Senin, 25 Maret 2024

 

KONFERENSI MEJA BUNDAR 2 ...

Bagian 1...


ADRIEL...

 Bibir pantai berteriak keras tentang alunan ombak besar yang selalu saja menghardik tiap detiknya. Apa yang sedang kupikirkan? Konferensi meja bundar? Benar-benar memuakkan...

Mereka semua membuatku terjebak. Tuhan, apa saya akan dipertemukan gadis itu lagi? Jauh lebih baik tidak mencari jodoh kalau jalan ceritaku seperti ini. Kenapa juga saya masih mengingat peristiwa terakhir kali bertemu dengannya? “Hava, bagaimana kabarmu sekarang?” menarik nafas panjang di tengah alunan ombak hebat.

Tuhan, rasa-rasanya dua kaki ingin berlari ke arahnya seketika, akan tetapi sebuah benteng besar jauh lebih kuat bermain. Apa ini yang dikatakan patah hati kelas kakap? “Kenapa kau berlari pergi?” suara bariton seseorang tidak asing lagi berteriak ke arahku.

“Nara”

Kami berdua menikmati pemandangan malam bersama desiran tajam ombak. “Sepertinya kau memiliki masalah cukup rumit” Nara mencoba menebak sesuatu.

“Kau sendiri gimana?” pertanyaan balik.

“Sepertinya kita semua terperangkap” Nara.

“Apa kau sudah menemukan seseorang?” pertanyaanku buatnya.

“Entahlah” jawaban kacau.

“Apa yang terjadi denganmu?” pertanyaan seorang Adriel kembali.

“Kau sendiri? Tidak biasanya sosok Adriel terlihat berantakan seperti ini” Nara.

“Gadis yang kusukai sudah bertunangan” kalimatku.

Seketika Nara tertawa sekeras mungkin tanpa memperhatikan perasaan sahabatnya sendiri. “Lebih kacau dari kasusku” Nara.

“Artinya seorang Nara sukses ditaklukkan?”

“Entahlah” seketika dia terdiam...

“Sepertinya kau butuh teman curhat” ujarku.

“Saya hanya ingin tahu sejauh mana Sang Semesta menciptakan sesuatu tidak terduga dalam dirinya” Nara.

“Lantas?”

“Andaikan pertemuan tidak terduga muncul begitu saja sekali lagi artinya saya akan mempelajari lebih dalam tentang banyaknya objek di sekitar jalannya” Nara.

“Lantas, kenapa kau seperti manusia patah hati begini?”

“Entahlah. Saya sendiri tidak mengerti kenapa perasaanku seperti ini?” Nara.

“Saya penasaran seperti apa sih sosok si’dia?” pancingku sambil tersenyum.

“Dia terlihat tenang dan manis dengan prinsipnya, apa sih yang tidak buat Tuhan” Nara.

“Wow”...

“Tapi, saya tidak mungkin puas hanya dengan kata tadi” Nara.

“Dasar perempuan” menyindir dirinya.

“Kau sendiri gimana? Gadis yang kau sukai wujudnya seperti apa?” Nara.

“Hava selalu tersenyum, bukan manusia penggerutu seperti kebanyakan gadis di luar sana” jawabanku.

“Ternyata namanya Hava” Nara.

“Hava ingin belajar menjadi manusia, pernyataannya terus saja gentayangan”...

“Memamgnya dia monster?” Nara.

“Entahlah” jawabanku.

“Jangan patah semangat, suatu hari kelak dia pasti akan berlari ke arahmu” Nara.

“Kenapa?” pertanyaanku tanpa mengedipkan mata sekalipun.

“Tidak mungkin seorang Adriel seperti ini kalau dia bukan gadis spesial, feelingku berkata kalau dia menyenangkan” Nara.

“Terima kasih” kalimat balasanku buatnya.

Dia seorang gadis yang sudah bertunangan. Apa saya salah kalau menginginkan dirinya? Seperti ada sesuatu di dasar hati seorang Adriel sedang berteriak kuat kalau suatu hari nanti tangan gadis itu akan digenggam kuat. Kisah cintaku memang tidak seindah orang di luar sana, akan tetapi jalanku ingin belajar tentang dinding pertahanan sedikit berbeda.

