseb.
“Lantas?”
Zia.
“Entahlah”
Mekn.
“Kalau
ga lulus berarti liburan semester akhir tahun ga bisa pulang” Mekn tiba-tiba
saja menangis tersedu-sedu.
“Kami
bertiga bisa membantu buat ujianmu kali ini” Zia mencoba menghibur.
“Kalian
hanya berdua terus yang satunya mana?” Mekn.
“Manusia
dingin bakal Zia kerjain buat ujian semestermu” senyum Zia.
Rencana
Zia menjebak Hibab untuk bergabung membuahkan hasil. Tinggal menyebut beberapa
tempat kacau agar membuatnya mencari sesuatu hal misterius memancing akal
pikiran Hibab. Singkat cerita, mereka berempat mencari bahan-bahan sederhana
demi sebuah permainan desain arsitek. “Bahan utama sudah siap semua?” Tanya
Zia.
Mereka
berempat memulai sebuah proyek. Masing-masing mahasiswa arsitek diberi sawah
sepetak untuk menciptakan satu karya luar biasa. Seluruh dana dan bahan
dipersipkan oleh pihak kampus khusus jurusan tersebut. “Kalian menjebakku
melakukan pekerjaan kacau begini” kekesalan Hibab tergambar nyata di wajahnya.
“Ga
usah bersungut besok-besok kau bakalan membutuhkan bantuan sahabatmu, jadi
jangan hitung-hitungan” ucapan Zia.
“Dia
yang ujian lantas kita semua direpotkan, gila” Hibab.
“Cepat
susun saja batuannya di sana, ga usah menggerutu” Tiaseb mendorong tubuh Hibab
seketika. Sepetak saawah membentuk gambar burung rajawali yang sedang
melebarkan sayapnya hasil pemikiran Mekn sendiri walaupun pada dasarnya
beberapa hal lain dibantu oleh sahabatnya. Menyusun beberapa tanaman bambu
sekitaran pinggir sawah sebagai jalan masuk ke sebuah pondok tidak jauh dari
sana. Melakukan beberapa ide kreatif terhadap tanaman bambu tadi dengan
memainkan bebatuan kerikil juga jenis-jenis tanaman hiasan di sekitarnya.
Pondok pada pinggirannya terlihat membentuk batang padi yang makin merunduk
ketika berbuah dan tetap memakai bambu sebagai bahan pembuatan.
“Ketika
menghadapi badai besar maka rajawali akan terbang makin tinggi bahkan tidak
akan pernah memperlihatkan wujud kelemahan sekalipun” Hibab mengungkapkan satu
pernyataan.
“Arsitek
jenius ga perlu diragukan” Zia menepuk bahu Mekn.
“Batang
padi menggambarkan tentang sikap rendah hati ketika hidup makin lama makin
berisi, tetapi pernyataan ini bisa ada dalam diri ketika terjadi perputaran
badai” Tiaseb.
“Artinya
burung rajawali dan padi akan memainkan sebuah seni, tetapi kembali lagi
terhadap pribadi masing-masing” Mekn sedikit tertawa mengungkapkan ucapan
tersebut.
“Wow”
Zia.
“Sekali
lagi terima kasih buat bantuan kalian, liburan semester akhir tahun sedang
menanti diriku di luar sana” kalimat Mekn penuh semangat. Akhir cerita, desain
tersebut membuahkan hasil sehingga harapan Mekn pulang kampung terkabulkan.
Masing-masing mahasiswa memiliki jadwal liburan berbeda-beda. Hal lebih
mengejutkan adalah empat sahabat tersebut bisa menikmati alam kebebasan secara
bersamaan tahun ini. Sang presiden sudah kembali ke pusat setelah ujian
semester kampus berakhir. Penyamaran terbaik hingga tak satupun mahasiswa
mengenali wajahnya.
Tiaseb segera membersihkan beberapa ruang
panti jompo penuh semangat karena bayangan kebebasan sesaat sedang berada di
depan mata. Setelah mengganti peran Mekn sebagai penjual sayur, pihak kampus
menyuruhnya berada bekerja sebagai perawat kaum lansia dengan alasan sama
mengganti mahasiswa lain yang lagi menjalani ujian semester. Hari pertama
terkesan penderitaan cukup parah hingga beberapa hari ke depan membuat sosok
Tiaseb tidak akan pernah lupa memory tersebut.
Entah
bagaimana cerita sampai kampus tetap menempatkan dirinya selama sebulan ke
depan menjelang liburan semester akhir tahun. “Kakek, apa anda sadar kalau
pup’mu benar-benar bau sampai-sampai semua makanan sulit kucerna” cetus Tiaseb
memulai dialog mengingat hari pertama berada di panti jompo. Memandikan kaum
lansia yang mungkin sulit melakukan pergerakan merupakan kewajiban utama
mahasiswa semacam dirinya. Mencuci pakaian kotor penghuni panti tersebut secara
manual tidak luput dari aturan kampus.
“Rawat
mereka dengan penuh kasih sayang, ngerti?” mister Harok entah dari mana muncul
tiba-tiba mengungkapkan satu pernyataan terhadap Tiaseb.
“Anda
muncul dari mana mister macam seperti hantu saja?” nada sebal Tiaseb.
“Mataku
cukup tajam hai mahasiswa reseh” jawaban Harok sebelum meninggalkan asrama
panti jompo. Melihat tingkah Tiaseb membuat sang pemilik ruang persahabatan
sengaja mengubah jadwal kerjanya di beberapa tempat. Mahasiswa tersebut sama
sekali belum pernah mencuci pakaian orang lain, namun pertama kali banyak hal
bercerita lain sekitar jalannya. Memasak, membersihkan seluruh ruangan,
mencuci, membersihkan kotoran pup’ serta memakaikan popok, menciptakan hal-hal
bersifat menghibur harus dilakukan ketika berperan sebagai perawat panti jompo.
Mereka
melakukan tugas dengan cara bergilir sesuai jadwal. Bukan hanya Tiaseb seorang
berada di panti tersebut melainkan terdapat beberapa mahasiswa lainnya menurut
jadwal yang telah ditentukan. Minggu pertama sosok Tiaseb harus membersihkan
kotoran pup serta mencuci pakaian kaum lansia secara manual. Tiap sudut
terdapat kamera CCTV sebagai bahan pengintai sekaligus pengawasan ketat oleh
pihak kampus untuk menghiindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Grandma
yang paling cantik, imut, segar, pintar, menggemeskan tiap harinya silahkan
nikmati sarapan anda” Tiaseb sedang membujuk salah seorang penghuni panti.
“Harusnya
panggil saya kakak bukan grandma, understand?” ujaran nyeleneh sang grandma.
“Tuhan,
cobaan macam apaan ini?” gerutu Tiaseb dalam hati.
“Grandma
harus sadar umur dong” kalimat penekanan Tiaseb.
“Coba
ucapkan pernyataan tadi sekali lagi!” segera rambut Tiaseb dijambak seketika.
“Grandma
maksudku kakak paling cantik, imut, menggemeskan, pintar tadi itu hanya keseleo
bicara” Tiaseb berusaha memberi alasan.
“Makanya
jangan cari masalah” ledek salah seorang pria lansia.
“Kakak,
jambak saja terus rambutnya biar merasakan sakit luar biasa” teriak penghuni
lainnya.
“Ayo
kita taruhan, apa dia bisa bertahan melawan amukan kakak paling tercantik” satu
sama lain berbicara.
“Ayo,
siapa takut” jawaban dari suara berbeda. Terjadilah aksi teriak di sekitar
asrama panti jompo hingga menciptakan kerusuhan. Beruntung saja, bantuan segera
datang ketika Hibab Pastin menampakkan dirinya di tengah mereka. Perjuangan
luar biasa untuk melerai membuat mahasiswa itu kewalahan.
“Zia,
segera kirim bantuan lagi ada perang nuklir di asrama panti jompo” teriak Hibab
pertama kali terlihat panic melalui saluran handphone pemberian kampus.
Kejadian
selanjutnya adalah Zia berhasil menyelesaikan perkara dengan memberi sebungkus
gulali terhadap sang grandma. “Kenapa bantuanmu lama sekali datangnya?” rasa
marah Tiaseb berusaha menahan sakit akibat jambakan tadi.
“Perang
nuklir tingkat dewa, sangat mengenaskan” dua bola mata Hibab tidak berkedip
sama sekali membayangkan kejadian barusan.
“Grandma
mungkin lagi mengalami masa puber paling dramatis makanya jangan macam-macam”
tawa Mekn tidak tertahankan…
Bagian
11…
Mekn…
Perkenalkan
namaku Mekn berasal dari keluarga biasa saja. Menjadi manusia kaya tidak,
tetapi berada di posisi termiskin juga tidak artinya sedang-sedang saja.
Akhirnya liburan semester akhir tahun berada di pihakku tahun ini. Menjadi mahasiswa
di sekolah pejabat terkesan mencekam buatku ketika menyadari banyak
kegiatan-kegiatan aneh di dalam.
“Bersihkan
kotoran-kotoran ternak di sana secepat mungkin, jangan seperti manusia tidak
makan tiga hari tiga malam gitu!” teriak seseorang terhadapku.
“Jangan
sampai bebek-bebek itu lari menghilang, ayo kejar!” bulan berikutnya makian
seperti biasa ketika menjadi sosok peternak bebek.
Pekerjaan
pemulung pun harus dilakoni oleh banyak mahasiswa termasuk diriku. “Bubur
kacang ijo paling terenak, silahkan dibeli” berteriak sekeras mungkin sekitar
putaran sekolah sewaktu mendapat jadwal berjualan dari sekolah ke sekolah
ataupun rumah penduduk. Mahasiswa diberi kebebasan, andaikan menolak keras
aturan kampus, yah silahkan keluar dan tidak ada paksaan untuk tetap bertahan.
