Minggu, 03 April 2022

 

BERJALAN or BERLARI

BAGIAN 1…

 

Ketja lebe…

Terkadang setetes embun sepertinya tenggelam ditelan bumi. Massa permainan kata selalu saja berkumandang membentuk variasi teka teki. Goresan luka sedang tertawa terbahak-bahak mempermainkan jalan-jalan di depan. Menemukan objek sederhana jauh lebih sulit melebihi bayang pemikiran. Permainan itu tak terlihat oleh mata hingga merusak tiap sudut dinding ruang.

“Berjalan atau berlari?” tertawa sinis seorang diri.

Panas terik matahari semakin menyengat, namun suasana dinding hati jauh melebihi kata tadi. Pertandingan baru saja memulai pemanasan untuk membentuk satu cerita terbaru. Bola mataku menatap ke arah sinar tanpa mengedipkan mata hanya demi mencari sebuah jawaban. Kenapa bisa sosok perempuan sepertiku harus belajar hidup tentang situasi permainan? Saya benci jalan seperti sekarang, tetapi keadaan membuatku harus berjalan atau bahkan berlari di waktu-waktu tertentu.

“Variasi objek tanda baca terlihat detail untuk menjebak sekaligus menghanyutkan” kembali tawa sinis berteriak begitu saja disini.

“Kalian semua akan tahu sedang berhadapan dengan siapa” meremas-remas botol air mineral di tanganku tanpa sadar. Bagaimanapun permainan jebak menjebak terjadi, akan tetapi kalau Tuhan yang membuka pintu, maka tidak seorangpun dapat menutup dengan cara apapun. Keadaan membuatku harus terus bertahan di sekeliling iblis-iblis serigala sekalipun hatiku membenci bidang…

Memainkan pensil sekitar ruang persegi menjadi ciri khas hidupku sekarang. Coretan demi coretan lebih menyukai suasana misterius karena factor tidak mendasar. Membiarkan  lemari menyimpan beberapa bagian memory terdengar semacam gurauan. Apa yang sedang terpikir olehku?

Memulai mempertontonkan objek kekuatan tanpa sadar merupakan alur cerita terbaik untuk sekarang ini. Ada begitu banyak kosa kata jebak menjebak menari sedemikian rupa di sekitarku. Manusia bodoh harus mengambil peran lebih dari sekedar tuntutan. Bodoh bagi dunia akan mempermalukan manusia-manusia terkuat bahkan terjenius sekalipun suatu hari kelak. Saya sudah berada pada satu jalan sejauh ini dan tidak memungkinkan buatku untuk berhenti sedikitpun.

“Siapkan saja jutaan permainan lebih menantang bagi kalian para pejabat tinggi” berkata-kata seorang diri dalam ruang sunyi.

“Seseorang ingin bertemu dengan anda” Kartub masuk tanpa mengetuk pintu.

“Kenapa tidak mengetuk pintu?” pertanyaan sedikit judes.

“Maaf atas kelancangan saya” jawaban dengan tubuh membungkuk. Kartub adalah manusia kepercayaan alias tangan kanan buatku. Dia tahu apa yang harus dilakukan olehnya tanpa harus memerintah terlebih dahulu.

“Pergilah!” nada memerintah.

“Tunggu!” berusaha menghentikan langkah wanita tua tadi.

“Katakan terhadap manusia di luar sana untuk menunggu hari esok!” ucapanku lagi.

“Jangan coba-coba merusak suasana di rumahku” lanjutan pernyataan…

Manusia-manusia munafik lagi ingin berlari-lari di sekitar objek tertentu. Mulut diam membisu ketika segala sesuatu sengaja dirubah karena ketakutan terbesar mereka oleh beberapa hal. Sejauh apa sih letak kekuatan dalam diri kalian? Kalau Tuhan dipihakku, siapakah yang dapat bertahan melawan tentang satu kekuatan?

Akhir cerita, hari yang dinantikan pun tiba untuk memulai sebuah tulisan menarik. Berdiri di hadapan para pejabat tinggi bersama suasana hati cukup siap menerima alur pro kontra setelah pernyataanku kali ini. Pertemuan diantara mereka memang terkesan menegangkan bahkan lebih dari kata tadi. Membuat keputusan sendiri tanpa meminta pendapat tentu menimbulkan banyak pertanyaan.

“Sebagai presiden terpilih, maka saya akan memulai program terbaru yang belum pernah ada untuk memulihkan Negara kita tercinta” pernyataan terhadap mereka. Saya tidak akan pernah pusing tentang cerita kolaborasi antar sesama partai ketika pemilu kemarin. Berpura-pura lupa memang terdengar menyenangkan dibanding mengingat aturan partai politik.

“Membangun sebuah sekolah pejabat bersama pembentukan berbeda dibanding Negara-negara luar menjadi prioritas kerja awal tahun sekarang”…

“Bagaimanapun seseorang seperti saya atau beberapa tokoh tertentu berjuang melakukan perbaikan, namun akan tetap hancur berantakan andaikan tidak melakukan pondasi perbaikan para pejabat tinggi,” kembali penekanan berkumandang di antara mereka.

Pernyataan tersebut membuat gempar seluruh penghuni Negara tercinta. Satu sama lain saling melemparkan pertanyaan tentang nada ucapan sang presiden terbaru. Kalian menunjuk saya sebagai pemimpin terbaru artinya harus siap menerima kejutan terbesar. “Sekolah khusus pejabat?” salah seorang netizen terus saja melakukan update status.

“Sepertinya akan terjadi perang besar” komentar seseorang di dunia medsos.

“Bukankah sekolah pejabat sudah ada, lantas kenapa…? Uppsss”

“Rasa penasaranku meronta-ronta seketika” pernyataan lelucon mereka.

Mengumpulkan beberapa tenaga pendidik berkualitas serta menunjuk wanita tua yang selalu berjaga di sekitarku dengan peran sebagai menteri pendidikan. “Kenapa anda melakukan hal bodoh seperti ini terhadap manusia seperti saya?” pertanyaan tiba-tiba Kartub.

“Ya suka saja” jawaban nada cuek terhadapnya.

“Jawaban bodoh sekaligus kegilaan” Kartub.

“Lantas maumu ingin berhenti?” pertanyaan tajam.

“Entahlah” jawaban sinis darinya.

“Seminggu lagi ada pertemuan, jadi persiapkan semua materi sekaligus kumpulkan seluruh bahan-bahan kualitas penting khusus buat kurikulum sekitar area ini!” nada memerintah sekaligus tatapan tajam buat wanita tua di depanku.

“Hanya seminggu? Benar-benar membuatku gila” nada kesal Kartub.

“Pergilah!” pengusiran buatnya.

“Kenapa bisa saya harus terlibat sekaligus membawa dia sejauh ini buat berperang?” dia berjalan keluar tak karuan dengan rasa kesal.

Sang wanita tua harus siap mengikuti semua keinginanku suka maupun tidak. Hal terkonyol adalah melihat dia begadang setiap harinya mengumpulkan beberapa ide. Kartub memiliki satu kemampuan misterius hingga membuat jiwaku meronta-ronta mencari sesuatu. Seorang menteri pendidikan harus tahu menemukan objek terbaik untuk membentuk kualitas bibit maupun generasi muda. Sekolah khusus pejabat juga berhubungan kuat antara pola pikir menteri pendidikan dan versi kualitas berbeda…

“Apaan ini?” mencoba mengendap-ngendap seperti pencuri di kamar wanita tua.

Tumpukan buku kiri kanan, ratusan kertas berkeliaran, puluhan gambar dena sketsa tentang beberapa objek, coretan tulisan di banyak tempat, dan masih banyak lagi objek lain berteriak di sini. Dengkuran wanita tua sangat keras membuat gendang pendengaranku sedikit kacau. “Persiapkan dirimu buat peperangan ke depan” berbisik di telinganya ketika dia sedang tertidut pulas.

“Pondasi tenaga pendidik” membaca sebuah tulisan pada selembar kertas.

Kehebatan penyusunan kerangka gambaran kurikulum terbaru hasil pikirannya memang harus kuakui. “Praktek dan teori memiliki versi cerita berbeda ketika berada pada satu garis awal maupun akhir dari sebuah kurikulum terutama pada pembentukan kualitas” kembali membaca tulisan cakar ayam milik sang wanita tua.

“Berjalan atau berlari?” rasa-rasanya saya ingin tertawa membaca pernyataan ini.

Dia melakukan copy paste tulisan dinding kamarku. Hal terbodoh yang pernah kulakukan adalah mencoret-coret seluruh dinding kamar dengan sebuah pernyataan. Buatku hal tersebut merupakan sebuah seni. “Objek tergilaku seperti menular ke dirinya” tertawa penuh ejekan menatapa satu tulisan.

“Bintang berikan senyuman terbaikmu malam ini” suara hati berbisik seorang diri setelah berjalan keluar dari kamar sang wanita tua.

“Hai bintang timur, kapan kau akan bersuara dalam gelapnya malam bersama kesunyian?” pertanyaan gila kembali berbisik seperti deru…

“Dunia mungkin atau memang benar-benar membencimu, tetapi saya tidak pernah membencimu” kalimat terkacau…

Apa perbedaan bintang timur dan bintang timur putra fajar? Lantas kenapa pada situasi tersulit seperti sekarang seolah saya ingin mencari cahaya menyilaukan sang bintang timur? Entahlah. Hal tersebut hanya menjadi penghibur sekaligus kekuatan buatku pribadi.

Senjata terbaik di medan perang tidak bercerita tentang kehebatan senjata, melainkan strategi terbaik yang bisa dilakoni. Negara tidak pernah kekurangan orang jenius bahkan ada begitu banyak lulusan terbaik bertebaran dari segala bidang. Perbaikan satu Negara membutuhkan kualitas berbeda dibanding objek lain dan bukan tentang seberapa jenius ataupun tingkat IQ seseorang. Terkadang mereka dengan kategori paling berprestasi belum tentu bisa melakukan sebuah perubahan.

“Saya membutuhkan objek kata pengajaran, kualitas, sesuatu yang unik, tidak pernah dimiliki Negara lain, pembahasan terbaru menjadi kolaborasi dalam kurikulum pendidikan terlebih khusus sekolah para pejabat” penekanan kata di hadapan beberapa manusia-manusia penting.

“Kartub bisa anda jelaskan rencana kerja ke depan terlebih special di dunia sekolah para pejabat tinggi!” nada ucapan penasaran tingkat tinggi. Pertemuan tersebut cukup menegangkan sekaligus membuat para pejabat tinggi kepanasan di luar sana. Kesulitan terbesar saya sekarang adalah tentang kualitas kurikulum tanpa adanya penekanan bagi si’penerima.

Pola penerapan dunia pendidikan masing-masing memiliki sisi lebih maupun lemah pada beberapa Negara dengan cara yang mungkin berbeda antara satu dengan lainnya. Perkembangan peradaban menuntut persaingan dari berbagai aspek, sedangkan bangsa sendiri masih berada jauh dari kata standar internasional. Saya ingin memulai perbaikan dari dunia pendidikan terlebih khusus sekitar area garis besar para pejabat tinggi.

“Penerapan kurikulum antara luar, local, dan terbaru bahkan belum pernah ada akan dibuat menjadi satu kemasan khusus di dunia pendidikan terlebih area sekolah pejabat sebagai alat pembentuk kualitas pendidikan” Kartub mencoba menjabarkan rencananya.

“Dengan kata lain?” melemparkan pertanyaan.

“35% masing-masing memakai hasil rangkum system berbasis asing maupun local, sedangkan 40% system terbaru dalam bentuk aspek apa pun di segala area” Kartub.

“Baik dari segi pembahasan, pola pengajaran, sistem tenaga pendidik, dan beberapa aspek lainnya akan menjadi kolaborasi 3 bagian kelompok tadi” Kartub.

“Tidak semua hal-hal berbau pendidikan dari pihak asing bisa diterapkan bagi Negara semacam ini karena masing-masing memiliki sisi plus mines” salah satu dari mereka mulai complain.

“Karena itulah mengapa saya sengaja hanya memakai 35% dari pihak asing. Standar pendidikan bersama proses pembentukan mempunyai beberapa tipe dan tidak semua sistem asing bisa menjadi senjata di dunia pendidik Negara sendiri” Kartub.

“Okey, sejauh ini kita hanya membahas kualitas pembentukan otak, sementara masalah kepribadian di atas segala-galanya” seseorang yang sedang duduk di ujung sana mengangkat bicara.

“Masalah kepribadian biar saya yang akan menangani dengan objek paling tepat sekaligus beresiko. Saya akan mencoba menerapkan sesuatu di luar bayang-bayang para calon pejabat terlebih dahulu, sedangkan untuk kelompok umum sendiri memiliki versi berbeda dari mereka” memberi penjelasan dalam pertemuan tersebut.

Sang menteri pendidikan kembali melanjutkan penjelasan perencanaan ke depan. Untuk sementara sekolah pejabat menjadi prioritas utama, kenapa? Letak kehancuran Negara di awali dari ulah para pejabat pula. Korupsi, permainan politik, menjadi iblis, egois, asal membuat aturan, tidak mengerti tata pengelolahan, terobosan ambur adur, dan segala jenis cerita terkacau selalu saja berasal dari kehidupan pejabat gila.

Agar tidak terjadi perpecahan antar suku, agama, maupun ras sehingga perwakilan tiap provinsi diharuskan seimbang tanpa menyudutkan siapapun. Kami bersepakat menempatkan beberapa jurusan penting dalam sekolah tersebut dengan menjadikan mata kuliah politik di semua area sebagai objek terpenting. Sengaja memasukkan 45% dunia kemiliteran di seluruh tempat karena salah satu pondasi terbesar Negara berasal dari area tersebut. Jumlah penerima juga terbatas demi kelancaran proses belajar mengajar.

Tiap ruang hanya akan menampung maksimal 25 orang saja agar lebih memudahkan mereka untuk berkembang. Sekolah pejabat akan di tempatkan sekitar area pedesaan paling jauh dari perkotaan. Fasilitas sekolah akan dilengkapi sesuai dengan program kurikulum. Para tenaga pendidik yang akan berperan harus menjalani beberapa proses tidak biasa demi menghasilkan sebuah kualitas.

Beberapa tokoh penting termasuk sang menteri maupun saya sebagai presiden akan ikut berperan sebagai dosen pendidik melalui jalur online. Pendidikan, hukum, arsitek, medis, ilmu teknologi, ekonomi, keuangan menjadi jurusan terpenting dalam sekolah tersebut. Perpaduan beberapa jurusan dalam satu paket pun akan dimainkan pula. Keuangan, ekonomi, perpajakan, ilmu teknologi bisa saja akan berubah menjadi satu area. Begitupun di semua jurusan tidak akan lepas dari posisi yang selalu saja berhubungan dengan keuangan, politik, ilmu teknologi.

Terdengar sulit memang andaikan mencoba memperhatikan lebih ke dalam, akan tetapi keadaan harus menyatakan demikian untuk mengejar ketertinggalan sekaligus menjadi setara sesuai standar internasional. “Akhirnya pendaftaran mulai terbuka juga” tertawa menyaksikan sesuatu di depan mata.

Siapapun dapat mendaftarkan diri untuk menjadi seorang kandidat pejabat penting. Entah itu artis, perempuan pelacur, orang miskin, pengusaha, dan lain sebagainya dipersilahkan. Sekolah ini tidak akan memungut biaya sepersen pun. Sistem pembayaran uang sekolah adalah kembali pada calon mahasiswa. Mereka harus siap menjadi petani, pemulung, pembantu rumah tangga dosen, peternak, penjual kue/ sayuran/ ikan di pasar, dan beberapa jenis pekerjaan bergilir yang sudah dipersiapkan.

“Presiden iblis” sang wanita tua menyindir keras.

“Berhenti berucap”

“Saya sulit menjelaskan tentang anda” wanita tua menggeleng-geleng kepala.

“Lantas?”

“Satu-satunya presiden menakutkan bahkan lebih dari kata menakutkan ketika saya melihat diri anda bukan pemimpin lain” Kartub.

 “Kalau saya psikopat ataupun iblis, lantas kenapa kau menyukai hidupku?” bertanya lagi.

“Entahlah” Kartub.


Bagian 2…

 

Ketja Lebe…


Suasana pendaftaran menjadi pusat perhatian kalangan masyarakat. Tidak seorangpun bisa mencalonkan diri sebagai pejabat tanpa ijazah dari sekolah tersebut. Entah bersifat anggota dewan rakyat, bupati, walikota, menteri, gubernur, presiden, dan wakil-wakil mereka, termasuk beberapa tempat lain harus melalui sekolah ini. Ada begitu banyak pejabat hidup dalam hal-hal gila sampai detik sekarang. beberapa tipekal pejabat di Negara tercinta diantaranya banyak bicara, tukang bohong, KKN, egois, hanya pamer kegiatan aneh, munafik tingkat dewa, otak dangkal, serakah, simpanan wanita di segala tempat, dan masih banyak lagi.

Terkadang, ada juga pejabat jujur, hanya saja mudah dihancurkan karena sistem pertahanan kurang kuat ketika serangan lawan datang. Kasusnya disini sang pejabat dituntut mempunyai sesuatu yang sulit dibaca maupun dihancurkan oleh siapapun saat jalan memang ada di tempat lurus alias jujur. Di lain tempat, masalah kejujuran tidak perlu diragukan, tetapi sang pejabat memiliki kesulitan untuk menemukan cara penyelesaian sebuah kasus. Kualitas otaknya di bawah standar dalam hal menciptakan ide-ide kreatif/ terobosan-terobosan terbaru tanpa berpengaruh alias copy paste.

Yah, kalau ada pejabat atau siapa saja yang tersinggung, buatku tidak masalah, kan memang kenyataan hidup. “Jangan sampai beberapa kelompok tertentu melakukan kecurangan” pernyataan cukup menekan terhadap si’menteri pendidikan terbaru. Bukan keinginanku untuk berada di sekitar area semacam ini, tapi terpaksa kulakukan.

“Bagaimana dengan pendaftaran para kandidat dosen-dosen berkualitas sesuai keinginanku bukan keinginan pihak manapun?” melemparkan pertanyaan terhadap sang wanita tua.

“Keinginan anda tapi bukan saya?” ucapan sinis wanita tua.

“Ya seperti itulah. Sesuai standar keinginanku, berarti kau mengerti”…

“Masih dalam proses” jawaban ketus darinya.

“Sepertinya saya ingin melakukan petualangan beberapa waktu ke depan” berbicara sambil melakukan beberapa gerakan pemanasan olahraga.

“Jangan melakukan sesuatu hal berbahaya” Kartub mulai curiga.

“Kalau ada pejabat penting datang mencari, bilang saja lagi ada urusan pekerjaan atau lagi sibuk atau terserah buat alasan apa saja” bernada cuek seolah tidak peduli teguran dari wanita tua…

“Presiden gila” satu-satunya manusia yang berani melontarkan ejekan semacam ini.

“Saya sudah cukup stress melakoni beberapa peran dari anda” Kartub mulai gerah…

“Emang apa yang sudah kulakukan?” pertanyaan bernada makin cuek.

“Menjadi juru bicara, menteri pendidikan, mengatur semua yang ada di sini, dan masih banyak lagi” Kartus terlihat kesal.

“Terkadang kau sopan, lantas tiba-tiba terlihat memuakkan” menggeleng-geleng kepala.

“Itu penderitaanmu bukan penderitaanku, ngerti?” berkata-kata kembali sambil berjalan meninggalkan dirinya untuk melakukan sebuah penyamaran di beberapa tempat.

Saya ingin melihat situasi pendaftaran di banyak tempat. Sekaligus ingin ikut berpartisipasi sebagai tim penguji bersama petualangan cukup menegangkan nantinya. Berada dalam bus ternyata menyenangkan juga dan duduk sambil menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Kaca mata besar, sandal jepit, celana pendek, topi, dan tidak lupa memakai masker sekitar wajah membuatku dapat berpetualang kemana saja.

Panas terik membuat bajuku basah seketika. Petualangan di beberapa daerah tentu akan menjadi satu cerita sekaligus pengalaman pribadi. Antrian panjang menyelimuti sebuah gedung pencakar langit. Salah satu persyaratan mutlak adalah tidak melakukan pendaftaran secara online dan berakhir dengan kejadian seperti sekarang.

“Hal tergila yang pernah kulakukan” seorang pemuda berkata-kata sambil mengipas wajahnya memakai selebaran kertas.

“Kapan anginnya datang kalau Cuma pakai selembar kertas ringan gitu?” menggeleng-geleng kepala melihat tingkah tengilnya.

Biasanya antrian panjang seperti sekarang karena lagi mengikuti audisi mencari artis atau bintang berbakat dalam hal menyanyi dan sebagainya. Saya pikir mereka tidak tertarik, ternyata kata tergila-gila menjadi pejabat lagi ngetren juga. Lokasi gedung sekolah untuk sementara masih dalam situasi darurat demi mengejar sumber daya manusia berkualitas. Permasalahan perlengkapan belajar mengajar beserta laboratorium akan dilengkapi semaksimalnya bagaimanapun caranya.

Tentu ada banyak orang bertanya, kenapa lokasi harus berada di pedesaan? Agar mereka belajar kehidupan bukan sekedar mengandalkan uang, popularitas, kesenangan, maupun segala hal bersifat menyenangkan. Tentu jauh dari lokasi mall, bioskop, café & resto, keramaian, dan semua tempat heboh-heboh dapat memudahkan kondisi pembentukan kualitas otak mereka. Masih banyak alasan-alasan lain atas pertanyaan tentang lokasi pedesaan bukan perkotaan. Bersebelahan dengan hutan cukup luas sebagai tempat pelatihan militer terdengar menyenangkan juga.

Jadwal pelatihan militer akan dikondisikan agar tidak merusak kegiatan perkuliahan maupun pekerjaan lainnya. Mata kuliah umum bahkan paling berperan tiap semesternya adalah politik, militer & pertahanan Negara, psikologi di segala jurusan perkuliahan. Sesuai kesepakatan bersama bahwa kurikulum beserta pokok pembahasan akan memakai 50% bahasa internasional alias bahasa asing. Bukan karena saya tidak mencintai bahasa local, hanya saja permasalahan tata etika bahasa dari zaman ke zaman akan terjadi perubahan besar. Terkadang terdapat tanda baca beserta kata terhalus pada satu area yang mungkin juga menjebak sekaligus mempermainkan diri. Tuntutan penguasaaan bahasa-bahasa tinggi ataupun segala jenis tanda baca sekitar area bahasa asing memang harus dipelajari sekaligus dikuasai.

“Ya, cukup saya saja yang harus menjadi manusia bodoh karena tidak menguasai bahasa asing” bergumam dalam hati. Pemakaian bahasa pasar untuk kehidupan sehari-hari versi inggris saja kelewat bodoh. Jangan meniru hal jelek dari hidupku teman-teman…

Kalau ada yang bertanya, kenapa bisa jadi presiden? Bertanyalah pada diri sendiri kenapa memilih saya bukan orang lain. Selain itu bawah dalam doa pertanyaanmu tentang kenapa bisa presiden yang terpilih kelakuannya aneh atau otaknya cukup kacau. “Mau beli es krim milikku atau permainan ini mungkin biar tidak gugup?” seorang gadis remaja dengan tatanan rambut kuncir dua miliknya tiba-tiba saja berdiri di depanku.

“Tidak, terima kasih” menjawab gadis itu.

“Btw, mamaku bilang biar mulut tetap segar di situasi panas terik gara-gara antri pendaftaran jadi calon pejabat gila harus makan yang segar-segar juga sejenis es krim” sang gadis kuncir dua.

Dia pikir saya salah satu pendaftar dari sekian banyaknya orang. “Kakak, ayolah beli jualanku biar wajahmu makin cantik” dia benar-benar hebat dalam hal marketing.

“Apa wajahku terlihat begitu imut yah?” pertanyaan kacau buatnya.

“Kata mamaku, biar orang tua ataupun kakek-nenek tetap saja panggil dengan sebutan kakak biar dagangan cepat laris manis terjual. Upppssss, kelewat polos” tersadar sesuatu kemudian memukul kepalanya sendiri…

“Dasar otak heng” menggeleng-geleng kepala.

“Zia Shana Zia Shana…” seseorang berteriak melalui pengeras suara.

“Itu namaku, doakan saya biar lulus murni menjadi calon pejabat gila di Negara tercinta” gadis kuncir dua menepuk-nepuk bahuku sambil menitipkan dagangannya sementara waktu.

Wajahnya masih terlihat anak SMP, ternyata sudah umur dua puluh. Kenapa saya bisa tahu? Yah karena foto kopi KTP miliknya terjatuh. “Ikut antri mendaftar sambil berjualan?” hal tergila…

“Hei kakak, kenapa bengong begitu di tengah keramaian?” sosok pemuda berpakaian seperti penyanyi dangdut tahun tujuh puluhan menyapa tiba-tiba. Celana lebar tujuh keliling bagian bawah, baju warna metalik, rambut berdiri amburadur, dan tidak lupa kumis tebal bersarang di wajah sangat mencengangkan.

“Mau daftar masuk sekolah pejabat?” kalimatku.

“Maksud kakak, apa saya mau daftar biar bisa jadi pejabat terus memajukan model fashionku yang sekarang khas tahun tempo dulu? Pertanyaan balik sang pemuda.

Tuhan, kandidat macam apaan di depanku? Kenapa mereka semua kacau begini? Penampilan stress bahkan kelewat stress tingkat dewa kalau mau dijabarkan lebih dalam. Mau daftar sekolah atau apaan ini namanya? “Hai brother” sosok anak berpenampilan punk bersama rambut warna warni maksudku menyala membahana menegur pemuda tadi.

“Papa keterlaluan memaksa seenak jidat mendaftar sekolah hancur begini” di sebelah kiriku terdapat salah seorang anak berpenampilan bersih melontarkan kata-kata terhadap orang tuanya.

“Pemaksaan tingkat dewa” tertawa sinis menatap mereka.

Hal terkacau lagi adalah para manusia-manusia berumur tidak mau ketinggalan buat mendaftar. Dari berbagai kalangan memiliki antusias tinggi agar bisa lulus di sekolah pejabat kecuali anak berpenampilan bersih tadi. Tidak semudah itu dinyatakan lulus. Ada begitu banyak tes yang masih harus dijalani baru bisa diterima buat bersekolah. “Terima kasih kakak karena sudah menjaga barang jualan milikku tanpa kekurangan satu apapun” gadis kuncir dua menepuk bahuku sangat keras penuh semangat.

“Daganganku habis” mata gadis kuncir dua terbelalak.

Saking teriknya matahari, sampai-sampai mereka semua membeli barang dagangan milik gadis kuncir dua. Petualangan menjadi penjual es membuatku akan ditertawakan oleh Kartub. “Presiden menjual es?” benar-benar resseh. Saya pikir gadis itu tidak mungkin lulus jika diperhatikan dari caranya berkominikasi maupun berpenampilan.

Dia dinyatakan lulus ke tahap selanjutnya. Sulit dipercaya menurutku. Gadis kuncir dua berhasil masuk ke tahap selanjutnya. Apa mataku memang salah? “Kakak, tidak lama lagi saya akan jadi penjual es sekitaran sekolah pejabat” dia memeluk kuat tubuhku sampai saya sendiri kehabisan nafas.

Aneh? Perasaan proses seleksi tidak semudah yang dibayangkan. “Saya butuh sistem seleksi ketat bukan permainan” kalimat ucapanku itu masih terbayang segar membahana dalam ingatanku. Penekanan ucapanku terhadap para penyeleksi terdengar menakutkan. Lantas, kok bisa yah gadis kuncir dua lulus?

Tiba-tiba saja tubuhku dikejutkan oleh perkelahian sekitar jalan sepi setelah saya berjalan meninggalkan pusat pendaftaran tadi. “Bukannya anak itu si’pendaftar tadi?” bertanya kebingungan melihat aksi perkelahian mereka.

Rambut dia saja yang terlihat warna warni bersama tampilan punk, tapi aslinya kelewat lemah. Sekelompok preman memukul tubuh remaja tersebut berulang kali hingga mengucurkan banyak darah segar. “Berhenti!” teriak beberapa orang dari arah utara berniat menghentikan pemukulan tersebut. Para preman berlari ketakutan seketika setelah melihat beberapa dari mereka berpakaian seragam. Anak remaja punk berusaha berdiri dan tidak ingin dibantu oleh siapapun.

“Mau kemana?” seorang pria tua menegur.

“Buat apa paman bertanya?” pertanyaan balik sang anak punk.

“Papimu menunggu di rumah” pria tua mengucapkan sebuah kalimat hingga langkahnya terhenti seketika.

Ternyata anak punk bukan orang biasa, melainkan berasal dari konglomerat. Kenapa juga harus tidur di jalan? “Saya tidak punya orang tua” jawaban dingin darinya. Manusia punk berjalan tanpa ke depan tanpa membalikkan tubuh. Entah kenapa juga dua kakiku terus mengekor diam-diam di belakangnya. Pertama kalinya, saya melihat anak laki-laki bergaya punk menangis begitu keras di tengah kesunyian malam. Permainan hidup menghancurkan ruang hati miliknya.

“Tampilan luar saja terlihat menyeramkan” sedikit tertawa sambil menggeleng-geleng kepala.

“Lukamu perlu dibersihkan, jadi, berhenti menangis!” hal terbodoh adalah tubuhku berjalan begitu saja ke hadapan sang anak punk. Tangisannya menghanyutkan suasana gelap sekitar kami.

“Kau siapa?” dia segera menghentikan tangisannya.

“Kau tidak mengenalku?” berusaha mengingatkan sesuatu.

“Kakak si’penjual es tadi” ingatan manusia punk ternyata sangat tajam.

Saya ingat betul cara dia menatap tajam ketika mengambil es dari sebuah kotak seakan ingin memakan hidup-hidup. Tidak membayar dan lansung pergi begitu saja. “Kau tidak sakit sampai memanggilku dengan sebutan kakak?” sedikit menyindir.

“Biarkan saya membersihkan lukamu” segera membuka kotak kresek plastic…

“Tidak perlu, nanti juga sembuh sendiri” ucapan anak punk.

“Dasar menyebalkan, ayo duduk!” nada memerintah.

Luar saja terlihat menyeramkan, namun jauh di dasar hati benar-benar rapuh. “Kenapa kau begitu membenci ayahmu sendiri?” bertanya kembali setelah pekerjaan sebagai perawat dadakan selesai.

“Saya tidak sengaja mendengar percakapan antara kau dan pamanmu” berkata-kata lagi. Dia terus diam di tengah kesunyian malam. Ayunan tempat duduknya seakan menyimpan satu memory dalam dirinya. Yah, sejak tadi kami berdua berada di sekitar taman bermain anak.