Saya tidak pandai merangkai kata-kata hanya untuk mengungkapkan sebuah perasaan dan lain sebagainya. Menciptakan komunikasi aktif pun bukan karakter seorang Adriel. Sejak usia remaja, saya tidak pernah tahu pendekatan ataukah berbicara terlalu banyak terhadap lawan jenisku. Saya manusia normal penyuka lawan jenis, hanya saja dua kakiku sepertinya tidak dapat berjalan ke arah lawan jenisku, terlebih menjalani kondisi semacam sekarang? Tubuhku hanya akan diam di tempat tiap kali seorang lawan jenisku melemparkan senyum ataukah ingin melakukan pendekatan...

“Hanya bisa menatap dari kejauhan” berceloteh seorang diri.

Biar Hava yang bayar” imgatan kata-katanya mengudara seketika.

Lagian kakak ga punya uang karena belum kerja” .

Kaka, jangan lupa bersyukur” pada saat itu dia benar-benar kembali berjalan ke arahku setelah kami hendak berpisah.

Tuhan, sekali lagi saya meminta satu bukti kalau kelak tangannya memang akan benar-benar kugenggam” isi hatiku bergema...

Tuhan, dua kakiku ingin menunggu waktu itu datang. Saya tidak akan menjadi seperti Rasul Paulus yang tidak pernah mengalami sebuah pernikahan. “Tidak mungkin juga sosok Rasul Paulus tidak memiliki cinta pertama ataukah cinta-cintaan terhadap lawan jenisnya, hanya saja tidak dijelaskan dalam kitab suci” bergumam seorang diri.

“Karena sebuah panggilan dan memang Tuhan mengkhususkan dirinya untuk tidak pernah menikah, jauh berbeda ma porsi Adriel” menggerutu memikirkan kisah hidup sang Rasul.

Apa pun itu semuanya karena tuntutan. “Adriel Cuma butuh kesabaran semata, ga harus melemparkan pertanyaan aneh-aneh lagi seperti dulu” memberi diri sendiri kata-kata sedikit bijak.

“Sepertinya wajah kakak tidak asing lagi dech” seseorang tiba-tiba saja membuatku terkejut bahkan tidak bernafas seketika.

“Salah orang” balasku.

“Hava tidak mungkin salah, tapi dimana ya?” raut wajahnya mencoba mencari-cari.

“Ternyata namamu Hava” ujarku.

“Kenapa bisa tahu?” Hava.

“Kan tadi menyebut nama sendiri” jawabanku.

“Oh iya, Hava lupa” dia tersenyum-senyum sendiri.

“Tunanganmu dimana?” pertanyaan keceplosan.

“Berarti kakak kenal Hava dong, kenapa bisa tahu kalau tunanganku sudah ada?” Hava.

“Tuh cincin yang dipakai menandakan sudah bertunangan” hampir saja...

“Inikan cincin hiasan-hiasan doang bukan cincin tunangan” Hava.

“Tapi, sudah punya tunangan kan?” ucapanku.

“Memang kenapa kalau sudah bertunangan?” Hava.

“Kenapa kegenitan ma laki-laki lain?”

“Kan sejak tadi Hava bilang kalau wajah kakak familiar pakai banget, tapi entahlah” Hava.

“Ganas” ujarku.

“Lagian tunangan Hava sudah nikah ma gadis lain, kan tidak salah kalau kegenitan sedikit” Hava.

“What? Maksudku gadis semanis dirimu bisa-bisanya...” hampir saja...

“Apa kakak mau menjadi teman penghiburan buat Hava hari ini?” Hava.

“Baru kenal, lantas mau jadi teman penghiburan? Kegenitan apa coba” sindirku lagi...

“Hari ini dia tersenyum bahagia bersama gadis lain di atas penderitaan Hava” tangisnya pecah seketika.

“Nangis kacau”...

“Memang tidak ada laki-laki lain apa? Seolah-olah dunia sudah berhenti berputar” pernyataanku kembali.

“Dia bilang Hava jelek, bodoh, pendidikan begitu-begitu saja, ga ada yang menarik jauh berbeda ma pasangannya sekarang” teriak Hava.

“What?”

“Rasa-rasanya sakitnya pakai banget, pada hal kita sudah mau merencanakan pernikahan tahun depan” Hava.

Apa saya harus berbahagia di atas penderitaannya? Pasangan berselingkuh menjadi pembuka jalan bagi seorang Adriel sekarang. “Siapa bilang gadis di depanku jelek?” memberi penghiburan buatnya.

“Perasaan wajah Hava ga jelek-jelek amat, masih banyak yang lebih jelek keles” tangisnya seketika terhenti.

“Iya sih kalau diperhatikan lagi, wajahmu memang ga jelek-jelek amat, tapi entahlah masalah IQ” ucapanku.