Pihak
kampus tidak pernah memungut biaya sepersenpun, tetapi sistem pembayaran harus
memakai hasil keringat mahasiswa sendiri bukan milik orang tua atau siapapun. Tidak
ada yang salah dari aturan tersebut karena memang tuntutan kualitas terhadap
pejabat-pejabat masa depan mengharuskan objek tersebut. Belajar dari situasi
pemerintah sebelumnya selalu saja bermain seenaknya ataupun mengubah
aturan-aturan bahkan tidak pernah menghargai hukum alias berkuasa di atas
penderitaan banyak rakyat.
“Akhirnya
liburan tiba” berteriak penuh semangat.
Membawa
sebuah ransel meninggalkan kampus selama dua minggu menyatakan kebahagiaan
tiada taranya. “Apa saya boleh numpang libur di rumahmu?” pertanyaan apaan ini.
Bagaimana bisa sosok manusia dingin ingin terlihat akrab denganku. Btw, sejak
kapan saya bersahabat bersama tiga manusia aneh di sekitarku?
“Terserah”
bahasa cuek terhadapnya.
“Tiaseb
anak mommy and daddy kenapa jadi mutung ga karuan begini?” sepasang suami istri
berteriak histeris depan pintu pagar kampus.
“Kan
memang mommy and daddy suka kalau kulit anak tunggal kalian jadi hangus tidak
karuan di kampus makanya sengaja ngejebak” Tiaseb teman sekamarku memasang
wajah asam. Kampus tidak pernah mengizinkan orang tua menjemput anak sendiri
dengan alasan terlalu memanjakan apapun keinginan mereka. Mahasiswa dilatih
agar tidak menjadi manusia lebay tingkat dewa. Uang pulang kampung saja
dilarang keras meminta orang tua mengirim sepersenpun. Gaji perbulan dipotong
buat tabungan pulang kampung sesuai jadwal bergilir. Pendapatan yang diberikan
buat mahasiswa hanya tersisa 3% dari 100% itupun buat beli perlengkapan mandi
seadanya.
Satu-satunya
orang tua mahasiswa paling nekat datang secara langsung menjemput anaknya
adalah mereka berdua. Andaikan ketahuan bisa saja Tiaseb mendapat surat
peringatan di level parah. Hebat juga penyamaran mereka berdua sampai-sampai ga
ketahuan oleh dosen-dosen sekitar. Tanpa ragu memperlihatkan identitas di
hadapan kami? Sakit atau gimana sih?
Rumpun
keluarga ternarsis di muka bumi. “Mommy akan mengerahkan seluruh penghuni salon
buat ngembaliin warna kulit putih mulus princes kesayanganku” raut wajah paling
narsis.
“Kalian
mau pulang biar kami antar sekalian” tiba-tiba saja daddy Tiaseb menawarkan
diri…
“Dengan
senang hati” lebih kacau lagi tanpa rasa malu Zia menyetujui tawaran mereka.
“Rumahku
bukan di kota tapi di ujung kampung paling jauh” jawabku.
“Maksudnya
ujung pukul ujung” Hibab.
“Tidak
masalah, kan kami membawa pesawat jet pribadi biar lebih cepat” mommy Tiaseb.
“Liburan
kalian Cuma dua minggu artinya Cuma buang kentut doang di rumah lantas pergi
lagi makanya daddy sengaja menjemput” daddy Tiaseb bercerita.
“Kalau
ketahuan kampus berarti hancurlah anak kesayangan mommy and daddy” gerutu
Tiaseb.
“Anak
daddy calon presiden masa depan ternyata betah berada di kampus” daddy Tiaseb
bertingkah aneh sambil mencubit wajah anaknya.
“Cepat
tinggalkan tempat ini, ntar ketahuan” Zia berbisik.
Sebuah
bis ukuran mini berhenti di depan kami setelah sukses berada jauh dari area
kampus. Pertama kali menghiruk alam bebas tanpa perintah menakutkan dari
manusia-manusia berkuasa sekitar kampus. Bayangkan rumahku berada di kampung
paling jauh, lantas diberi tiket kapal laut bukan pesawat? Seluruh mahasiswa
hanya bisa naik kapal kelas ekonomi yang paling murah meriah. “Bagaimana kalau
kampus menyadari tiket pemberian mereka hangus tanpa ada penghuni 4 mahasiswa?”
Tiaseb mulai ketakutan.
“Alasan
saja kita ketinggalan kapal karena harus naik bus lagi beberapa jam menuju
pelabuhan” Zia penuh semangat memberi ide cemerlang.
“Calon
menantu idaman” celoteh mommy and daddy ternarsis.
“Coba
ulang kata-kata tadi tante mommy” ujar Zia.
“Ga
ada siaran ulang” celetuk orang tua narsis kembali.
“Tetap
saja dosen bakalan sadar apa lagi mister Harok pasti pekah” Tiaseb terdengar
kesal.
“Jauh-jauh
hari daddy sudah mempersiapkan semuanya, jadi, ga usah khawatir” daddy
ternarsis penuh semangat berujar. Mereka menyuruh beberapa anak buahnya untuk
melakukan penyamaran sebagai penumpang dari kapal tersebut. Orang kaya memang
bisa melakukan apa saja yah…
“Manusia
dingin rumahmu dimana?” Tiaseb.
“Rumah
Mekn karena kami sebenarnya sepupu yang baru ketemu” Hibab.
“Sepupu
dari hongkong” berusaha ingin membantah tapi keburu kakiku diinjak.
“Satu
kulit coklat, lantas yang situ kulit hitam lah sepupu dimana coba?” Zia.
“Wajarlah
coklat hitam, jadi kau lagi tidak menyadari warna kulitmu sekarang gimana”
Hibab.
“Apa
saya perlu ambil cermin” Hibab kembali berkata-kata lagi. Perlu saya tekankan
disini kalau kami semua sama rata yaitu coklat kehitaman akibat sengat menjadi
petani dan teman-temannya di belakang.
Di
akhir cerita, sampailah sosok Mekn ke kampung halaman bersama manusia dingin
setelah mengantar Zia terlebih dahulu. Orang kaya paling baik memang, sedang di
kampung saja baru punya mobil pribadi selalu saja klakson dari belakang ketika
berada di jalan raya seolah ingin pamer. Beruntung benar Zia andaikan sukses
menjadi menantu mereka suatu hari kelak. “Bakalan terjadi cinta segitiga
dramatis kalau lihat-lihat jalan ceritanya” menatap manusia dingin sambil
berjalan menuju sebuah pagar rumah.
“Apa
lihat-lihat?” Hibab tiba-tiba saja risih…
“Ga
ada” jawabku.
“Ayah,
bunda, kakak, adek dimana kalian” berteriak sekeras mungkin setelah membuka
pintu pagar rumah.
“Adek
pertama, adek kedua, adek ketiga dimana kalian bersembunyi” berteriak lagi.
“Memangnya
adikmu ada berapa? Kau bersaudara berapa orang?” Hibab terkejut…
“Lima
bersaudara, understand?” menjawab Hibab. Sebelum menikah ayah bunda sudah
bermufakat hanya memiliki dua anak saja dan itu cukup ga perlu ditambahkan
segala. Artinya saya ini sebenarnya anak bungsu mereka hanya saja sesuatu bercerita
lain. Bunda kebobolan ketika saya berada di bangku sekolah menengah kelas
sebelas.
“Kakak
paling paling manis sedunia” Manis nama adik pertamaku berteriak…
“Kakak
paling paling cute” Imut nama adik keduaku berlari memelukku…
“Kakak
paling paling pahit sedunia datang” Cantik nama adik ketiga berjalan judes…
“Adikmu
kenapa wajahnya semua mirip?” Hibab makin terkejut.
“Mereka
bertiga kan memang kembar, jadi, wajarlah” menjawab balik secara judes.
“Kenalkan
tiga adik kembarku” berusaha membuat manusia-manusia centil berdiri rapi.
“Langsung
sebut nama mereka saja” Hibab.
“Manis,
Imut, Cantik” menjawab Hibab.
“Yang
serius dong” Hibab.
“Langsung
Tanya ma mereka saja” cetusku mendorong tubuh Hibab.
“Apaan
sih” Hibab.
“Sapa
mereka bertiga dong kalau memang ingin Tanya nama”…
“Adik
kecil nama kalian siapa?” pertama kalinya saya mendengar suara manis Hibab.
Kerasukan? Lagi sakit? Atau gimana? Kenapa sikap manusia itu benar-benar
berubah seketika di hadapan kembar.
“Manis,
Imut, Cantik” jawaban kembar secara serentak.
“Kakak
ga ngerti” Hibab.
“Manis
Imut Cantik” kembali jawaban serentak mereka.
“Itu
nama mereka dan ga usah bertanya lagi!” berkata-kata sambil menggendong tiga
adik kembarku.
“Mekn
pulang” teriak ayah segera memeluk bahkan mencium wajahku.
“Anak
bunda salah salah salah maksudnya calon menteri negaranya bunda sudah balik”
bunda ikut mencium wajahku.
Btw,
orang tua Tiaseb dan orang tuaku sebelas dua belas sama-sama narsis. “Kenapa
kulitmu jadi makin mutung begini?” kakakku paling menyebalkan tiba juga di
rumah.
“Siapa
dia?” bahasa judesnya terlihat.
“Kenalkan
ayah, bunda, ma kakakku” mengangkat bicara. Hibab pasti akan lebih terkejut
mendengar nama kakakku nantinya. Persiapkan mental baja sebaik mungkin…
“Kenalkan
namaku Zia” ucapan kakak memperlihatkan wajah asam.
“Memangnya
ga ada nama lain? Nama pasaran kiri kanan semua bernama Zia” bisik Hibab ke
gendang telingaku.