“Apapun masalah antara kau dan orang tuamu, setidaknya buat mereka menyesali perbuatannya terhadap dirimu” menepuk bahu manusia punk.

“Menyesali?” manusia punk.

“Kau harus balas dendam dengan cara paling cerdik” menyatakan satu kalimat.

“Saya sudah berusaha balas dendam terhadap mereka” manusia punk.

“Balas dendammu terlalu kampungan” sindirku.

“Papi dan mami bercerai. Singkat cerita seiring waktu berjalan akhirnya mereka mempunyai keluarga masing-masing. Seolah lupa terhadap anak sendiri bahkan lebih sibuk memperhatikan keluarga baru,” manusia punk mulai bercerita sesuatu…

“Saya sengaja membuat mereka malu sebagai aksi balas dendam terbaikku. Berkelahi, bolos sekolah, tidur di jalanan, menjadi anak punk, dan masih banyak lagi menjadi jalanku. Anak berprestasi lantas menjalani kehidupan iblis terdengar keren bukan?” manusia punk tertawa…

“Berarti kau belum lulus sekolah?” pertanyaanku.

“Saya sudah lulus sekolah dua tahun lalu dan selama itu pula hidupku lebih banyak dihabiskan di jalanan ketimbang mengenal rumah orang tua” manusia punk.

“Siapa namamu?”

“Papi memberiku nama Hibab Pastin” manusia punk.


Bagian 3…

 

Hibab Pastin…


Kenapa bisa mulutku begitu saja bercerita banyak hal tentang kehidupan keluarga. Kakak penjual es tiba-tiba berdiri berjalan ke arahku bahkan menjadi penonton terbaik ketika saya menangis keras. “Balas dendam yang kau lakukan tu kelewat pasaran” menepuk bahuku.

“Balas dendam versi kakak yang tidak pasaran tu gimana?”

“Kau harus lulus kuliah dengan nilai terbaik kemudian menjadi pejabat biar mereka menjadi malu karena tidak pernah menganggapmu ada” kakak penjual es.

“Sama saja membuat mereka bangga, lebih parah lagi ucapan kalau bukan karena saya mana mungkin bisa jadi begini bla bla bla”…

“Sekolah pejabat tidak bisa memakai uang orang tua, melainkan tuntutan keringat sendiri” kakak penjual es.

Saya tadi berada di tengah keramaian bukan untuk mendaftar melainkan ingin main copet-copetan. “Mami papi bersama orang di sekitarku selalu bilang kalau saya tidak mungkin memiliki masa depan cerah seperti orang lain” berkata-kata dengan wajah tertunduk.

“Kau harus balas dendam dengan cara membuktikan kalau ucapan mereka tidak akan berlaku atasmu, ngerti?” kakak penjual es.

“Jangan karena hidupmu berasal dari keluarga broken home lantas semua hancur” kakak penjual es berkata-kata lagi.

“Rasanya mustahil” ucapan menyedihkan.

“Apa sih yang tidak buat Tuhan, jangan pernah berkata terlalu mustahil” kakak penjual es.

“Entahlah”…

“Balas dendam terbaik menurut versiku adalah sebuah prestasi sehingga orang tuamu maupun orang di luar sana malu berkeping-keping” kakak penjual es.

“Kalau hidupmu hancur berantakan begini, malahan orang tua, saudara tiri, terlebih orang banyak makin tertawa keras. Lantas gimana cerita kalau begini?” kakak penjual es kembali menepuk bahuku.

Ucapan kakak penjual es ada benarnya juga sih kalau dipikir-pikir lagi. Merenung sepanjang malam tentang ucapannya membuat mataku terus saja melek. Dia tiba-tiba saja menghilang setelah membuat sebuah pernyataan terakhir semalam. Kenapa bisa dua kakiku tiba-tiba saja berlari menuju sebuah gedung. Ternyata hari terakhir pendaftaran hari ini bahkan nama saya berada di urutan paling akhir.

“Hibab Pastin, apa penyebab sosok sepertimu melangkahkan kaki sekaligus berdiri di hadapan kami semua?” salah satu dari penyeleksi melemparkan pertanyaan. Awal mula pemanasan wawancara untuk mendapat selembar kertas pendaftaran ke tahap dua.

“Belum bisa menjawab atau bagaimana?” kembali melempar pertanyaan.

“Saya ingin balas dendam” jawaban polos dariku.

“What? Balas dendam?” salah seorang penyeleksi berteriak.

Andaikan saya bercerita tentang kehidupan keluarga berarti hidupku hanya ingin menjual sebuah cerita biar mendapat belas kasihan. “Anak punk, berandalan, pelacur, atau siapapun juga bisa memiliki satu jalan cerita manis sama seperti yang lain. Defenisi balas dendam disini bercerita tentang objek kata positif bukan hal negative ketika dua kaki sedang berjalan ataukah berlari kuat” menjawab pertanyaan pihak penyeleksi.

“Apa kau yakin anak berandalan, hancur, berantakan bisa memperbaiki sekaligus membentuk pola pikir satu negara atau bahkan lebih dari itu dalam hal-hal bersifat positif?” pertanyaan mereka lagi.

“Tidak ada hal yang tidak mungkin bagi Tuhan. Jadi, beri saya kesempatan”…

“Apa saya bisa memegang ucapanmu andaikan kami memberi selembar kertas pendaftaran ke tahap selanjutnya?” ujar seorang penyeleksi.

“Saya akan belajar” saya sendiri meragukan jawabanku. Entahlah. Bagaimana cara berjalan biarlah sang pencipta memberi petunjuk terbaik dan tidak bersifat pasaran.

“Kalau anak punk, brutal, hancur, iblis seperti dirimu bisa menjelaskan gambar di depan berarti kau bisa lanjut mengikuti pendaftaran tes tertulis berikutnya” seorang penyeleksi berusaha ingin memberi kesempatan.

“Penampilanmu saja membuat kami semua ragu 100%, apa lagi masalah kualitas otak terlebih kepribadian seorang anak punk, buatku tidak ada harapan sama sekali” dia kembali melanjutkan ucapannya.

“Gelap tidak akan selamanya menjadi gelap, sedangkan terang tidak akan selamanya menjadi terang sesuai harapan” kalimat terbodoh yang pernah kuucapkan. Saya hanya ingin mencoba peruntungan semata demi aksi balas dendamku sendiri. Kehidupanku memang belum mengenal pertobatan alias masih dalam posisi iblis. Seperti ada sesuatu mendorong tubuhku untuk berada disini karena hari ini adalah hari terakhir pendaftaran.

Mereka memberikan saya sebuah gambar berisi tentang beberapa objek. Sebuah tangan hendak memegang antara angin, api, air agar bisa lepas dari sebuah cengkraman rantai. Jebakan terparah beserta objek-objek di luar dugaan mengalir melalui gambar tersebut. Salah berucap berarti saya harus siap menghentikan aksi balas dendamku. Angin menggambarkan situasi tidak menentu sekitar jalan. Ada saat dimana jalan hidup dibawah oleh arus angin segar hingga kaki sendiri tidak pernah menyadari tentang titik terberat pada diri sendiri bahkan terjebak tanpa sadar. Makna lain dari kata angin adalah posisi deru debu, puting beliung, dan badai menyatu pada sebuah lingkaran menyatakan jeritan tidak biasa ketika berjalan. Makna pada gambar tersebut berada di mana untuk objek kata angin?

Tangan bercerita tentang pilihan hidup akan mengutamakan siapa dari ketiga objek tadi? Api berkata-kata akan pada keadaan membara, panas, terbakar, terluka, jeritan terdengar menakutkan lebih dari lukisan kata tersebut. Di tempat lain air mengutarakan pembersihan dari sesuatu yang dikatakan bernoda. Air juga dapat bercerita tentang tetesan tangisan yang sedang mengudara dan berkumpul menjadi satu dalam sebuah penampungan. Tiga objek kata saling berhubungan, tetapi juga bisa menjadi perlawanan satu sama lain.

“Objek mana akan kau ambil terlebih dahulu untuk digenggam, mana yang akan dibuang, lantas tanganmu lebih mengistimewakan siapa?” mereka membuatku frustasi memilih jawaban tidak masuk akal.

“Bukan karena saya ingin mencari simpatik siapapun termasuk pihak juri, melainkan status diriku sebagai anak brutal sekaligus punk sehingga tanganku akan memilih air terlebih dahulu untuk menghancurkan semua racun sekaligus noda hidup” entah kenapa sisi pertobatan mulai bergentayangan di atas permukaan laut.

“Saya akan lebih memilih membuang angin bukan karena tanpa alasan, tetapi terkadang karena situasi sejuk menyegarkan sehingga jalan sendiri tanpa sadar terjebak oleh banyak lorong. Api merupakan objek yang harus dipertahankan oleh tanganku walaupun kekuatanku sendiri terlampau lemah untuk nenggenggam kata tersebut” rasa-rasanya saya ingin tertawa sinis sekeras mungkin atas jawabanku tadi.

Gambar menjebak bercerita tentang ribuan makna tidak biasa. Kenapa bisa anak iblis sepertiku berkata-kata bijak seperti tadi? Tujuanku bukan untuk menjadi seorang pejabat melainkan hanyalah bahan balas dendam semata terhadap banyak pihak di sekitarku. Mereka memberiku selembar kertas pendaftaran untuk proses seleksi berikutnya. Tidak disangka seorang kakak mengajari hidupku cara balas dendam terbaik. Lebih gila lagi adalah dua kakiku tiba-tiba saja ingin kembali ke tempat ini…

“Secara logika, kami semua sulit percaya sosok anak brutal sekaligus punk bisa menjadi seorang pemimpin terlebih di dunia pemerintahan” salah satu pihak penyeleksi menatap tajam ke arahku.

“Buat saya bisa percaya kalau ternyata sosok anak iblis, brutal, punk dapat memegang sekaligus menjadi pelita kecil dalam ruang gelap bangsa di negara ini” dia   berucap kembali sambil memegang selembar kertas di tangannya.

Melangkah ke tahap selanjutnya? Benar-benar mujizat. Lembaran kertas pendaftaran di tangan memberi beberapa jurusan dan saya harus memilih salah satunya. Menurut informasi, bahwa pihak pemerintah sengaja memberi pilihan jurusan karena begitu banyak bidang-bidang penting berada di ujung tanduk walaupun kelihatannya terlihat hidup. Mata kuliah politik, kepemimpinan, militer akan hadir di tiap semester dengan sistem berbeda-beda.

Saya sendiri tidak memiliki mimpi hingga detik sekarang. Menggulung-gulung kertas berisi beberapa jenis jurusan, kemudian mengocok seperti orang lagi arisan. Terlihat kekanak-kanakan dan membuatku ingin menertawakan diri sendiri. “Pendidikan” isi tulisan dari gulungan kerta yang keluar.

“Tuhan, apa ini permainan atau apaan? Bisa-bisanya manusia punk sekaligus iblis akan berada di dunia pendidikan suatu hari kelak andaikan lulus?” sangat-sangat gila menurutku…

Pusing memilih jurusan sehingga mengikuti saja objek kata tadi. Memilih jurusan pendidikan untuk sebuah tantangan balas dendam semacam anak iblis sepertiku. Saya harus mengumpulkan banyak buku dalam waktu singkat buat bahan persiapan ujian tertulis. Orang tua atau siapapun tidak pernah tahu apa yang sedang kulakukan. Tumpukan buku bertebaran dimana-mana, sedangkan otakku harus berkompromi atas situasi ke depan.

“Benar-benar mujizat andaikan saya lulus” berkata-kata dalam hati melihat lautan manusia sedang antri mendaftar ke tahap lanjutan. Berusaha kuat menyembunyikan hal ini dari anggota keluarga. Mereka juga kan tidak pernah mau tahu perasaanku sebenarnya. Aksi balas dendam terbaik menurut versi kakak tidak kukenal adalah membuat mereka terkejut.

Saya berusaha merubah penampilanku sendiri menjadi sosok pria lugu, sederhana, bahkan mirip manusia tanpa dosa sama sekali. “Kalau ga begini pasti ga bakalan lulu” celoteh seorang diri depan cermin. Kemarin saja saya hampir gagal masuk tahap berikutnya karena penampilan punk sewaktu tes wawancara pertama. Di tempat lain, pendaftaran akan dimulai terlebih dahulu setelahnya seleksi berkas, tes tertulis, dan terakhir wawancara. Kata tadi tidak berlaku untuk proses seleksi disini, kenapa? Wawancara lebih diutamakan di awal, andaikan lulus berarti proses pendaftaran, seleksi berkas, tes tertulis, bersam puluhan tes tak terduga lainnya.

Saya sebenarnya sudah mengalami kegagalan di awal inteviuw, entah kenapa bisa tiba-tiba saja dinyatakan lolos. Detik-detik terakhir namaku hampir-hampir dinyatakan gagal total tiap menjalani tes ke level berikutnya. “Selalu saja memberi pernyataan menjebak” menggeleng-geleng kepala tiap berada di depan pihak penyeleksi.

“Perpaduan warna antara tua dan muda, sisi ruang plus minesnya berada dimana?” tatapan mata sang juri kelewat mencengkaram.

“Apakah terdapat ruang kelam, ribuan garis tertentu, dan jalan-jalan tersembunyi  sekitar perpaduan warna dari kotak di sana” pertanyaan berikut setelah sukses melewati tes tertulis.

Proses seleksi lain lagi adalah penyusunan data ataupun gambar abstrak dalam sebuah ruangan. Di tempat lain terdapat sejumlah anak dengan beberapa kasus tertentu. Sebagai calon dengan jurusan pendidikan, maka secara tajam pihak penyeleksi seolah sengaja memainkan situasi terhadap ruang tersebut untuk menemukan sesuatu dalam diri calon mahasiswa baru.

Ada banyak kasus demi kasus dimainkan oleh pihak penyeleksi pada tahapan-tahapan level berikutnya. Peranan tes tertulis hanya sekitar beberapa persen saja, setelahnya objek-objek menjebak langsung maupun tidak langsung dimainkan baik secara umum maupun sesuai peraturan jurusan masing-masing. Lautan manusia  berubah secara drastis menjadi sangat sedikit oleh karena permainan tiap level memang menyeramkan.

Perwakilan tiap provinsi hanya sekitaran belasan orang saja dari keseluruhan jurusan. Pihak penyeleksi sengaja melakukan pembatasan jumlah mahasiswa dikarenakan beberapa alasan tertentu. Hal tergila adalah namaku selalu berada diurutan terakhir atau hampir-hampir dilupakan. Entah bagaimana cerita sehingga terdapat proses tambahan satu atau dua orang lagi.

“Maaf masih ada satu nama lagi terlupakan” sang penyeleksi seperti melakukan kesalaahan hari ini.

“Kami sepakat memberi kesempatan terhadap satu atau dua orang di antara kalian mengingat proses ketat tadi memiliki perbedaan nilai sebelas dua belas” ucapan tersebut memberiku setitik harapan.

Anggota keluargaku masih belum menyadari apa yang sedang kulakukan. Masing-masing keluarga papi maupun mami hanya berpikir jika saya sedang tidur di jalanan atau memalak seseorang alias menjadi preman kampung. “Hibab Pastin” masih belum percaya namaku terdaftar dalam daftar pengumuman terakhir. Berarti saya resmi menjadi mahasiswa milik pemerintah…

“Saya seorang calon pejabat suatu hari kelak?” masih belum percaya…

“Maksudku calon pendidik” tertawa lebar di jalanan seorang diri.

Gudang kecil tempatku berteduh dari terik panas maupun hujan akan menjadi sunyi tanpa kehadiran sosok manusia punk. Tidak ada yang tahu tempat tinggalku selama ini. Saya juga menghabiskan waktu hidup di jalanan, tetapi terkadang gudang tersebut menjadi saksi tangisku ketika hidupku benar-benar rapuh.

“Selamat tinggal cermin kecil” tersenyum menatap cermin…

“Saya harus melakukan aksi balas dendam luar biasa untuk membuat papi mami malu seketika” tersenyum lebar penuh semangat ketika sedang melakukan pendaftaran ulang bagi mahasiswa yang dinyatakan lulus.

Persyaratan mutlak bagi mahasiswa baru adalah larangan membawa pakaian berlebihan ke asrama kampus. Barang-barang mewah seperti arloji, perhiasan, handphone, tas, segala hal berbau branded harus dilenyapkan alias tinggalkan saja di rumah. Masalah handphone, laptop, tas, sepatu, dan beberapa peralatan sudah dipersiapkan oleh pihak kampus. Tidak ada pemungutan biaya sepersen pun ketika pendaftaran ulang.

“Dimana kompor gasnya buat memasak?” salah seorang mahasiswa terlihat bingung.

Akhir cerita adalah dimana saya sekarang berada di sebuah pedesaan kecil jauh dari perkotaan. Tinggal di asrama pria karena saya bukan perempuan. “Tidak ada perlakuan istimewa dari pihak kampus terhadap anak pejabat kek ataukah manusia pengusaha, ngerti?” suara menyeramkan kepala asrama.

“Tugas masak memasak akan dilakukan bergilir sesuai jadwal” ucapan kepala asrama.

“Kompor gasnya dimana ibu?” seseorang mengangkat tangan.

“Disini tidak mengenal kompor gas artinya kalian harus memasak memakai dapur kayu” jawaban kepala asrama.

Sistem pembayaran uang sekolah harus memakai hasil keringat sendiri. Para mahasiswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu secara bergilir. Petani, peternak, pembantu rumah tangga bagi rumah-rumah dosen, cleaning servis di kampus, pemulung, penjual sayuran/ikan, membuat kue ataupun menjajahkan di jalanan, merawat anak-anak panti asuhan, dan beberapa jenis pekerjaan lainnya harus dilakoni oleh seluruh mahasiswa secara bergantian sesuai jadwal masing-masing.

“Jangan sekali-kali meminta uang ataupun menyimpan ATM untuk kebutuhan pribadi dari orang tua karena bisa saja kalian akan dikeluarkan oleh pihak kampus” penekanan luar biasa sosok kepala asrama.

“Ini kampus atau penjara bawah tanah?” bertanya-tanya pada diri sendiri.

Pertama kalinya sosok Hibab Pastin harus bangun subuh-subuh untuk berdoa bersama dengan mereka, sesudahnya berjalan gelap-gelap menuju sawah sebagai pembajak tanpa menggunakan peralatan modern. Jadwal pekerjaanku selama sebulan berada di sawah untuk membajak sekaligus menanam padi. Latihan militer akan dilakukan 2x dalam seminggu tanpa ada perkuliahan di kampus.

Seluruh badan sakit setelah membajak beberapa jam sekitar persawahan. Pukul setengah tujuh pagi sudah harus kembali ke asrama buat bersih-bersih. Masing-masing dari kami memiliki loker penyimpanan barang-barang seperti piring, gelas, sendok, dan lain sebagainya. Untung saja kamar mandi berada di kamar masing-masing sehingga tidak terjadi antrian panjang. Di larang keras mencuci pakaian di kamar mandi sesuai peraturan undang-undang kampus.

Pihak kampus sengaja tidak membuka kantin untuk beberapa alasan. Jadi, kesimpulan cerita masing-masing mahasiswa harus membawa bekal makan minum dari asrama. Bagi mereka yang dijadwalkan memasak selama sebulan tidak perlu melakukan pekerjaan lain, namun diharuskan berada di dapur untuk mengelola makanan bagi penghuni asrama. Kami semua diberi kotak bekal beserta botol air minum ukuran satu setengah liter. Setelah jam perkuliahan selesai maka harus kembali ke tempat kerja yang sudah dijadwalkan. Artinya saya harus bekerja sekitar dua atau tiga jam lagi di sawah sambil mengerjakan tugas pemberian dosen. Benar-benar gila...

Perkuliahan dimulai dari pukul 7.30 – 15.00, sedangkan jam istirahat diberlakukan selama sejam sekitar pukul 12.00 – 13.00. Kegiatan cuci mencuci akan dilakukan di hari Sabtu bertempat sekitar kali sungai yang telah di persiapkan tidak jauh dari asrama. Sejak pagi seluruh penghuni seakan membuat barisan acara cuci mencuci di pinggir kali sekaligus berebut tempat. Tidak ada kegiatan perkuliahan pada hari tersebut selain acara tadi dan juga kegiatan klub di kampus.

Aneka jenis klub dipersiapkan seperti memasak, seni lukis, music, sepak bola, basket, bulu tangkis, kerajinan, dan beberapa bidang lainnya lagi. Satu gedung khusus digunakan untuk menjalankan seluruh kegiatan klub di kampus. Dana masing-masing klub diperoleh dari konten youtube sehingga kami semua harus mengeluarkan ide kreatif demi mendapat uang. Yah, pihak kampus sengaja membuat satu akun youtube untuk seluruh penghuni klub, jadi hasilnya akan dibagi rata.

Di sini tidak kenal mengenal yang namanya beasiswa maupun tanggungan kampus, artinya mahasiwa harus berusaha sendiri. Menjadi angkatan pertama terdengar menyebalkan karena harus bisa mengembangkan ataupun mencari pengikut pada akun youtobe. “Ini kampus atau neraka?” menggeleng-geleng kepala menyaksikan objek-objek depan mata.

“Ruang apaan ini?” menemukan sebuah ruang.

“Hai, masuklah!” seorang pria berpakaian sederhana tersenyum ke arahku.

“Apa kau ingin berbagi cerita denganku?” dia bertanya lagi.

“Maksud anda?” saya makin bingung.

“Berarti kau masih belum sadar yah kalau kampus sengaja menyediakan ruangan ini bagi mahasiswa yang dikatakan lagi stress-stres berat, artinya saya akan menjadi sahabatmu untuk meluapkan segala keluh kesahmu” ucapanya.

“Ruangan ini?” masih bingung.

“Kau tidak membaca tulisan di pintu?” pertanyaan dia kembali.

“Memangnya tulisan apaan di depan sana?” pertanyaan balik.

“Ruang persahabatan, understand?” jawaban terkacau.

“Ternyata di balik neraka masih terselip surga tersembunyi” tawaku meledak seketika.

“Buatmu kampus ini neraka, tapi buatku kampus ini kehidupan sekaligus masa depan bangsamu sendiri ke depan, understand?” kalimatnya kembali.

“Tiap negara memiliki cara tersendiri untuk mengatasi permasalahannya masing-masing dan itu tidak sama. Seiring berjalannya waktu kau akan mengerti apa, mengapa, bagaimana serta banyak lagi objek-objek lain tentang aturan pendidikan disini” ucapan tersebut seakan menghentikan tawaku seketika.

Jauh dari perkotaan, apakah kampus ini layak dikategorikan sistem pendidikan berkualitas? Seluruh badan kesakitan melakukan segala jenis pekerjaan kacau. Saya harus berjuang membajak, menanam padi, mencabut rumput, menyemprot hama sekitar persawahan, menghentikan semua jenis burung biar tidak melenyapkan hasil kerja kerasku. Makan apa adanya hasil masakan para mahasiswa yang memang tidak tahu menahu masalah masak memasak. “Ini membuatku gila sekaligus tidak waras” merenung di dalam kamar setelah dari ruang tadi.


Bagian 4…

 

Harok mendapat kepercayaan dari sang presiden untuk membuka ruang persahabatan di antara para mahasiswa. “Sistem yang kau terapkan sedikit mengerikan sekaligus kampungan” ucapan Harok menatap presiden di hadapannya seolah tidak memiliki rasa takut sedikitpun.

“Lantas maumu harus segemulai tangan perempuan?” sang presiden membalas tajam.

“Entahlah, terserah” Harok mendorong kursi sang presiden seakan tidak perduli tokoh nomor satu negara ini mengalami cedera.

“Keterlaluan, dasar manusia iblis” presiden Ketja.

“Begini saja, tinggalkan pekerjaanmu untuk sementara kemudian ubah dirimu menjadi malaikat tanpa sayap” Ketja segera bangkit dari kursi menatap tajam pria di depannya.

“Raut wajah mencurigakan” Harok segera ingin beranjak dari ruang tersebut.

“Mau pergi kemana?” Ketja menarik keras kemeja milik Harok.

“Ada pekerjaan penting” Harok mencari alasan.

“Kau harus berada di ruang persahabatan di kampus sana biar sisi malaikat tanpa sayapmu keluar” Ketja berkata-kata sinis…

“Presiden gila” teriak Harok.

“Kau berani melawan presiden manusia nomor satu negara ini?” Ketja.

“Kau hanya presiden gila” makian Harok.

“Bentuk wajah dan kepribadianmu sangat cocok buat dijadikan malaikat” Ketja.

Mau tidak mau Harok sahabat presiden harus menerima kenyataan berada di sebuah pedesaan kecil menjadi sosok malaikat. “Kalau bukan karena pemaksaan gila perempuan ini, saya juga bakalan tidak mau” Harok terlihat kesal memasuki kamar sederhana setelah perjalanan jauh.

“Presiden perempuan pertama dengan kepribadian gila” menulis pesan makian melalui salah satu aplikasi medsos.

“Terus saya harus bilang wow gitu?” balasan menohok Ketja.

Akhir cerita, Harok memulai pekerjaannya di kampus sebagai sosok penatua, pendeta, ustads, biksu, psikolog di ruang persahabatan. Kenapa ruang ini sengaja dibangun oleh sang presiden? Ada begitu banyak tekanan, beban, masalah, pembentukan keras sehingga tidak menutup kemungkinan para mahasiswa akan mengalami situasi depresi atau bahkan bisa saja bunuh diri seketika itu juga.

Membentuk kualitas otak mereka tidak semudah pemikiran orang banyak. Kurikulum berstandar tinggi/ keras bisa saja menyebabkan situasi gesekan bersama penolakan sekitar ruang pribadi mereka. Di lain tempat masalah kepribadian juga menjadi masalah terbesar sehingga program-program didikan memakai sistem kelewat batas dan harus dijalankan. Ada begitu banyak pejabat selalu saja berada pada kata iblis ketika sedang menduduki satu kursi terbaik.

Setelah berada di antara para mahasiswa, akhirnya sosok Harok menyadari maksud sang presiden bertindak keras. Tiba-tiba saja seorang mahasiswa berjalan masuk ke ruang tempat dia menjalankan tugas. Terjadi percakapan sadis antara Harok dan mahasiswa tersebut. “Kenapa bisa saya mengucapkan pernyataan tadi, pada hal sama saja membela kelakuan presiden gila” cetus Harok dalam hati.

“Kalau memang kau tidak suka kuliah di tempat seperti ini, tinggal memilih keluar” Harok menepuk-nepuk bahu mahasiswa di depannya.

“Kalau berhenti berarti saya gagal jadi pejabat nantinya dong” balasan sinis…

“Siapa namamu?” Harok.

“Hibab Pastin” jawaban tegas sang mahasiswa.

“Berarti kau manusia punk satu-satunya yang dinyatakan lulus pada hal hampir-hampir tidak mendapat predikat kelulusan” Harok.

“Kenapa bisa tahu?” Hibab.

“Telingaku kan kelewat panjang, lagian masa kau tidak sadar kalau salah satu personil penyeleksi di tempatmu kemarin ada wajahku terpampang” Harok.

“Btw, semoga masih bisa bertahan, karena sistem gugur dimainkan andaikan gagal 2x percobaan” Harok kembali menepuk-nepuk bahu mahasiswa tersebut.

Hibab tidak lagi membalas kalimat pernyataan Harok. Mahasiswa itu berjalan keluar meninggalkan dirinya dalam ruang seorang diri. Merenung memikirkan percakapan antara dirinya dan mahasiswa tadi membuat dia kesulitan tidur. Pagi-pagi sekali seseorang mengetuk pintu rumah miliknya. Sesuai peraturan seluruh tenaga pengajar beserta para staf harus tinggal di sekitar komplek rumah tidak jauh dari kampus yang telah disediakan sebelumnya.

“Siapa lagi mengetuk pintu subuh-subuh begini?” kekesalan Harok.

“Permisi, nama saya Zia Shana pembantu rumah tangga bapak selama sebulan penuh” gadis cantik berdiri depan pintu rumah Harok.

“Seperti ada yang salah, tunggu sebentar” Harok kembali menutup pintu bergegas mencari handphone miliknya.

“Presiden gila, sadar tidak kalau pembantu rumah tangga di rumahku perempuan” makian Harok di telepon pagi-pagi buta.

“Bagus dong sekalian cuci mata” balasan Ketja.

“Saya ini pria lantas harus tinggal ma perempuan, pikir pakai otak” Harok.

“Minimal menguji imanmu, ngerti?” Ketja.

“Hentikan kegilaanmu” Harok.

“Memangnya kalau pembantu rumah tangga di rumahmu itu laki-laki terus ga akan terjadi sesuatu?” Ketja.

“Maksudmu?” Harok.

“Sekarang lagi zamannya main LGBT- bitian” Ketja.

“Dasar presiden tidak waras, ke laut saja” Harok.

“Tarik napas dalam-dalam lantas telan” Ketja.

“Saya makin stress” makian Harok.

“Lagian siapa juga menyuruh gadis itu tinggal di rumahmu, situ saja berpikiran negative berlebih” Ketja.

“Lantas LGBT-bitian tadi maksudmu apaan?” Harok.

“Memangnya saya menyuruh main LGBT-bitian? Maksudku biasanya itu iblis bermain-main, kan situ duluan yang mulai” Ketja.

“Pikiranmu kelewat sesat” Harok.

“Hello, kelompok kaum mereka sedang berjuang keras biar mendapat pengakuan dunia bahwa kehidupan semacam ini sangat normal dan bukan sebuah dosa besar” Ketja.

“Kau kan presiden, kenapa…?” Harok.

“Pemikiran masing-masing pemimpin dunia berbeda, walaupun dikatakan saya berada pada kata melawan yah tetap saja perjuangan luar biasa kelompok tersebut lebih dinilai oleh para tokoh-tokoh berpengaruh” Ketja.

“Kasihan amat hidumu antara ingin berteriak melawan atau mengikuti” Harok.

“Bukan hidupku yang kasihan melainan kehidupan mereka, ngerti?” Ketja.

“Saya dengar wanita itu punya pengaruh luar biasa apa lagi kau kan presiden tentu bisa dong nyerang sekaligus memakan hidup-hidup kaum LGBT” Harok.

“Sebenarnya sih mereka butuh dirangkul, tetapi tidak mengiyakan kehidupan seperti itu. Jangan menjadi pembenci terhadap kelompok tersebut dan jadilah sahabat menurut versimu selama tidak melewati batas Tuhan” Ketja.

“Btw, kau tadi menelpon masalah pembantu perempuan bukan kasus LGBT-bitian lantas kenapa sudah menyimpang?” Ketja.

“Kau kan yang memancing duluan” Harok.