Dia kembali menangis sejadi-jadinya. “Semua orang berkata kalau Hava bodoh sampai-sampai 3x tinggal kelas waktu sekolah dasar dulu” ucapan dalam tangisnya.

“Makanya Hava ga lanjut kuliah” kembali berucap sambil menyeka air mata kadalnya.

“Membuka aib sendiri” menggeleng-geleng kepala menatap kekacauan gadis tengil di depanku.

Apa? Tidak sekolah? Tersadar sesuatu hal. 3x tinggal kelas karena bodoh? Mati banyak. Para bos besar akan menatap ganas ke arahku seketika. Bagaimana bisa seorang dengan IQ tinggi seperti Adriel berjodoh ma gadis bodoh? Semangat hidupku langsung hancur berantakan seketika...

Kenapa juga jalan ceritanya harus seperti ini? “Temani Hava lepas stress” gadis itu segera menarik tanganku.

“Kau benar-benar genit” ujarku segera menghentikan kelakuannya.

“Memang kenapa coba?” Hava.

“Kau saja belum tahu namaku, bahkan kita berdua baru saling mengenal hari ini, lantas main pegangan tangan segala?” jawabanku lantang.

“Yang penting lepas stresss kakak” Hava.

“Lepas stres sich lepas stress, tapi kalau saya apa-apain atau ambil kesempatan dalam kesempitan gimana cerita?”

“Tidak mungkin juga keles mau macam-macam” Hava.

“Jadi gadis itu jangan kelewat genit” kalimatku.

“Intinya Hava butuh hiburan” dia menarik keras tanganku.

Hal tergila yang pernah kulakukan adalah menemani seorang gadis yang lagi patah hati ditinggal tunangannya menikah. Jauh lebih baik seorang Adriel tinggal meneliti beberapa inovasi penting dibanding menjalani kegiatan seperti sekarang. “Kakak harus menemani Hava bermain game seharian” Hava.

“What?”

“Kita berdua baru saling kenal” kalimatku kembali.

“Bodoh amat” Hava.

Kegiatan terkacau sepanjang hari ini hanya bercerita seputar game di sebuah pusat perbelanjaan terbesar. Apa wajah 3 bos besarku masih bisa tersenyum kalau tahu seorang Adriel akan berjodoh ma gadis terbodoh? Tuntutan pasangan hidup memiliki tingkat kejeniusan cukup tinggi juga tentu merupakan persyaratan mutlak. “Boro-boro IQ tinggi, yang 3 x tinggal kelas” menggerutu dalam hati.

“Tuhan, bagaimana cerita hidupku nanti?” isi hati seorang Adriel bergema. Di satu sisi, saya bahagia karena gadis yang kusukai pada akhirnya akan menjadi bagian ceritaku kelak. Akan tetapi, di sisi lain, dia ternyata gadis dengan IQ di bawah rata-rata.

“Pihak organisasi pasti menolak keras” kata-kataku di dasar hati sambil terus saja memainkan tombol game...

Tuhan, bolehkah saya membatalkan dia sebagai jodohku? Saya manusia terjahat kalau meninggalkan dia seorang diri dalam situasi seperti sekarang. Tadinya saya merasa bahagia, tetapi sekarang? “Tolong kakak menulis nomor di handphone milikku” Hava.

“Memang kenapa?”

“Setidaknya bantu Hava sekali lagi buat lepas stress” Hava.

“Dasar gadis genit” menyindir dirinya.

“Tulis atau tidak sama sekali” Hava.

Segera menekan nomorku tanpa sadar karena tatapan menakutkan dari dua bola matanya. Apa yang kulakukan? Saya seperti manusia bodoh menunggu telepon darinya. Perasaanku berkata kalau seorang Adriel ingin membatalkan gadis IQ rendah itu sebagai jodohnya. Kenapa sekarang semacam mengemis?

Seharian penuh menunggu suara panggilan telepon. “Halo, apa kau baik-baik saja?” segera mengangkat panggilan handphone milikku.

“Gadis genit jangan bertindak gegabah!”

“Gadis genit, jangan bunuh diri!” ujarku lagi.

“Helloooo, memang siapa yang mau bunuh diri?” suara seseorang...

“Sejak kapan saya jadi manusia genit? Hidupku aman-aman saja” penekanan menakutkan suara di dalam telepon...

“Ma ma ma maaaf kakak” ucapanku menepuk mulutku seketika.

“Ternyata pilihan hatimu jatuh ma gadis genit rupanya” ujarnya.

“Kakak menelpon begini tidak seperti biasanya” kalimatku mengalihkan perhatian.