“Saya
juga tidak tahu kenapa bisa ingatan ayah bunda hanya ada nama Zia sewaktu anak
pertama mereka lahir” berbicara pelan terhadapnya.
“Kalian
mengejek saya yah?” kakak memang terkenal galak.
“Berhenti
berkata-kata biarkan mereka berdua istirahat dulu” tegur bunda.
“Zia
bantu bunda di dapur atau jaga tiga adik kembarmu” tegur ayah.
“Ayah
menyebalkan” gerutu Zia.
Makan
malam pun akhirnya disajikan setelah menunggu dua jam yang lalu. Perutku harus
menahan bunyi ga karuan hanya demi menikmati masakan bunda. Hibab benar-benar
terlihat kelelahan sampai tidur pulas begini. Untung saja si’kembar masuk ke
kamar buat kegaduhan hingga membangunkan dirinya seketika. “Hibab makan banyak
anggap rumah sendiri” kalimat ayah.
“Paha
ayam special buatmu, jadi makan yang banyak” ka’Zia menyodorkan ke piring
Hibab.
“Sup
jamur bagus buat tubuh loh” tegur bunda.
“Manis
Imut Cantik lahap benner makannya?” menggoda tiga adik kembarku.
“Kan
kakak ganteng ada di samping lagi makan” jawaban serentak mereka. Tuhan, sejak
kapan tiga kurcaci berubah jadi genit begini? Umur juga baru berapa? Gimana
cerita?
“Hahahahahaha”
seketika Hibab tertawa keras karena kelakuan tiga kurcaci.
“Maaf”
pertama kalinya manusia dingin berkata maaf…
Dia
makan apa? Sejak kapan? Semua ikut tertawa melihat manusia dingin. Hibab banyak
menghabiskan waktu bersama 3 kurcaci. Ayah bunda tidak pernah absen membawa
sesuatu buatnya dari pasar. Kakak judesku ikut-ikutan seperti mereka memberi
aneka jenis kue dari tempat kerjanya. “Adik pertama kedua ketiga” Hibab pertama
kali menyebut kalimat tersebut sambil tertawa.
“Ada
ice cream buat kalian bertiga” segera membuka kantongan…
“Wow
enak” teriak tiga kurcaci secara serentak.
Bagian
12…
Hibab Pastin…
Apa
saya salah andaikan memiliki perasaan iri terhadap Tiaseb juga Mekn. Keluarga
hangat? Andai saja keluargaku seperti mereka, tentu hidupku jauh berbeda.
Sampai detik sekarang orang tuaku tidak pernah ingin tahu letak keberadaan anak
sendiri. Masing-masing sibuk bersama keluarga barunya. Mereka berdua hanya tahu
kalau saya masih hidup di jalan tanpa identitas maupun masa depan. Merasakan
kehangatan pertama kali ketika orang tua Tiaseb tersenyum ke arahku.
Tawa
ayah bunda Mekn seakan menghancurkan sesuatu sekitar sudut ruang hidup. Tiga
gadis kecil berlari kian kemari menciptakan kebahagiaan tersendiri. Sifat judes
sang kakak menjelaskan hal menarik yang mungkin beda saja dari persimpangan di
luar sana. “Manis Imut Cantik ingin bermain” gadis-gadis kecil berlarian masuk
dalam dekapanku.
“Jam
berapa sekarang?” tersadar…
“Tujuh
pagi” gadis-gadis kecil menjawab serentak. Kenapa tidurku nyenyak begini sampai
lupa waktu? Biasanya juga kalau di kampus selalu bangun lebih cepat dibanding
mahasiswa lain. Kemana manusia tengil itu?
“Manis
Imut Cantik ingin digendong ma kakak” si’kembar menggoncang tubuhku.
“Ayo
ayo ayo, sini biar kakak gendong” kalimatku menghentikan aksi mereka.
“Berat
amat, makan apaan sih?” menggoda mereka.
Suasana
liburan di rumah mereka mengubah benteng pertahanan hidup seketika. Variasi
jalan bersama cerita-cerita music kehidupan sepertinya sedang tersenyum misterius.
Petikan demi petikan gitar di alur peran dalam sebuah harmony sekali lagi ingin
mendekap tanpa sadar dibalik tumpukan puzzle. “Kau pikir saya bodoh tidak
menyadari letak keberadaan kalian” sebuah pesan tiba-tiba saja masuk.
“Mister
Harok” melihat nama si’pengirim.
“Untung
saja kalian berempat memiliki potensi, jadi, setidaknya saya masih
mempertimbangkan buat mengadu ke pusat tentang kelakuan bejat kalian” mr.
Harok. Mata mister Harok memang sangat jeli hingga menyadari penipuan berkelas
mahasiswanya sendiri. Seharusnya kami pulang kampung memakai jalanan laut bukan
udara, sedangkan orang tua Tiaseb memanipulasi situasi.
“Mister
memang ga pernah ingin melihat kebahagiaan kami” membalas pesannya.
“Tunggu
saja kalau balik kampus habis kalian berempat” pesan mr. Harok.
Saya
tidak lagi memperdulikan nada ancaman manusia semacam dirinya. Pusing amat.
Masalah sanksi biar saja bercerita lain esok hari. “Kakak Zia pulang” si’kembar
menyadari kehadiran seseorang di rumah.
“Belum
tentu ka’Zia” kalimatku.
“Sudah
pasti kakak Zia” ucapan mereka selalu bersamaan seperti sudah janjian saja.
Ternyata
dugaan gadis kembar nyata adanya tentang sosok depan pintu rumah. “Zia pulang”
wajahnya kurang bersemangat seakan memiliki masalah besar. Dia terlihat diam
seribu bahasa, sedang Mekn sendiri tidak ambil pusing keadaan kakaknya. Raut
wajah tersebut menggambarkan rasa marah terhadap sesuatu dan lain hal…
“Apa
kakak punya masalah?” pertanyaan pertama langsung ke inti dialog.
“Masalahku
kelewat parah sampai-sampai kepalaku mau meledak” ka’Zia.
Entah
kenapa saya ingin menjadi pendengar masalahnya. Kehangatan keluarga ini
membuatku menjadi seperti bagian terpenting di dalam. “Makanlah” memberikan
sesuatu.
“Makanan
sisa cemilan adik pertama kedua ketiga” sedikit bergurau.
“Saya
pikir kau special memberi ternyata barang sisa, sangat sakit” ka’Zia.
“Masalah
kakak?” langsung ke inti.
“Pemaksaan”
ka’Zia.
“Terserah”
menjawab.
“Tulisanku
dicuri orang-orang gila di ibukota” ka’Zia.
Saya
pikir kakaknya Mekn hanya seorang karyawan biasa di sebuah toko kecil, ternyata
cerita lain sedang berkata-kata disini. “Mereka tidak pernah tahu kehidupanku
mengalami keadaan seperti apa, lantas dengan begitu serakah dan gampangnya mencuri
tulisan orang semau gue, hebat sekali kalian” ka’Zia. Hal lebih kacau lagi
adalah bukan sekali saja terjadi pencurian melainkan lebih dari itu.
Artis-artis yang bermain di dalam berpura-pura bodoh untuk tidak menyadari hal
tersebut. Mereka semua sengaja bekerja sama untuk memanipulasi public karena
berpikir si’penulis asli hanya orang kampung lugu yang bisa dimanfaatkan
ataupun dipermainkan.
“Saya
kesulitan kerja, mengalami banyak masalah, sengaja dijebak oleh beberapa
kelompok, lantas mereka seenaknya main mencuri begitu saja” ka’Zia.
“Bagaimana
bisa?” pertanyaan pertama.
“Saya
suka menulis dan mengangkat objek-objek tidak biasa dalam sebuah novel. Sengaja
tidak mengirim ke rumah penerbitan maupun produksi perfilman karena kejadian
yang saya alami tentu akan menjadi jebakan dan juga terlalu banyak permainan.
Intinya mimpiku ingin tulisanku berada di rumah produksi perfilman terbesar di
luar negeri dan tidak ada yang mustahil bagi Tuhan” ka’Zia.
“Lagian
mereka di pusat kan memang memandang sebelah mata tulisanku. Dulu saja ditolak
sekalipun memang kenyataannya berantakan sih, tapi lantas kenapa harus dicuri
hai manusia-manusia serakah?” ka’Zia.
“Sadis
juga”
“Di
lain tempat ingin mencari jawaban sesuatu yang sedang saya alami bertahun-tahun
sehingga sengaja menulis beberapa hal. Tentu banyak orang akan menertawakan
kehidupanku, tetapi semaksimal mungkin saya berjuang menahan diri. Melakukan
post tulisan melalui blogspot karena hobi menulis dan siatuasi yang sedang
bergentayangan sekitar area jalanku sekarang” ka’Zia.
Penjelasan
tentang sebuah kehidupan? Orang-orang di atas memiliki pendidikan, tetapi
bertindak seakan tidak pernah mengenyam satu tata etika. Lebih kacau lagi
adalah karena kehidupan mereka kaya raya, terkenal, memiliki relasi penulis
banyak, lantas kenapa pergi mencuri di rumah orang miskin yang bahkan sudah
terlalu banyak menderita? Apa kalian masih punya hati atau memang iblis sudah
jauh lebih berkuasa dibanding apa pun?
“Mereka
terlihat seperti malaikat tanpa dosa dalam wawancara maupun acting di film,
pada hal munafik 7 keliling. Itu kan barang curian, pihak internasional juga
tahu kalau itu tulisanku” ka’Zia.
“Internasional?”
“Jadi,
ceritanya tulisanku itu sering mengangkat hal-hal tidak biasa berbeda saja,
entah gimana cerita Tuhan membuatnya berjalan ke pihak internasional begitu saja,
tapi setahap demi setahap sih sehingga menjadi pusat perhatian tanpa sadar”
ka’Zia.
“Keluarga
ka’Zia tahu?”