“Bapak, apa tidak kasihan ma saya?” Zia berteriak menggigil kedinginan.

“Nanti Zia sakit terus batal jadi pejabat” gadis itu menggedor-gedor pintu rumah.

“Mampus” teriak Harok segera mematikan handphone miliknya sambil berlari keluar.

Salah satu pekerjaan penghuni kampus adalah menjadi pembantu rumah tangga. Mengerjakan segala pekerjaan rumah seperti cuci piring, memasak, membersihkan rumah, menjadi baby sister, mencuci pakaian secara manual alias tidak pakai mesin cuci, seterika. “Minumlah!” Harok menyodorkan segelas teh panas. Siapa pernah menyangka gadis penjual es dinyatakan lulus sebagai mahasiswa dari ratusan ribu pendaftar.

“Makasih” Zia tanpa ada kata canggung langsung mengambil gelas berisi teh.

“Pelan-pelan” tegur Harok.

“Kenapa jadi terlihat mirip kelakuan presiden gila, kok sebelas dua belas yah?” Harok memperhatikan sikap Zia di depan dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Setelah baikan, Zia memulai aktifitasnya sebagai pembantu di rumah Harok salah satu staf kampus. Semua pekerjaan harus selesai sebelum pukul setengah tujuh pagi. Dia sendiri mengambil jurusan hukum ketika pendaftaran dengan akhir kata dinyatakan lulus. Tempat tinggal Zia selama melakoni pekerjaan pembantu adalah rumah tetangga sebelah. Kenapa bisa? Dikarenakan Harok berjenis kelamin pria bukan wanita sehingga pihak kampus tidak mengizinkan tinggal serumah.

Mempersiapkan diri ke kampus untuk mengikuti kegiatan perkuliahan pukul tujuh lewat. Membawa bekal makan siang hasil sisa olahan masakan di rumah tempat dia bekerja memang sebuah keharusan. Selama sebulan Zia tidak diperbolehkan kembali ke asrama ketika menjalani peran pembantu rumah tangga. Setelah jam kuliah selesai, dia harus bergegas pulang mempersiapkan makan malam bagi sang pemilik rumah dan menyelesaikan tugas pekerjaan lainnya.

Zia sudah harus berada di kamarnya pada pukul setengah delapan setelah bersih-bersih dan juga makan malam. Pada jam tersebut diberi waktu belajar ataupun menyelesaikan tugas kuliah. Sekali seminggu pihak dosen akan melakukan kegiatan belajar kelompok secara online di malam hari di luar jam perkuliahan.

“Hukum, permainan, kotak hitam sedang berlari-lari di tengah lapangan” Zia membaca satu tulisan dari dosen.

“Mencekam, sensitive, panas” Zia bergumam seorang diri membayangkan arti kalimat tadi. Dia harus menyelesaikan tugas salah satu mata kuliah memakai hasil pemikiran sendiri sebanyak 30 lembar halaman. Jenis bahasa tulisan diwajibkan beragam, tidak pasaran, memiliki pola pemikiran berbeda, melibatkan kasus sederhana maupun berat, terkesan biasa/ sederhana dan menjebak.

“Akhirnya selesai juga” Zia sedikit berolahraga ketika berada di depan laptop.

Dia tertidur pulas dalam kamarnya setelah seharian penuh beraktifitas. “Mampus, jam berapa sekarang?” tersadar sesuatu. Kembali matanya terpejam setelah melihat jam dinding. Zia beberapa kali mengigau dalam tidur lelapnya.

“Mampus” segera berlari meninggalkan kamar.

“Untung saja” mengusap-usap dada sendiri seolah habis terkena serangan jantung. Beginilah hidup personil kampus tiap pagi berada di sebuah rutinitas pekerjaan masing-masing.

“Hei, anak kecil jangan lupa setrika bajunya harus rapi” Harok melemparkan satu keranjang pakaian.

“Boleh tidak pulang kampus saja baru urusan setrika dikerjakan?” Zia.

“Kampus tidak memiliki kompromi artinya itu penderitaanmu” Harok.

“Di kampus berperan sebagai sahabat sampai ada namanya ruang persahabatan, sedang di rumah perannya berubah jadi iblis, ini benar-benar gila” Zia mengumpat dalam hati.

“Siapa suruh datang terlambat” Harok. Zia menyetrika pakaian satu keranjang dengan terpaksa hingga hampir membuat dirinya terlambat ke kampus.

“Astaga, bekalku” Zia menepuk jidat seolah ingat sesuatu setelah berada di kampus.

Kampus tidak menyediakan kantin maupun makanan bagi para mahasiswa selama jam perkuliahan. “Zia Shana” teriak seseorang di belakangnya.

“Lain kali jangan lupakan bekal makan siangmu, ntar kalau situ pingsan saya bisa-bisa berurusan ma presiden gila” Harok.

“Siapa itu presiden gila?” Zia.

“Salah ucap maksudku pihak kampus bisa membunuh saya tiba-tiba hanya karena gadis kecil lupa membawa bekal makan siangnya” jawaban Harok segera berjalan meninggalkan Zia.

Tindakan keras akan diberikan andaikan salah satu penghuni kampus baik dosen, staf, maupun mahasiswa melanggar aturan tanpa pandang bulu. “Besok jadwal latihan militer, habis sudah hidupku” Zia terlihat kesal mengingat kegiatan esok hari.

“Kalau jalan lihat-lihat dong” sindir seseorang.

“Maaf” Zia segera meminta maaf setelah menyadari tendangan batu yang baru saja dimainkan mengenai personil kampus.

“Segampang itu minta maaf, dasar perempuan” gelengan kepala Tiaseb mahasiswa jurusan KEP (Keuangan Ekonomi & Perpajakan)

“Lain kali jangan menendang benda-benda apa pun ketika berjalan” tegur Tiaseb.

“Iya maaf lagi” Zia menundukkan kepala.

“Siapa namamu?” Tiaseb terlihat usil.

“Zia Shana jurusan hukum” gadis itu dengan bangga menjawab pertanyaan…

“Bukan namamu, maksudku jadwal latihan militer Zia tiap hari apa?” Tiaseb.

“Tadi memang bertanya namakan?” Zia.

“Kebetulan bibirku keseleo tadi” Tiaseb.

“Besok saya latihan, emang kenapa?” Zia.

“Berarti kita barengan latihannya.

“Artinya kita akan jadi teman latihan beda jurusan?” Zia.

“Ya gitulah, sampai jumpah besok” Tiaseb.

Proses latihan militer memiliki jadwal masing-masing, tetapi tetap berada pada kata gabungan segala jurusan hanya saja dengan kelas berbeda-beda. Ketegangan terjadi ketika menjalani suasana pelatihan. “Ayo cepat lari keliling sawah, hutan, lapangan sampai 100x!” sang pelatih berteriak di bawah sinar terik panas matahari. Pagi-pagi buta tuntutan aktifitas bekerja tetap harus dilakukan sejam sebelum menjalani pelatihan militer. Kegiatan perkuliahan dihilangkan bagi mahasiswa yang sedang menjalani jadwal latihan.

Proses perkuliahan dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedangkan latihan militer di adakan 2x dalam seminggu. Hari Sabtu menjadi sarana kegiatan dari berbagai klub, sementara Minggu dijadikan sebagai jadwal istirahat maupun kegiatan beribadah bagi yang menjalankan. Jadwal kerja sendiri tetap diharuskan kecuali bagi mahasiswa dengan peran sebagai petani di sawah, pembuat kerajinan, situs penjualan online pada hari Minggu selain hari-hari biasa…

“Kaki Zia rasa-rasanya sudah mau patah 7 keliling” keringat mengucur seluruh tubuh ketika berlari memutari sawah, hutan, dan lapangan.

“Hei minggir!” salah satu mahasiswa hampir saja menendangnya tanpa sengaja.

“Bisa bantu saya?” Zia sedikit lagi pingsan.

“Kau harus menolong dirimu sendiri” Hibab mahasiswa dingin menjawab ucapannya.

Di akhir cerita, mereka berdua terkena hukuman sanksi oleh pelatih. Tiaseb yang hendak membantupun ikut mendapat sanksi sama seperti mereka. Cerita persahabatan tiga anak baru saja dimulai setelah kejadian tersebut. Perkenalan antara satu sama lain bermula dari peristiwa menyebalkan berakhir dengan objek kata sahabat pada satu titik jalan sekitar lorong kecil di sini.

“Namamu siapa?” Zia melemparkan pertanyaan setelah menjalani masa hukuman.

“Cari saja sendiri” bahasa judes Hibab menatap Zia.

Mereka berdua harus berlari kembali memutari hutan karena kejadian tadi. “Dingin amat sikapnya” celetuk Zia terkaget-kaget menatap teman barunya.

Seluruh mahasiswa yang sedang menjalankan latihan militer diharuskan juga menjadi cleaning servis di kampus. Suasana kampus harus dalam keadaan tertata rapi, bersih, tanpa debu, sejuk, wangi baik tiap saat. Mereka diwajibkan melakukan kegiatan bersih-bersih sebelum terjadi aktifitas perkuliahan di kampus. Masing-masing mahasiswa memiliki jadwal militer tersendiri.

“Cepat makan, nanti pelatih datang marah-marah kagak jelas lagi!” wajah asam Tiaseb terlihat menakutkan.

“Ini saya lagi makan seperti dikejar setan sekarang” suara Zia terdengar kesal.



Bagian 5…

 

Zia Shana…


Saya tidak pernah menyangka menjalani hidup semacam di neraka seperti sekarang. Sekedar iseng-iseng mendaftarkan diri pada kampus milik pemerintah dengan akhir cerita dinyatakan lulus begitu saja. Kehidupan keluargaku begitu miskin hingga buat makan saja penuh perjuangan. Beruntung saja saya masih bisa lulus sekolah setahun yang lalu. Pernah tidak mendengar penolakan kerja bertubi-tubi di tiap tempat pada hal hanya ingin mendaftar sebagai sales promotion girls doang atau cleaning servis? Itulah kehidupanku sehingga saya harus memutar otak biar bisa bertahan hidup bersama keluarga.

Terkadang saya merasa iri melihat gadis lain di sekitarku dapat memakai pakaian baru tiap saat, sedangkan hidupku sendiri hanya menggunakan pakaian usang menuju sobek bahkan tidak layak pakai. Kata miris saja tidak cukup menjelaskan jalan cerita hidupku. Entah bagaimana bisa sosok Zia dinyatakan lulus? Jalan itu benar-benar tertutup sama sekali, lantas tiba-tiba setitik celah menampakkan dirinya seketika. Mama mendekap tubuhku terakhir kali sebelum jalanku melangkah menuju sebuah garis.

“Doa mama jauh lebih kuat melebihi yang kau pikirkan” pernyataan mama ketika kami berdua akan berpisah. Ternyata dibalik kelulusan Zia Shana terdapat sosok ibu yang sedang merintih berkeluh kesah terhadap sang pencipta. Ucapan tersebut membuatku harus bertahan di tempat dengan ruang-ruang objek misterius bagaimanapun keadaan yang sedang menghimpit.

Menjalani pelatihan militer 2x seminggu membuatku tersiksa. Kenapa bisa? Latihan-latihan militer khusus bagi penghuni kampus tidak sama seperti di tempat umum. Hutan samping kampus menjadi saksi bisu bagaimana kami menjalani pelatihan tersebut walaupun hanya 2x seminggu. Mata kuliah militer dan pertahanan negara pun memiliki tingkat kesulitan tersendiri di setiap pokok pembahasan. “Sayakan sudah terbiasa hidup susah, lah bisa-bisanya mengeluh begini?” hanya kalimat seperti ini saja terpikir ketika kata tidak sanggup ingin bermain-main seketika.

“Apakah pondasi terbaik negara memang berada pada kata militer semata?” sang dosen mata kuliah militer & pertahanan negara sedang ingin menjebak mahasiswanya. Mata kuliah terkesan memancing ataupun memanipulasi beberapa area membuatku sedikit ingin tertidur seketika. Setelah latihan militer secara otomatis jadwal mata kuliah ini harus ada di bagian pertama pada keesokan harinya. Jumlah mahasiswa tiap ruang perkuliahan hanya berkisar 20 orang saja.

Kampus lebih berada pada kata praktek dibanding teori, tetapi masih di ruang lingkup dalam dan belum keluar. Penekanan kualitas menurut pola pikir kampus menjadi alasan tersendiri sehingga melakukan pembatasan jumlah mahasiswa dalam ruang ruang perkuliahan.

“Berikan saya kata kunci paling tepat untuk menjelaskan beberapa tanda baca dunia militer!” perintah sang dosen. Pertanyaan sebelumnya saja belum terjawab dan sekarang kembali meminta jawaban untuk pertanyaan baru. Oh my God, bercerita tentang militer merupakan sesuatu area paling sensitive, menegangkan, sulit dijelaskan, berada pada kata-kata tidak biasa, dan sekarang?

“Pelajari dan tuliskan dalam beberapa lembar tentang berbagai kosakata beserta tanda baca dunia militer dari satu negara!” sang dosen kembali memberikan tugas paling rumit. Dua pertanyaan tadi saja masih menjadi misteri, lah sekarang menambahkan kasus terbaru? Benar-benar gila…

Menurutku pondasi negara tidak hanya berada pada kata militer semata. Kualitas bersama kepribadian manusia-manusia di dalamnya merupakan dasar utama pertahanan sebuah negara. Kualitas dapat dijabarkan menjadi beberapa bagian baik dari segi pemikiran, strategi, data, kemampuan merupakan senjata terbaik selain kata militer. Saya juga tidak katakan militer berada pada urutan kesekian dalam hal tingkatan pondasi sebuah negara, intinya masing-masing memiliki garis beserta peranan tersendiri.

Kosakata dan tanda baca militer terbagi menjadi 3 bagian yaitu ringan, sedang, dan berat. Terdapat jebakan-jebakan tersendiri sehingga seseorang harus pekah melihat ataupun membaca situasi. Tiap negara mempunyai cerita kosakata sekaligus tanda baca berbeda. Hal paling rumit adalah andaikan pihak luar maupun lawan dapat membaca dengan begitu mudahnya objek kata tadi. Artinya negara harus mampu menipu pihak luar tentang kosakata juga tanda baca dari dunia kemiliteran.

“Gimana mau menipu pihak luar, sedang orang-orangnya lebih banyak makan rakyat” menggeleng-geleng kepala membayangkan pernyataan barusan.

“Jam berapa sekarang?” kaget seketika menyadari jam menunjuk pukul…

Tubuhku seperti dikejar setan berlari kiri kanan untuk melakukan aktifitas kerja di pagi hari. “Terlambat lagi terlambat lagi” sosok pria tampan terlihat kesal melihat tingkahku.

“Bersihkan rumah ini secepat mungkin, ngerti?” nada kesal terdengar jelas.

Terkadang saya kesulitan ingin memanggil bapak atau kakak. Menjalani pekerjaan pembantu selama sebulan merupakan kegiatan yang memang diwajibkan bagi kami penghuni kampus. Saya sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sehingga hal seperti ini buatku tidak masalah. “Untung saja kemarin udah selesai nyetrika” berkata-kata seorang diri.

“Anak ingusan, jangan lupa bawah bekalmu” teriak sang pemilik rumah.

“Iya pak” membalas kalimatnya.

Setelah menyelesaikan pekerjaan sebagai pembantu, akhir cerita saya diperbolehkan kembali ke kamar buat beres-beres. Berada di kampus sebelum kegiatan perkuliahan dimulai menjadi kewajiban sekaligus rutinitas seluruh mahasiswa. “Hati-hati kalau jalan” sebuah suara cukup menyeramkan terdengar sekitar gendang pendengaran akibat menabrak sesuatu.

“Gadis bodoh” dia kembali melemparkan nada sindiran.

“Hibab Pastin” memandang ke arah manusia dingin.

“Kenapa? Minggir!” kalimat perintah mendorongku ke sisi kiri.

“Terkadang baik lantas terkadang jahat” memaki manusia itu. Saya tidak sengaja menabrak dirinya hingga membuat kami berdua menjadi bahan perhatian semua orang di tengah lapangan. Seluruh tugas-tugasku berhamburan seketika…

Segera mengumpulkan kembali lembaran kertas yang sudah berserakan di mana-mana. Mahasiswa jurusan hukum memiliki sistem pembelajaran berbeda pula dibandingkan kampus-kampus lain. Tuntutan pengelolahan data, perputaran teka-teki, praktek, dan beberapa hal tak biasa menjadi prinsip perkuliahan. “Kemarin mata kuliah militer, sekarang?” bergumam seorang diri sambil menarik nafas panjang.

Kami diperintahkan membuat sebuah adegan drama tanpa melihat naskah alias langsung dengan sebuah kasus di suatu pengadilan. Susunan alur cerita harus terlihat alami dan tidak terlihat kaku. Tiap anggota diwajibkan fasih dalam pemakaian kosakata maupun mimic wajah sesuai peran masing-masing. Hakim, jaksa, pengacara, saksi, terdakwa, bersama beberapa tokoh lain lagi untuk drama sekarang. Tempat TKP menjelaskan secara detail bahkan bukti-bukti kuat berada pada si’terdakwa seperti dalam film-film. Kasus disini seorang pengacara bersama jaksa penuntut harus pandai memainkan kosakata, memancing, mencari situasi, menunjukkan satu kelemahan untuk menemukan objek lain.

“Tugas kalian adalah memainkan peran masing-masing, sedang saya sendiri akan menonton sekaligus menjadi juri” dosen hukum paling menyeramkan yang pernah ada.

“Untuk sementara, saya tidak sedang mencari siapa pelaku sebenarnya, melainkan ingin  melakukan penilaian terhadap beberapa objek dari kalian, ngerti?” sang dosen berkata-kata kembali.

“Bisa ibu jelaskan maksud pernyataan tadi?” segera mengangkat tangan melempar pertanyaan.

“Kosakata, tanda baca, mimic wajah, tingkat pergerakan kalian sebagai pengacara ataupun jaksa untuk saling serang bahkan membuat hakim ketakutan kalau perlu, cara penunjukan bukti, dan lain sebagainya menjadi penilaian buat saya” jawaban sang dosen. Perasaanku mengatakan kalau saya masih belum berada pada pemilihan jurusan pengacara ataukah jaksa.

Hukum negara ini sedang bermain-main pada sebuah jurang. Para pejabat sengaja merubah segala aturan bukan tanpa alasan melainkan keinginan bebas melakukan apa pun. Memilih jalan lurus berarti ingin mati ataupun menderita tiap saat. Diam seribu bahasa tanpa memihak merupakan hal paling mustahil terjadi. Mengikuti seluruh keinginan kaum penguasa sama saja membiarkan belenggu menjerat sedalam-dalamnya.

“Zia, nada ucapanmu terlalu berbelit-belit” teriak sang dosen.

Pertunjukkan depan sang dosen cukup menegangkan. Apa yang salah dari tata bahasaku sebagai pengacara? Saya sendiri berusaha melakukan hal terbaik, kenapa? Mata kuliah jurusan ini memiliki peranan penting dalam hal kelulusan sehingga tiap mahasiswa harus berjuang keras memberi hasil terbaik. “Jangan terlalu memainkan kata teori konspirasi” sang dosen terlihat menyinggung.

“Bahasa wajah dan kosakata yang kau pergunakan terlalu gampang dimanipulasi oleh pihak lawan, apa lagi kalau jalanmu ingin berperan sebagai pengacara bak malaikat tanpa sayap, sedangkan hakim maupun lawanmu bekerja sama untuk bermain-main di luar dugaan” sang dosen kembali menjelaskan letak kesalahanku berada dimana…

Seolah saya ingin tertawa seketika mendengar ucapan beliau. “Berperan sebagai jaksapun akan tetap memiliki konsekuensi terberat, artinya sosok dirimu harus bisa menemukan 1001 cara agar pihak lawan tidak akan pernah bisa memancing ataupun bermain-main” penjelasan dosen killer sekali lagi terhadapku.

“Rumuskan kembali beberapa bentuk kasus sekaligus sistem yang harus kau gunakan menurut versimu sendiri ketika dunia hukum sedang diperjual belikan!” tugas terberat sedang menantiku.

“Tuliskan dalam beberapa lembar tentang prinsip dan strategimu sewaktu semua orang di sekitarmu menyerang dengan berbagai bukti memberatkan, sedangkan jalanmu sendiri masih berada pada kata lurus alias waras 100%!” beliau masih terus ngoceh seakan-akan saya merupakan mangsa terbaik untuk diterkam kapan saja.

Kenapa juga saya mengambil jurusan hukum? Entahlah, cukup Tuhan dan saya saja yang tahu alasan dibalik semua itu. Hal terparah lain lagi adalah soal ujian tiba-tiba oleh sang dosen membuat jantung para mahasiswanya meledak seketika. Tidak ada pemberitahuan sama sekali lantas masuk begitu saja ke ruangan kemudian berkata ingin ujian lisan maupun tertulis.

“Kasus semua” menggeleng-geleng kepala. Tugas kemarin saja masih tanda Tanya besar, sekarang memberi ujian tiba-tiba. Seluruh soal ujian bersifat kasus sehingga kami diharuskan meneliti lebih detail dan jangan sampai terjebak oleh satu kata ataupun pernyataan tertentu.

“Tuan X sedang berada di TKP bersama beberapa temannya. Sejam sebelum terjadi pembunuhan terhadap salah satu di antara mereka, tuan X masih sempat berbincang maupun melakukan beberapa kegiatan rutin seperti bermain futsal, menyanyi, termasuk makan bersama. Seluruh bukti mengarah terhadap dirinya baik dari sidik jari bersama segala pergerakan yang dilakukan” soal cerita dengan banyak pertanyaan di bawahnya…

“Jelaskan jenis kepribadian tuan X dari sudut pandang psikologi” soal pertama membuatku harus membaca kembali.

“Temukan satu kejanggalan sekitar TKP sebagai bukti bersalah atau tidaknya tuan X!”

“Yakinkah anda bahwa tuan X adalah satu-satunya dalang dibalik pembunuhan tersebut? Tuliskan beberapa pasal untuk menjerat tuan X terhadap kasus pembunuhan tadi! Andaikan tuan X bukan pelaku sebenarnya, berikan sekaligus jelaskan pasal yang dapat menyelamatkan dirinya walaupun semua bukti mengarah terhadap dirinya sebagai pelaku utama!” Jenis soal berikutnya…

Terdapat beberapa kasus lain lagi dengan pertanyaan berbeda. Terkadang, sang dosen tiba-tiba saja menatap ke arahku untuk kegiatan ujian lisan berikutnya. Kenapa harus saya? Memberi sebuah buku, kemudian saya sendiri diberi waktu membaca selama 30 menit. Kejadian selanjutnya adalah mencari beberapa pernyataan tidak biasa dari sudut pandang hukum dan menjelaskan secara detail depan mahasiswa lainnya.

“Hukum butuh mutiara tersembunyi di antara serpihan-serpihan kerikil tajam” sang dosen membaca satu kalimat dari lembaran tugas milikku sambil tertawa sinis seakan ingin menatap ke arahku.

“Terlalu naĂŻf atau kelewat polos atau hanya sekedar hiasan kata semata?” sindiran sang dosen. Wanita paruh baya duduk dengan wajah sinis sambil memainkan pena miliknya. Apa yang ada dalam pemikiran beliau tentangku?

“Ujianmu kemarin cukup menjelaskan karakter pemikiranmu ketika berhadapan terhadap satu kasus” beliau tidak pernah bosan melemparkan pernyataan demi pernyataan buatku seorang.

“Gunakan tulisan tanganmu kembali untuk mencari objek-objek sedikit berbeda dari beberapa gambar di depanmu!” masih nada memerintah.

  Sang dosen memberiku sebuah buku kecil berisi gambar-gambat aneh tanpa tulisan di dalamnya. Tugas kemarin dan hari ini saja belum pasti, sementara saya harus kembali mengerjakan materi berikutnya. Kampus beserta dosen-dosennya kelewat sadis kalau ceritanya seperti ini. “Apa masalahmu segitu heboh sampai-sampai kau duduk melamun macam manusia depresi yang lagi histeris-histerisnya ingin berteriak?” sapa seseorang tiba-tiba dari belakangku.

“Ngapain disini?” menatap manusia dingin depanku.

“Memang kenapa?” Hibab balas bertanya.

“Lihat baik-baik gedung perkuliahan khusus fakultas hukum artinya ngerti sendirikan” ujarku.

“Kan kebetulan lewat, lagian pendidikan dan hukum lagi bertetanggaan, ada yang salah?” Hibab.

“Terserah” balasan judes…

“Saya punya solusi buat masalahmu” Hibab.

“Solusi? Berarti kau tahu masalahku?”

“Entahlah, yang jelas raut wajahmu menunjukkan kondisi serius” dia segera menarik tanganku…

“Kita mau kemana?” terkejut melihat perlakuannya.

“Nanti kau bakal tahu” Hibab.

Akhir cerita adalah kami berdua berada di suatu tempat. “Ruang persahabatan” membaca tulisan pada sebuah pintu di hadapanku. Mendorong tubuhku masuk ke ruang tersebut, lantas dia sendiri berlari pergi seolah menghilang di telan bumi. Lebih mengejutkan lagi adalah sosok dalam ruang itu ternyata bapak Harok alias majikan sendiri…

Saya pikir pak Harok seorang dosen, ternyata dugaanku salah. “Ada yang bisa saya bantu?” senyumannya benar-benar lebar. Kenapa Hibab bisa menyadari tempat ini, sedang saya sendiri baru tahu? Ruang apaan ini? Setelah beberapa waktu menjalani kegiatan perkuliahan dan ternyata saya belum tahu pasti seluruh area kampus.

“Saya akan jadi sahabat untuk mendengar keluh kesahmu” pak Harok mendorong tubuhku ke sebuah kursi hingga kami berdua saling berhadapan dan meja sebagai pemisah.

“Saya sama sekali tidak memiliki masalah” kalimatku.

“Lantas kenapa kemari?” pak Harok.

“Temanku mendorong tubuhku masuk ke dalam” jawabanku.

“Ruangan ini akan berperan sebagai sahabat ketika kau merasa bebanmu terlalu berat menghadapi suasana kampus ataupun masalah lain” pak Harok.

“Saya tidak memiliki masalah” penekananku kembali.

“KKN, permainan hukum, kondisi ekonomi, hutang negara, situasi tidak menentu luar maupun dalam, keserakahan pejabat, karakter-karakter tertentu membentengi sebagian besar bangsa ini sehingga menghancurkan banyak hal atau dimanfaatkan oleh beberapa oknum menjadi alasan kenapa sekolah ini dibangun” pak Harok menyatakan…

“Kami mencari generasi-generasi muda sebagai tiang kokoh untuk melakukan pemulihan terhadap negara sehingga aturan keras bahkan sistem pendidikan yang digunakan cukup tinggi bahkan terkesan menekan” pak Harok berkata-kata kembali.

Kenapa pak Harok tahu apa yang sedang terjadi denganku? Hal tergila adalah saya sedang berada dalam situasi terkacau. Awal masuk kuliah hanya sekedar mengadu nasib semata dan sama sekali tidak berpikir tentang kata ingin menjadi sosok pejuang negara. Saya ingin tertawa lebar mendengar pernyataan tadi. “Kau harus bertahan, berjuang, dan membiarkan dirimu dibentuk oleh satu objek berbeda dari kampus ini” pak Harok menepuk-nepuk bahuku seolah tahu pergumulanku ketika berada disini.

Tugas menunpuk, dosen-dosen killer, sistem kurikulum tinggi, pelatihan militer tidak biasa dari tempat lain, tuntutan pekerjaan-pekerjaan kasar, bahkan harus pandai membagi waktu membuatku tertekan. Kehidupan Zia Shana memang terbiasa dengan hal-hal berbau miskin, hanya saja keadaan sekitar kampus jauh lebih mengerikan dibanding sebelumnya.

“Datanglah kembali kalau kau ingin berbagi cerita atau meluapkan apapun masalahmu, saya siap menjadi sahabat sekaligus pendengar terbaik buatmu” pak Harok membuka pintu pertanda ingin menyuruhku keluar jika tidak ada hal yang perlu dibahas.

“Permisi” saya segera berjalan keluar meninggalkan ruangan tersebut. Kenapa juga pernyataan-pernyataan tadi terngiang keras sekitar gendang pendengaranku. Jalanan yang sedang kulalui ternyata berada pada beberapa area sensitive. Objek-objek beling memberi isyarat tentang hiasan seni di sekitar jalan itu.

“Gadis bodoh” sindir seseorang tiba-tiba saja muncul tanpa diundang.

“Kau lagi dan lagi dan lagi”

“Emang kenapa?” Hibab bertanya dengan nada dingin seperti biasa.

 

Bagian 6…

 

Hibab Pastin…


Hal terkacau yang pernah kulakukan adalah mendorong begitu saja gadis itu masuk ke sebuah ruang. Kenapa saya melakukan sesuatu tidak masuk akal? Ruang persahabatan menjadi saksi bisu bagaimana para personil kampus mengungkapkan isi hati mereka masing-masing. Sebagian besar penghuni kampus belum menyadari tempat tersebut. Saya saja baru mengetahui beberapa waktu setelah berjalan memutari banyak tempat. Pihak kampus sepertinya memang sengaja tidak melakukan publikasi ataupun memberikan informasi ruang di sana. Entah apa tujuan mereka…

“Dia benar-benar tertekan” berbicara seorang diri menatap Zia.

Saya baru mengenalnya setelah menjalani pelatihan militer beberapa kali. Kami berdua berbeda jurusan, itupun perkenalan tanpa disengaja karena sebuah kasus. Ketika melewati ruang perkuliahan Zia terlihat jelas bagaimana mimic wajahnya ingin mengungkapkan rasa tertekan. Tiap jurusan memiliki kesulitan masing-masing ketika sedang menjalani kegiatan perkuliahan maupun sedang berhadapan dengan para dosen. Suara hatiku berkata ruang persahabatan dapat membantu meringankan beban Zia. Jujur, saya sendiri tidak begitu suka tempat tersebut, akan tetapi sesuatu mendorong tubuhku membawa gadis itu ke ruang persahabatan.

“Jelaskan metode menurut versimu terhadap kategori pendidikan disabilitas!” mister Hami dosen utama jurusan pendidikan mulai menjalankan aksi tragisnya.

“Hibab Pastin” mister Hami berteriak depan kelas memanggil namaku.

“Besok kau akan pindah tugas dari seorang petani, kuli bangunan, pembuat kue menjadi baby sister sekitar panti asuhan tidak jauh dari komplek rumah dosen-dosen” di luar kepala mister Hami bisa menghafal pekerjaanku setiap bulannya. Hebat betul dia sampai memperhatikan kegiataanku di luar perkuliahan.