“Semalam saya bermimpi tentangmu, sepertinya saya merindukan Adriel” ka’Arauna.

Apa mereka menguntit semua yang kulakukan? “Bagaimana pengukuran dan permasalahan jalanan untuk mesin teknologi terbaru itu?” ka’Arauna.

“Jangan bicara di telepon!” jawabanku.

“Saya rasa Adriel cukup bijak untuk mengambil sebuah keputusan terbaik” ka’Arauna berkata-kata seolah menyadari apa yang sedang kupikirkan.

“Saya ingin bertanya sesuatu”

“Tentang?” ka’Arauna.

“Lain kali saja” segera mematikan handphone milikku.

Kisah cintaku kenapa jadi angker begini? Percintaan membahana menurut cerita dunia perdrakoran ternyata tidak segampang bahkan seindah bayangan perhalusinasian. “Kaka, lain kali saja saya bercerita” menjawab suara panggilan setelah nada dering handphoneku berbunyi kembali.

“Jangan menelepon lagi!” cetusku.

“Kakak siapa? Kenapa tiba-tiba lebih galak?” suara Hava terdengar jelas.

“Ta ta ta ta di ada kakak gila numpang lewat di handphoneku” jawabanku.

Kenapa juga mereka menelepon bersamaan? “Kenapa menelepon?” ujarku.

“Temani Hava lepas stresss” Hava.

“Kita saja baru saling kenal, lantas kenapa saya jadi sasaran?” pertanyaan judes.

“Kakak mengingatkan Hava dengan seseorang yang kukenal, tapi tidak mungkin juga dia adalah kakak” Hava.

“Mati banyak” umpatanku dalam hati.

“Tapi wajah dan tubuhnya penuh luka borok hingga tidak dikenali” Hava.

“Dimana dia sekarang?”

“Menghilang ditelan bumi” Hava.

“Padahal dia mengajarkan Hava menjadi manusia” Hava.

“Menjadi manusia lagi” menggerutu dalam hati.

“Waktu Hava butuh teman, dia mau jadi teman” Hava.

“Posisinya dia sekarang ada dimana?” penekanan pertanyaanku lagi.

“Sejak tadi Hava bilang hilang ditelan bumi, ga percaya amat” Hava.

“Lantas?”

“Makanya Hava butuh teman pelepas stress” Hava.

“Sebenarnya situ stress karena dia atau ditinggal nikah ma tunangan sendiri?”

“Dua-duanyalah” Hava.

“Kacau banyak jawaban seorang gadis centil ini” kalimatku.

Entah kenapa saya terus saja mengikuti kemauannya. Bertemu, bermain game, makan jajanan pinggir jalan, dan masih banyak lagi selama beberapa hari belakangan ini. Bayangan tentang para bos besar bersama teman-temanku menyatakan rasa tidak setujunya bermuara luar biasa di sekitar jalanku. Tuhan, bisakah calon jodohku yang sekarang ini dibatalkan? Kirimkan saya pengganti yang sesuai standar organisasi kalau memang dibatalkan olehMU!

“Siapa nama kakak?” kebiasaan manusia satu ini baru menanyakan nama setelah beberapa hari bertegur sapa.

“Hancur, brutal, semua kata-kata kacau ingin keluar” ujarku.

“Kok nama kakak hancur brutal?” Hava.

“Lupakan!” kalimatku.

“Apa? Nama kakak Lupakan?” Hava.

“Lama-lama saya bisa gila kalau ceritanya begini” menggeleng-geleng kepala menatap gadis di depanku.

“Gadis genit, centil, atau apalah, tidak perlu tahu namaku siapa” lanjutan kalimatku lagi.

“Kenaapa?” Hava.

“Karena kita berdua tidak punya hubungan apa-apa, saya hanya menemani saja beberapa hari buat penghilang stresss dan tidak berarti lebih dari kata tadi. Ngerti?”

“Siapa tahu Hava ketemu kakak di jalan” Hava.

“Lupakan!”

“Bagaimana kalau Hava memanggil kakak Debu saja” Hava.

“Karena kakak tidak mau menyebut nama, jadi, biar Hava yang memberi nama” Hava.

“Kenapa Debu?”

“Karena orang pertama yang mengajar Hava manjadi manusia ya kakak Debu dan kebetulan tingkahnya sedikit mirip ma situ” Hava. Hal yang tidak pernah kusangka. Saya berjalan meninggalkan dirinya seketika. Tiba-tiba saja temanku Feivel menelepon...


Bagian 2...


FEIVEL...