“Tidak
ada satupun keluargaku yang tahu hal ini termasuk masalah tulisanku dibuat
Tuhan berpetualang di internasional ataupun dicuri orang-orang serakah. Saya
saja masih jadi karyawan kasar di kota kecil, lantas seenaknya…” ka’Zia.
“Kalau
memang terkenal, kenapa?”
“Seperti
yang saya katakan tadi, karena mengalami suatu keadaan tertentu yang sulit
kuceritakan sehingga untuk sementara waktu Tuhan masih menahan pihak
internasional datang ke depanku. Intinya, saya masih harus belajar menunggu
waktu Tuhan apa lagi kasusku harus berurusan dengan objek-objek wah wah wah
suatu hari kelak” ka’Zia.
“Saya
begadang habis-habisan hanya untuk sebuah tulisan, lantas kalian seenaknya
mencuri semau gue? Ka’Zia.
“Sabar”…
“Saya sedang bergumul tentang proses untuk
tidak menjadi pembenci, terdengar polos sih memang, sepertinya mereka memang
sengaja ingin menghancurkan masa depanku” ka’Zia.
“Apa
kau bisa memberi maaf terhadap mereka ataukah seseorang yang memang selalu saja
mencabik-cabik ruang dinding hidupmu tanpa pernah merasa bersalah sama sekali?”
ka’Zia kembali melemparkan sebuah pertanyaan tiba-tiba…
Entah
kenapa ingatan perlakuan orang tuaku seperti sedang berputar-putar memainkan
tariannya di dalam sana. Selama ini ruang jalanku hanya berkisar tentang cerita
rasa sakit berlebihan oleh satu objek kebencian itu sendiri. “Sepertinya saya
butuh banyak dukungan doa para pendeta di luar sana biar rasa marah sekaligus
kebencianku bisa memudar” ka’Zia.
“Kakak
ini memang aneh” sedikit tertawa.
“Hidup
dalam kebencian menjadi kunci iblis menghancurkan diri sendiri dan membuat masa
depan hancur berkeping-keping tanpa ampun” ka’Zia.
“Artinya?”
“Artinya
saya harus memberi maaf terhadap mereka untuk kesekian kalinya kalau masih
ingin memiliki masa depan di hadapan Tuhan” Ka’Zia.
“Tapi
kan Tuhan bilang, cerdiklah secerdik ular, tuluslah setulus merpati. Kasus
disini bukan permasalahan benci membenci melainkan objek cerita lain tentang
masalah pencurian” ka’Zia berujar lagi.
Tawaku
meledak seketika sampai-sampai perutku kesakitan karena pernyataan barusan. Antara
kata polos dan berhikmat menjadi dua perantara terhadap ungkapan pernyataan ka’Zia.
Saya sendiri tidak bisa berkata-kata ataukah menjadi sosok manusia bijak oleh
karena kaadaankupun sama seperti dirinya. Versi cerita kami saja yang berbeda.
Pertanyaan sekarang adalah tentang diriku ketika berdiri di hadapan orang tua
yang sama sekali tidak pernah menganggapku ada. Apa saya bisa memberi pintu
maaf?
Andaikan
papi mami berjalan ke arahku, apa yang akan kulakukan? Jalanku sekarang
bercerita tentang sosok pembentuk dengan tuntutan si’pemberi kehangatan untuk
menciptakan satu kualitas terhadap banyak bibit. Di lain tempat, gerbang amarah
masih saja mempermainkan seolah ingin tertawa sejadi-jadinya. Saya ingin
melakukan aksi balas dendam dan entahlah…
“Pagi
Hibab, apa tidurmu nyenyak semalam?” sapa ka’Zia mengagetkan seketika.
“Ka’Zia
ga kerja?” menatap ke arah jam dinding.
Tiga
kurcaci kembar masih tertidur pulas di kamar akibat begadang semalaman karena
permainan boneka-bonekaan hingga membuatku terlihat kacau. Mekn sendiri sama
seperti kurcaci kembar alias tertidur pulas akibat nonton film kartun
kesayangannya berjam-jam. Orang tua mereka sendiri sudah berada di luar rumah
demi sesuap nasi. Sekarang menjadi pertanyaan adalah ka’Zia, kenapa masih
bergentayangan di sini?
“Perut
kakak mules tadi, jadi batal pergi kerja” ka’Zia.
“Emang
bisa gitu yah?” tanyaku dengan mata tak berkedip.
“Ya
bisalah” ka’Zia.
“Btw,
kebetulan adikku yang satu ini, lagi menjadi mahasiswa elit” Ka’Zia berbicara…
“Rada
mencurigakan”…
“Saya
hanya butuh penilaianmu tentang alat ini” ka’Zia.
“Alat?”
kening berkerut.
“Kemarilah!”
ka’Zia membawaku masuk ke sebuah gudang rahasia dari rumah ini.
Sebuah
alat scanner untuk menghitung barang-barang guna kepentingan banyak orang
terlebih perusahaan-perusahaan di luar sana. Guna menghindari perhitungan salah
terhadap barang-barang orderan, produksi, kesalahpahaman antara perusahaan
ketika melakukan transaksi ataupun kerjasama, dan lain sebagainya menjadi
bidang penting alat tersebut. Perhitungan barang bentuk manual akan menciptakan
kesalahan tertentu terlebih ketika jumlahnya memakai sistem container.
Contohnya,
perusahaan A di sebuah daerah C mendapat paket barang dalam jumlah banyak
sesuai pesanan. Terkadang terjadi selisih antara data dan jumlah barang masuk
alias secara fisik dengan berbagai alasan. Pihak perusahaan diwajibkan
menempelkan scan barcode tiap kardus produksinya untuk memudahkan. Dalam alat
ini juga akan secara langsung menghubungkan email pihak perusahaan bersangkutan
setelah melakukan program khusus demi menghindari kesalapahaman. Tinggal
bermain scanner tiap kardus maupun barangnya untuk menghitung jumlah yang masuk
ketika masuk ke gudang perusahaan atau tempat tertentu.
“Alatnya
seperti pengukur suhu tubuh ternyata” ujarku.
“Biar
lebih memudahkan pekerjaan dan gampang di bawah kemana saja” ka’Zia.
Alat
ini juga memakai kamera secara langsung menghubungkan email ataupun rekaman
CCTV antara dua perusahaan yang bersangkutan demi menghindari kecurigaan
ataupun permainan dari pihak manapun. Andaikan barang lebih atau kurang maka
bukti kuat berada pada kamera CCTV juga email peruhaan. “Kenapa membuat alat semacam
ini?” pancingku.
“Demi
menghindari kesalahpahaman saja” ka’Zia
“What?”
“Lupakan”
Ka’Zia.
Setelah
membawaku ke sebuah ruang rahasia kecil miliknya, lantas sekaarang? “Sepertinya
ka’Zia memiliki masalah lagi selain pencurian naskah” sedikit memancing dirinya
setelah kami berada di sekitar kebun kecil belakang rumah.
“Entahlah”
ka’Zia menarik nafas panjang.
“Apa
masalah kakak lebih ganas dari pencurian naskah tulisan?” pertanyaanku.
“Sama
ganasnya” ka’Zia tanpa sadar keceplosan lagi.
“Luapkan
semua cerita kakak kalau memang itu bisa membuatmu terhibur” kalimatku.
“Terkadang
saya capek menjalani kehidupan seperti yang kualami sekarang” ka’Zia.
“Kenapa
bisa?”
“Secara
fisik terlihat seolah semua baik-baik saja, namun ada begitu banyak beban
meluap seakan-akan ingin memangsa apapun di sekitar jalanku” ka’Zia.
“Saya
kurang…”
“Rasanya
sakit sekali mendapat banyak ejekan, tertolak, ingin bercerita sesuatu tetapi
bisa saja menjadi bahan tertawaan, dan lain sebagainya” ka’Zia.
“Apa
lebih sakit dibanding kekurangan kehangatan keluarga?”
“Sebelas
dua belas” ka’Zia.
“Lebih
menyedihkan?”
“Andai
saja kau menjadi saya lantas merasakan banyak objek mengenaskan” ka’Zia.
“Menjadi
seperti kakak?”
“Terkucilkan,
nangis darah melamar kerja, hampir banyak orang seenaknya menyimpulkan
kesimpulan tentangmu tanpa pernah tahu apapun itu, diejek tidak laku, perawan
tua, dan semua hal jelek dari ujung rambut hingga ujung kaki” ka;Zia.
Apa
seganas itu kehidupannya? “Terkadang saya ingin menjelaskan sesuatu hal
terhadap keluargaku tentang apa yang sedang kujalani, tetapi andaikan itu tidak
benar-benar ada tentunya rumah sakit jiwa sedang menanti di depan mata” ka’Zia.
“Saya
kesulitan bercerita tentang banyak hal yang sedang bermain-main terhadap
kehidupanku sendiri” ka’Zia.
“Sesuatu
hal?”
“Saya
sedang menjalani sebuah kehidupan aneh dan tidak ada seorangpun mengalami hal
seperti yang sedang kualami. Dijelaskan pun kau belum tentu mengerti” ka’Zia.
“Menjalani…”
“Di
lain tempat saya harus diejek gadis tua karena tidak laku” ka’Zia.
“Macam
lelucon saja”
“Ini
kenyataan, sadar tidak, mencoba berdiri di depan cowok saja saya tidak pernah
tahu rasanya gimana karena semua objek-objek aneh itu” ka’Zia.
“Lantas
berdiri depan saya kok bisa?”
“Tergantung,
kan Hibab itu seperti apa yah jadi biasa saja”.
“Terdengar lucu”
“Apa
semua jalanku tertutup untuk menggapai apa yang kuinginkan? Menikah seperti
gadis lain, berada di sebuah negara besar menjadi seorang penulis terkenal,
melanjutkan kuliah, dan lain sebagainya…” ka’Zia.