Masing-masing personil kampus akan berpindah pekerjaan setelah sebulan penuh. Jadi, tiap bulannya para mahasiswa memiliki pekerjaan baru lagi dan tidak sama. Saya benar-benar mengalami situasi stress ketika kegiatanku ternyata membuat kue buat dijajahkan di luar sana ataupun sebagai cemilan khas daerah. Tanganku tidak bercerita tentang sosok chef melainkan bekas anak punk, tetapi terpaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan gemulai? Sangat-sangat gila…

Pekerjaan berikut yang harus kugeluti adalah merawat anak-anak panti asuhan dari bayi hingga anak usia sepuluh tahun. Pihak kampus memang sengaja mendirikan panti asuhan, asrama sekaligus sekolah khusus anak-anak disabilitas maupun autisme, panti jompo, dan terakhir yayasan khusus penanganan anak-anak nakal bahkan keterikatan narkoba tidak jauh dari lokasi kompleks tempat tinggal para dosen dan staf. Rector lebih menargetkan mahasiswa jurusan pendidikan untuk  bekerja di tempat-tempat tersebut begitupun dengan kegiatan-kegiatan praktek lainnya yang berhubungan dengan kurikulum kampus.

“Tuliskan beberapa data masalah kepribadian terbesar anak-anak panti! Kualitas seperti apa yang ingin kau terapkan tentang pembentukan pemikiran mereka ketika berapa pada satu objek?” mr. Hami menatap ke arahku.

“Saya tunggu hasil tugasmu dua minggu kemudian, ngerti? Mr. Hami. Personil kampus sepertiku memangnya bisa apa? Melawan? Artinya mencari neraka level parah. Kegiatan yang belum pernah kulakukan akan kujalani ketika masih menjadi personil Hope & Dreaming University. Belajar memasak memakai kayu bakar, makan makanan kampung, mencari kayu bakar, mencuci di kali, membawah bekal, melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, dan berbagai kegiatan lainnya. Saya memang terbiasa hidup di jalan, tetapi hal-hal seperti tadi belum pernah kulakukan di masa sebelum menjadi sosok mahasiswa.

Kami semua diharuskan berpakaian sederhana, seadanya, juga tidak berlebihan. “Pekerjaan baru lagi” menarik nafas dalam-dalam sambil membawa tas berisi pakaian memasuki pekarangan panti asuhan kepunyaan kampus. Tangan bahkan kakiku saja masih bergumul berat dikarenakan selalu saja membajak sawah memakai cara manual alias tanpa mesin.

Saya seorang pria bekas anak punk, tetapi harus belajar memandikan bayi-bayi di panti ini. Mahasiswa sepertiku harusnya belajar bukan melakukan pekerjaan-pekerjaan aneh. Memandikan, memasak, mencuci pakaian, mengganti popok, dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan pekerjaan baby sister. Memang sih anak jurusan lain juga tetap bergilir berada di sini, tetapi pihak kampus lebih menargetkan mahasiswa pendidikan. Selama ini saya tidak tahu menahu defenisi kasih sayang keluarga sehingga jalan di depanku semacam kerikil paling menusuk ketika memainkan perannya.

Berasal dari keluarga berantakan membuatku tidak akan pernah mengenal objek kehangatan di saat memutari nada-nada kata berseni pada sudut persimpangan jalan. Semester awal main memerintah seenak jidat. Seminggu menjalani pekerjaan baby sister menyatakan rasa stress berkepanjangan, tetapi seiring berjalannya waktu seolah hal tersebut kuanggap biasa. Mendengar tangisan bayi di malam hari menjadi hal lumrah ketika berada di panti asuhan milik kampus.

Belajar mencari tahu tentang kepribadian masing-masing dari anak-anak di sini. Tidak semudah yang kubayangkan untuk menggali sedikit saja apa yang ada dalam benak mereka. Kehidupan anak-anak panti sama sepertiku yaitu tidak akan pernah tahu kehangatan keluarga berada pada garis seperti apa. “Tugas tersulit dibanding pekerjaan membajak sawah ataupun menjadi kuli bangunan” bergumam seorang diri menatap computer.

“Kakak tolong bantu Zia nyuci baju!” seorang gadis kecil menarik tanganku. Kenapa saya baru sadar kalau ternyata namanya mirip dengan seseorang yang kukenal. Memang tidak ada nama lain apa? Kenapa harus pakai nama Zia?

“Gadis kecil, pekerjaan cuci baju bukan pekerjaanmu” menghentikan kelakuannya.

“Zia kasihan lihat kakak mulai dari masak, urus bayi, mencuci, belum lagi kuliah dari pagi hingga sore” gadis kecil berkata-kata sambil menampakkan wajah polosnya.

“Tuntutan kuliah di sini kan memang aturannya sudah begitu, mau di apakan lagi?” ujarku.

Khusus jadwal mahasiswa yang sedang bekerja sebagai baby sister sekitar panti asuhan, panti jompo, sekolah sekaligus asrama penampungan autisme, tempat penanganan anak-anak nakal ataupun bermasalah memiliki jadwal libur bergilir alias tidak serentak. Kegiatan perkuliahan akan tetap dilakukan pada hari sabtu dan minggu sesuai jadwal. Kenapa bisa? Mahasiswa dituntut memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak-anak yatim ataupun para personil panti.

Terkadang jadwal kuliah dilakukan pada malam hari, entah melalui online ataukah tatap muka. Hal terbodoh dari dosen adalah menyuruh kami bertukar pikiran satu sama lain dengan anak-anak panti. Merekam melalui sebuah video baik pada saat bermain, menyuapi mereka makan, mengajar, dan juga beberapa kegiatan lainnya. Tugasku selalu saja mendapat kritikan pedas dari banyak dosen karena dinyatakan tidak memiliki sisi hangat terhadap anak-anak yatim. Bagaimanapun saya berusaha bersikap lembut bahkan melakukan hal terbaik, namun tetap saja mendapat penolakan penuh oleh banyak dosen. “Kau harus mengerti masalah bertukar pikiran ketika bersama mereka” mr. Hami mulai menyerang seperti monster kepanasan.

“Versimu memainkan kata persahabatan antara dirimu dan mereka benar-benar berantakan. Sebagian besar dari mereka tidak akan pernah tahu defenisi sahabat ataukah pola pikir untuk melihat sebuah jalan dengan sistem yang diterapkan olehmu” mr. Hami menggeleng-geleng kepala di hadapanku.

Saya sendiri masih belum memahami tentang tujuan hidupku yang tiba-tiba saja memilih jurusan pendidikan dibanding jurusan lainnya. “Mereka juga bibit masa depan bagi bangsamu sendiri, artinya sebagai calon tenaga pendidik maka kau harus bisa menganalisa ataupun memperbaiki bagian-bagian rusak sekitar jalan mereka karena suatu keadaan” mr. Hami merobek seluruh kertas tugas milikku tanpa ampun.

Permainan sekitar arena sepertinya sengaja memanipulasi banyak objek. Siapakah objek yang sedang disembunyikan oleh satu puzzle misterius? Hari ini sebuah kotak mewah memamerkan bentuk tubuhnya. Hari esok kotak lain menampakkan wajah buram, namun tidak sampai di situ saja, ternyata ribuan sampah paling mencekam bersembunyi di dalam. Kotak mewah ataukah kotak buram? Apakah dua bola mata dapat menemukan satu harta bernilai di antara ribuan sampah-sampah tersebut. Benarkah kotak mewah memiliki nilai jual tertinggi jauh melebihi bayangan hitungan kalkulatur matematika?

“Dosen tergila” tertawa tanpa henti seorang diri di bawah kesejukan pohon besar sekitar taman kampus.

“Saya yang bodoh atau dia yang kelewat iblis?” tertawa kembali. Saya seperti orang gila membayangkan tiap nada ucapan sang dosen. Apa ini akhir hidupku?

“Sepertinya tubuhmu sedang membutuhkan ruang persahabatan” seorang pria tiba-tiba saja duduk di samping sambil tersenyum.

“Apa saya boleh memelukmu?” pertanyaan terbodoh.

“Pertanyaan gila” sindirku ingin tertawa kembali.

“Jangan gunakan kekuatanmu untuk mengerti banyak hal”  mister Harok membisikkan kata-kata sekitar gendang telinga sambil mendekap hangat tubuhku. Cerita anak-anak panti memiliki variasi seni unik ketika kau belajar memahami defenisi menjadi sahabat ataukah menyadari pola pikir bibit generasi di hadapanmu ternyata dibentengi oleh sebuah lautan duri tertajam di antara semua ekspektasimu.

Apa yang salah denganku? Tuhan, buat saya mengerti tentang objek kata kehangatan dan persahabatan. Tanah tandus sedang berteriak-teriak keras meminta kesejukan air. Dimanakah letak kekuatan satu perkataan? Permainan hilir bergilir datang tanpa henti mencekam di antara jalan-jalan retak. Batang air mencoba mencari jalan hingga menemukan sebuah benteng penghalang terbesar menuju objek impian diantara banyaknya cerita berseni.

“Mister Hami mister Harok ternyata sama-sama gila” membayangkan kejadian tadi siang. Entah bagaimana bisa saya membiarkan tubuhku didekap olehnya? Anak yatim memiliki jalan sama seperti anak normal lainnya, lantas apa yang salah dengan caraku? Perbedaan cerita dalam satu ruang?

“Ka’ Hibab belum tidur?” entah sejak kapan tubuh mungil gadis kecil berdiri di belakang memperhatikan tingkah…

“Belum” menjawab acuh terhadapnya.

“Kakak coba lihat ke langit!” gadis kecil berteriak histeris.

“Banyak bintang bertaburan” teriakan gadis kecil kembali. Mungkin saya harus mencoba belajar menjadi sahabat sejati. Ruang pintu hati menyemprotkan akar kepahitan sehingga dua tangan tidak pernah berhasil mengerti makna senyum seorang anak ketika menatap banyaknya bintang berkedip.

Saya masih mencoba belajar melakukan sesuatu yang belum pernah kulakukan. Seolah tamparan keras sedang membidik kuat sejak malam itu. “Adik kecil lagi nangis” entah bagaimana bisa sosok Hibab Pastin berceloteh seperti tadi di hadapan beberapa bayi.

“Lagi pup ternyata” tertawa seorang diri melihat tingkah lucu mereka. Membersihkan kotoran bayi-bayi merupakan kewajiban utama para mahasiswa. Terdengar konyol melihat tingkah kami pertama kali melakukan kegiatan-kegiatan aneh jika membayangkan kembali minggu pertama berada di tempat semacam ini. Video proses merawat para bayi hingga anak-anak usia sepuluh tahunan menjadi bahan tontonan kami tiap hari pada suasana awal minggu paling mencekam.

“Selesai, sekarang tinggal mandi” menggendong seorang bayi berusia 7 bulanan sambil membunyikan sebuah alat permainan gemerincing. Laki-laki maupun perempuan mempunyai pekerjaan sama tanpa membeda-bedakan ketika berada di panti asuhan milik kepunyaan kampus. Air hangat siap sedia untuk melakukan ritual mandi di pagi hari setelah menikmati sarapan pagi mereka. Apa mami pernah mendekap hangat tubuhku seperti yang kulakukan terhadap bayi-bayi ini?

Sampai detik sekarang papi mami tidak pernah tahu anaknya berada di sebuah sekolah neraka. Saya hanya ingin balas dendam suatu hari kelak terhadap mereka. Seolah mami tidak pernah peduli bagian cerita anaknya terus hidup di jalan. Masing-masing sibuk menjalani kehidupan bersama keluarga baru mereka di tempat berbeda. Hal terbodoh yang pernah kulakukan adalah mengendong beberapa bayi kecil memasuki ruang klub di hari sabtu. Saya meyukai music sehingga tanganku memang sengaja mendaftar sebagai anggota klub disini.

Zia gadis kecil tetap setia berdiri di sampingku sambil menggendong bayi lainnya. “Kakak harus melatih Zia biar bisa main drum” teriak Zia penuh semangat melihat tingkah kocak yang baru saja kulakukan. Melakukan dance sambil memainkan beberapa alat music bahkan sambil menggendong bayi-bayi lucu pertama kali kulakukan.

“Wow” gadis kecil Zia takjub melihat aksiku.

“Zia gadis kecil kalau jalan hati-hati” menegur gadis kecil ketika kami berjalan meninggalkan kampus setelah kegiatan klub berakhir.

“Sejak kapan kau memanggilku gadis kecil?” sepasang mata menatap ke arahku seketika…

Kenapa juga nama mereka berdua mirip begini yah? Memang tidak ada nama lain gitu? “Sejak kapan kau menjadi penyuka anak kecil?” pertanyaan baru di lempar kembali olehnya.

“Minggir!” entah kenapa sikap dingin sosok Hibab muncul begitu saja.

“Jangan terlalu kepedean, kau bukan satu-satunya manusia bernama Zia, ngerti?” menjawab sakratis pertanyaannya.

“Kan jalan munuju kali tempat nyuci baju kesana” Zia menatap ke arahku kembali.

“Nyambungnya dimana yah?”

“Kan pernyataan sebelumnya berkata minggir, saya kan baru jawab” Zia.

“Terserah” meninggalkan manusia itu seorang diri kemudian berjalan kembali mengejar gadis kecil yang sudah berada jauh di sana.

Hampir saja kepala panti mengamuk karena kelakuanku hari ini membiarkan Zia gadis kecil berjalan pulang seorang diri sambil menggendong seorang bayi. “Jawaban tugas mister Hami ada di sisi ruang lain dengan nada intro berbeda” seketika mataku melek…

Menyelesaikan tugas pemberian dosen tergila, terkiller, iblis nomor satu di antara semua pengajar jurusan pendidikan semalaman. “Pembentukan kualitas bernilai masing-masing anak memiliki variasi metode pengajaran ataupun adaptasi pada alur prosesnya dan tergantung situasi” kalimat pembuka pertama ketika berdiri di hadapan mr. Hami dalam ruang perkuliahan.

“Kehidupan antara anak normal, broken home, yatim piatu, disabilitas, serta bagian kisah autisme jelas berbeda. Tuntutan menemukan petualangan dengan sistem pengajaran untuk membentuk pola pikir sekaligus menghancurkan pintu penghalang ketika melihat mimpi harus memiliki sisi seni terbaru yang tidak mungkin dimiliki oleh area lain” pernyataan kedua…

Dunia pendidikan menuntut perubahan baik dari segi petualangan maupun aspek bidang-bidang lain di sekitar area bibit generasi. Sebagian besar anak yatim piatu tanpa sadar mendapat penolakan oleh berbagai pihak termasuk para orang tua sejak masih dalam kandungan. Percaya ataupun tidak hal semacam ini mempengaruhi banyak hal ketika mereka terlahir ke dunia. Masa depan tidak selamanya berpengaruh oleh permasalahan ekonomi, melainkan beberapa factor termasuk penjelasan tadi.

Para orang tua belajarlah untuk mendekap anakmu sejak dalam kandungan. Kontak batin antara anak dan orang tua sudah terjadi sejak janin sedang terbentuk, sehingga sewaktu rasa tertolak dirasakan oleh janin semua akan menghancurkan segala sesuatu. Tenaga pendidik tidak selamanya hanya berfokus terhadap bibit generasi, melainkan pendekatan ataupun pembentukan harus diberikan pula bagi orang tua mereka.

Ada banyak orang tua melakukan kesalahan demi kesalahan bahkan melakukan penyimpangan untuk mengembangkan kualitas sang anak. Kenapa bisa banyak anak menjalani kehidupan iblis seperti keterikatan narkoba, seks bebas, penyimpangan seks, aborsi, dunia pelacuran, pembunuhan, dan lain sebagainya? Jawaban terbaiknya adalah berasal dari para orang tua ataupun tenaga pendidik. Tidak selamanya permasalahan lingkungan menjadi penyebab utama ketika generasi bangsa berada di ujung tanduk.

“Pengusaan ilmu parenting bersama objek-objek tak terduga harus dimiliki oleh seluruh lapisan tenaga pendidik untuk menyeimbangkan kualitas pendidikan” pernyataan terakhir sebagai penutup di hadapan dosen serta mahasiswa lainnya.

“Bisakah kau membuat saya tidak berkedip sama sekali dengan sebuah tugas baru?” mister Hami menatap tajam ke arahku.

“Bisakah mister memberi tahu saya hasil tugas yang sekarang?” bertanya balik.

“Maksudnya?” mr. Hami.

“Buruk, sedang, atau baik?” bertanya kembali.

“Cukup berani” mr. Hami.

“Sedikit lumayanlah, temukan beberapa cara pembentukan anak-anak disabilitas terlebih khusus golongan autisme” mr. Hami.

“Kalau kau sukses mengerti sekaligus memainkan peranan bagi anak disabilitas terlebih sekitar area kelompok autisme, artinya kasus lain tentang ribuan masalah pendidikan tentu dapat ditangani olehmu suatu hari kelak” mr. Hami.

Dosen killer kembali mengeluarkan sebuah pernyataan. Jujur, kehidupanku saja tidak pernah tahu tentang makna kehangatan keluarga dan sekarang sang dosen menuntut hal berlebihan. Mami tidak pernah peduli apapun tentangku bahkan bagaimana saya menghabiskan waktu di jalan. Terbiasa mendengar pertengkaran papi mami sebelum terjadi perceraian membuat selalu bersikap dingin terhadap orang di sekitarku.

“Lokasi terbaru sosok Hibab Pastin sedang menanti seminggu lagi” sang dosen benar-benar sadar apa pun tentangku.

Saya akan segera berpindah lokasi tempat kerja seminggu lagi. Asrama penampungan anak-anak autisme sedang menanti di depan. Manusia normal saja membuatku kesulitan melakukan banyak hal, apa lagi mereka yang sedang berada pada situasi terbelakang alias tidak normal. Aturan tergila lagi adalah berada di asrama tersebut selama tiga bulan special bagi seluruh mahasiswa jurusan pendidikan. Puzzle-puzle itu sepertinya terlalu menikmati tarian-tarian tertentunya dalam satu ruang irama tertentu. Bisakah saya mengerti sebuah objek dengan kata mengalir? Terkadang pintu di depan mata bukan jalan keluar menuju satu kotak music berseni. Apa yang dianggap indah, belum tentu sempurna seperti ekspektasi. Realita ataukah ekspektasi? Rasa-rasanya saya ingin tertawa keras…

Matahari beri saya sebuah jawaban tentang perputaran waktu sekaligus makna dibalik sinarmu! “Kakak harus makan” Zia gadis kecil ternyata memperhatikan tingkahku sejak pulang dari kampus. Selalu saja mengekor di belakang bahkan berusaha melakukan berusaha melakukan banyak hal termasuk membantu menyelesaikan pekerjaanku di panti asuhan. Gadis kecil tidak pernah menampakkan wajah marahnya terhadap segala pemandangan di depan.

“Marah juga butuh tenaga, jadi kakak harus makan” gadis kecil memberi sepiring nasi.

“Zia tahu dari mana kalau kakak lagi marah?” pertanyaan buatnya.

“Raut wajah kakak tidak bisa berbohong” Zia. Gadis kecil terlihat lebih dewasa dari umurnya membuatku ingin tertawa lebar. Btw, kenapa juga saya harus mengambil jurusan pendidikan? Kenapa bukan hukum ataukah medis? Benar-benar jurusan iblis tingkat dewa. Lokasi praktek fakultas pendidikan tidak pernah lepas dari panti asuhan, asrama disabilitas terlebih golongan autisme, yayasan penampungan anak-anak bermasalah, dan beberapa tempat lagi. Tuntutan mencari tahu sesuatu sekitar area tersebut dengan cara berbeda serta menciptakan dunia pendidikan tersendiri bisa menyatakan garis besar bagi fakultas kami.

Retakan-retakan dinding pengharapan sepertinya memancing banyak puzzle untuk bermain-main sekitar arena pertandingan. Garis besar sudut ruang menuntut tangan menggenggam sesuatu dengan sangat hati-hati. Bisakah pelita kecil tetap menyala tanpa pernah tahu jalan kemana harus dilalui olehnya? “Kau boleh meluapkan semua bebanmu di depanku” tiba-tiba saja sosok pria berdiri di sampingku.

“Semalam gadis kecil, lantas sekarang dia lagi” menggeleng-geleng kepala menatap ke arah mister Harok.

“Saya seperti bosan melihat wajah anda” cibiran bernada kesal…

 

Bagian 7…

 

“Anak itu memang sesuatu banget” Harok tidak sengaja berkeliling kampus kemudian menemukan salah satu mahasiswa sedang duduk termenung di bawah pohon.

“Dia hanya butuh waktu” Hami selaku dosen berbisik sekitar gendang pendengaran Harok.

“Sejak kapan berdiri di belakangku?” Harok terkejut seketika.

“Sejak tadi” Hami.

“Tuntutan sang presiden membuat seluruh penghuni kampus ingin segera mendaftarkan diri ke rumah sakit jiwa terdekat” Harok.

“Begitulah, tiap pertemuan antara presiden dan seluruh tenaga dosen bawaannya tegang terus masuk stress tingkat parah” Hami menampakkan wajah depresi.

“Kalau dipikir-pikir presiden juga ga bisa dipersalahkan, kasusnya itu dia belajar dari para pejabat sebelumnya selalu saja menjadi iblis buat bangsa sendiri” Harok.

“Sejak kapan kau jadi pembela sang presdir, biasanya wajahmu terlihat gerah…” Hami.

“Entahlah, saya juga pusing sejak kapan” Harok menundukkan kepala ingin menangis.

“Menangis juga butuh tenaga, setidaknya kau makan sekotak roti buatan istriku” Hami menyerahkan kotak bekal berisi roti…

“Sejak kapan kau menjadi orang baik?” Harok.

“Sejak kau mengikuti kemauan presiden berada di tempat iblis seperti sekarang” Hami.

Hami sang dosen meninggalkan rekan kerjanya menuju ruang perkuliahan. Harok sendiri sibuk menikmati santap makan siang hingga membuatnya lupa tentang situasi salah satu personil fakultas pendidikan. “Anak itu masih duduk manis di sana” tersadar sesuatu setelah terbangun dari tidur panjangnya karena kekenyangan.

“Masih berbicara tentang tatapan yang sama” Harok bergumam seorang diri.

“Siapa sih menelpon jam segini?” rasa kesal Harok terlihat jelas.

“Presiden gila kalau masih mau hidup artinya jangan cari kasus jam segini, ngerti?” segera mematikan telepon.

“Kau boleh meluapkan semua bebanmu di depanku” pernyataan pertama Harok setelah berada di samping anak tengil bernama Hibab Pastin.

“Anda lagi anda lagi” gerutu Hibab.

“Emang kenapa kalau saya terus?” Harok.

“Bosan tahu” Hibab.

“Kau harusnya berterima kasih karena kalau bukan tanganku berjuang keras mempertahankan dirimu di hadapan para penyeleksi, pasti tidak bakalan lulus kuliah” Harok penuh semangat berkata-kata.

“Justru saya malah berterima kasih kalau ga lulus” Hibab.

“Coba saja saya tahu sejak awal masalah hidup di neraka semacam sekarang, tentu kehidupanku tidak akan mungkin mau mengikuti saran kakak penjual es” Hibab.

“Kau manusia terbodoh, pada hal potensimu jauh lebih besar dibanding mahasiswa lain” Harok.

“Potensi besar? Lantas kenapa diperlakukan begini?” Hibab.

“Presiden dan seluruh tenaga pendidik ingin yang terbaik buat kalian. Mendapat emas murni tidak semudah bayangan ekspektasimu” Harok.

“Minimal kau harus bertahan bukan untuk dirimu, melainkan demi kehidupan banyak generasi muda di luar sana” Harok menatap tajam.

“Entahlah” Hibab.

“Kualitas bangsamu tergantung dari proses yang sedang kau jalani” Harok.

“Jujur, saya sendiri tidak pernah tahu kehangatan sebuah keluarga” Hibab.

“Tidak berarti tanganmu harus menghentikan kehangatan di tiap sudut” Harok.

“Pernyataan terbodoh” Hibab.

“Belajarlah menjadi sahabat untuk memberi kehangatan, lupakan segala hal yang ternyata mengungkapkan dirimu berada pada situasi haus kehangatan” Harok.

“Seperti itulah kehidupan sekaligus peranan seorang tenaga pendidik” Harok kembali membuat sebuah pernyataan.

Tuntutan kualitas menjadi penyebab keadaan kampus menjadi berbeda dibanding tempat-tempat lain di luar sana. Merenung lebih dalam semakin menyatakan rasa tertekan dalam diri seorang Hibab Pastin. Arah, sudut, permainan arus selalu saja mengambil peran terbaik ketika kaki sedang mencari jalan terbaik. “Hei manusia tengil” sapa seseorang di tengah jalan…

“Mau kemana?” Tiaseb berusaha menghadang jalan Hibab.

“Apa maumu?” Hibab sedikit risih.

“Ingin bertanya saja” Tiaseb.

“Jangan cari masalah, ngerti?” Hibab.

“Dasar manusia sombong” Tiaseb memberi makian cukup lantang.

“Dasar manusia stress” balas Hibab.

“Waktu pembagian jadi manusia paling manis, kau lagi tidur yah?” Tiaseb.

“Lantas?” Hibab.

“Masalahnya itu kau tidak sadar-sadar juga kalau ternyata wajah dan hidupmu terlalu pahit jadinya sombong” cetus Tiaseb.

“Apa kau bilang?” Hibab.

“Manusia sombong tanpa ujung” teriak Tiaseb sambil melarikan diri.

Tiaseb merupakan sosok pribadi ceria bagaimanapun keadaan di depan mata. Seolah dia tidak pernah memiliki masalah seperti manusia-manusia lain. Tersenyum tanpa beban menjadi motto hidupnya hingga ajal menjemput. “Huffft, mata kuliah militer dan pertahanan negara” Tiaseb menggerutu seorang diri menuju ruang perkuliahan.

“Menyebalkan” mengobrak-abrik seluruh rambut di kepalanya.

“Sama menyebalkan ma manusia sombong di sana” cetus Tiaseb.

“Kenapa mata kuliah seperti ini diharuskan sih?” gerutu Tiaseb.

“Latihan militer terbiadab, ngennes, menyayat hati, menghancurkan tulang sudah dijalani dan sekarang mata kuliahnya juga lebih menyebalkan lagi” rasa kesal mahasiswa itu makin menjadi-jadi.

Mahasiswa tersebut sedang berada pada barisan permainan strategi kemiliteran. Dalam hitungan detik dia harus bisa memutar otak sehingga memanipulasi beberapa objek. Berlari, namun terlihat santai menjadi sesuatu paling sulit dilakukan. Menulis beberapa kunci untuk menyusun format kualitas dengan waktu kurang dari semenit ketika lawan sedang berada di depan mata.

“Perutku kenapa mendadak berteriak begini?” Tiaseb merasakan keganjillan perutnya.

“Untung saja mata kuliah paling menyebalkan berakhir” sekali lagi dia berkata-kata seorang diri seperti orang gila.

“Siapa yang masak makanan ini sih? Tidak enak banget” kekesalan dirinya mulai bergentayangan setelah membuang hajat kemudian duduk di bawah pohon ingin menikmati makan siang.

Kehidupan mahasiswa hanya bertemakan segala jenis makanan kampung tanpa steak maupun spageti. Bagi mahasiswa dengan jadwal memasak harus memetik sendiri sayuran di kebun atau langsung mengambil di tempat perkebunan sesuai intruksi kepala asrama. Mereka yang sedang menjalani latihan wajib militer diberi tugas mencari kayu bakar di sekitar hutan. Penanaman kembali pohon-pohon merupakan bagian terpenting ketika melihat beberapa area hutan terlihat gundul untuk menghindari bencana alam ke depan. Tidak asal mencari kayu bakar juga, melainkan memeriksa kembali keadaan-keadaan hutan di sekitar.

“Wajahmu papaya banget” sapa seseorang terhadap Tiaseb.

“Zia, sejak kapan gentayangan seperti hantu?” Tiaseb.

“Sejak tadi” Zia.

“Mau kemana?” Tiaseb.

“Menjajahkan kue-kue di jalan-jalan” penekanan Zia kemudian berjalan pergi…


Bagian 8…

 

Tiaseb…


Andaikan saja mommy and daddy ga main acting-actingan pasti ceritanya beda. Kenapa mereka kelewat jahat terhadap anak tunggal sendiri? Lantas, siapa yang akan menjadi penerus sekaligus pewaris kerajaan bisnis daddy? “Anak mommy paling imut sedunia pasti bisa jadi presiden suatu hari kelak” ungkapan perasaan mommy seolah tidak merasa bersalah. Mengingat kembali ucapannya membuatku muak bertubi-tubi.

Aminnnn” kenapa balasan ucapan daddy terngiang-ngiang gitu.

Bisa dikatakan pembantu di rumahku lebih dari ekspektasi kaum-kaum miskin, tetapi sekarang sosok Tiaseb harus menjalani kehidupan gila seperti sekarang. Saya tidak pernah tahu yang namanya cuci piring, cuci baju, masak, tanam sayuran, bersihkan kotoran ternak, berlari mengejar bebek-bebek iblis, mencangkul tanah, dan segala jenis pekerjaan kasar ketika masih berada di sebuah istana surga. Daddy memang sengaja menjebak anak sendiri sampai-sampai dinyatakan lulus murni oleh pihak kampus.

Berjuang habis-habisan belajar biar lulus di kampus karena acting mommy and Daddy terlihat menakutkan. Nasi sudah menjadi bubur, jadi, sekarang harus kujalani. Semua rekan kerja daddy bahkan sahabat-sahabatku sendiri mengetahui berita tentang sosok Tiaseb dinyatakan lulus bahkan akan menjadi salah seorang pejabat berkelas suatu hari kelak. “Calon presiden mommy semangat” ungkapan menyebalkan melalui sepucuk surat. Entah bagaimana cara dilakukan oleh mereka sehingga bisa mengirim surat seperti tadi.

Koleksi barang-barang branded di rumahku hancur seketika. Pihak kampus melarang seluruh mahasiswa membawa serta seluruh benda-benda mahal ke asrama. Saya hanya memakai seragam kerja tiap hari, ke kampuspun memiliki jenis pakaian sesuai aturan. Tidak ada bioskop, mall, café & resto, mobil mewah, motor besar, makanan enak, istana besar, ataupun barang-barang branded di sini. Kehidupanku sangat kacau semacam mengalami penghukuman di alam baka alias neraka tingkat seribu.