“Kenapa
saya harus bertahan di sebuah negara yang sebenarnya memandang sebelah mata
apapun dalam diriku, menolak, mengejek, seolah-olah kehidupanku harus mengemis
7 keliling pada hal mereka yang butuh?” ka’Zia meluapkan amarahnya tanpa sadar.
Memendam
banyak hal seorang diri terdengar menyedihkan. Meluapkan sesuatu hal pun juga
terkesan menyedihkan bahkan belum tentu juga orang di sekitar dapat mengerti
beban yang harus dipikul. “Hal terbodoh lagi adalah menulis sebuah cerita
tentang jalur-jalur pemulihan, sedang mereka semua hanya akan menertawakan
banyak hal tentangku ataukah memandang rendah segala sesuatu…” ka’Zia.
“Menulis…”
“Kalau
bukan karena saya menjalani sesuatu hal, leherku diinjak-injak tujuh keliling
juga ga bakalan mau menjelaskan atau ingin berdiri untuk memberi sebuah pertolongan.
Dalam otakku sebenarnya hanya bercerita tentang ingin pindah warga negara dan
tinggal di sebuah tempat yang mau menerima kehidupanku tanpa jual mahal ataukah
memandang rendah banyak hal…” ka’Zia.
Jujur,
saya tidak mengerti arah pembicaraan ka’Zia kemana. Apa pun itu Tuhan tahu
tentang beban dalam dirinya. Tidak menjadi masalah meluapkan emosional seperti
yang dilakukan sekarang sekalipun akan terjadi pro kontra andaikan maksud
pernyataan mulai dipahami oleh banyak objek. Saya bukan satu-satunya manusia
dengan jalan berada di sebuah cerita meyedihkan ternyata…
Tidak
terasa masa liburan kampus berakhir. Akhir cerita adalah kehidupan harus
kembali ke tempat yang penuh penderitaan tanpa ampun. Beruntung saja pesawat
pribadi milik Tiaseb menjemput kami berdua. Masalah ketahuan tidak mematuhi
peraturan kampus tentang tiket kapal pulang pergi dan lain sebagainya urusan
belakangan.
“Jaga
kesehatan selama berada di kampus yah” orang tua Mekn mendekapku hangat.
Apa
orang tuaku masih mengingat wajahku? Mekn benar-benar beruntung memiliki
keluarga utuh tanpa pernah berpikir tentang kehidupan menyedihkan. “Anggap saja
ayahmu lagi mendekap hangat tubuhmu” ayah Mekn berkata-kata hangat seolah
menyadari sesuatu dalam diriku.
“Buat
kakak” si’kembar berlari masuk dalam pelukanku menyerahkan bungkusan kecil.
“Apa
saya boleh menelponmu kalau lagi pengen curhat gitu?” ka’Zia berceloteh.
“Tentu
saja” jawaban spontan buatnya.
“Kalian
kenapa lebih memperhatikan dirinya dibanding diriku sendiri?” protes Mekn.
Hal
selanjutnya adalah kami semua tertawa seketika. Hukuman sanksi akhirnya
diberikan terhadap empat mahasiswa karena melanggar aturan. Mendapat jadwal
pekerjaan lebih berat dibanding mahasiswa lain itulah yang sedang terjadi. Singkat
cerita, rutinitas kampus kembali berjalan seperti biasa…
Bagian 13…
2 Tahun kemudian…
Sekolah pejabat
akhirnya sukses meluluskan mahasiswa angkatan pertama. Target pemerintah adalah
sistem perkuliahan untuk kapasitas S1 minimal 3 tahun saja dan tidak lebih dari
batas tersebut. Dua tahun akan digunakan oleh mereka dengan peran sebagai
kepala desa di sebuah pedesaan terpencil untuk memulai sebuah petualangan. Belajar
memulai sesuatu objek terkecil terlebih dahulu, setelahnya jalan cerita
tersendiri menuju alur pejabat politik akan berkata lain suatu hari kelak.
Ijasah akan tertahan hingga area pedesaan tempat mengabdi memperlihatkan bukti
kualitas mereka dalam kurun waktu singkat.
Mendapat pembekalan
beberapa bulan sebelum menjalani tugas masing-masing. Sama seperti penyusunan
skripsi yaitu mahasiswa juga memiliki dosen pembimbing tentang program maupun
sistem yang akan diterapkan setelah melakukan presentasi depan presiden maupun
beberapa pejabat. “4 manusia tengil itu biar saya yang tangani, berikan mereka
buatku” Harok meminta kebijaksanaan dari sang rector maupun presiden pemimpin
negara.
“Terserah” nada acuh
tak acuh sang presdir…
Harok mempersiapkan
banyak buku, denah, kertas, dan masih banyak lagi bahan-bahan penting.
“Pelajari struktur daerah tempat kalian akan memulai petualangan!” melemparkan
banyak buku di atas meja ruang perpustakaan kampus.
“Kenapa kami berempat
dibawah bimbingan anda?” Hibab memulai pembicaraan.
“Mungkin semesta
memang sengaja mengeluarkan nama kalian waktu lagi main cabut-mencabut nama
mahasiswa” Harok.
“Semesta ataukah
memang kesengajaan?” cetus Zia.
“Kenapa? Ga suka?
Keluar sana!” Harok.
“Sudah dibilang
semesta lah kalian masih ngotot” Tiaseb.
“Kalau saya sih
terserah” Mekn.
“Btw, sang semesta
ingin kalian mempelajari titik kelemahan karakter daerah terpencil yang akan
ditempati, ngerti?” Harok.
Tetap melakukan
pekerjaan seperti biasa, kemudian sekitar jam 08.00-16.00 terus berada di
kampus untuk mencari tahu banyak kasus dan permasalahan-permasalahan yang
sedang terjadi sekitar area tempat penugasan nanti. “Penjelasanmu kacau parah”
Harok tidak segan-segan membuat tanda silang besar terhadap lembaran laporan
milik Hibab.
“Sangat bertele-tele”
merobek-robek kertas Zia tanpa ampun.
“Baru kalimat pertama
hancur begini” membakar laporan Mekn.
“Bagaimana kau akan
mempertanggung jawabkan banyak hal” meremas-remas kertas millik Tiaseb seolah
ingin memakan hidup-hidup.
“Hampir sebagian
besar pejabat-pejabat di atas maupun daerah akan menghancurkan kalian bahkan
mencari detail kesalahan untuk menghalangi perjalanan menuju panggung politik
pemerintahan” sekali lagi Harok memberi
penjelasan.
Harok terus saja
merobek lembaran kertas mereka. “Jangan selalu bermain banyak program karena
semua itu akan lebih menjebak sekaligus mempermainkan kalian” Harok.
“Pelajari pondasi
inti wilayah tersebut karena masing-masing tempat memiliki sisi lemah sedang
maupun terlalu berat, entah karena karakter maupun masalah pendidikan,
tergantung” Harok memulai berbicara kembali.
Empat mahasiswa
tersebut masih dalam tahap pergumulan mempelajari area tempat penugasan. Tidak
semudah yang dibayangkan hanya dengan menciptakan beberapa program kerja dan
segala sesuatu selesai. Sama seperti penyusunan skripsi harus mendapat banyak
coretan ataupun penolakan demi penolakan dari dosen pembimbing. Mahasiswa pun
dituntut bertahan ataupun bersikap bijak ketika sang dosen bahkan presiden
menyerang penyusunan kerja mereka.
Sidang pertanggung
jawaban serta penjelasan secara mendetail masalah kelemahan, sistem, kelebihan,
pikiran-pikiran penting, jenis pendapatan suatu daerah ataupun perbandingan
harus bermentalkan baja. Setelah acara kelulusan, seluruh mahasiswa diwajibkan
memulai segala sesuatu dari perkara terkecil seperti menjadi seorang kepala
desa sesuai kontrak kerja. Mereka akan kembali ke kampus guna mempertanggung
jawabkan laporan kerja tiap semester serta melakukan kembali presentasi program
sisstem baru selain yang sudah berjalan andaikan dikatakan sukses.
“Daerah yang akan kau
tempati memiliki permasalahan penerimaan dengan kesulitan cukup parah terlebih
dalam bidang karakter, pendidikan, kemampuan analisa” Harok masih saja terus
mencoret lembar kertas milik Hibab.
“Kau tidak bisa hanya
sekedar memakai ijasah sekolahmu untuk menyelesaikan kasus semacam ini. Ada
benteng paling sadis sedang menutup area disini berarti kata bijak bersama
masalah kecerdikan pun menjadi tokoh utama untuk menghancurkan objek tersebut
terlebih dahulu” Harok menatap tajam…
“Bagaimana denganku
mister? Mekn terlihat lemas menyerahkan hasil pikirannya…
“Hampir sebagian
besar masyarakat disini tidak mengenal dunia luar sehingga mengalami
kasus-kasus tertentu. Mudah terpancing, fanatic tidak sesuai tempat, serta
sistem pendidikan menjadi penyakit utama yang harus bisa memainkan ataupun
menciptakan alur tersendiri untuk menghancurkan benteng tersebut” Harok masih
merobek-robek kertas milik Mekn.
“Lebih ganas dari
susunan skripsi, menyebalkan” gerutu Mekn.
“Coba ulangi” Harok.
“Maksudku mister
kelewat ganteng” Mekn.
“Hibab ahli masalah
pendidikan, jadi, minta bantuannya saja” Harok.
“Saya saja tidak ada
satupun dapat ACC lantas sekarang mau bantu orang lain?” Hibab.
“Hello Hibab Pastin,
apa kau sadar Mekn ahli untuk hal-hal bersifat arsitek, penyusunan sistem
berbeda yang tidak mungkin dimiliki orang lain, masalah parawisata, bahkan
bidang-bidang tersulit seputaran area terpenting berarti dirimu lebih
membutuhkan dibanding dirinya” Harok.