Tiap hari menjalani masa-masa paling terkritis sejagat raya. “Tugas paling tersadis yang pernah kulihat” menatap segala jenis tugas dari masing-masing mata kuliah. Saya masih tinggal di asrama sampai detik sekarang, masih dalam standar kerja yang tidak mengharuskan berpindah tempat tinggal. Temanku  paling sombong belagu bernama Hibab Pastin sudah beberapa kali berada di tempat lain. Tuhan, bagaimana cerita hidupku nanti kalau mempunyai jadwal kerja merawat manusia-manusia jompo?  

“Tata kelola keuangan menipu lawan” pernyataan apaan ini…

“Garis hitam pajak selalu saja bersembunyi manis pada sebuah sudut, sedang angin topan menari-nari tanpa sadar sekitar area perekonomian” bunyi pernyataan kedua.

Pertanyaan sekarang adalah menjelaskan makna dari dua ungkapan di atas. Terkadang satu scenario memainkan perannya di antara ribuan dinding gemerincing dengan sesuatu objek tidak terduga. Rel perjalanan beberapa kata terdengar cukup menegangkan sekaligus menakutkan. “Apaaan lagi sih ini?” menggerutu kacau .

Buku-buku menumpuk tidak jelas dalam kamar. “Tuan X diketahui memiliki banyak aset kekayaan dengan nilai fantastis. Secara tidak terduga, masyarakat dikejutkan oleh sebuah pemberitaan tentang proses kerjasama antara dirinya dan banyak tokoh-tokoh penting.” Salah satu soal cerita pemberian sang dosen.

“Seiring waktu berjalan terdapat beberapa keganjilan terhadap peraturan-peraturan. Perubahan besar dari sudut pandang perekonomian, keuangan, perpajakan, hukum, bahkan bidang-bidang lainpun ikut mempengaruhi dengan kondisi tidak stabil dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.” Lanjutan soal cerita di atas.

“Jelaskan sistem permainan data yang digunakan sehingga seluruh aspek masyarakat dibutakan oleh beberapa keadaan!”

“Tuliskan sekaligus rumuskan tentang kekuatan tangan kedua maupun ketiga untuk seluruh area terutama dalam bidang perekonomian, hukum, perpajakan, dan perbankan!”

Memang ga ada cerita lain apa? Permainan kata bantu melalui sebuah pernyataan merupakan sebagian besar kunci dasar penyelesaian tugas tadi. Kurang hati-hati dalam penggunaan katapun menjadi sebuah musibah bahkan akan mendapat respon tidak masuk akal. Tuntutan penguasaan segala jenis program data dan juga pengambilan kesimpulan sekitar area-area batas sadar ataupun tidak dibutuhkan tingkat kepekaan paling akurat.

“Untung saja perpustakaan asrama buka 24 jam non stop” bergumam sambil berjalan menuju sebuah perpustakaan.

Asrama kampus terdiri dari beberapa bagian diantaranya terdapat perrpustakaan, ruang interaksi ketika belajar kelompok ataupun kuliah online, dan lain sebagainya. Hal lebih meresahkan adalah tidak seorangpun mahasiswa memiliki handphone dalam bentuk merk apapun terlebih berada pada kategori termahal. Jangan sekali-kali membawa barang-barang branded ke wilayah area kampus dan asrama, kenapa? Berakibat fatal bahkan akan dikenakan skorsing lebih parah lagi kalau kegiatan perkuliahan dihentikan untuk selama-lamanya. Pakaian yang kami kenakan saja tidak boleh berlebihan. Tidak ada kata perawatan dan skincare disini kalau masih ingin berlanjut mencari masa depan.

Masing-masing mahasiswa dibekali sebuah handphone pemberian kampus yang sudah di program terlebih dahulu. Segala jenis aplikasi media social telah diblokir oleh pihak kampus sehingga kami semua tidak akan pernah bisa membuka situs manapun kecuali hal-hal berkaitan dengan bahan pembelajaran dari berbagai mata kuliah. Ketika hendak menelpon salah satu  anggota keluarga di luar sana berarti mahasiswa harus meminta kode sandi dari kepala asrama. Aturan lebih gila lagi adalah satu-satunya anggota keluarga yang dapat dihubungi hanya orang tua kandung semata, itupun memiliki waktu-waktu tertentu dan bukan tiap saat. Kode sandi akan berubah setiap saat pada handphone milik mahasiswa.

Kenapa mahasiswa dibekali sebuah handphone? Selain untuk memudahkan sistem pembelajaran seperti yang dijelaskan tadi, ternyata terdapat beberapa alasan lain. Satu-satunya aplikasi milik kampus terpampang nyata pada handphone tersebut.

“Tiaseb, kelas online sekaligus belajar kelompokmu berpindah besok malam karena sesuatu dan lain hal,” demi kelancararan komunikasi antara dosen dan anak didiknya menjadi alasan benda tersebut harus dibawah setiap saat.

“Sales marketing online” membaca sebuah tulisan. Aplikasi ini memang berperan untuk memudahkan mahasiswa melihat jadwal kuliah maupun jenis pekerjaan terbaru setiap bulannya karena akan selalu ada perubahan.

“Sisa saldo atas nama Tiaseb…” mengelus-ngelus dada. Uang jajan pemberian daddy senilai sepuluh juta seolah tidak berharga sama sekali, lantas sekarang, seratus ribu memiliki nilai luar biasa sekali. Laporan gaji beserta potongan-potongan kiri-kanan terpampang jelas di sini. Jangan sekali-kali meminta uang dari orang tua kalau masih ingin bertahan. Segala sesuatu yang di dapat  harus berasal dari keringat sendiri dan bukan milik orang lain. Prinsip dasar sarapan menu di pagi hari selalu bersifat rebus diantaranya ubi, pisang, talas, ubi jalar, sukun, tahu, dan teman-temannya di belakang.

“Setidaknya segelas susu hangat bisa memberi kekuatan selama beberapa jam,” menikmati sarapan rebus-rebusan disertai segelas susu. Tiap mahasiswa mendapat jatah bekal makan siang hasil olahan teman sendiri sesuai jadwal kerja. Ikan kering, sayur rebus, ulekan lombok sederhana, beragam jenis perkedel, tahu rebus, ikan rebus, dan hampir segala menu bersifat rebus-rebusan.

“Kata rebus memang selalu mengudara di kampus” menarik nafas panjang menatap menu bekal makan siang. Pihak kampus sengaja menaruh banyak bibit ikan di sekitar pertengahan sawah demi memenuhi kebutuhan makan seluruh personil asrama. Jenis sawah yang masuk dalam pengelolahan kami pun cukup luas bahkan membuat seluruh tubuhku terus saja kesakitan karena membajak secara manual.

Jenis kulit putih, bersih, halus, kelewat bening menjadi bagian masa lalu Tiaseb. Lantas sekarang? hanya bercerita tentang suasana dekil sekalian saja gosong merana tiap harinya. “Tias, kelompok belajarmu ada perubahan jam tayang” sang dosen kembali memberi informasi melalui aplikasi dari handphone pemberian kampus di tanganku. Tiap minggunya  seluruh mahasiswa melakukan kegiatan belajar kelompok secara online pada malam hari. Kegiatan perdebatan ataupun saling mengupas satu objek akan dimulai sesuai jadwal dari masing-masing mata kuliah.

“Hai kakak-kakakku dimanapun kalian berada, selamat siang” menyapa para netizen di dunia medsos. Kegiatan berjualan onlinepun merupakan jenis pekerjaan bagi personil kampus. Aplikasi hanya bisa dibuka dalam ruang ini saja, itu juga harus dilakukan oleh salah satu satu staf ataupun dosen yang bersangkutan.

Berjualan apa saja? Segala sesuatu harus berasal dari hasil kreatif para mahasiswa. Makanan, minuman, kue, lukisan, beragam kerajinan menjadi jenis objek yang harus dipasarkan oleh mahasiswa secara online. Tas, sepatu, wallpaper dinding rumah, taplak meja, lemari, sofa, hiasan rambut perempuan, horden, casing perabotan rumah dengan menggunakan beberapa bahan hasil kreatifitas mahasiswa menjadi pusat objek kerajinan di showroom ini. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya berasal dari bambu, serabut bersama batang pohon kelapa, bebatuan kerikil sungai, batu karang, sampah, dan lain sebagainya.

“Bantu up dong kakak” ucapan manis sambil tersenyum menghiasi gerai…

Seluruh jenis pengguna media social harus dipanggil kakak, kenapa? Biar barang-barang bisa habis terjual. Mau itu kakek-kakek, nenek-nenek, tante, om, adik kecil harus tetap dipanggil dengan sebutan kakak kalau masih mau bertahan hidup…

“Jenis kue produk kemarin rasanya sangat tidak enak” keluh seorang netizen.

“Tias, apakah itu dirimu? Kenapa berubah jadi dekil hancur gini?” salah seorang dari mereka segera mengenali wajahku.

“Katanya calon pejabat, lantas kok lebih mirip apaan yah?” kembali salah seorang berkomentar.

“Kakak-kakak cantik, cakep, pintar, baik hati, dan tidak sombong silahkan memesan produk paling dramatis dari showroom milik kami. Dijamin ga bakal nyessel” berusaha mengalihkan perhatian dan berpura tidak tahu soal beberapa komentar tadi. Sales marketing harus bisa mencapai target penjualan apapun yang terjadi. Keuntungan tadi digunakan sebagai proses pengolahan kebutuhan kampus.

Prinsip dasar kampus sampai selama-lamanya adalah untuk segala sesuatu harus berasal dari keringat mahasiswa itu sendiri dan bukan orang lain dalam bentuk apa pun. Perjalanan ini sungguh sangat menyedihkan membuatku ingin berteriak memaki mommy daddy sekeras mungkin. “Tias, jangan lupa besok jadwal kerjamu berubah tempat” salah seorang pria paruh bayah menghentikan langkahnya di depanku.

Perasaanku berkata kalau jadwal kerja sebagai sales marketing online baru seminggu, lantas sekarang kok berubah? “Teman kamarmu Mekn lagi ujian, jadi ga bisa kerja di luar kampus selama beberapa waktu, artinya kau harus mengganti perannya” kembali melanjutkan ucapan menyebalkan.

Perasaanku berkata kalau omzet penjualan online mencapai lebih dari target, lantas kenapa saya harus dilempar menjadi penjual sayuran di pasar? Pertama kali seumur hidup melihat sebuah kampus sengaja mempekerjakan seluruh mahasiswanya di segala pekerjaan kasar. “Mahasiswa arsitek gila” berteriak kesal ingin memaki teman sekamar sendiri.

“Baru datang sudah mengamuk” Mekn seolah bersikap cuek.

“Kau yang ujian kenapa saya yang susah?”

“Ntar kalau kau ujian semester, jelas saya juga yang susah” Mekn sadar betul tentang kalimatku barusan.

“Dasar iblis” makian membabi buta.

“Mister Harok bilang, jangan pernah mengucapkan bahasa tidak beretika seperti tadi” Mekn.

Mister Harok memang terkenal di seluruh lapisan mahasiswa sebagai sosok pribadi yang selalu siap menjadi pendengar setia sekaligus sahabat. Hubungan antara kata tadi dan pernyataanku barusan? Di sela-sela itu, mister Harok sering menyelipkan bahasa-bahasa teguran terhadap mahasiswa di hadapannya.

“Tidur sana ma mister Harok sekalian” melempar bantal ke arahnya.

“Besok saya mau ujian semester, jadi, please don’t ribut, paham?” Mekn.

“Ke laut saja dodol” membalas kalimat Mekn.

Ujian semester masing-masing jurusan tidak dilakukan serentak dikarenakan beberapa factor seperti penjelasan di atas. Mahasiswa tidak diberi izin pulang kampung bersamaan ketika liburan semester ataupun penghujung tahun. Kampus ini tidak mengenal namanya libur panjang. Kalaupun pulang kampung berarti sang mahasiswa hanya pergi buang kentut doang, kemudian balik lagi ke kampus. Paling lama izin liburan sekitaran dua mingguanlah dan tidak lebih. Berani melanggar berarti pergi mencari neraka jahanam…  

“Sayuran segar” pagi-pagi buta kegiatan terbaru adalah berteriak di pasar.

“Ibu-ibu paling cantik sedunia pasti makin cantik kalau singgah beli sayuran segar disini, nyessel berlapis-lapis ntar kalau ga singgah” suara dasyat menjajahkan sayuran segar.

“Kacang panjang ma jagung manis bisa buat perkedel biar suami anak makin sayang” inilah yang dikatakan sales marketing sayuran.

“Boleh minta resep apa namanya? Perkedel jagung manis campur kacang panjang” sapa seorang ibu.

“Tapi ibu harus beli sayuran segar dulu disini” menjawab pertanyaan sang ibu tua.

“Deal” ucapan beliau sambil bersalaman sebagai tanda persetujuan.

“Cepat berikan resepnya!” perintah sang ibu.

“Tinggal iris tipis-tipis jagung ma kacang panjang campur seluruh bahan termasuk terpung terigu bersama teman-temannya yang lain, singkat cerita goreng mpe renyah,” untung saja jadwal kerjaku kemarin sempat sebulan jadi tukang masak asrama.

“Jamin enak ga?” sang ibu masih melempar pertanyaan.

“100% enak ga ada tandingan” teriakanku pun makin melejit.

Akhir cerita termanis seorang sales marketing sayuran adalah para ibu-ibu memborong dagangan milikku. Lebih kacau lagi dikarenakan mereka semua meminta segala jenis resep masakan hanya dengan memakai bahan sayuran sederhana. Sang ibu tua menjadi penyebab utama pelopor teman-temannya meminta jenis resep aneh-aneh. Saya saja baru belajar masak setelah berada di asrama, kan selama ini pembantu di rumah ada ratusan orang gitulah…

Sayur dagangan habis terjual tanpa sisa. Jiwa sales marketing sayuran dalam diriku meronta-ronta dengan membuahkan cerita manis sekitar endingnya. “Tias, apa saya bisa meminta bantuan?” entah sejak kapan Zia berdiri memperhatikan pergerakanku. Ternyata oh ternyata, gadis itu berperan sebagai penjual daging segar di pasar. Seperti yang kalian ketahui bahwa seluruh lapisan mahasiswa harus melakoni pekerjaan-pekerjaan kasar.

Minimal resiko buat makan rakyat sendiri hanya berkisar nol sekian-sekian persen bahkan tidak akan pernah sama sekali,” kenapa juga ucapan mister Harok terngiang kacau dalam ingatanku? Program sekolah pejabat semacam ini tidak menjamin pejabat tidak akan pernah melakukan penyimpangan. Sang presiden periode terbaru bersikeras terhadap program tersebut dengan alasan sikap mental maupun karakter seorang pejabat di masa depan akan terbentuk berbeda dibanding yang lain.

“Sedangkan para pejabat sebelumnya yang mungkin pernah merasakan kehidupan susah masih berada di garis penyimpangan, terlebih jika memang tidak pernah sama sekali menyadari status jalan menyayat hati dari ribuan objek ruang kemiskinan” Menteri pendidikan mengungkapkan sebuah pernyataan setelah mendapat sorotan orang banyak.

Saya tidak bisa berbicara banyak oleh karena kenyataan dan pengalaman dari bentuk pemerintahan yang sudah-sudah. Ada benarnya juga sih tentang program sekolah pejabat yang sedang kami jalani walaupun dikatakan menyakitkan bahkan menciptakan suasana penderitaan cukup parah. “Saya tidak katakan bahwa program presiden sekarang tidak akan memiliki unsur penyimpangan oleh beberapa pihak, namun setidaknya kalian dilatih tentang sebuah petualangan untuk menghargai apa yang ada di depan” tidak sengaja juga telingaku mendengar ucapan mister Harok terhadap Hibab Pastin sosok manusia sombong…

Pintar saja tidak cukup untuk menjadi sebuah pondasi bagi bangsa dan negara sendiri merupakan salah satu prinsip teguh para dosen pendidik. Apa negara ini kekurangan manusia genius? Tentu tidak sama sekali, bahkan di luar sana ada banyak pemberitaan tentang tingkat IQ maupun prestasi banyak generasi muda. Keadaan membuat sang presiden menempuh jalur seperti sekarang. Tidak salah memang sih memilih jalan menghanyutkan semacam program sekolah pejabat tidak biasa menurutku kalau dipikir-pikir lagi, kenapa? Yah belajar dari pengalaman para pejabat dari waktu ke waktu hanya bercerita KKN, makan rakyat sendiri, seenaknya mempermainkan hukum, hutang negara menumpuk, merubah banyak aturan organisasi-organisasi penting untuk menyelamatkan jiwa raga, dan lain sebagainya.

Saya harus berani bersuara juga sih sebenarnya dan apapun yang terjadi. “Daging segar dijamin rasa tidak pernah bohong” berteriak sekeras mungkin hingga memecah gendang pendengaran orang banyak. Jiwa sales marketing daging dalam diriku mulai meronta-ronta. Membantu Zia berjualan ternyata memiliki seni tersendiri.

“Wah, pasangan suami istri lagi kompak jualan” ibu-ibu tadi belum-belum pulang juga rupanya sampai bergurau begini.

“Ibu, daging segar disini enak loh, mau beli?” menatap tajam ke arah ibu-ibu reseh.

“Apa ucapanmu bisa dipercaya?” balik bertanya.

“Tentu saja100%, understand?” berusaha terlihat berbeda dari sales marketing daging lainnya.

“Manusia bisa kau tipu, tapi Tuhan tidak bisa kau tipu” ujar si’ibu.

“Betul ucapannya” seorang perempuan berpakaian santai berjalan ke tengah kami.

“Anda siapa? Kenapa merusak dagangan orang” cetusku seketika.

“Sepertinya kita pernah ketemu, tapi dimana yah?” Zia.

“Wajahku memang pasaran, jadi perasaanmu saja kalau kita pernah ketemu” jawaban wanita berpakaian tadi terhadap Zia.


Bagian 9…

 

Ketja Lebe…


Petualangan kecil terdengar mengesankan juga buat kulalui beberapa waktu ke depan. Melakukan penyamaran karena ingin melihat langsung rutinitas mahasiswa menjadi alasan saya berada disini. Tanpa sadar, ternyata dua kakiku sudah menjejakkan diri sekitar pasar tradisional. “Gadis penjual es” langsung mengenal wajahnya. Manusia kuncir dua benar-benar menipu mata ketika hanya menyaksikan dari sisi luar saja.

Si’penjual es lulus fakultas hukum? Sulit dipercaya. Terjadi peperangan hebat antara dua kelompok. “Ternyata temannya pintar juga memainkan strategi” memperhatikan dari dekat bagaimana anak muda itu berupaya memikat pelanggan. Entah dorongan apa hingga saya berjalan masuk begitu saja ke tengah mereka.

“Wajahku memang pasaran, jadi perasaanmu saja kalau kita pernah ketemu” hampir saja ketahuan dikarenakan ingatan gadis penjual es cukup kuat juga sih.

Segera bergegas meninggalkan pasar agar identitasku tidak diketahui oleh mereka. “Anda dimana? Jangan membuat masalah” sebuah pesan masuk dari menteri pendidikan kita.

“Saya hanya berpetualang sedikit saja” balasan pesan buatnya.

Mengendap-ngendap bagaikan pencuri di siang bolong hanya untuk memperhatikan rutinitas keseharian banyak mahasiswa. Suasana kampus cukup asri dengan banyaknya tanaman hijau bermuara di setiap tempat. “Temukan sebuah teknologi menurut kreatifitasmu dari beberapa elektronik rusak di depanmu!” hal terbodoh yang pernah kulakukan. Ruang praktek salah satu fakultas menjadi pusat perhatianku sekarang tanpa sadar.

Bagaimana bisa saya masuk begitu saja, lantas main perintah seperti seorang dosen. “Anda siapa?” seorang mahasiswa bertanya ke arahku.

“Asisten dosen baru kalian sekaligus tim penguji” alasan tidak masuk akal.

Beberapa benda terbilang kuno untuk masa sekarang di perhadapkan oleh mereka. Handphone, televisi, radio, kipas angin, dan beberapa peralatan elektronik lainnya menjadi bahan objek praktek di ruang tersebut. “Temukan satu alat tertentu dari benda-benda tersebut, lakukan kombinasi dan ciptakan satu teknologi tertentu menurut hasil pemikiranmu sendiri!” berbicara kembali.

“Tugas pertama buat kalian dari saya sebagai asisten dosen terbaru” pernyataan tergila selanjutnya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia. Sesuatu dengan istilah benda kuno alias rongsokan dapat saja menjadi sebuah objek berharga tanpa sadar. Tergantung situasi dan cara pandang seseorang…

Berjalan meninggalkan ruang praktek tadi, kemudian berputar berkeliling mencari tempat-tempat baru. Btw, ruang manusia reseh paling menyebalkan dimana? Saya belum melihat batang hidungnya sejak tadi. “Arsitek bersama sejuta makna terselubung” membaca satu kalimat pada sebuah gedung. Ternyata saya sedang berada di tengah-tengah mahasiswa jurusan arsitektur.

“Hei, siapa namamu?” menegur salah satu mahasiswa.

“Kakak panggil saja Mekn” jawaban tegas darinya.

“Kenapa sepi yah?” tanyaku memasang wajah kebingungan.

“Lagi ujian kakak makanya sepi” Mekn menjawab.

“Btw, ruang kakak sudah dipersiapkan sejak tadi ma mister Harok” berbicara lagi.

What? Dari mana manusia itu tahu kalau saya akan melakukan petualangan sekitar tempat semacam ini? Berarti mata-mata terus terjaga di sekelilingku tanpa sadar. Saya sama sekali belum konfirmasi masalah kedatangan ataupun hal lain terhadap dia. “Siapa namanya tadi? Mister Harok dimana manusia itu?” melemparkan pertanyaan kembali.

“Di belakang kakak” Mekn menunjuk sesuatu…

Ternyata sejak tadi manusia reseh mengenal identitasku. Penyamaranku sia-sia kalau begini cerita. “Sejak kapan ada di belakangku?” pertanyaan pertama setelah sekian lama tidak saling bertatap muka.

“Sejak tadi” Harok tersenyum kecil.

“Tunggu sebentar” perhatianku teralih terhadap sesuatu.

“Kakak kenapa menatap ke arahku?” Mekn berusaha memperbaiki kacamatanya.

“Gambarmu di tanganmu itu tidak hidup bahkan terlihat kacau” menarik selebaran berisi desain dari tangan Mekn.

“Tidak hidup? Mekn.

“Jangan gunakan objek pasaran untuk melakukan desain” penekanan tak berarti.

“Saya kurang ngerti” Mekn.

“Konsep, makna, objek, kualitas pemikiran dalam desain milikmu menyatakan bau-bau pasaran bahkan tidak terlihat hidup sama sekali, sedangkan sainganmu kiri kanan luar biasa banyak” menarik pulpen milik mahasiswa tersebut, kemudian mencoret-coret total desain gambarnya.

“Anda siapa? Kenapa menghancurkan tugasku? Ujianku pasti berkasus sekarang” Mekn terlihat kesal bahkan ingin menangis.

“Dosen baru khusus jurusanmu untuk sementara waktu” menjawab lantang ucapannya.

“Hancur sudah ujian semesterku” Mekn.

“Tidak begini juga keles, seperti mau mati saja, apa lagi kalau mau jadi calon pejabat sekaligus arsitek berkualitas ya harus kuat” nada sedikit menggertak.

“Kau keterlaluan” bisik Harok menginjak salah satu kakiku.

“Saya yang akan menjadi dosen langsung buat mengoreksi semua tugas dan ujianmu, jadi kau harus siap mental, ngerti?” kalimatku makin menjadi-jadi alias tidak perduli ucapan manusia persahabatan.

“Tugas pertama dari saya, coba luapkan emosionalmu dalam sebuah desain dengan menggunakan sawah tempatmu bekerja sebagai objek utama!” nada perintah cukup tegas berkumandang lagi…

Berjalan meninggalkan Mekn setelah pernyataanku tadi sedang kulakukan. “Presiden gila silahkan menunggu di ruangan ini selama beberapa saat” Harok bersikap kesal seperti biasa terlebih mengingat kejadian tadi. Sikapnya sedikit berlebihan membuatku ingin tertawa seketika.

“Kau mau kemana?” pertanyaanku menghentikan langkah Harok.

“Mencari makan buat presiden gila biar makin gila” kalimat cetus Harok.

“Kalau begitu cepat keluar sana!” segera membuka pintu buatnya tanpa rasa bersalah.

Ruang persahabatan bagi para mahasiswa menjadi perbedaan diantara kampus-kampus lainnya. Tidak salah juga memilih manusia itu sebagai seorang sahabat bagi dunia mahasiswa ketika sedang menjalani pergumulan berat. Di awal cerita terdengar jual mahal, tetapi keadaan sekarang justru mengatakan objek lain. Dia memang benar-benar something bagi banyak mahasiswa kalau diperhatikan.

“Saya ingin belajar percaya kata-katamu kalau ternyata kau memang seorang sahabat” sepertinya suara ini pernah kudengar sebelumnya, tapi dimana?

“Apa saya bisa membentuk, sedang diriku sendiri tidak pernah terbentuk sejak lahir?” dia melemparkan sebuah pernyataan. Kebetulan saya duduk di balik kursi menghadap tembok hingga wajahku tak terlihat. Si’anak punk? Saya hampir-hampir tidak menyangka sama sekali tentang keberadaannya di ruang persahabatan. Manusia itu kemana sih? Tuhan, jangan sampai si’anak punk mengenal wajah di balik kursi ini.

“Hibab” manusia menyebalkan tiba-tiba memperdengarkan suaranya.

“Lantas siapa yang ada duduk di kursi itu?” si’anak punk terdengar kebingungan.

“Perwakilan dosen dari pusat untuk semua jurusan” Harok menciptakan masalah.

“Maksudnya?” si’anak punk.

“Pusat menugaskan seorang dosen untuk mengajar selama beberapa saat di semua jurusan termasuk tempatmu, ngerti?” jawaban manusia reseh.

“Kuharap anda memperkenalkan diri terhadap salah satu mahasiswa paling berpotensi di kampus ini” Manusia reseh memang sengaja menjebak keadaanku sekarang.

Dia kan sadar kalau saya tidak akan lama di sini, lantas sengaja memancing suasana? “Silahkan perlihatkan dirimu!” penekanan manusia reseh terdengar jenius.

“Hai salam kenal” berusaha untuk tetap tenang ketika membalikkan kursi ke hadapan mereka berdua.

“Kakak penjual es?” anak punk langsung mengenal wajahku.

“Siapa kakak penjual es?” berpura-pura tidak mengenal dirinya.

“Saya tidak mungkin salah orang” anak punk memasang wajah serius.

“Kau salah orang, coba pikir mana sempat saya pergi menjual es” menjawab tegas.

“Penjual es” ledekan manusia reseh berbisik.

“Sejak kapan presiden gila menjual es, masih menjadi misteri ilahi” manusia reseh makin meledek.

“Bicara terus artinya cari penyakit” berbisik penuh penekanan di sekitar telinga manusia reseh.

“Ada apa mencariku?” manusia reseh mengalihkan perhatian.

“Nanti saja” anak punk berusaha untuk menghindar.

“Kenapa kau kurang percaya diri?” melemparkan pertanyaan sambil menarik beberapa buku dari tangannya.

“Ini hasil pemikiranmu?” bertanya lagi terhadapnya.

“Autisme, gangguan mental, kenakalan anak, dan beberapa objek permasalahan dari dunia pendidikan” membaca nyaring sebuah tulisan.

“Ibu dosen, kalau bisa…” ucapan manusia reseh tiba-tiba terhenti.

“Tulisanmu masih kacau, terlalu pasaran bahkan sering dijumpai jenis-jenis pernyataan semacam ini” mengambil sebuah pena kemudian mencoret kiri kanan dari beberapa lembar hasil tulisannya.

“Kakak penjual es maksudku anda anda anda…” terlihat kesal…

“Ciptakan ide-ide dengan pernyataan-pernyataan berbeda terhadap pokok pembahasan tadi sehingga kau bisa mengerti tentang makna belajar membentuk, ngerti?”

“Beliau perwakilan dosen pusat, jadi, kau harus siap mental saja demi kebaikanmu” manusia reseh mengusap bahu si’anak punk.

“Permisi” anak punk memohon pamit. Saya harus mengakui tekanan-tekanan berat dunia pendidikan jauh lebih besar dibanding bidang lain. Kasus pendidikan negara ini berada di bawah standar baik dari segi kualitas kurikulum terlebih tenaga pendidik sendiri. Jangan menjadi pengajar bersifat lurus-lurus saja alias terlalu pasaran.

“Ucapanmu keterlaluan” manusia reseh terlihat kesal.

“Semua juga untuk kebaikan dia kelak” membalas ucapannya.

“Memerintah atau mengajar semaumu termasuk cara paling terjahat sekalipun juga butuh tenaga, jadi, makanlah!” manusia reseh.

“Bawah kemari makanannya!” menunjuk sesuatu.

Menikmati menu makan siang menuju sore pemberian mister Harok. Tatapan ingin memakan hidup-hidup terus saja berjalan ke arahku hingga hidangan makana siangku habis. Saya hampir tidak percaya menyaksikan sosok anak punk memiliki kemampuan berpikir terpendam. Dia benar-benar sesuatu untuk jalur tenaga pendidik. “Penasaran” bergumam seorang diri membayangkan sosok anak punk.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” manusia reseh berdiri depan pintu…

“Jiwa penasaranku lagi berkoar-koar di alam sana” dia masih terus saja ngoceh.

“Kumpulkan seluruh dosen sekarang!” memberi perintah.

“Presiden gila lagi merencanakan sesuatu” manusia reseh.

“Cepat kumpulkan kalau masih ingin hidup!”

Sejam kemudian para dosen dari seluruh fakultas berkumpul di sebuah aula kampus setelah aktifitas perkuliahan selesai. Menuntut target menjadi poin utama pertemuan sekarang. Menyuruh mereka menjelaskan ataupun membagi beberapa bagian kelompok kualitas dan nilai dalam pembentukan mahasiswa. Memang tidak semudah yang dibayangkan tentang penanganan para calon pejabat masa depan.

Seorang pendidik harus pandai menemukan sebuah ruang paling tersulit dalam diri seseorang kemudian membawanya ke sebuah permukaan ataupun lingkaran standar aspek-aspek tertentu. Bagian terpendam itulah yang terkadang menimbulkan banyak adegan drama, tetapi sang pendidik juga dituntut lebih lihai memainkan keadaan. “Metode pengajaranmu  perlu perbaikan dengan alasan konsep pemikiran mereka terkesan dramatis” memberi penyataan kalimat terhadap seorang dosen.

“Gunakan permainan pancing-memancing khusus fakultas yang sedang kau hadapi!” ucapanku kembali terhadap pendidik lain.

“Kenapa bisa?” pertanyaan dosen lain.