“Makanya jangan
terlalu pasang wibawa, jual mahal, merasa paling berpengalaman dan jenius kalau
masih butuh bantuan” sindir Zia.
“Entar menyesal
karena nasi sudah keburu jadi bubur” Tiaseb sedikit menambahkan bumbu.
“Dasar manusia reseh”
Hibab.
“Punya wibawa boleh,
tapi jangan terlalu jadi manusia paling doyan pasang wibawa sampai-sampai
kesannya gimana yah” Zia.
“Hibab itu Cuma
bercita-cita ingin jadi manusia dingin bukan manusia kelewat pasang wibawa
keles” Tiaseb.
“Berwibawa dan pasang
wibawa memiliki perbedaan makna, sadar ga?” Zia.
“Hentikan ocehan
kalian, silahkan bubarkan barisan” Harok segera berdiri meninggalkan mereka di
ruang persahabatan.
Pertarungan babak
baru akan segera dimulai bersama variasi hiasan bumbu tak biasa sebagai objek
pembatas ketika berjalan ataukah berlari. Akhirnya program mereka berempat
diyatakan lulus setelah beberapa bulan bolak balik menghadap sang dosen
pembimbing. Tinggal melakukan sedikit perbaikan terhadap objek-objek tertentu
dari lembaran kertas putih tersebut. Tidak semudah membalikkan telapak tangan
untuk menjalani masa jabatan sebagai seorang kepala desa. Beberapa desa tidak
akan melakukan pemilihan umum dikarenakan program kerja berasal dari pemerintah
pusat. Lulusan mahasiswa sekolah pejabat akan memulai petualangan sekitar area
disini dan tidak dikatakan langsung menjadi kandidat calon bupati, walikota,
gubernur, anggota dewan, terlebih bidang-bidang kementrian.
“Sidang program kerja
kalian akan dimulai seminggu lagi, jadi, persiapkan mental untuk berdiri di
hadapan banyak pejabat penting termasuk presiden” Harok…
“Akhirnya dapat tanda
tangan juga setelah sekian dekade” sindir Mekn.
“Kenapa tidak
sekalian kiamat dunia baru tanda tangan ACC mister?” Hibab.
“Kepalaku tiap malam
sakit gara-gara penolakan anda” Zia.
“Lebih ganas dari
mister Hami” Hibab.
“Lebih dari kata
sadis” Mekn.
“Hentikan ocehan
kalian! Ingat presentasi akan dilakukan seminggu lagi, hati-hati!” Harok.
Bidang merekapun harus dimainkan sekitar tempat penugasan bersama perpaduan
area-area lain. Sepanjang hari kehidupan para mahasiswa tersebut hanya seputar
objek-objek perencanaan dua tahun ke depan.
“Ka’Zia titip salam
buatmu” tegur Mekn terhadap Hibab di bawah pohon rindang.
“Lantas bilang apa
lagi?” Hibab.
“Jangan katakan kau
naksir ma kakakku?” Mekn.
“Lantas masalah?”
Hibab.
“Sepertinya
perang-perangan lagi terjadi di sini” tiba-tiba saja Zia teman mereka
menghampiri. Kejadian selanjutnya adalah mereka bertiga menghabiskan waktu
menikmati kesejukan angin di bawah pohon tersebut. Semua akan berubah setelah
perpisahan antara satu sama lain untuk memulai sebuah petualangan.
Bagian 14…
Mekn…
Sepertinya mentalku
sedang melakukan pembentukan oleh karena situasi-situasi sekarang. Tidak pernah
membayangkan sebelumnya akan berada pada satu titik bahkan jauh dari
pemikiranku. Apa yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah di dengar telinga,
tidak pernah timbul dalam hati semua diberikan buatku oleh Tuhan. Sejauh ini
prosesnya memang betul-betul menyakitkan terlalu sakit andaikan kembali ke masa
lalu. Mereka semua hanya belum tahu saja kehidupanku. Lupakan…
“Satu daerah bersama
sudut cerita unik sekalipun dikatakan memiliki beberapa tingkatan kesulitan
dari bidang-bidang tertentu” memulai presentase dalam sebuah gedung di hadapan
dosen, gubernur, bupati, beberapa menteri, termasuk presiden baik secara online
maupun langsung.
“Hal pertama yang
akan menjadi program kerjaku pada semester awal, menciptakan perpaduan
bidang-bidang tertentu di antara peranan sistem sederhana sebagai alat
adaptasi” berbicara kembali. Tidak mudah memulai sebuah petualangan kerja
sekalipun area tersebut berada di sekitar kategori paling terkecil.
Masing-masing kami ditargetkan mengembangkan terlebih dahulu satu pedesaan
terkecil untuk menjalani sesuatu yang dikatakan paling terkuat ketika jalan
telah berlari sejauh mungkin satu hari kelak.
Menjelaskan rincian
program kerja secara detail di hadapan mereka. Satu pedesaan terpencil dengan
beberapa keistimewaan, tetapi juga memiliki banyak kekurangan-kekurangan
tertentu. Mengubah pola pikir masyarakat tentang bidang pertanian sekalipun
dikatakan area desa tersebut tidak berada dalam kategori tanah subur. Zaman
sekarang untuk segala sesuatu semua bisa dilakukan, asalkan mengandalkan sang
pencipta dan usaha. Membentuk pemikiran masyarakat tentang pertanian memang
tidak mudah terlebih ketika area tersebut bersifat gersang tanpa kehidupan.
“Jangan asal
memainkan program” ucapan sang presiden. Pertama kalinya saya melihat wajahnya
walaupun hanya melalui siaran online semata. Entah dimana saya pernah melihat
wajah sang presiden. Kehidupanku masa bodoh dengan wajah pemimpin negara
sendiri alias tak pernah ingin mencari tahu identitas pejabat di atas. Bersikap
tidak peduli terhadap pajangan foto sang presiden di tiap ruang kampus. Saya
hanya ingin mencoba peruntungan sehingga mencoba mendaftarkan diri di kampus
hasil program presiden terbaru.
“Saya benar-benar
tidak menyukai pengajuan ataupun perencanaan dengan banyak program seolah-olah
terlihat wow bersama perjuangan luar biasa” sang presiden menciptakan
pernyataan kembali.
“Lebih baik program
sedikit namun memberi hasil dan kualitas, dibandingkan perencanaan kiri kanan
bahkan mulut terlalu banyak bicara, akan tetapi semuanya nol besar” ucapan
presiden makin terdengar tajam.
“Jadi, program apa
yang ingin diutamakan olehmu?” menteri pendidikan memberi pertanyaan.
“Program pendidikan
dan pertanian menjadi bidang utama untuk pedesaan disini” menjawab tegas ucapan
beliau.
“Alasannya?” salah
seorang gubernur melemparkan pertanyaan.
“Pengenalan tentang
dunia luar, peradaban terbaru, perpaduan pola pikir, perbaikan-perbaikan
beberapa bidang, pembentukan karakter menjadi alasan utama program pendidikan
merupakan hal terpenting di antara semuanya” mencoba menjelaskan…
“Pendidikan seperti
apa? Jujur, saya tidak menyukai jenis pendidikan bersifat pasaran sekalipun
dikatakan sekitar area pedesaan terpencil” sang presiden sekali lagi berbicara
tajam.
“Buat dua bola mataku
tak berkedip sama sekali tentang perencanaan program pendidikan yang ingin kau
jelaskan! Saya ingin sesuatu yang berbeda karena tuntutan kualitas semakin
menjadi bahan persaingan utama masing-masing negara” si’presiden mengungkapkan
pernyataan tidak biasa…
Kenapa tidak
mengutamakan dunia arsitek? Kenapa lebih memilih pendidikan? Entahlah, hanya
Tuhan saja menyadari isi hatiku. “Memberi pelatihan khusus bagi tenaga pendidik
terlebih dahulu melalui beberapa tahapan sehingga mereka dapat menghasilkan kualitas
terhadap banyak generasi”…
Para orang tua pun perlu mendapat
pelatihan-pelatihan khusus demi sebuah kualitas anak-anak mereka ke depan. Ada
banyak orang tua mengalami kesulitan ketika melakukan adaptasi terhadap dunia
sang anak. Terkadang mempertahankan satu pemikiran terhadap pintu bersifat
perubahan tidak semudah yang dibayangkan. Ada begitu banyak pintu penghalang di
depan mata dengan jalur-jalur berbeda. Jebakan-jebakan pernyataan
pejabat-pejabat tertentu menjadi salah satu contoh penghalang terkuat. Butuh
strategi untuk perluasan penjabaran sehingga pemikiran tersebut akan tetap
bertahan bahkan menjadi pemenang.
Pernyataan-pernyataanku
ketika menjawab pertanyaan menciptakan pergulatan pendapat dalam ruang ini.
Beberapa pejabat tentu menentang sistem program maupun penjelasan dariku dengan
berbagai alasan. Setahuku, mereka hanya tidak ingin kursi ataupun kehidupan wah
wah wah ketika masih menjadi pejabat bahkan setelah berstatus mantan pejabat
terusik ke public. “Bagaimana masalah pertanian?” sang presiden melemparkan
pertanyaan lain setelah saya sukses bertahan tentang penjabaran dunia
pendidikan…
“Seperti diketahui
bersama, menjadi petani di tanah subur merupakan sesuatu, namun sukses berperan
sebagai petani di tanah gersang terdengar luar biasa” pernyataan pertama.
Negara lain bisa menghasilkan walaupun dikatakan tanahnya sendiri bersifat
tandus, lantas mengapa daerah sendiri tidak bisa? Lebih kacau lagi adalah
masalah import hasil pertanian/perkebunan di negara, sedangkan sebagian besar
penduduk melakukan peran sebagai petani.
“Secara kebetulan
desa tempatku bertugas memiliki masalah tanah tidak menghasilkan dan
pengetahuan pertanian jauh dari harapan, sedangkan di lain tempat tidak ada
yang mengetahui hari esok seperti apa terhadap banyak hal terlebih permasalahan
negara-negara luar dan bisa saling berhubungan satu sama lain” melanjutkan
kembali…
“Lantas?” sang
presiden.
“Saya ingin melakukan
beberapa metode untuk menciptakan terobosan terbaru di sekitar area yang
dikatakan gersang bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Tidak ada yang tidak
mungkin bagi Tuhan, semua kembali terhadap usaha dan doa” menjabarkan lagi…
Negara ini memang
subur, tetapi terdapat pula beberapa tempat tanpa hasil pertanian. Beberapa
penyebab pertanian berada di ujung tanduk yaitu masalah permainan pemerintah
tentang harga pupuk, pengetahuan pertanian berada di bawah standar sehingga
tidak mendapat hasil maksimal, malas untuk mengetahui segala hal bersifat
pertanian, memiliki area tanah dengan kategori tandus dan tidak subur. Keadaan
dunia luar sedang tidak menentu dengan berbagai pergolakan, di lain tempat
pusat hanya tahu permainan import begitu saja. Mengeluarkan pendapat pun
sebagian besar masyarakat hanya akan menunjuk pada kata ‘over thinking’.
Saranku, pelajari dunia luar baik-baik, kemudian simpulkan beberapa deretan
peristiwa sekarang dan akan datang…
…
“Jalani apa yang
menurutmu memang bisa kau lakukan” pernyataan sang presiden.
Saya hampir tidak
percaya presentase dan program kerjaku semester awal mendapat ACC. Ini mimpi
atau gimana? “Giliranmu” berbicara terhadap manusia super dingin setelah keluar
dari pintu neraka.
“Manusia tenang
sepertimu ternyata lebih gugup dibanding raut wajah Zia” menyindir…
“Diamlah!” Hibab
Pastin sedikit menggertak.
“Berkatmu saya bisa
menjawab sekaligus mempertahankan program kerjaku”…
“Manusia aneh” Hibab
Pastin segera meninggalkan diriku.
Hibab
Pastin…
Manusia itu
benar-benar sukses di luar bayanganku. Kupikir dirinya biasa-biasa saja,
ternyata dia memang manusia cerdik. Mister Harok sukses besar menjadi dosen
pembimbing dibalik presentase serta sistem yang ingin diterapkan olehnya.
“Hati-hati terhadap permainan kode tokoh-tokoh penting” mister Harok berbisik
sesuatu terhadapku sebelum memasuki ruang…
“Beberapa pejabat
sedang menyadari sesuatu dalam dirimu yang tentunya bisa membahayakan mereka
kelak. Jadi, kau harus benar-benar cerdik” mister Harok masih memperdengarkan
suaranya sekitar gendang pendengaranku.
Saya saja baru akan
memulai kehidupan, lantas tiba-tiba saja sebuah pernyataan sedang berjalan di
sekitarku demi sebuah hantaman. Ternyata dunia pejabat sedang mencari
jejak-jejak tokoh-tokoh dalam kampus yang mungkin memiliki kelebihan untuk
menghancurkan jalan tertentu. Mereka tidak tinggal diam begitu saja di tempat
ketika menyadari pintu kehancuran sedang berada di depan mata. Perasaanku
berkata kalau saya belum waktunya berada di atas karena beberapa kondisi. Semua
lulusan masih harus menjalani petualangan dengan sebagai sosok kepala desa
bersama terobosan terbaru. Sudah ketakutan duluan, pada hal hidupku masih saja
menderita di sini…
Ada banyak
tokoh-tokoh penting memanipulasi situasi maupun sistem melalui kode-kode terhalus dari mereka antara
satu sama lain. Hal semacam ini menjadi kasus terberat ketika seseorang yang
dikatakan menjalani langkah lurus tanpa jurang tidak memahami makna kepekaan
terhadap permainan kode tersebut. Tujuan utama pejabat-pejabat di atas adalah
mencari jalan agar lulusan kami mau bekerja sama dan melakukan banyak
penyimpangan. Partai politik memang terdengar kejam bahkan tidak semanis cerita
indah seperti film percintaan.
Masing-masing
mahasiswa melakukan presentasi depan beberapa kelompok pejabat berbeda-beda. Kebetulan
saja Mekn mendapat tokoh-tokoh pejabat yang masih berada di jalan lurus, jauh
berbeda denganku siap berhadapan dengan kelompok serigala berwajah malaikat.
Kenapa saya bisa tahu? Jauh hari sebelumnya mister Harok menjelaskan kondisi
presentasi kami masing-masing memiliki situasi dengan kesulitan bervariasi.
…
“Apa yang akan kau
lakukan sebagai seorang tenaga pendidik ketika membaca situasi perang di luar
sana?” sang presiden tiba-tiba saja melemparkan pertanyaan sebelum saya
melakukan presentasi. Presiden Ketja memang benar-benar kakak penjual es yang
masih diam seribu bahasa terhadapku.
Kenapa pertanyaan
tiba-tiba saja menyimpang seperti ini? Coba bayangkan jauh-jauh hari saya
begadang siang malam hanya demi kisah
cerita hari sekarang di hadapan mereka. Lantas? “Jawab saja pertanyaanku!”
kakak penjual es, dosen pusat, dan presiden ternyata adalah orang yang sama.
Kenapa saya begitu malas memperhatikan bentuk wajah sang presiden selama ini
yah?
“Bisa dikatakan
keadaan sekarang memiliki peluang untuk meledakkan perang dunia tiga” sang
presiden.
“Bagaimana jika
dikatakan negaramu tidak benar-benar berada dalam pemulihan sampai kapanpun
terlebih situasi perang yang mungkin saja makin mempengaruhi satu sama lain?”
kakak penjual es maksudku presiden negara semakin menatap tajam ke arahku.
“Hal pertama yang
akan saya lakukan, memperketat segala sesuatu dalam bidang pendidikan” jawaban…
“Kenapa ingin memakai
hiasan kata ‘memperketat’?” sang presiden.
“Permasalahan cara
bersikap maupun komentar secara langsung terlebih ketika berada di dunia
medsos, permainan entah dari luar ataupun dalam mempengaruhi banyak hal
termasuk bidang-bidang penting, dan masih banyak lagi peristiwa yang akan
terjadi sedang dunia pendidikan lebih memegang peranan penting terhadap situasi
seperti ini” penjelasan cukup panjang…
“Andaikan kata
memperketat tadi sangat berlawanan dari pandangan public, lantas apakah kau
ingin tetap mempertahankan atau sebaliknya melupakan semuanya kemudian mencari
jalan lain?” salah seorang menteri melemparkan pertanyaan.
“Untuk segala sesuatu
akan berasal dari sistem pendidikan berkualitas. Dunia sedang mendapat ancaman
tentang permainan nuklir antara satu sama lain, proses perbaikan di tengah
medan perang membutuhkan sebuah strategi untuk berhadapan ataupun menjadi
perantara perdamaian, sebuah negara dapat tetap berdiri bahkan melakukan
pemulihan pada kondisi terburuk sekalipun andaikan memegang satu prinsip
pendidikan”…
Saya tidak katakan
akan melakukan tekanan-tekanan sehingga banyak generasi mengalami depresi oleh
karena satu kiasan kata “memperketat”. Satu negara harus belajar pekah terhadap
situasi-situasi tak kelihatan di sekitar mata. Terkadang, tanpa sadar sesuatu
yang dikatakan baik ternyata hanyalah permainan halus sehingga memastikan
keadaan sedang dalam belenggu sebuah tangan maupun kekuasaan pihak tertentu.
Kenyataannya pendidikan memiliki sebuah peranan guna terjadi pembentukan
karakter maupun skil dalam diri seseorang.
Jujur, keadaanku
sendiri sulit berkata-kata tentang sebuah negara ingin memancing agar terjadi
perang besar. Sikap masing-masing pemimpin memiliki ciri khas tersendiri ketika
mengambil keputusan. Hampir sebagian besar pemimpin lebih bermain pada kata AKU
sehingga menghancurkan semua orang di sekitarnya. “Untuk sementara kita break,
presentasimu akan dilakukan sejam lagi” mister Harok mengangkat bicara.
Kenapa suasananya
terlihat menegangkan begini? “Beberapa pejabat siap menerkam, makanya presiden
sengaja mengalihkan perhatian mereka” bisik mister Harok ketika kami sudah
berada di sebuah ruangan.
“Kenapa juga
pertanyaan lari nyasar gitu?” cetus seorang Hibab.
“Entahlah” mister
Harok.
“Btw, menurut berita
sekelompok manusia tertentu diperintahkan menciptakan sebuah alat teknologi ketika
banyak negara sedang berlomba-lomba memamerkan nuklir terbaik mereka” mister
Harok.
“What?” terkejut.
“Percaya atau tidak,
tapi ini seperti kenyataan demi menghindari permainan nuklir” mr. Harok.
“Teknologi semacam
apa?”
“Teknologi penangkal
nuklir, hanya saja rahasia ini sengaja ditutup rapat karena beberapa alasan” bisik
mr. Harok.
“Alasan?”
“Para pejabat bisa
saja memanfaatkan, bermain politik, atau menjual negara sendiri karena 95%
masuk dalam daftar tidak beres alias berkasus. Entah karena kasus korupsi atau
masalah apapun itu sehingga menjadi alasan utama siapapun tidak boleh menyadari
hal tersebut” mr. Harok.
“Mister tahu dari
mana?”
“Ada deh, rahasia”
mr. Harok.
“Sistem kerja alat
ini?”
“Alat ini sistem
kerjanya dengan cara mematikan alias merusak fungsi salah satu alat nuklir dari
jauh cukup jauh kemudian mengembalikan ke tempat asalnya. singkat cerita nuklir
tersebut akan meledak di negara asalnya sendiri artinya senjata makan tua” mr.