“Jurusan hukum itu sifatnya paling sensitive dan bisa dikatakan sebelas dua belas ma keuangan. Iblisnya di sekitaran situ terlalu banyak, jadi, saya tidak mau mereka terjebak” kalimat tragis memang…

“Kalaupun mereka tidak terjebak oleh iblis, di lain tempat juga tentu goncangan angin menyerbu sehingga butuh kualitas kecerdikan disini. Harus ada keseimbangan antara iman dan otak” sambungan nada-nada kata wah wah wah…

Tolak ukur perjalanan ke depan adalah berada pada kata pondasi. Bukan hanya satu bidang saja berkasus melainkan secara keseluruhan mengalami objek-objek bersifat jurang tanpa arah. Perbaikan satu bidang saja membutuhkan proses luar biasa, lantas bagaimana dengan cerita seluruh bidang? Pemerintahan sebelumnya hanya memikirkan diri sendiri serta bagaimana cara merebut sebuah kursi.

Kasus terbesar lain yang juga sedang dihadapi oleh bangsa ini adalah masalah karakter. Ada banyak daerah berada pada garis kata blacklist sekaligus zona merah sehingga menyatakan satu krisis dari sebab akibat. Mendidik sekaligus memperbaiki memang bukan perkara mudah terlebih ketika negara mengalami krisis dari segala arah. “Pertemuan seperti ini akan lebih sering dilakukan tiap minggunya, artinya temukan banyak cara untuk mengembangkan termasuk membentuk kualitas nilai mereka” berkata-kata kembali terhadap para dosen.

Kerja sama tim merupakan salah satu alat terbaik untuk beberapa hal di segala aspek. “Saya harap kalian menutup rapat identitasku di hadapan seluruh mahasiswa” kalimat penutup sebelum berjalan meninggalkan ruang pertemuan. Manusia reseh memang sengaja menjebak agar saya berada di kampus selama beberapa waktu. Sepertinya petualanganku akan segera dimulai sekarang juga.

Ruang itu selalu saja bercerita bahkan berada pada kata mencekam tanpa batas. Jalanan-jalanan misterius sepertinya menimbulkan banyak pertanyaan baru. Objek-objek penuh makna terkadang terlihat biasa bahkan terlalu sederhana, namun siapapun tidak akan pernah menyadari hal tersebut. Manakah yang lebih berharga, akar atau batang dari sebuah tanaman? Perdebatan bahasa misteri sepertinya menciptakan tarian-tarian gemerincing tanpa berbunyi sama sekali.

“Apa itu pengelolahan kekayaan alam?” melemparkan sebuah pertanyaan pada jam perkuliahan mahasiswa perindustrian. Suara alam sedang tersenyum pagi ini dan menatap ke arahku. Mahasiswa hanya mengenalku sebagai dosen pusat tanpa menyadari identitas sebenarnya. Sengaja memakai pakaian santai, riasan sederhana, kacamata, menempelkan sedikit tahi lalat di bagian wajah sehingga mereka semua tertipu tentang situasi penyamaran dariku.

“Apa pengelolahan bisa terjadi dengan keadaan negara semacam ini?” melemparkan pertanyaan lagi.

Kenyataan dari negara ini adalah pengelolahan sama sekali masih jauh dari standar bahkan belum ada, walaupun terlihat beberapa objek yang sedang berhubungan dengan kata tadi. Tuntutan kreatifitas melihat bidang-bidang industry menjadi hal bersifat inovatif dalam artian bukan pasaran. Mengajarkan mereka untuk tidak berada pada situasi malas untuk berpikir ataupun menemukan jalur-jalur penemuan dalam taraf pengelolahan sebuah sumber kekayaan.

Sebagai contoh, berani membangun pabrik khusus pengelolahan dari minyak mentah menjadi produk jadi tanpa harus kembali membeli dari pihak asing lagi. Sistem perumusan, pemakaian, pencatatan, objek-objek pengelolahan yang memang belum pernah ada kemudian dimainkan untuk satu area proses-proses tertentu. “Temukan beberapa cara tentang proses olahan minyak mentah sesuai bahan yang ada di depan kalian!” nada perintah ketika kami berada dalam sebuah lab milik kampus.

“Gunakan versi masing-masing! jangan berpatokan terhadap versi orang lain” kalimat peringatan.

“Saya beri waktu seminggu untuk berpikir dimulai dari sekarang, ngerti?”

Air dan awan memiliki versi lembut dengan jenis objek berbeda. Tiang awan terlihat teduh ketika berada di bawah seseorang yang sedang dalam arena panas terik menyengat. Batang air terdengar menyejukkan memberi satu sensasi segar saat tubuh lemas terkulai karena situasi hawa panas mencekam. Dua variasi tersendiri bersama cerita manis yang tidak mungkin memiliki satu makna dalam sebuah kotak berwarna sama.

“Bodoh atau memang benar-benar bodoh?” sebuah suara terdengar jelas di telingaku. Siapa yang sedang berbicara di sana? Jam perkuliahan sudah berakhir, lantas kenapa sosok mahasiswa masih menjejakkan diri seperti manusia gila?

“Anak punk” segera menyadari pemilik suara tersebut. Selalu saja anak ingusan itu terlihat kacau sama seperti dulu. Apa yang dia pikirkan? Ingatan tentang pertemuan kami masih membekas kuat dalam dirinya. Untung saja saya bisa mengelabui hingga dia sendiri kebingungan.

“Manusia reseh” tersadar keberadaan seseorang di sekitar anak punk. Dua pribadi bersama sesuatu objek menakjubkan. Karakter manusia reseh sebelas dua belas dengannya ketika berada di usia remaja. Manusia reseh hanya menyapa sesaat kemudian berjalan pergi meninggalkan anak itu. Memang dia sengaja...

“Dosen gila waktunya kau beraksi, jangan hanya mengintip seperti penguntit stress” manusia reseh tiba-tiba saja berbisik di sekitar telingaku dan entah dari mana kakinya berjalan.

“Dasar manusia heng” makian buatnya.

“Gunakan kesempatanmu sekarang mengajar anak semacam dia!” manusia reseh mendorong tubuhku seketika.

Kenapa juga saya harus berdialog seperti ini? “Kakak penjual es maksudku ibu dosen kenapa tiba-tiba berkeliaran disini?” anak punk terkejut melihat keberadaanku.

“Kebetulan lewat” ujarku.

“Btw, tugasmu kemarin mana? Sudah kau perbaiki? Kalau sudah berikan padaku sekarang dan biarkan saya yang mengambil alih” menyodorkan tanganku sambil menatap serius ke arahnya.

Dia terdiam cukup lama hingga membuatku merampas ransel miliknya untuk mencari apa yang ingin kucari. Apa anak punk ini marah? Tubuhnya hanya diam membeku melihat aksiku seolah pasrah. Ternyata ucapan manusia reseh memang tidak salah kalau dia memiliki sebuah potensi. Terlihat tertekan? Yah, siapa sih tidak merasa tertekan dengan sistem pengajaran seperti ini, tetapi karena keadaan sehingga pihak kampus harus tetap menerapkan. Objek pembelajaran seperti sekarang yang hanya berlaku bagi sekolah pejabat dan tidak mungkin diterapkan secara umum. Di lain tempat, proses serta kurikulum pendidikan dengan beberapa variasi baru akan diselenggarakan dan berlaku untuk umum.

Masing-masing anak memiliki variasi berbeda-beda tentang cara pengelolahan, penerimaan, pembentukan, mengambil sesuatu, dan masih banyak lagi di tiap daerah. Penekanan masalah pondasi pendidikan berada pada kualitas tenaga pengajar. Hal semacam ini menjadi alasan perlunya melakukan proses luar biasa terhadap para calon pendidik. “Perbaiki lagi beberapa pernyataanmu untuk masalah autisme, gangguan mental, kuantitas seorang anak!” membuat tanda silang besar di sekitar lembaran tugasnya.

“Sebagai calon pendidik kau harus bisa menemukan celah untuk mengubah ataupun menciptakan terobosan bagi kaum autisme” berbicara kembali.

“Kakak penjual es maksudku ibu dosen perwakilan pusat, kenapa bisa?” anak punk.

“Golongan autisme juga berhak memiliki masa depan sekaligus salah satu bibit penerus sama seperti anak normal lainnya” jawaban terbaik…

“Kalau kau sukses memainkan peranmu terhadap mereka berarti penanganan anak normal seperti apapun juga bisa dilalui olehmu” melanjutkan ucapanku kembali.

“Entahlah” kalimat kacau darinya sedikit membuatku ingin tertawa.

“Kalimat bodoh” meledek si’anak punk.

“Entah kenapa keyakinanku bertambah kuat kalau kakak di depanku itu memang kakak penjual es” anak punk mengalihkan pembicaraan.

“Kenapa juga wajah kakak penjual es membekas kuat di ingatanku?” dia berujar lagi.

“Wajahku terlalu pasaran, jadi, kau masih belum percaya ucapanku kalau saya bukan kakak penjual es seperti katamu” balasku.

“Kenapa kau tidak merasa takut sedikitpun terhadapku seperti yang lain?” kalimatku…

“Mungkin karena sudah terbiasa berhadapan ma banyak dosen-dosen galak” cetusnya. Dia menunjukkan sisi imut dibalik sikap diamnya. Seni menjadi sosok pengajar memang bervariasi sehingga hidupun akan berhadapan dengan objek-objek tersendiri pada kata bibit maupun generasi muda seperti dirinya…


Bagian 10…

 

Percakapan bersama sang dosen masih membekas dalam ingatan mahasiswa pendiam semalaman. “Kenapa juga dialog tadi terus saja gentayangan semacam hantu?” menggerutu seorang diri. Berperan sebagai sosok pengasuh sekaligus orang tua di tengah kaum autisme memang tidak mudah buatnya. Pihak kampus memang sengaja membentuk pemikiran mahasiswa fakultas pendidikan dengan menempatkan mereka di beberapa area tersulit seperti asrama khusus autisme.

“Mereka juga bibit penerus yang harus dibentuk seperti anak normal” berkata-kata sambil tertawa mengamati beberapa buku bacaan di hadapannya.

“Apa kehidupan kalian lebih menyakitkan dibanding hidupku?” merenung kembali membayangkan wajah anak-anak autis…

“Apa jalan kalian tidak pernah dianggap oleh orang tua sendiri sama sepertiku?” sosok Hibab bertanya dalam diam. Tuntutan menemukan beberapa sistem pendidikan terlebih terhadap anak berkebutuhan khusus merubah banyak hal terhadap cara pandang dirinya sendiri. Memasuki dunia pendidik merupakan hal yang biasa, akan tetapi menjadi luar biasa dan tidak bersifat pasaran andaikan menciptakan banyak terobosan-terobosan tertentu bahkan paling tersulit sekalipun.

“Tenaga pendidik dan orang tua harus bekerja sama, sedangkan ada banyak kelemahan-kelemahan terhadap dua golongan disini” membuat sebuah kesimpulan pada selembar kertas.

Akhir cerita adalah Hibab Pastin tertidur lelap setelah menulis pernyataan tadi. Jangan mencoba memasuki ruang pendidik andaikan posisi jalanmu hanya bersifat biasa bahkan terlalu pasaran. Ada banyak cerita tentang jalan bercabang, lurus, berliku-liku, pendakian, dan lain sebagainya sekitar arena pertandingan bibit maupun generasi muda di masa sekarang. Menghancurkan benteng-benteng penghalang alur seni berkelas terhadap mereka bukan suatu perkara mudah. “Hai tenaga pendidik, apakah kau memiliki apa yang seharusnya dimiliki oleh jalanmu untuk membentuk?” bunyi tulisan Hibab di ending lembaran tugas miliknya.

Mahasiswa tersebut belajar mencari sesuatu yang memang seharusnya dilakukan ketika belajar membentuk dalam satu arena pertandingan terhadap bibit-bibit generasi. “Kakak penjual es maksudku ibu dosen perwakilan pusat” Hibab Pastin memberanikan diri menyapa sosok yang memang sengaja melakukan penipuan terhadapnya ada bisa berada di kampus ini.

“Mau protes atau apaan?” sang dosen berbicara dingin sambil bertolak pinggang.

“Tugasku” Hibab menyerahkan sesuatu…

“Sketsa dena, boleh juga, tapi perbaiki lagi sepertinya” sang dosen masih memberi beberapa tanda silang.

“Benar-benar berpotensi manusia bekas punk” celoteh presiden Ketja dalam hati.

“Pergilah!” mengembalikan lembaran tugas milik Hibab. Mahasiswa itu hanya diam membisu mengambil tugas miliknya tanpa melakukan protes.

“Kenapa kakak tidak pernah mau mengakui identitas sebenarnya?” Hibab.

Raut wajah penasaran sedang berteriak mencari jawaban dari sang dosen. “Jangan-jangan kau menyukai kakak penjual es itu yah sampai-sampai menyudutkan identitasku?” sang presiden sedikit menggodanya.

“Apaan sih” raut wajah merah merona Hibab tiba-tiba saja bergentayangan.

“Ayo ngaku” godaan si’presiden yang masih dalam penyamaran.

“Kalian ngapain saling menggoda gitu? Ini kampus bukan tempat umum” tegur Harok datang entah dari mana di tengah mereka.

“Apaan sih” Hibab makin terlihat salah tingkah.

“Bisa-bisa terjadi kisah cinta segitiga kalau begini ceritanya” sindir mister Hami dan entah dari mana pula tiba-tiba menampakkan diri begitu saja.

“Kenapa semua dosenku jadi seperti manusia setengah waras begini?” Hibab berbicara pelan agar mereka semua tidak mendengar perkataannya.

“Sesama mahasiswa saja dilarang menjalin hubungan asmara, apa lagi antara dosen dan mahasiswa” Harok menyindir salah satu aturan yang dibuat oleh sang presiden. Menjalin hubungan asmara bisa dilakukan setelah berada pada tiga semester akhir dan itupun tidak bisa melewati batas. Hibab pastin berlari meninggalkan mereka semua dengan perasaan jengkel.

“Manusia dingin mau kemana?” Zia si’gadis manis menghalangi jalan Hibab.

“Anak ini lagi, dasar” gerutu Hibab terlihat jengkel.

“Ada yang sesuatu yang ingin kuberitahukan” segera Zia menarik tangan Hibab.

“Mau kemana sih?” cetus Hibab bernada kesal.

“Pokoknya sesuatu yang penting” Zia.

“Apaan sih?” celoteh Hibab setelah mereka berdua berada di suatu tempat. Hal lebih kacau adalah suasana area tersebut berada di seputaran kali tempat cuci pakaian. Segera Zia mengeluarkan sebuah kotak kemudian membuka isinya.

“Buatmu” teriak Zia menyerahkan beberapa pisang rebus bersama sambal colekan.

“Saya pikir kau akan memberitahu apaan gitu” nada kesal Hibab.

“Sadar tidak kalau Zia berjuang keras mengambil diam-diam pisang rebus ini di dapur tanpa ketahuan ma kepala asrama” ucapan gadis manis itu seolah marah melihat reaksi Hibab.

“Sadar ga kalau pisang rebus hanya bisa diambil minimal 2 biji buat sarapan, tapi perjuangan Zia merebut 10 biji pisang rebus harus dihargai dong” amukan Zia kembali.

“Terserah” Hibab.

“Ngapain memberi segala pisang rebus buat manusia sombong ini sih” Tiaseb yang baru saja selesai mencuci mendatangi mereka berdua sambil memasang wajah asam…

“Tias ga sakit kenapa nyuci hari perkuliahan begini?” Zia.

“Karena perasaanku berkata kalau kalian berdua akan berada di sini” Tiaseb.

“Terus mau ngapain?” suara dingin Hibab.

“Dasar manusia sombong belagu dingin stresss” makian Tiaseb.

“Ciri-ciri cinta segitiga kalau begini ceritanya” Mekn teman sekamar Tiaseb tiba-tiba saja berjalan di tengah mereka. Sejak tadi kuping Hibab Pastin panas dengan pernyataan barusan. Hal tergila yang pernah ada dalam hidupnya yaitu karena permainan kata-kata dari orang sekitarnya.

“Kalian semua reseh” nada kesal Hibab berusaha menjauh.

“Hei manusia dingin, jangan lupa pisang rebusnya dimakan” teriak Zia. Hibab tanpa sadar memegang kotak bekal isi pisang rebus pemberian Zia.

Suasana kali terdengar gemerincing akibat ulah tiga manusia yang masih tersisa. Zia, Mekn, dan Tiaseb sedang asyik bermain sambil melakukan dance di atas bebatuan. Memory tentang memulai kisah berseni di antara tekanan-tekanan karena pembentukan tidak mungkin hilang dari ingatan. “Kau seperti memiliki beban pikiran” Zia menyadari sesuatu dari diri Mekn.

“Tahu dari mana?” Mekn.

“Betul, pada hal wajah si’penggemar mister Harok terlihat tanpa beban” Tiaseb.

“Feelingku saja” Zia.

“Ujian semesterku benar-benar berkasus” Mekn.

“Maksudnya?” Zia.

“Mekn disuruh desain langsung sawah di sana tu” ledek Tiaseb.

“Telingamu memang panjang” sindiri Mekn terhadap Tiaseb.

“Lantas?” Zia.

“Entahlah” Mekn.

“Kalau ga lulus berarti liburan semester akhir tahun ga bisa pulang” Mekn tiba-tiba saja menangis tersedu-sedu.

“Kami bertiga bisa membantu buat ujianmu kali ini” Zia mencoba menghibur.

“Kalian hanya berdua terus yang satunya mana?” Mekn.

“Manusia dingin bakal Zia kerjain buat ujian semestermu” senyum Zia.

Rencana Zia menjebak Hibab untuk bergabung membuahkan hasil. Tinggal menyebut beberapa tempat kacau agar membuatnya mencari sesuatu hal misterius memancing akal pikiran Hibab. Singkat cerita, mereka berempat mencari bahan-bahan sederhana demi sebuah permainan desain arsitek. “Bahan utama sudah siap semua?” Tanya Zia.

Mereka berempat memulai sebuah proyek. Masing-masing mahasiswa arsitek diberi sawah sepetak untuk menciptakan satu karya luar biasa. Seluruh dana dan bahan dipersipkan oleh pihak kampus khusus jurusan tersebut. “Kalian menjebakku melakukan pekerjaan kacau begini” kekesalan Hibab tergambar nyata di wajahnya.

“Ga usah bersungut besok-besok kau bakalan membutuhkan bantuan sahabatmu, jadi jangan hitung-hitungan” ucapan Zia.

“Dia yang ujian lantas kita semua direpotkan, gila” Hibab.

“Cepat susun saja batuannya di sana, ga usah menggerutu” Tiaseb mendorong tubuh Hibab seketika. Sepetak saawah membentuk gambar burung rajawali yang sedang melebarkan sayapnya hasil pemikiran Mekn sendiri walaupun pada dasarnya beberapa hal lain dibantu oleh sahabatnya. Menyusun beberapa tanaman bambu sekitaran pinggir sawah sebagai jalan masuk ke sebuah pondok tidak jauh dari sana. Melakukan beberapa ide kreatif terhadap tanaman bambu tadi dengan memainkan bebatuan kerikil juga jenis-jenis tanaman hiasan di sekitarnya. Pondok pada pinggirannya terlihat membentuk batang padi yang makin merunduk ketika berbuah dan tetap memakai bambu sebagai bahan pembuatan.

“Ketika menghadapi badai besar maka rajawali akan terbang makin tinggi bahkan tidak akan pernah memperlihatkan wujud kelemahan sekalipun” Hibab mengungkapkan satu pernyataan.

“Arsitek jenius ga perlu diragukan” Zia menepuk bahu Mekn.

“Batang padi menggambarkan tentang sikap rendah hati ketika hidup makin lama makin berisi, tetapi pernyataan ini bisa ada dalam diri ketika terjadi perputaran badai” Tiaseb.

“Artinya burung rajawali dan padi akan memainkan sebuah seni, tetapi kembali lagi terhadap pribadi masing-masing” Mekn sedikit tertawa mengungkapkan ucapan tersebut.

“Wow” Zia.

“Sekali lagi terima kasih buat bantuan kalian, liburan semester akhir tahun sedang menanti diriku di luar sana” kalimat Mekn penuh semangat. Akhir cerita, desain tersebut membuahkan hasil sehingga harapan Mekn pulang kampung terkabulkan. Masing-masing mahasiswa memiliki jadwal liburan berbeda-beda. Hal lebih mengejutkan adalah empat sahabat tersebut bisa menikmati alam kebebasan secara bersamaan tahun ini. Sang presiden sudah kembali ke pusat setelah ujian semester kampus berakhir. Penyamaran terbaik hingga tak satupun mahasiswa mengenali wajahnya.

 Tiaseb segera membersihkan beberapa ruang panti jompo penuh semangat karena bayangan kebebasan sesaat sedang berada di depan mata. Setelah mengganti peran Mekn sebagai penjual sayur, pihak kampus menyuruhnya berada bekerja sebagai perawat kaum lansia dengan alasan sama mengganti mahasiswa lain yang lagi menjalani ujian semester. Hari pertama terkesan penderitaan cukup parah hingga beberapa hari ke depan membuat sosok Tiaseb tidak akan pernah lupa memory tersebut.

Entah bagaimana cerita sampai kampus tetap menempatkan dirinya selama sebulan ke depan menjelang liburan semester akhir tahun. “Kakek, apa anda sadar kalau pup’mu benar-benar bau sampai-sampai semua makanan sulit kucerna” cetus Tiaseb memulai dialog mengingat hari pertama berada di panti jompo. Memandikan kaum lansia yang mungkin sulit melakukan pergerakan merupakan kewajiban utama mahasiswa semacam dirinya. Mencuci pakaian kotor penghuni panti tersebut secara manual tidak luput dari aturan kampus.

“Rawat mereka dengan penuh kasih sayang, ngerti?” mister Harok entah dari mana muncul tiba-tiba mengungkapkan satu pernyataan terhadap Tiaseb.

“Anda muncul dari mana mister macam seperti hantu saja?” nada sebal Tiaseb.

“Mataku cukup tajam hai mahasiswa reseh” jawaban Harok sebelum meninggalkan asrama panti jompo. Melihat tingkah Tiaseb membuat sang pemilik ruang persahabatan sengaja mengubah jadwal kerjanya di beberapa tempat. Mahasiswa tersebut sama sekali belum pernah mencuci pakaian orang lain, namun pertama kali banyak hal bercerita lain sekitar jalannya. Memasak, membersihkan seluruh ruangan, mencuci, membersihkan kotoran pup’ serta memakaikan popok, menciptakan hal-hal bersifat menghibur harus dilakukan ketika berperan sebagai perawat panti jompo.

Mereka melakukan tugas dengan cara bergilir sesuai jadwal. Bukan hanya Tiaseb seorang berada di panti tersebut melainkan terdapat beberapa mahasiswa lainnya menurut jadwal yang telah ditentukan. Minggu pertama sosok Tiaseb harus membersihkan kotoran pup serta mencuci pakaian kaum lansia secara manual. Tiap sudut terdapat kamera CCTV sebagai bahan pengintai sekaligus pengawasan ketat oleh pihak kampus untuk menghiindari hal-hal yang tidak diinginkan.

“Grandma yang paling cantik, imut, segar, pintar, menggemeskan tiap harinya silahkan nikmati sarapan anda” Tiaseb sedang membujuk salah seorang penghuni panti.

“Harusnya panggil saya kakak bukan grandma, understand?” ujaran nyeleneh sang grandma.

“Tuhan, cobaan macam apaan ini?” gerutu Tiaseb dalam hati.

“Grandma harus sadar umur dong” kalimat penekanan Tiaseb.

“Coba ucapkan pernyataan tadi sekali lagi!” segera rambut Tiaseb dijambak seketika.

“Grandma maksudku kakak paling cantik, imut, menggemeskan, pintar tadi itu hanya keseleo bicara” Tiaseb berusaha memberi alasan.

“Makanya jangan cari masalah” ledek salah seorang pria lansia.

“Kakak, jambak saja terus rambutnya biar merasakan sakit luar biasa” teriak penghuni lainnya.

“Ayo kita taruhan, apa dia bisa bertahan melawan amukan kakak paling tercantik” satu sama lain berbicara.

“Ayo, siapa takut” jawaban dari suara berbeda. Terjadilah aksi teriak di sekitar asrama panti jompo hingga menciptakan kerusuhan. Beruntung saja, bantuan segera datang ketika Hibab Pastin menampakkan dirinya di tengah mereka. Perjuangan luar biasa untuk melerai membuat mahasiswa itu kewalahan.

“Zia, segera kirim bantuan lagi ada perang nuklir di asrama panti jompo” teriak Hibab pertama kali terlihat panic melalui saluran handphone pemberian kampus.

Kejadian selanjutnya adalah Zia berhasil menyelesaikan perkara dengan memberi sebungkus gulali terhadap sang grandma. “Kenapa bantuanmu lama sekali datangnya?” rasa marah Tiaseb berusaha menahan sakit akibat jambakan tadi.

“Perang nuklir tingkat dewa, sangat mengenaskan” dua bola mata Hibab tidak berkedip sama sekali membayangkan kejadian barusan.

“Grandma mungkin lagi mengalami masa puber paling dramatis makanya jangan macam-macam” tawa Mekn tidak tertahankan…


Bagian 11…

 

Mekn…


Perkenalkan namaku Mekn berasal dari keluarga biasa saja. Menjadi manusia kaya tidak, tetapi berada di posisi termiskin juga tidak artinya sedang-sedang saja. Akhirnya liburan semester akhir tahun berada di pihakku tahun ini. Menjadi mahasiswa di sekolah pejabat terkesan mencekam buatku ketika menyadari banyak kegiatan-kegiatan aneh di dalam.

“Bersihkan kotoran-kotoran ternak di sana secepat mungkin, jangan seperti manusia tidak makan tiga hari tiga malam gitu!” teriak seseorang terhadapku.

“Jangan sampai bebek-bebek itu lari menghilang, ayo kejar!” bulan berikutnya makian seperti biasa ketika menjadi sosok peternak bebek.

Pekerjaan pemulung pun harus dilakoni oleh banyak mahasiswa termasuk diriku. “Bubur kacang ijo paling terenak, silahkan dibeli” berteriak sekeras mungkin sekitar putaran sekolah sewaktu mendapat jadwal berjualan dari sekolah ke sekolah ataupun rumah penduduk. Mahasiswa diberi kebebasan, andaikan menolak keras aturan kampus, yah silahkan keluar dan tidak ada paksaan untuk tetap bertahan.

Pihak kampus tidak pernah memungut biaya sepersenpun, tetapi sistem pembayaran harus memakai hasil keringat mahasiswa sendiri bukan milik orang tua atau siapapun. Tidak ada yang salah dari aturan tersebut karena memang tuntutan kualitas terhadap pejabat-pejabat masa depan mengharuskan objek tersebut. Belajar dari situasi pemerintah sebelumnya selalu saja bermain seenaknya ataupun mengubah aturan-aturan bahkan tidak pernah menghargai hukum alias berkuasa di atas penderitaan banyak rakyat.

“Akhirnya liburan tiba” berteriak penuh semangat.

Membawa sebuah ransel meninggalkan kampus selama dua minggu menyatakan kebahagiaan tiada taranya. “Apa saya boleh numpang libur di rumahmu?” pertanyaan apaan ini. Bagaimana bisa sosok manusia dingin ingin terlihat akrab denganku. Btw, sejak kapan saya bersahabat bersama tiga manusia aneh di sekitarku?

“Terserah” bahasa cuek terhadapnya.

“Tiaseb anak mommy and daddy kenapa jadi mutung ga karuan begini?” sepasang suami istri berteriak histeris depan pintu pagar kampus.

“Kan memang mommy and daddy suka kalau kulit anak tunggal kalian jadi hangus tidak karuan di kampus makanya sengaja ngejebak” Tiaseb teman sekamarku memasang wajah asam. Kampus tidak pernah mengizinkan orang tua menjemput anak sendiri dengan alasan terlalu memanjakan apapun keinginan mereka. Mahasiswa dilatih agar tidak menjadi manusia lebay tingkat dewa. Uang pulang kampung saja dilarang keras meminta orang tua mengirim sepersenpun. Gaji perbulan dipotong buat tabungan pulang kampung sesuai jadwal bergilir. Pendapatan yang diberikan buat mahasiswa hanya tersisa 3% dari 100% itupun buat beli perlengkapan mandi seadanya.

Satu-satunya orang tua mahasiswa paling nekat datang secara langsung menjemput anaknya adalah mereka berdua. Andaikan ketahuan bisa saja Tiaseb mendapat surat peringatan di level parah. Hebat juga penyamaran mereka berdua sampai-sampai ga ketahuan oleh dosen-dosen sekitar. Tanpa ragu memperlihatkan identitas di hadapan kami? Sakit atau gimana sih?

Rumpun keluarga ternarsis di muka bumi. “Mommy akan mengerahkan seluruh penghuni salon buat ngembaliin warna kulit putih mulus princes kesayanganku” raut wajah paling narsis.

“Kalian mau pulang biar kami antar sekalian” tiba-tiba saja daddy Tiaseb menawarkan diri…

“Dengan senang hati” lebih kacau lagi tanpa rasa malu Zia menyetujui tawaran mereka.

“Rumahku bukan di kota tapi di ujung kampung paling jauh” jawabku.

“Maksudnya ujung pukul ujung” Hibab.

“Tidak masalah, kan kami membawa pesawat jet pribadi biar lebih cepat” mommy Tiaseb.

“Liburan kalian Cuma dua minggu artinya Cuma buang kentut doang di rumah lantas pergi lagi makanya daddy sengaja menjemput” daddy Tiaseb bercerita.

“Kalau ketahuan kampus berarti hancurlah anak kesayangan mommy and daddy” gerutu Tiaseb.

“Anak daddy calon presiden masa depan ternyata betah berada di kampus” daddy Tiaseb bertingkah aneh sambil mencubit wajah anaknya.

“Cepat tinggalkan tempat ini, ntar ketahuan” Zia berbisik.

Sebuah bis ukuran mini berhenti di depan kami setelah sukses berada jauh dari area kampus. Pertama kali menghiruk alam bebas tanpa perintah menakutkan dari manusia-manusia berkuasa sekitar kampus. Bayangkan rumahku berada di kampung paling jauh, lantas diberi tiket kapal laut bukan pesawat? Seluruh mahasiswa hanya bisa naik kapal kelas ekonomi yang paling murah meriah. “Bagaimana kalau kampus menyadari tiket pemberian mereka hangus tanpa ada penghuni 4 mahasiswa?” Tiaseb mulai ketakutan.

“Alasan saja kita ketinggalan kapal karena harus naik bus lagi beberapa jam menuju pelabuhan” Zia penuh semangat memberi ide cemerlang.

“Calon menantu idaman” celoteh mommy and daddy ternarsis.

“Coba ulang kata-kata tadi tante mommy” ujar Zia.

“Ga ada siaran ulang” celetuk orang tua narsis kembali.

“Tetap saja dosen bakalan sadar apa lagi mister Harok pasti pekah” Tiaseb terdengar kesal.

“Jauh-jauh hari daddy sudah mempersiapkan semuanya, jadi, ga usah khawatir” daddy ternarsis penuh semangat berujar. Mereka menyuruh beberapa anak buahnya untuk melakukan penyamaran sebagai penumpang dari kapal tersebut. Orang kaya memang bisa melakukan apa saja yah…

“Manusia dingin rumahmu dimana?” Tiaseb.

“Rumah Mekn karena kami sebenarnya sepupu yang baru ketemu” Hibab.

“Sepupu dari hongkong” berusaha ingin membantah tapi keburu kakiku diinjak.

“Satu kulit coklat, lantas yang situ kulit hitam lah sepupu dimana coba?” Zia.

“Wajarlah coklat hitam, jadi kau lagi tidak menyadari warna kulitmu sekarang gimana” Hibab.

“Apa saya perlu ambil cermin” Hibab kembali berkata-kata lagi. Perlu saya tekankan disini kalau kami semua sama rata yaitu coklat kehitaman akibat sengat menjadi petani dan teman-temannya di belakang.

Di akhir cerita, sampailah sosok Mekn ke kampung halaman bersama manusia dingin setelah mengantar Zia terlebih dahulu. Orang kaya paling baik memang, sedang di kampung saja baru punya mobil pribadi selalu saja klakson dari belakang ketika berada di jalan raya seolah ingin pamer. Beruntung benar Zia andaikan sukses menjadi menantu mereka suatu hari kelak. “Bakalan terjadi cinta segitiga dramatis kalau lihat-lihat jalan ceritanya” menatap manusia dingin sambil berjalan menuju sebuah pagar rumah.

“Apa lihat-lihat?” Hibab tiba-tiba saja risih…

“Ga ada” jawabku.

“Ayah, bunda, kakak, adek dimana kalian” berteriak sekeras mungkin setelah membuka pintu pagar rumah.

“Adek pertama, adek kedua, adek ketiga dimana kalian bersembunyi” berteriak lagi.

“Memangnya adikmu ada berapa? Kau bersaudara berapa orang?” Hibab terkejut…

“Lima bersaudara, understand?” menjawab Hibab. Sebelum menikah ayah bunda sudah bermufakat hanya memiliki dua anak saja dan itu cukup ga perlu ditambahkan segala. Artinya saya ini sebenarnya anak bungsu mereka hanya saja sesuatu bercerita lain. Bunda kebobolan ketika saya berada di bangku sekolah menengah kelas sebelas.

“Kakak paling paling manis sedunia” Manis nama adik pertamaku berteriak…

“Kakak paling paling cute” Imut nama adik keduaku berlari memelukku…

“Kakak paling paling pahit sedunia datang” Cantik nama adik ketiga berjalan judes…

“Adikmu kenapa wajahnya semua mirip?” Hibab makin terkejut.

“Mereka bertiga kan memang kembar, jadi, wajarlah” menjawab balik secara judes.

“Kenalkan tiga adik kembarku” berusaha membuat manusia-manusia centil berdiri rapi.

“Langsung sebut nama mereka saja” Hibab.

“Manis, Imut, Cantik” menjawab Hibab.

“Yang serius dong” Hibab.

“Langsung Tanya ma mereka saja” cetusku mendorong tubuh Hibab.

“Apaan sih” Hibab.

“Sapa mereka bertiga dong kalau memang ingin Tanya nama”…

“Adik kecil nama kalian siapa?” pertama kalinya saya mendengar suara manis Hibab. Kerasukan? Lagi sakit? Atau gimana? Kenapa sikap manusia itu benar-benar berubah seketika di hadapan kembar.

“Manis, Imut, Cantik” jawaban kembar secara serentak.

“Kakak ga ngerti” Hibab.

“Manis Imut Cantik” kembali jawaban serentak mereka.

“Itu nama mereka dan ga usah bertanya lagi!” berkata-kata sambil menggendong tiga adik kembarku.

“Mekn pulang” teriak ayah segera memeluk bahkan mencium wajahku.

“Anak bunda salah salah salah maksudnya calon menteri negaranya bunda sudah balik” bunda ikut mencium wajahku.

Btw, orang tua Tiaseb dan orang tuaku sebelas dua belas sama-sama narsis. “Kenapa kulitmu jadi makin mutung begini?” kakakku paling menyebalkan tiba juga di rumah.

“Siapa dia?” bahasa judesnya terlihat.

“Kenalkan ayah, bunda, ma kakakku” mengangkat bicara. Hibab pasti akan lebih terkejut mendengar nama kakakku nantinya. Persiapkan mental baja sebaik mungkin…

“Kenalkan namaku Zia” ucapan kakak memperlihatkan wajah asam.

“Memangnya ga ada nama lain? Nama pasaran kiri kanan semua bernama Zia” bisik Hibab ke gendang telingaku.

“Saya juga tidak tahu kenapa bisa ingatan ayah bunda hanya ada nama Zia sewaktu anak pertama mereka lahir” berbicara pelan terhadapnya.

“Kalian mengejek saya yah?” kakak memang terkenal galak.

“Berhenti berkata-kata biarkan mereka berdua istirahat dulu” tegur bunda.

“Zia bantu bunda di dapur atau jaga tiga adik kembarmu” tegur ayah.

“Ayah menyebalkan” gerutu Zia.

Makan malam pun akhirnya disajikan setelah menunggu dua jam yang lalu. Perutku harus menahan bunyi ga karuan hanya demi menikmati masakan bunda. Hibab benar-benar terlihat kelelahan sampai tidur pulas begini. Untung saja si’kembar masuk ke kamar buat kegaduhan hingga membangunkan dirinya seketika. “Hibab makan banyak anggap rumah sendiri” kalimat ayah.

“Paha ayam special buatmu, jadi makan yang banyak” ka’Zia menyodorkan ke piring Hibab.

“Sup jamur bagus buat tubuh loh” tegur bunda.

“Manis Imut Cantik lahap benner makannya?” menggoda tiga adik kembarku.

“Kan kakak ganteng ada di samping lagi makan” jawaban serentak mereka. Tuhan, sejak kapan tiga kurcaci berubah jadi genit begini? Umur juga baru berapa? Gimana cerita?

“Hahahahahaha” seketika Hibab tertawa keras karena kelakuan tiga kurcaci.

“Maaf” pertama kalinya manusia dingin berkata maaf…

Dia makan apa? Sejak kapan? Semua ikut tertawa melihat manusia dingin. Hibab banyak menghabiskan waktu bersama 3 kurcaci. Ayah bunda tidak pernah absen membawa sesuatu buatnya dari pasar. Kakak judesku ikut-ikutan seperti mereka memberi aneka jenis kue dari tempat kerjanya. “Adik pertama kedua ketiga” Hibab pertama kali menyebut kalimat tersebut sambil tertawa.

“Ada ice cream buat kalian bertiga” segera membuka kantongan…

“Wow enak” teriak tiga kurcaci secara serentak.



Bagian 12…

 

Hibab Pastin…


Apa saya salah andaikan memiliki perasaan iri terhadap Tiaseb juga Mekn. Keluarga hangat? Andai saja keluargaku seperti mereka, tentu hidupku jauh berbeda. Sampai detik sekarang orang tuaku tidak pernah ingin tahu letak keberadaan anak sendiri. Masing-masing sibuk bersama keluarga barunya. Mereka berdua hanya tahu kalau saya masih hidup di jalan tanpa identitas maupun masa depan. Merasakan kehangatan pertama kali ketika orang tua Tiaseb tersenyum ke arahku.

Tawa ayah bunda Mekn seakan menghancurkan sesuatu sekitar sudut ruang hidup. Tiga gadis kecil berlari kian kemari menciptakan kebahagiaan tersendiri. Sifat judes sang kakak menjelaskan hal menarik yang mungkin beda saja dari persimpangan di luar sana. “Manis Imut Cantik ingin bermain” gadis-gadis kecil berlarian masuk dalam dekapanku.

“Jam berapa sekarang?” tersadar…

“Tujuh pagi” gadis-gadis kecil menjawab serentak. Kenapa tidurku nyenyak begini sampai lupa waktu? Biasanya juga kalau di kampus selalu bangun lebih cepat dibanding mahasiswa lain. Kemana manusia tengil itu?

“Manis Imut Cantik ingin digendong ma kakak” si’kembar menggoncang tubuhku.

“Ayo ayo ayo, sini biar kakak gendong” kalimatku menghentikan aksi mereka.

“Berat amat, makan apaan sih?” menggoda mereka.

Suasana liburan di rumah mereka mengubah benteng pertahanan hidup seketika. Variasi jalan bersama cerita-cerita music kehidupan sepertinya sedang tersenyum misterius. Petikan demi petikan gitar di alur peran dalam sebuah harmony sekali lagi ingin mendekap tanpa sadar dibalik tumpukan puzzle. “Kau pikir saya bodoh tidak menyadari letak keberadaan kalian” sebuah pesan tiba-tiba saja masuk.

“Mister Harok” melihat nama si’pengirim.

“Untung saja kalian berempat memiliki potensi, jadi, setidaknya saya masih mempertimbangkan buat mengadu ke pusat tentang kelakuan bejat kalian” mr. Harok. Mata mister Harok memang sangat jeli hingga menyadari penipuan berkelas mahasiswanya sendiri. Seharusnya kami pulang kampung memakai jalanan laut bukan udara, sedangkan orang tua Tiaseb memanipulasi situasi.

“Mister memang ga pernah ingin melihat kebahagiaan kami” membalas pesannya.

“Tunggu saja kalau balik kampus habis kalian berempat” pesan mr. Harok.

Saya tidak lagi memperdulikan nada ancaman manusia semacam dirinya. Pusing amat. Masalah sanksi biar saja bercerita lain esok hari. “Kakak Zia pulang” si’kembar menyadari kehadiran seseorang di rumah.

“Belum tentu ka’Zia” kalimatku.

“Sudah pasti kakak Zia” ucapan mereka selalu bersamaan seperti sudah janjian saja.

Ternyata dugaan gadis kembar nyata adanya tentang sosok depan pintu rumah. “Zia pulang” wajahnya kurang bersemangat seakan memiliki masalah besar. Dia terlihat diam seribu bahasa, sedang Mekn sendiri tidak ambil pusing keadaan kakaknya. Raut wajah tersebut menggambarkan rasa marah terhadap sesuatu dan lain hal…

“Apa kakak punya masalah?” pertanyaan pertama langsung  ke inti dialog.

“Masalahku kelewat parah sampai-sampai kepalaku mau meledak” ka’Zia.

Entah kenapa saya ingin menjadi pendengar masalahnya. Kehangatan keluarga ini membuatku menjadi seperti bagian terpenting di dalam. “Makanlah” memberikan sesuatu.

“Makanan sisa cemilan adik pertama kedua ketiga” sedikit bergurau.

“Saya pikir kau special memberi ternyata barang sisa, sangat sakit” ka’Zia.

“Masalah kakak?” langsung ke inti.

“Pemaksaan” ka’Zia.

“Terserah” menjawab.

“Tulisanku dicuri orang-orang gila di ibukota” ka’Zia.

Saya pikir kakaknya Mekn hanya seorang karyawan biasa di sebuah toko kecil, ternyata cerita lain sedang berkata-kata disini. “Mereka tidak pernah tahu kehidupanku mengalami keadaan seperti apa, lantas dengan begitu serakah dan gampangnya mencuri tulisan orang semau gue, hebat sekali kalian” ka’Zia. Hal lebih kacau lagi adalah bukan sekali saja terjadi pencurian melainkan lebih dari itu. Artis-artis yang bermain di dalam berpura-pura bodoh untuk tidak menyadari hal tersebut. Mereka semua sengaja bekerja sama untuk memanipulasi public karena berpikir si’penulis asli hanya orang kampung lugu yang bisa dimanfaatkan ataupun dipermainkan.

“Saya kesulitan kerja, mengalami banyak masalah, sengaja dijebak oleh beberapa kelompok, lantas mereka seenaknya main mencuri begitu saja” ka’Zia.

“Bagaimana bisa?” pertanyaan pertama.

“Saya suka menulis dan mengangkat objek-objek tidak biasa dalam sebuah novel. Sengaja tidak mengirim ke rumah penerbitan maupun produksi perfilman karena kejadian yang saya alami tentu akan menjadi jebakan dan juga terlalu banyak permainan. Intinya mimpiku ingin tulisanku berada di rumah produksi perfilman terbesar di luar negeri dan tidak ada yang mustahil bagi Tuhan” ka’Zia.

“Lagian mereka di pusat kan memang memandang sebelah mata tulisanku. Dulu saja ditolak sekalipun memang kenyataannya berantakan sih, tapi lantas kenapa harus dicuri hai manusia-manusia serakah?” ka’Zia.

“Sadis juga”

“Di lain tempat ingin mencari jawaban sesuatu yang sedang saya alami bertahun-tahun sehingga sengaja menulis beberapa hal. Tentu banyak orang akan menertawakan kehidupanku, tetapi semaksimal mungkin saya berjuang menahan diri. Melakukan post tulisan melalui blogspot karena hobi menulis dan siatuasi yang sedang bergentayangan sekitar area jalanku sekarang” ka’Zia.

Penjelasan tentang sebuah kehidupan? Orang-orang di atas memiliki pendidikan, tetapi bertindak seakan tidak pernah mengenyam satu tata etika. Lebih kacau lagi adalah karena kehidupan mereka kaya raya, terkenal, memiliki relasi penulis banyak, lantas kenapa pergi mencuri di rumah orang miskin yang bahkan sudah terlalu banyak menderita? Apa kalian masih punya hati atau memang iblis sudah jauh lebih berkuasa dibanding apa pun?

“Mereka terlihat seperti malaikat tanpa dosa dalam wawancara maupun acting di film, pada hal munafik 7 keliling. Itu kan barang curian, pihak internasional juga tahu kalau itu tulisanku” ka’Zia.

“Internasional?”

“Jadi, ceritanya tulisanku itu sering mengangkat hal-hal tidak biasa berbeda saja, entah gimana cerita Tuhan membuatnya berjalan ke pihak internasional begitu saja, tapi setahap demi setahap sih sehingga menjadi pusat perhatian tanpa sadar” ka’Zia.

“Keluarga ka’Zia tahu?”

“Tidak ada satupun keluargaku yang tahu hal ini termasuk masalah tulisanku dibuat Tuhan berpetualang di internasional ataupun dicuri orang-orang serakah. Saya saja masih jadi karyawan kasar di kota kecil, lantas seenaknya…” ka’Zia.

“Kalau memang terkenal, kenapa?”

“Seperti yang saya katakan tadi, karena mengalami suatu keadaan tertentu yang sulit kuceritakan sehingga untuk sementara waktu Tuhan masih menahan pihak internasional datang ke depanku. Intinya, saya masih harus belajar menunggu waktu Tuhan apa lagi kasusku harus berurusan dengan objek-objek wah wah wah suatu hari kelak” ka’Zia.

“Saya begadang habis-habisan hanya untuk sebuah tulisan, lantas kalian seenaknya mencuri semau gue? Ka’Zia.

“Sabar”…

 “Saya sedang bergumul tentang proses untuk tidak menjadi pembenci, terdengar polos sih memang, sepertinya mereka memang sengaja ingin menghancurkan masa depanku” ka’Zia.

“Apa kau bisa memberi maaf terhadap mereka ataukah seseorang yang memang selalu saja mencabik-cabik ruang dinding hidupmu tanpa pernah merasa bersalah sama sekali?” ka’Zia kembali melemparkan sebuah pertanyaan tiba-tiba…

Entah kenapa ingatan perlakuan orang tuaku seperti sedang berputar-putar memainkan tariannya di dalam sana. Selama ini ruang jalanku hanya berkisar tentang cerita rasa sakit berlebihan oleh satu objek kebencian itu sendiri. “Sepertinya saya butuh banyak dukungan doa para pendeta di luar sana biar rasa marah sekaligus kebencianku bisa memudar” ka’Zia.

“Kakak ini memang aneh” sedikit tertawa.

“Hidup dalam kebencian menjadi kunci iblis menghancurkan diri sendiri dan membuat masa depan hancur berkeping-keping tanpa ampun” ka’Zia.

“Artinya?”

“Artinya saya harus memberi maaf terhadap mereka untuk kesekian kalinya kalau masih ingin memiliki masa depan di hadapan Tuhan” Ka’Zia.

“Tapi kan Tuhan bilang, cerdiklah secerdik ular, tuluslah setulus merpati. Kasus disini bukan permasalahan benci membenci melainkan objek cerita lain tentang masalah pencurian” ka’Zia berujar lagi.

Tawaku meledak seketika sampai-sampai perutku kesakitan karena pernyataan barusan. Antara kata polos dan berhikmat menjadi dua perantara terhadap ungkapan pernyataan ka’Zia. Saya sendiri tidak bisa berkata-kata ataukah menjadi sosok manusia bijak oleh karena kaadaankupun sama seperti dirinya. Versi cerita kami saja yang berbeda. Pertanyaan sekarang adalah tentang diriku ketika berdiri di hadapan orang tua yang sama sekali tidak pernah menganggapku ada. Apa saya bisa memberi pintu maaf?

Andaikan papi mami berjalan ke arahku, apa yang akan kulakukan? Jalanku sekarang bercerita tentang sosok pembentuk dengan tuntutan si’pemberi kehangatan untuk menciptakan satu kualitas terhadap banyak bibit. Di lain tempat, gerbang amarah masih saja mempermainkan seolah ingin tertawa sejadi-jadinya. Saya ingin melakukan aksi balas dendam dan entahlah…

“Pagi Hibab, apa tidurmu nyenyak semalam?” sapa ka’Zia mengagetkan seketika.

“Ka’Zia ga kerja?” menatap ke arah jam dinding.

Tiga kurcaci kembar masih tertidur pulas di kamar akibat begadang semalaman karena permainan boneka-bonekaan hingga membuatku terlihat kacau. Mekn sendiri sama seperti kurcaci kembar alias tertidur pulas akibat nonton film kartun kesayangannya berjam-jam. Orang tua mereka sendiri sudah berada di luar rumah demi sesuap nasi. Sekarang menjadi pertanyaan adalah ka’Zia, kenapa masih bergentayangan di sini?

“Perut kakak mules tadi, jadi batal pergi kerja” ka’Zia.

“Emang bisa gitu yah?” tanyaku dengan mata tak berkedip.

“Ya bisalah” ka’Zia.

“Btw, kebetulan adikku yang satu ini, lagi menjadi mahasiswa elit” Ka’Zia berbicara…

“Rada mencurigakan”…

“Saya hanya butuh penilaianmu tentang alat ini” ka’Zia.

“Alat?” kening berkerut.

“Kemarilah!” ka’Zia membawaku masuk ke sebuah gudang rahasia dari rumah ini.

Sebuah alat scanner untuk menghitung barang-barang guna kepentingan banyak orang terlebih perusahaan-perusahaan di luar sana. Guna menghindari perhitungan salah terhadap barang-barang orderan, produksi, kesalahpahaman antara perusahaan ketika melakukan transaksi ataupun kerjasama, dan lain sebagainya menjadi bidang penting alat tersebut. Perhitungan barang bentuk manual akan menciptakan kesalahan tertentu terlebih ketika jumlahnya memakai sistem container.

Contohnya, perusahaan A di sebuah daerah C mendapat paket barang dalam jumlah banyak sesuai pesanan. Terkadang terjadi selisih antara data dan jumlah barang masuk alias secara fisik dengan berbagai alasan. Pihak perusahaan diwajibkan menempelkan scan barcode tiap kardus produksinya untuk memudahkan. Dalam alat ini juga akan secara langsung menghubungkan email pihak perusahaan bersangkutan setelah melakukan program khusus demi menghindari kesalapahaman. Tinggal bermain scanner tiap kardus maupun barangnya untuk menghitung jumlah yang masuk ketika masuk ke gudang perusahaan atau tempat tertentu.

“Alatnya seperti pengukur suhu tubuh ternyata” ujarku.

“Biar lebih memudahkan pekerjaan dan gampang di bawah kemana saja” ka’Zia.

Alat ini juga memakai kamera secara langsung menghubungkan email ataupun rekaman CCTV antara dua perusahaan yang bersangkutan demi menghindari kecurigaan ataupun permainan dari pihak manapun. Andaikan barang lebih atau kurang maka bukti kuat berada pada kamera CCTV juga email peruhaan. “Kenapa membuat alat semacam ini?” pancingku.

“Demi menghindari kesalahpahaman saja” ka’Zia

“What?”

“Lupakan” Ka’Zia.

Setelah membawaku ke sebuah ruang rahasia kecil miliknya, lantas sekaarang? “Sepertinya ka’Zia memiliki masalah lagi selain pencurian naskah” sedikit memancing dirinya setelah kami berada di sekitar kebun kecil belakang rumah.

“Entahlah” ka’Zia menarik nafas panjang.

“Apa masalah kakak lebih ganas dari pencurian naskah tulisan?” pertanyaanku.

“Sama ganasnya” ka’Zia tanpa sadar keceplosan lagi.

“Luapkan semua cerita kakak kalau memang itu bisa membuatmu terhibur” kalimatku.

“Terkadang saya capek menjalani kehidupan seperti yang kualami sekarang” ka’Zia.

“Kenapa bisa?”

“Secara fisik terlihat seolah semua baik-baik saja, namun ada begitu banyak beban meluap seakan-akan ingin memangsa apapun di sekitar jalanku” ka’Zia.

“Saya kurang…”

“Rasanya sakit sekali mendapat banyak ejekan, tertolak, ingin bercerita sesuatu tetapi bisa saja menjadi bahan tertawaan, dan lain sebagainya” ka’Zia.

“Apa lebih sakit dibanding kekurangan kehangatan keluarga?”

“Sebelas dua belas” ka’Zia.

“Lebih menyedihkan?”

“Andai saja kau menjadi saya lantas merasakan banyak objek mengenaskan” ka’Zia.

“Menjadi seperti kakak?”

“Terkucilkan, nangis darah melamar kerja, hampir banyak orang seenaknya menyimpulkan kesimpulan tentangmu tanpa pernah tahu apapun itu, diejek tidak laku, perawan tua, dan semua hal jelek dari ujung rambut hingga ujung kaki” ka;Zia.

Apa seganas itu kehidupannya? “Terkadang saya ingin menjelaskan sesuatu hal terhadap keluargaku tentang apa yang sedang kujalani, tetapi andaikan itu tidak benar-benar ada tentunya rumah sakit jiwa sedang menanti di depan mata” ka’Zia.

“Saya kesulitan bercerita tentang banyak hal yang sedang bermain-main terhadap kehidupanku sendiri” ka’Zia.

“Sesuatu hal?”

“Saya sedang menjalani sebuah kehidupan aneh dan tidak ada seorangpun mengalami hal seperti yang sedang kualami. Dijelaskan pun kau belum tentu mengerti” ka’Zia.

“Menjalani…”

“Di lain tempat saya harus diejek gadis tua karena tidak laku” ka’Zia.

“Macam lelucon saja”

“Ini kenyataan, sadar tidak, mencoba berdiri di depan cowok saja saya tidak pernah tahu rasanya gimana karena semua objek-objek aneh itu” ka’Zia.

“Lantas berdiri depan saya kok bisa?”

“Tergantung, kan Hibab itu seperti apa yah jadi biasa saja”.

 “Terdengar lucu”

“Apa semua jalanku tertutup untuk menggapai apa yang kuinginkan? Menikah seperti gadis lain, berada di sebuah negara besar menjadi seorang penulis terkenal, melanjutkan kuliah, dan lain sebagainya…” ka’Zia.

“Kenapa saya harus bertahan di sebuah negara yang sebenarnya memandang sebelah mata apapun dalam diriku, menolak, mengejek, seolah-olah kehidupanku harus mengemis 7 keliling pada hal mereka yang butuh?” ka’Zia meluapkan amarahnya tanpa sadar.

Memendam banyak hal seorang diri terdengar menyedihkan. Meluapkan sesuatu hal pun juga terkesan menyedihkan bahkan belum tentu juga orang di sekitar dapat mengerti beban yang harus dipikul. “Hal terbodoh lagi adalah menulis sebuah cerita tentang jalur-jalur pemulihan, sedang mereka semua hanya akan menertawakan banyak hal tentangku ataukah memandang rendah segala sesuatu…” ka’Zia.

“Menulis…”

“Kalau bukan karena saya menjalani sesuatu hal, leherku diinjak-injak tujuh keliling juga ga bakalan mau menjelaskan atau ingin berdiri untuk memberi sebuah pertolongan. Dalam otakku sebenarnya hanya bercerita tentang ingin pindah warga negara dan tinggal di sebuah tempat yang mau menerima kehidupanku tanpa jual mahal ataukah memandang rendah banyak hal…” ka’Zia.

Jujur, saya tidak mengerti arah pembicaraan ka’Zia kemana. Apa pun itu Tuhan tahu tentang beban dalam dirinya. Tidak menjadi masalah meluapkan emosional seperti yang dilakukan sekarang sekalipun akan terjadi pro kontra andaikan maksud pernyataan mulai dipahami oleh banyak objek. Saya bukan satu-satunya manusia dengan jalan berada di sebuah cerita meyedihkan ternyata…

Tidak terasa masa liburan kampus berakhir. Akhir cerita adalah kehidupan harus kembali ke tempat yang penuh penderitaan tanpa ampun. Beruntung saja pesawat pribadi milik Tiaseb menjemput kami berdua. Masalah ketahuan tidak mematuhi peraturan kampus tentang tiket kapal pulang pergi dan lain sebagainya urusan belakangan.

“Jaga kesehatan selama berada di kampus yah” orang tua Mekn mendekapku hangat.

Apa orang tuaku masih mengingat wajahku? Mekn benar-benar beruntung memiliki keluarga utuh tanpa pernah berpikir tentang kehidupan menyedihkan. “Anggap saja ayahmu lagi mendekap hangat tubuhmu” ayah Mekn berkata-kata hangat seolah menyadari sesuatu dalam diriku.

“Buat kakak” si’kembar berlari masuk dalam pelukanku menyerahkan bungkusan kecil.

“Apa saya boleh menelponmu kalau lagi pengen curhat gitu?” ka’Zia berceloteh.

“Tentu saja” jawaban spontan buatnya.

“Kalian kenapa lebih memperhatikan dirinya dibanding diriku sendiri?” protes Mekn.

Hal selanjutnya adalah kami semua tertawa seketika. Hukuman sanksi akhirnya diberikan terhadap empat mahasiswa karena melanggar aturan. Mendapat jadwal pekerjaan lebih berat dibanding mahasiswa lain itulah yang sedang terjadi. Singkat cerita, rutinitas kampus kembali berjalan seperti biasa…


Bagian 13…

 

2 Tahun kemudian…


Sekolah pejabat akhirnya sukses meluluskan mahasiswa angkatan pertama. Target pemerintah adalah sistem perkuliahan untuk kapasitas S1 minimal 3 tahun saja dan tidak lebih dari batas tersebut. Dua tahun akan digunakan oleh mereka dengan peran sebagai kepala desa di sebuah pedesaan terpencil untuk memulai sebuah petualangan. Belajar memulai sesuatu objek terkecil terlebih dahulu, setelahnya jalan cerita tersendiri menuju alur pejabat politik akan berkata lain suatu hari kelak. Ijasah akan tertahan hingga area pedesaan tempat mengabdi memperlihatkan bukti kualitas mereka dalam kurun waktu singkat.

Mendapat pembekalan beberapa bulan sebelum menjalani tugas masing-masing. Sama seperti penyusunan skripsi yaitu mahasiswa juga memiliki dosen pembimbing tentang program maupun sistem yang akan diterapkan setelah melakukan presentasi depan presiden maupun beberapa pejabat. “4 manusia tengil itu biar saya yang tangani, berikan mereka buatku” Harok meminta kebijaksanaan dari sang rector maupun presiden pemimpin negara.

“Terserah” nada acuh tak acuh sang presdir…

Harok mempersiapkan banyak buku, denah, kertas, dan masih banyak lagi bahan-bahan penting. “Pelajari struktur daerah tempat kalian akan memulai petualangan!” melemparkan banyak buku di atas meja ruang perpustakaan kampus.

“Kenapa kami berempat dibawah bimbingan anda?” Hibab memulai pembicaraan.

“Mungkin semesta memang sengaja mengeluarkan nama kalian waktu lagi main cabut-mencabut nama mahasiswa” Harok.

“Semesta ataukah memang kesengajaan?” cetus Zia.

“Kenapa? Ga suka? Keluar sana!” Harok.

“Sudah dibilang semesta lah kalian masih ngotot” Tiaseb.

“Kalau saya sih terserah” Mekn.

“Btw, sang semesta ingin kalian mempelajari titik kelemahan karakter daerah terpencil yang akan ditempati, ngerti?” Harok.

Tetap melakukan pekerjaan seperti biasa, kemudian sekitar jam 08.00-16.00 terus berada di kampus untuk mencari tahu banyak kasus dan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi sekitar area tempat penugasan nanti. “Penjelasanmu kacau parah” Harok tidak segan-segan membuat tanda silang besar terhadap lembaran laporan milik Hibab.

“Sangat bertele-tele” merobek-robek kertas Zia tanpa ampun.

“Baru kalimat pertama hancur begini” membakar laporan Mekn.

“Bagaimana kau akan mempertanggung jawabkan banyak hal” meremas-remas kertas millik Tiaseb seolah ingin memakan hidup-hidup.

“Hampir sebagian besar pejabat-pejabat di atas maupun daerah akan menghancurkan kalian bahkan mencari detail kesalahan untuk menghalangi perjalanan menuju panggung politik pemerintahan”  sekali lagi Harok memberi penjelasan.

Harok terus saja merobek lembaran kertas mereka. “Jangan selalu bermain banyak program karena semua itu akan lebih menjebak sekaligus mempermainkan kalian” Harok.

“Pelajari pondasi inti wilayah tersebut karena masing-masing tempat memiliki sisi lemah sedang maupun terlalu berat, entah karena karakter maupun masalah pendidikan, tergantung” Harok memulai berbicara kembali.

Empat mahasiswa tersebut masih dalam tahap pergumulan mempelajari area tempat penugasan. Tidak semudah yang dibayangkan hanya dengan menciptakan beberapa program kerja dan segala sesuatu selesai. Sama seperti penyusunan skripsi harus mendapat banyak coretan ataupun penolakan demi penolakan dari dosen pembimbing. Mahasiswa pun dituntut bertahan ataupun bersikap bijak ketika sang dosen bahkan presiden menyerang penyusunan kerja mereka.