Harok.
“Alat tersebut akan
bekerja ketika mencium ataupun merasakan kehadiran nuklir dalam jarak cukup
jauh. Jadi, negara seperti Rusia yang lagi sombong-sombongnya memamerkan
senjata nuklir paling nomor satu bisa saja menghancurkan negara sendiri kalau
macam-macam” mr. Harok.
“Di larang sebut
merk!” sindirku.
“Upppssss tidak
sengaja, masalahnya pemimpinnya juga terlalu sombong sampai-sampai tidak pernah
menyadari keberadaan Tuhan itu seperti apa. Kalau tangan Tuhan menghancurkan
hidupmu lantas kekuatan, jabatan, pengaruh, uang, dan nuklirmu bisa apa?” mr.
Harok.
“Tidak punya kasih
banget ma orang di sekitarnya, pikirannya hanya ingin perang dunia tiga pecah,
ga ada perasaan. Pemimpin apaan itu” mr. Harok.
“Betul juga sih”…
“Memang perang dunia
tiga pasti akan pecah, kenapa bisa? Jelas-jelas salah satu kitab suci sudah
menubuatkan dan pasti akan tergenapi, tapi jangan sekaranglah” mr. Harok.
“Aneh”
“Untuk berjaga-jaga
terjadi permainan nuklir, maka sekelompok orang ini harus menciptkan alat
tersebut. Yah karena masalah perang-perang juga yang sekarang makanya rahasia
ini terbongkar sedikit” mr. Harok.
“Telinga mister
memang benar-benar panjang untuk sebuah informasi” menggeleng-geleng kepala
menatap manusia di depanku.
“Btw, persiapkan
dirimu buat perang di alam sana sebentar” mr. Harok menyodorkan sepiring
makanan buatku.
Singkat cerita,
ucapan mister Harok memang betul adanya tentang perang bersama keganasan para
pejabat ketika saya melakukan presentase. Berusaha menjadi tenang merupakan
kunci untuk tetap bertahan saat ini. Ada banyak pernyataan ingin melawan ketika
mulut berjuang keras mempertahankan sebuah sistem kerja maupun program terhadap
tempat yang akan menjadi areaku. Mereka berjuang keras membuatku tak dapat
bergerak dimulai dari sekarang sehingga tidak mungkin dua kakiku berjalan
ataupun berlari menaiki sebuah tangga setahap demi setahap.
…
“Cukup menegangkan”
kalimat pertama Zia.
“Kakak Fighting”
gadis kecil bernama Zia berlari memelukku.
“Hibab manis harus
semangat selalu” teriak kakak Zia melalui handphone milik adiknya Mekn. Tuhan,
kenapa nama mereka bertiga mirip semua? Emang ga ada nama lain apa di dunia ini
selain Zia? Benar-benar menyebalkan…
Bagian 15…
Pertarungan lain
sedang terjadi setelah Hibab keluar dari ruang mematikan di sebelah timur
kampus. Giliran Zia yang harus menyelesaikan tugasnya sekarang. Ujian terberat
kedua setelah penyusunan sekaligus ujian skripsi adalah ketika berdiri di
hadapan banyak dosen dan para pejabat hanya demi presentasi program kerja
sebagai seorang kepala desa. Tuntutan kualitas menjadi dasar penentu bagi
pemulihan sebuah bangsa rusak seperti negara ini.
“Tanpa sadar, sejak
tadi ucapanmu hanya berpegang teguh terhadap kata pergerakan, sedangkan keadaan
desa tempatmu mengabdi selama beberapa waktu berada jauh dari konsep dunia luar”
presiden melemparkan sebuah pernyataan terhadap sosok mahasiswa tersebut.
“Zia Shana, apa kau
bisa memberi jawaban terbaik di hadapan kami semua?” menteri pendidikan
tiba-tiba saja melemparkan sebuah pertanyaan.
Sosok mahasiswa hukum semacam dirinya sedang melakukan
penjabaran tentang sebuah istilah pergerakan. Program kerja pertama yang ingin
diperjuangkan untuk mendapat Acc dari pemerintah pusat adalah menghancurkan
sebuah keadaan melalui perjalanan pergerakan. Permasalahan karakter, pola
pikir, aset penghasilan satu desa kecil, penyatuan beberapa bidang, bahkan
kondisi menghancurkan bagian-bagian perusakpun menjadi area tersulit ketika
tangan mencoba merakit ataupun melakukan sesuatu.
…
“Pergerakan memang
penting untuk mengubah satu keadaan sehingga posisi kata paling tepat terhadap
program kerja awal saya enam bulan kedepan ada pada istilah tadi” Zia mencoba
berkata-kata…
“Sebagai contoh,
sebuah daerah dapat memperbaiki ataupun mengembangkan sumber aset melalui
pemikiran-pemikiran pergerakan seperti menciptakan satu bendungan tidak biasa
bahkan belum dimiliki oleh tempat lain untuk menghindari kasus bencana
sekaligus pusat pengembangan bidang tertentu” Zia masih berkutik…
Peperangan terus saja
bermain-main di ruang sana membuat Zia sendiri hampir kehabisan tenaga. “Kedua
kalinya bertempur gesit seperti sekarang” ungkapan isi hati Zia di dalam.
“Ujian skripsi
kemarin masih saja membayang, lantas sekarang program kerja” gerutu Zia dalam
hati kembali.
“Untung saja” mister
Harok menepuk jidat Zia seketika setelah peperangan tadi berakhir.
“Hampir saja kau
mengulang kalau argumentum masih meragukan” mister Harok.
“Entahlah” Zia.
“Persiapkan dirimu
buat acara wisuda sebelum akhirnya kau harus meninggalkan kampus terganas yang pernah
ada” mister Harok.
“Menurut anda, apa
saya bisa menjadi sosok pemimpin dengan program kerja…” Zia.
“Menurutku, program
yang dipergunakan olehmu terkesan biasa saja bahkan bisa dikatakan pasaran juga
dan belum tentu memberi hasil…” mr. Harok.
“Lantas kenapa mister
memberi Acc jauh-jauh hari sebelumnya?” wajah asam Zia terlihat jelas.
“Tapi, setelah
diteliti ternyata memiliki sebuah kekuatan berbeda dan tidak bersifat pasaran, hanya
saja tergantung dari pribadimu untuk mengatasi keadaan di depan” mr. Harok.
“Terkadang pernyataan
mister Harok terdengar gimana yah” Zia.
“Entahlah” mr. Harok.
Para alumni kampus
masih harus berjuang melakukan pertempuran sengit di tempat penugasan setelah
program kerja mereka mendapat Acc. Misteri kotak menyatakan puzzle-puzzle itu
semakin menciptakan kosakata baru. Apa yang akan terjadi setelahnya? Ada banyak
istilah-istilah bersembunyi tanpa sebab seolah tidak pernah terjadi sesuatu
hal. “Selamat atas kelulusan kalian” mister Harok memberi ucapan di hari
kelulusan.
“Terima kasih” Hibab
tersenyum. Hal tergila bagi seorang Hibab Pastin adalah merahasiakan segala
sesuatu mengenai dirinya sehingga menyuruh orang tua Mekn menjadi perwakilan di
acara kelulusan.
“Balas dendammu
sedikit berhasil” sebuah suara mengalihkan pandangan mereka semua.
“Ibu presiden” Mekn.
“Presiden gila” tanpa
sadar mulut Harok mengumpat seketika.
“Kenapa kakak tidak
pernah mau mengakui dugaanku?” Hibab.
“Saya memang bukan
kakak penjual es seperti dugaanmu. Kenyataan sebenarnya, kalau si’penjual es
itu adalah dirinya Zia Shana” presiden Ketja menjelaskan…
“Saya” Zia.
“Kau lupa menyuruhku
menjaga dagangan es milikmu waktu pendaftaran mahasiswa? Sampai-sampai Hibab
salah paham terhadapku” presiden Ketja.
“Lantas siapa yang
menyuruhku…?” Hibab.
“Yang kau temui waktu
itu memang saya bukan dirinya. Lupakan saja masalah kemarin, persiapkan dirimu
untuk memasuki medan pertempuran” presiden Ketja.
“Balas dendammu masih
bisa dikatakan sukses, jadi, berjuanglah” bisik sang presiden sebelum akhirnya
meninggalkan mereka semua.
Ucapan saling memberi
selamat satu sama lain masih berjalan di sekitar halaman kampus. Pesta kecil
bersama keluarga pun sedang terjadi sekarang. Hal lebih menggemparkan adalah
sosok Hibab berani mengadopsi gadis kecil bernama Zia di panti asuhan milik
kampus. “Jangan panggil kakak lagi, melainkan ayah, ngerti?” menatap gadis
kecil di acara kelulusannya.
“Kegiatan mengharukan”
Tiaseb bertolak pinggang.
“Bw, kandidat mama
gadis kecil ini siapa?” Mekn tiba-tiba mengajukan pertanyaan.
“Ada dua orang”
jawaban spontan Hibab.
“Siapa?” Zia Shana
benar-benar penasaran.
“Kandidat pertama dan
kedua namanya Zia” Hibab.
“Maksudmu?” Mekn
mencurigai sesuatu.
“Kakak Zia dan Zia
Shana” Hibab menunjuk temannya dan seseorang yang lagi berjalan ke arahnya.
“Benar-benar manusia gila”
Mekn.
“Sejak kapan namaku
masuk menjadi kandidat mama gadis kecil ini?” Zia Shana.
“Entahlah” Hibab
Pastin.
“Saya yang gila atau
memang dirimu yang gila?” Zia Shana.
“Entahlah” Hibab
Pastin.
“Hai semuanya, salam
kenal” Zia kakak Mekn tiba-tiba saja menyapa…