Sidang pertanggung jawaban serta penjelasan secara mendetail masalah kelemahan, sistem, kelebihan, pikiran-pikiran penting, jenis pendapatan suatu daerah ataupun perbandingan harus bermentalkan baja. Setelah acara kelulusan, seluruh mahasiswa diwajibkan memulai segala sesuatu dari perkara terkecil seperti menjadi seorang kepala desa sesuai kontrak kerja. Mereka akan kembali ke kampus guna mempertanggung jawabkan laporan kerja tiap semester serta melakukan kembali presentasi program sisstem baru selain yang sudah berjalan andaikan dikatakan sukses.

“Daerah yang akan kau tempati memiliki permasalahan penerimaan dengan kesulitan cukup parah terlebih dalam bidang karakter, pendidikan, kemampuan analisa” Harok masih saja terus mencoret lembar kertas milik Hibab.

“Kau tidak bisa hanya sekedar memakai ijasah sekolahmu untuk menyelesaikan kasus semacam ini. Ada benteng paling sadis sedang menutup area disini berarti kata bijak bersama masalah kecerdikan pun menjadi tokoh utama untuk menghancurkan objek tersebut terlebih dahulu” Harok menatap tajam…

“Bagaimana denganku mister? Mekn terlihat lemas menyerahkan hasil pikirannya…

“Hampir sebagian besar masyarakat disini tidak mengenal dunia luar sehingga mengalami kasus-kasus tertentu. Mudah terpancing, fanatic tidak sesuai tempat, serta sistem pendidikan menjadi penyakit utama yang harus bisa memainkan ataupun menciptakan alur tersendiri untuk menghancurkan benteng tersebut” Harok masih merobek-robek kertas milik Mekn.

“Lebih ganas dari susunan skripsi, menyebalkan” gerutu Mekn.

“Coba ulangi” Harok.

“Maksudku mister kelewat ganteng” Mekn.

“Hibab ahli masalah pendidikan, jadi, minta bantuannya saja” Harok.

“Saya saja tidak ada satupun dapat ACC lantas sekarang mau bantu orang lain?” Hibab.

“Hello Hibab Pastin, apa kau sadar Mekn ahli untuk hal-hal bersifat arsitek, penyusunan sistem berbeda yang tidak mungkin dimiliki orang lain, masalah parawisata, bahkan bidang-bidang tersulit seputaran area terpenting berarti dirimu lebih membutuhkan dibanding dirinya” Harok.

“Makanya jangan terlalu pasang wibawa, jual mahal, merasa paling berpengalaman dan jenius kalau masih butuh bantuan” sindir Zia.

“Entar menyesal karena nasi sudah keburu jadi bubur” Tiaseb sedikit menambahkan bumbu.

“Dasar manusia reseh” Hibab.

“Punya wibawa boleh, tapi jangan terlalu jadi manusia paling doyan pasang wibawa sampai-sampai kesannya gimana yah” Zia.

“Hibab itu Cuma bercita-cita ingin jadi manusia dingin bukan manusia kelewat pasang wibawa keles” Tiaseb.

“Berwibawa dan pasang wibawa memiliki perbedaan makna, sadar ga?” Zia.

“Hentikan ocehan kalian, silahkan bubarkan barisan” Harok segera berdiri meninggalkan mereka di ruang persahabatan.

Pertarungan babak baru akan segera dimulai bersama variasi hiasan bumbu tak biasa sebagai objek pembatas ketika berjalan ataukah berlari. Akhirnya program mereka berempat diyatakan lulus setelah beberapa bulan bolak balik menghadap sang dosen pembimbing. Tinggal melakukan sedikit perbaikan terhadap objek-objek tertentu dari lembaran kertas putih tersebut. Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk menjalani masa jabatan sebagai seorang kepala desa. Beberapa desa tidak akan melakukan pemilihan umum dikarenakan program kerja berasal dari pemerintah pusat. Lulusan mahasiswa sekolah pejabat akan memulai petualangan sekitar area disini dan tidak dikatakan langsung menjadi kandidat calon bupati, walikota, gubernur, anggota dewan, terlebih bidang-bidang kementrian.

“Sidang program kerja kalian akan dimulai seminggu lagi, jadi, persiapkan mental untuk berdiri di hadapan banyak pejabat penting termasuk presiden” Harok…

“Akhirnya dapat tanda tangan juga setelah sekian dekade” sindir Mekn.

“Kenapa tidak sekalian kiamat dunia baru tanda tangan ACC mister?” Hibab.

“Kepalaku tiap malam sakit gara-gara penolakan anda” Zia.

“Lebih ganas dari mister Hami” Hibab.

“Lebih dari kata sadis” Mekn.

“Hentikan ocehan kalian! Ingat presentasi akan dilakukan seminggu lagi, hati-hati!” Harok. Bidang merekapun harus dimainkan sekitar tempat penugasan bersama perpaduan area-area lain. Sepanjang hari kehidupan para mahasiswa tersebut hanya seputar objek-objek perencanaan dua tahun ke depan.

“Ka’Zia titip salam buatmu” tegur Mekn terhadap Hibab di bawah pohon rindang.

“Lantas bilang apa lagi?” Hibab.

“Jangan katakan kau naksir ma kakakku?” Mekn.

“Lantas masalah?” Hibab.

“Sepertinya perang-perangan lagi terjadi di sini” tiba-tiba saja Zia teman mereka menghampiri. Kejadian selanjutnya adalah mereka bertiga menghabiskan waktu menikmati kesejukan angin di bawah pohon tersebut. Semua akan berubah setelah perpisahan antara satu sama lain untuk memulai sebuah petualangan.

 

Bagian 14…

 

Mekn…


Sepertinya mentalku sedang melakukan pembentukan oleh karena situasi-situasi sekarang. Tidak pernah membayangkan sebelumnya akan berada pada satu titik bahkan jauh dari pemikiranku. Apa yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah di dengar telinga, tidak pernah timbul dalam hati semua diberikan buatku oleh Tuhan. Sejauh ini prosesnya memang betul-betul menyakitkan terlalu sakit andaikan kembali ke masa lalu. Mereka semua hanya belum tahu saja kehidupanku. Lupakan…

“Satu daerah bersama sudut cerita unik sekalipun dikatakan memiliki beberapa tingkatan kesulitan dari bidang-bidang tertentu” memulai presentase dalam sebuah gedung di hadapan dosen, gubernur, bupati, beberapa menteri, termasuk presiden baik secara online maupun langsung.

“Hal pertama yang akan menjadi program kerjaku pada semester awal, menciptakan perpaduan bidang-bidang tertentu di antara peranan sistem sederhana sebagai alat adaptasi” berbicara kembali. Tidak mudah memulai sebuah petualangan kerja sekalipun area tersebut berada di sekitar kategori paling terkecil. Masing-masing kami ditargetkan mengembangkan terlebih dahulu satu pedesaan terkecil untuk menjalani sesuatu yang dikatakan paling terkuat ketika jalan telah berlari sejauh mungkin satu hari kelak.

Menjelaskan rincian program kerja secara detail di hadapan mereka. Satu pedesaan terpencil dengan beberapa keistimewaan, tetapi juga memiliki banyak kekurangan-kekurangan tertentu. Mengubah pola pikir masyarakat tentang bidang pertanian sekalipun dikatakan area desa tersebut tidak berada dalam kategori tanah subur. Zaman sekarang untuk segala sesuatu semua bisa dilakukan, asalkan mengandalkan sang pencipta dan usaha. Membentuk pemikiran masyarakat tentang pertanian memang tidak mudah terlebih ketika area tersebut bersifat gersang tanpa kehidupan.

“Jangan asal memainkan program” ucapan sang presiden. Pertama kalinya saya melihat wajahnya walaupun hanya melalui siaran online semata. Entah dimana saya pernah melihat wajah sang presiden. Kehidupanku masa bodoh dengan wajah pemimpin negara sendiri alias tak pernah ingin mencari tahu identitas pejabat di atas. Bersikap tidak peduli terhadap pajangan foto sang presiden di tiap ruang kampus. Saya hanya ingin mencoba peruntungan sehingga mencoba mendaftarkan diri di kampus hasil program presiden terbaru.

“Saya benar-benar tidak menyukai pengajuan ataupun perencanaan dengan banyak program seolah-olah terlihat wow bersama perjuangan luar biasa” sang presiden menciptakan pernyataan kembali.

“Lebih baik program sedikit namun memberi hasil dan kualitas, dibandingkan perencanaan kiri kanan bahkan mulut terlalu banyak bicara, akan tetapi semuanya nol besar” ucapan presiden makin terdengar tajam.

“Jadi, program apa yang ingin diutamakan olehmu?” menteri pendidikan memberi pertanyaan.

“Program pendidikan dan pertanian menjadi bidang utama untuk pedesaan disini” menjawab tegas ucapan beliau.

“Alasannya?” salah seorang gubernur melemparkan pertanyaan.

“Pengenalan tentang dunia luar, peradaban terbaru, perpaduan pola pikir, perbaikan-perbaikan beberapa bidang, pembentukan karakter menjadi alasan utama program pendidikan merupakan hal terpenting di antara semuanya” mencoba menjelaskan…

“Pendidikan seperti apa? Jujur, saya tidak menyukai jenis pendidikan bersifat pasaran sekalipun dikatakan sekitar area pedesaan terpencil” sang presiden sekali lagi berbicara tajam.

“Buat dua bola mataku tak berkedip sama sekali tentang perencanaan program pendidikan yang ingin kau jelaskan! Saya ingin sesuatu yang berbeda karena tuntutan kualitas semakin menjadi bahan persaingan utama masing-masing negara” si’presiden mengungkapkan pernyataan tidak biasa…

Kenapa tidak mengutamakan dunia arsitek? Kenapa lebih memilih pendidikan? Entahlah, hanya Tuhan saja menyadari isi hatiku. “Memberi pelatihan khusus bagi tenaga pendidik terlebih dahulu melalui beberapa tahapan sehingga mereka dapat menghasilkan kualitas terhadap banyak generasi”…

  Para orang tua pun perlu mendapat pelatihan-pelatihan khusus demi sebuah kualitas anak-anak mereka ke depan. Ada banyak orang tua mengalami kesulitan ketika melakukan adaptasi terhadap dunia sang anak. Terkadang mempertahankan satu pemikiran terhadap pintu bersifat perubahan tidak semudah yang dibayangkan. Ada begitu banyak pintu penghalang di depan mata dengan jalur-jalur berbeda. Jebakan-jebakan pernyataan pejabat-pejabat tertentu menjadi salah satu contoh penghalang terkuat. Butuh strategi untuk perluasan penjabaran sehingga pemikiran tersebut akan tetap bertahan bahkan menjadi pemenang.

Pernyataan-pernyataanku ketika menjawab pertanyaan menciptakan pergulatan pendapat dalam ruang ini. Beberapa pejabat tentu menentang sistem program maupun penjelasan dariku dengan berbagai alasan. Setahuku, mereka hanya tidak ingin kursi ataupun kehidupan wah wah wah ketika masih menjadi pejabat bahkan setelah berstatus mantan pejabat terusik ke public. “Bagaimana masalah pertanian?” sang presiden melemparkan pertanyaan lain setelah saya sukses bertahan tentang penjabaran dunia pendidikan…

“Seperti diketahui bersama, menjadi petani di tanah subur merupakan sesuatu, namun sukses berperan sebagai petani di tanah gersang terdengar luar biasa” pernyataan pertama. Negara lain bisa menghasilkan walaupun dikatakan tanahnya sendiri bersifat tandus, lantas mengapa daerah sendiri tidak bisa? Lebih kacau lagi adalah masalah import hasil pertanian/perkebunan di negara, sedangkan sebagian besar penduduk melakukan peran sebagai petani.

“Secara kebetulan desa tempatku bertugas memiliki masalah tanah tidak menghasilkan dan pengetahuan pertanian jauh dari harapan, sedangkan di lain tempat tidak ada yang mengetahui hari esok seperti apa terhadap banyak hal terlebih permasalahan negara-negara luar dan bisa saling berhubungan satu sama lain” melanjutkan kembali…

“Lantas?” sang presiden.

“Saya ingin melakukan beberapa metode untuk menciptakan terobosan terbaru di sekitar area yang dikatakan gersang bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan, semua kembali terhadap usaha dan doa” menjabarkan lagi…

Negara ini memang subur, tetapi terdapat pula beberapa tempat tanpa hasil pertanian. Beberapa penyebab pertanian berada di ujung tanduk yaitu masalah permainan pemerintah tentang harga pupuk, pengetahuan pertanian berada di bawah standar sehingga tidak mendapat hasil maksimal, malas untuk mengetahui segala hal bersifat pertanian, memiliki area tanah dengan kategori tandus dan tidak subur. Keadaan dunia luar sedang tidak menentu dengan berbagai pergolakan, di lain tempat pusat hanya tahu permainan import begitu saja. Mengeluarkan pendapat pun sebagian besar masyarakat hanya akan menunjuk pada kata ‘over thinking’. Saranku, pelajari dunia luar baik-baik, kemudian simpulkan beberapa deretan peristiwa sekarang dan akan datang…

“Jalani apa yang menurutmu memang bisa kau lakukan” pernyataan sang presiden.

Saya hampir tidak percaya presentase dan program kerjaku semester awal mendapat ACC. Ini mimpi atau gimana? “Giliranmu” berbicara terhadap manusia super dingin setelah keluar dari pintu neraka.

“Manusia tenang sepertimu ternyata lebih gugup dibanding raut wajah Zia” menyindir…

“Diamlah!” Hibab Pastin sedikit menggertak.

“Berkatmu saya bisa menjawab sekaligus mempertahankan program kerjaku”…

“Manusia aneh” Hibab Pastin segera meninggalkan diriku.


Hibab Pastin…


Manusia itu benar-benar sukses di luar bayanganku. Kupikir dirinya biasa-biasa saja, ternyata dia memang manusia cerdik. Mister Harok sukses besar menjadi dosen pembimbing dibalik presentase serta sistem yang ingin diterapkan olehnya. “Hati-hati terhadap permainan kode tokoh-tokoh penting” mister Harok berbisik sesuatu terhadapku sebelum memasuki ruang…

“Beberapa pejabat sedang menyadari sesuatu dalam dirimu yang tentunya bisa membahayakan mereka kelak. Jadi, kau harus benar-benar cerdik” mister Harok masih memperdengarkan suaranya sekitar gendang pendengaranku.

Saya saja baru akan memulai kehidupan, lantas tiba-tiba saja sebuah pernyataan sedang berjalan di sekitarku demi sebuah hantaman. Ternyata dunia pejabat sedang mencari jejak-jejak tokoh-tokoh dalam kampus yang mungkin memiliki kelebihan untuk menghancurkan jalan tertentu. Mereka tidak tinggal diam begitu saja di tempat ketika menyadari pintu kehancuran sedang berada di depan mata. Perasaanku berkata kalau saya belum waktunya berada di atas karena beberapa kondisi. Semua lulusan masih harus menjalani petualangan dengan sebagai sosok kepala desa bersama terobosan terbaru. Sudah ketakutan duluan, pada hal hidupku masih saja menderita di sini…

Ada banyak tokoh-tokoh penting memanipulasi situasi maupun sistem  melalui kode-kode terhalus dari mereka antara satu sama lain. Hal semacam ini menjadi kasus terberat ketika seseorang yang dikatakan menjalani langkah lurus tanpa jurang tidak memahami makna kepekaan terhadap permainan kode tersebut. Tujuan utama pejabat-pejabat di atas adalah mencari jalan agar lulusan kami mau bekerja sama dan melakukan banyak penyimpangan. Partai politik memang terdengar kejam bahkan tidak semanis cerita indah seperti film percintaan.

Masing-masing mahasiswa melakukan presentasi depan beberapa kelompok pejabat berbeda-beda. Kebetulan saja Mekn mendapat tokoh-tokoh pejabat yang masih berada di jalan lurus, jauh berbeda denganku siap berhadapan dengan kelompok serigala berwajah malaikat. Kenapa saya bisa tahu? Jauh hari sebelumnya mister Harok menjelaskan kondisi presentasi kami masing-masing memiliki situasi dengan kesulitan bervariasi.

“Apa yang akan kau lakukan sebagai seorang tenaga pendidik ketika membaca situasi perang di luar sana?” sang presiden tiba-tiba saja melemparkan pertanyaan sebelum saya melakukan presentasi. Presiden Ketja memang benar-benar kakak penjual es yang masih diam seribu bahasa terhadapku.

Kenapa pertanyaan tiba-tiba saja menyimpang seperti ini? Coba bayangkan jauh-jauh hari saya begadang siang malam hanya demi  kisah cerita hari sekarang di hadapan mereka. Lantas? “Jawab saja pertanyaanku!” kakak penjual es, dosen pusat, dan presiden ternyata adalah orang yang sama. Kenapa saya begitu malas memperhatikan bentuk wajah sang presiden selama ini yah?

“Bisa dikatakan keadaan sekarang memiliki peluang untuk meledakkan perang dunia tiga” sang presiden.

“Bagaimana jika dikatakan negaramu tidak benar-benar berada dalam pemulihan sampai kapanpun terlebih situasi perang yang mungkin saja makin mempengaruhi satu sama lain?” kakak penjual es maksudku presiden negara semakin menatap tajam ke arahku.

“Hal pertama yang akan saya lakukan, memperketat segala sesuatu dalam bidang pendidikan” jawaban…

“Kenapa ingin memakai hiasan kata ‘memperketat’?” sang presiden.

“Permasalahan cara bersikap maupun komentar secara langsung terlebih ketika berada di dunia medsos, permainan entah dari luar ataupun dalam mempengaruhi banyak hal termasuk bidang-bidang penting, dan masih banyak lagi peristiwa yang akan terjadi sedang dunia pendidikan lebih memegang peranan penting terhadap situasi seperti ini” penjelasan cukup panjang…

“Andaikan kata memperketat tadi sangat berlawanan dari pandangan public, lantas apakah kau ingin tetap mempertahankan atau sebaliknya melupakan semuanya kemudian mencari jalan lain?” salah seorang menteri melemparkan pertanyaan.

“Untuk segala sesuatu akan berasal dari sistem pendidikan berkualitas. Dunia sedang mendapat ancaman tentang permainan nuklir antara satu sama lain, proses perbaikan di tengah medan perang membutuhkan sebuah strategi untuk berhadapan ataupun menjadi perantara perdamaian, sebuah negara dapat tetap berdiri bahkan melakukan pemulihan pada kondisi terburuk sekalipun andaikan memegang satu prinsip pendidikan”…

Saya tidak katakan akan melakukan tekanan-tekanan sehingga banyak generasi mengalami depresi oleh karena satu kiasan kata “memperketat”. Satu negara harus belajar pekah terhadap situasi-situasi tak kelihatan di sekitar mata. Terkadang, tanpa sadar sesuatu yang dikatakan baik ternyata hanyalah permainan halus sehingga memastikan keadaan sedang dalam belenggu sebuah tangan maupun kekuasaan pihak tertentu. Kenyataannya pendidikan memiliki sebuah peranan guna terjadi pembentukan karakter maupun skil dalam diri seseorang.

Jujur, keadaanku sendiri sulit berkata-kata tentang sebuah negara ingin memancing agar terjadi perang besar. Sikap masing-masing pemimpin memiliki ciri khas tersendiri ketika mengambil keputusan. Hampir sebagian besar pemimpin lebih bermain pada kata AKU sehingga menghancurkan semua orang di sekitarnya. “Untuk sementara kita break, presentasimu akan dilakukan sejam lagi” mister Harok mengangkat bicara.

Kenapa suasananya terlihat menegangkan begini? “Beberapa pejabat siap menerkam, makanya presiden sengaja mengalihkan perhatian mereka” bisik mister Harok ketika kami sudah berada di sebuah ruangan.

“Kenapa juga pertanyaan lari nyasar gitu?” cetus seorang Hibab.

“Entahlah” mister Harok.

“Btw, menurut berita sekelompok manusia tertentu diperintahkan menciptakan sebuah alat teknologi ketika banyak negara sedang berlomba-lomba memamerkan nuklir terbaik mereka” mister Harok.

“What?” terkejut.

“Percaya atau tidak, tapi ini seperti kenyataan demi menghindari permainan nuklir” mr. Harok.

“Teknologi semacam apa?”

“Teknologi penangkal nuklir, hanya saja rahasia ini sengaja ditutup rapat karena beberapa alasan” bisik mr. Harok.

“Alasan?”

“Para pejabat bisa saja memanfaatkan, bermain politik, atau menjual negara sendiri karena 95% masuk dalam daftar tidak beres alias berkasus. Entah karena kasus korupsi atau masalah apapun itu sehingga menjadi alasan utama siapapun tidak boleh menyadari hal tersebut” mr. Harok.

“Mister tahu dari mana?”

“Ada deh, rahasia” mr. Harok.

“Sistem kerja alat ini?”

“Alat ini sistem kerjanya dengan cara mematikan alias merusak fungsi salah satu alat nuklir dari jauh cukup jauh kemudian mengembalikan ke tempat asalnya. singkat cerita nuklir tersebut akan meledak di negara asalnya sendiri artinya senjata makan tua” mr. Harok.

“Alat tersebut akan bekerja ketika mencium ataupun merasakan kehadiran nuklir dalam jarak cukup jauh. Jadi, negara seperti Rusia yang lagi sombong-sombongnya memamerkan senjata nuklir paling nomor satu bisa saja menghancurkan negara sendiri kalau macam-macam” mr. Harok.

“Di larang sebut merk!” sindirku.

“Upppssss tidak sengaja, masalahnya pemimpinnya juga terlalu sombong sampai-sampai tidak pernah menyadari keberadaan Tuhan itu seperti apa. Kalau tangan Tuhan menghancurkan hidupmu lantas kekuatan, jabatan, pengaruh, uang, dan nuklirmu bisa apa?” mr. Harok.

“Tidak punya kasih banget ma orang di sekitarnya, pikirannya hanya ingin perang dunia tiga pecah, ga ada perasaan. Pemimpin apaan itu” mr. Harok.

“Betul juga sih”…

“Memang perang dunia tiga pasti akan pecah, kenapa bisa? Jelas-jelas salah satu kitab suci sudah menubuatkan dan pasti akan tergenapi, tapi jangan sekaranglah” mr. Harok.

“Aneh”

“Untuk berjaga-jaga terjadi permainan nuklir, maka sekelompok orang ini harus menciptkan alat tersebut. Yah karena masalah perang-perang juga yang sekarang makanya rahasia ini terbongkar sedikit” mr. Harok.

“Telinga mister memang benar-benar panjang untuk sebuah informasi” menggeleng-geleng kepala menatap manusia di depanku.

“Btw, persiapkan dirimu buat perang di alam sana sebentar” mr. Harok menyodorkan sepiring makanan buatku.

Singkat cerita, ucapan mister Harok memang betul adanya tentang perang bersama keganasan para pejabat ketika saya melakukan presentase. Berusaha menjadi tenang merupakan kunci untuk tetap bertahan saat ini. Ada banyak pernyataan ingin melawan ketika mulut berjuang keras mempertahankan sebuah sistem kerja maupun program terhadap tempat yang akan menjadi areaku. Mereka berjuang keras membuatku tak dapat bergerak dimulai dari sekarang sehingga tidak mungkin dua kakiku berjalan ataupun berlari menaiki sebuah tangga setahap demi setahap.

“Cukup menegangkan” kalimat pertama Zia.

“Kakak Fighting” gadis kecil bernama Zia berlari memelukku.

“Hibab manis harus semangat selalu” teriak kakak Zia melalui handphone milik adiknya Mekn. Tuhan, kenapa nama mereka bertiga mirip semua? Emang ga ada nama lain apa di dunia ini selain Zia? Benar-benar menyebalkan…


Bagian 15…

 

Pertarungan lain sedang terjadi setelah Hibab keluar dari ruang mematikan di sebelah timur kampus. Giliran Zia yang harus menyelesaikan tugasnya sekarang. Ujian terberat kedua setelah penyusunan sekaligus ujian skripsi adalah ketika berdiri di hadapan banyak dosen dan para pejabat hanya demi presentasi program kerja sebagai seorang kepala desa. Tuntutan kualitas menjadi dasar penentu bagi pemulihan sebuah bangsa rusak seperti negara ini.

“Tanpa sadar, sejak tadi ucapanmu hanya berpegang teguh terhadap kata pergerakan, sedangkan keadaan desa tempatmu mengabdi selama beberapa waktu berada jauh dari konsep dunia luar” presiden melemparkan sebuah pernyataan terhadap sosok mahasiswa tersebut.

“Zia Shana, apa kau bisa memberi jawaban terbaik di hadapan kami semua?” menteri pendidikan tiba-tiba saja melemparkan sebuah pertanyaan.

Sosok mahasiswa  hukum semacam dirinya sedang melakukan penjabaran tentang sebuah istilah pergerakan. Program kerja pertama yang ingin diperjuangkan untuk mendapat Acc dari pemerintah pusat adalah menghancurkan sebuah keadaan melalui perjalanan pergerakan. Permasalahan karakter, pola pikir, aset penghasilan satu desa kecil, penyatuan beberapa bidang, bahkan kondisi menghancurkan bagian-bagian perusakpun menjadi area tersulit ketika tangan mencoba merakit ataupun melakukan sesuatu.

“Pergerakan memang penting untuk mengubah satu keadaan sehingga posisi kata paling tepat terhadap program kerja awal saya enam bulan kedepan ada pada istilah tadi” Zia mencoba berkata-kata…

“Sebagai contoh, sebuah daerah dapat memperbaiki ataupun mengembangkan sumber aset melalui pemikiran-pemikiran pergerakan seperti menciptakan satu bendungan tidak biasa bahkan belum dimiliki oleh tempat lain untuk menghindari kasus bencana sekaligus pusat pengembangan bidang tertentu” Zia masih berkutik…

Peperangan terus saja bermain-main di ruang sana membuat Zia sendiri hampir kehabisan tenaga. “Kedua kalinya bertempur gesit seperti sekarang” ungkapan isi hati Zia di dalam.

“Ujian skripsi kemarin masih saja membayang, lantas sekarang program kerja” gerutu Zia dalam hati kembali.

“Untung saja” mister Harok menepuk jidat Zia seketika setelah peperangan tadi berakhir.

“Hampir saja kau mengulang kalau argumentum masih meragukan” mister Harok.

“Entahlah” Zia.

“Persiapkan dirimu buat acara wisuda sebelum akhirnya kau harus meninggalkan kampus terganas yang pernah ada” mister Harok.

“Menurut anda, apa saya bisa menjadi sosok pemimpin dengan program kerja…” Zia.

“Menurutku, program yang dipergunakan olehmu terkesan biasa saja bahkan bisa dikatakan pasaran juga dan belum tentu memberi hasil…” mr. Harok.

“Lantas kenapa mister memberi Acc jauh-jauh hari sebelumnya?” wajah asam Zia terlihat jelas.

“Tapi, setelah diteliti ternyata memiliki sebuah kekuatan berbeda dan tidak bersifat pasaran, hanya saja tergantung dari pribadimu untuk mengatasi keadaan di depan” mr. Harok.

“Terkadang pernyataan mister Harok terdengar gimana yah” Zia.

“Entahlah” mr. Harok.

Para alumni kampus masih harus berjuang melakukan pertempuran sengit di tempat penugasan setelah program kerja mereka mendapat Acc. Misteri kotak menyatakan puzzle-puzzle itu semakin menciptakan kosakata baru. Apa yang akan terjadi setelahnya? Ada banyak istilah-istilah bersembunyi tanpa sebab seolah tidak pernah terjadi sesuatu hal. “Selamat atas kelulusan kalian” mister Harok memberi ucapan di hari kelulusan.

“Terima kasih” Hibab tersenyum. Hal tergila bagi seorang Hibab Pastin adalah merahasiakan segala sesuatu mengenai dirinya sehingga menyuruh orang tua Mekn menjadi perwakilan di acara kelulusan.

“Balas dendammu sedikit berhasil” sebuah suara mengalihkan pandangan mereka semua.

“Ibu presiden” Mekn.

“Presiden gila” tanpa sadar mulut Harok mengumpat seketika.

“Kenapa kakak tidak pernah mau mengakui dugaanku?” Hibab.

“Saya memang bukan kakak penjual es seperti dugaanmu. Kenyataan sebenarnya, kalau si’penjual es itu adalah dirinya Zia Shana” presiden Ketja menjelaskan…

“Saya” Zia.

“Kau lupa menyuruhku menjaga dagangan es milikmu waktu pendaftaran mahasiswa? Sampai-sampai Hibab salah paham terhadapku” presiden Ketja.

“Lantas siapa yang menyuruhku…?” Hibab.

“Yang kau temui waktu itu memang saya bukan dirinya. Lupakan saja masalah kemarin, persiapkan dirimu untuk memasuki medan pertempuran” presiden Ketja.

“Balas dendammu masih bisa dikatakan sukses, jadi, berjuanglah” bisik sang presiden sebelum akhirnya meninggalkan mereka semua.

Ucapan saling memberi selamat satu sama lain masih berjalan di sekitar halaman kampus. Pesta kecil bersama keluarga pun sedang terjadi sekarang. Hal lebih menggemparkan adalah sosok Hibab berani mengadopsi gadis kecil bernama Zia di panti asuhan milik kampus. “Jangan panggil kakak lagi, melainkan ayah, ngerti?” menatap gadis kecil di acara kelulusannya.

“Kegiatan mengharukan” Tiaseb bertolak pinggang.

“Bw, kandidat mama gadis kecil ini siapa?” Mekn tiba-tiba mengajukan pertanyaan.

“Ada dua orang” jawaban spontan Hibab.

“Siapa?” Zia Shana benar-benar penasaran.

“Kandidat pertama dan kedua namanya Zia” Hibab.

“Maksudmu?” Mekn mencurigai sesuatu.

“Kakak Zia dan Zia Shana” Hibab menunjuk temannya dan seseorang yang lagi berjalan ke arahnya.

“Benar-benar manusia gila” Mekn.

“Sejak kapan namaku masuk menjadi kandidat mama gadis kecil ini?” Zia Shana.

“Entahlah” Hibab Pastin.

“Saya yang gila atau memang dirimu yang gila?” Zia Shana.

“Entahlah” Hibab Pastin.

“Hai semuanya, salam kenal” Zia kakak Mekn tiba-tiba saja menyapa…

SAMPAI JUMPA LAGI DI CERITA “BERJALAN or BERLARI 2”, upppppsssss sorry ceritanya menggantung, ###