Hai namaku Feivel. Kasih tahu ga yah nama panjangku. Lupakan! Kehidupanku sama seperti Adriel ataupun beberapa temanku yang lain yaitu sama-sama menjalani sesuatu yang dikatakan neraka jahanam versi bumi. Tetapi, hidup itu harus dinikmati bukannya ya begitulah...

Mencari tulang rusuk? Gimana cerita? Apa saya masuk ajang pencaharian jodoh saja seperti di televisi? Kriteria 3 monster jahanam di atas jauh berbeda dengan versi yang kuinginkan. Saya ingin mencari sesuai keinginanku bukan keinginan para monster. Saya ingin seorang gadis yang bisa diajak perbaiki keturunan.

Wajahku kelewat standar, sedang bayangan ingin memiliki kurcaci ganteng and cantik buanget selalu saja  mengudara. Apa saya harus pakai aplikasi pencaharian jodoh? “Memang harus” segera mengambil handphone mencari seluruh jenis situs perjodohan.

“Download aplikasi jodoh” berceloteh sendirian di bawah pohon besar.

“Cantik-cantik buanget” ujarku.

“Wajah medsos dan realita 99% menipu” membaca sebuah artikel numpang lewat melalui salah satu aplikasi paling bergengsi saat ini.

“Apa?” berteriak seketika menonton beberapa video penipuan kelas kakap.

“Wajahnya halus, putih, langsing singset, bahenol, manis, cantik 7 keliling” ujarku menonton...

“Realitanya jelek 7 keliling mengerikan membinasakan kurang dihajar” terkejut seketika.

Tuhan, apa yang harus kulakukan. Feivel baru saja mau chat kiri-kanan cewek-cewek, tetapi batal seketika. Kenapa juga 3 monster ganas itu menyerang masalah jodoh? Bagaimana kalau teman-temanku seperti Adriel, Brayn, Shine menertawakan 7 keliling?

“Jika kamu merasa jomblo 7 turunan, silahkan daftarkan segera diri anda ke acara paling bergengsi di bawah ini” membaca sebuah iklan...

“Jodohku ternyata di sini” sekali lagi membaca variety show yang memang sepertinya selalu saja tayang di dunia pertelevisian.

“Dengan senang hati” berujar penuh semangat.

Proses antrian 7 keliling ternyata sungguh mengenaskan. Saya sudah sampai di tempat ini, masa iya mundur? Lanjutkan! Berusaha memberi semangat terhadap diri sendiri.

Singkat cerita, saya akhirnya sukses mendaftar. Bisa saja Tuhan memakai cara seperti ini untuk mempertemukan saya dan tulang rusuk yang hilang. “Perkenalkan nama saya Armando Montenegro Alfredo Gonzales” harus bisa lebih percaya diri. Perpaduan nama antara telenovela dan pemain bola, keren bukan?

Seluruh peserta harus memakai topeng sekitar wajah masing-masing. Kegiatan berkenalan pun dimulai pada akhirnya antara satu sama lain. “Armando Montenegro Alfredo Gonzales” seorang wanita berteriak ke arahku.

“Apa hobimu?” pertanyaan ke arahku sambil menyodorkan segelas minuman.

“Makan, tidur, buang air besar, pipis, kentut, bergosip, usil ma teman-temanku” menjawab pertanyaannya.

“Armando Montenegro Alfredo Gonzales, tolong tenggelam saja di dasar laut” kalimat menakutkan wanita tadi.

Memang apa yang salah dengan hobiku? Kan kenyataannya memang seperti itulah seorang Feivel. Tiba-tiba saja menjadi gelap gulita dan sebuah tangan menarikku. “Pasti gadis ini cantik” menebak-nebak dalam kegelapan.

“Kenapa tangannya rada kasar-kasar berhadiah?” bertanya-tanya dalam hati.

Tubuhku seketika di dorong ke suatu tempat yang ternyata membuatku tidak sadarkan diri. “Saya ada dimana?” tersadar setelah terbangun dari tidur panjang.

“Selamat pagi Armando Montenegro Alfredo Gonzales” ucapan seseorang.

“Kenapa jadi ka’Arauna?” terkejut seketika.

“Ternyata Armando Montenegro Alfredo Gonzales memang lihai gitu ya mencari jodoh” sindiran pria tua.

“Armando Montenegro Alfredo Gonzales memang is the best masalah tulang rusuk” ka’Dhavy.

“Mati banyak” berusaha untuk melarikan diri, tetapi sayangnya gagal total. Mereka bertiga menatap ganas ke arahku.

“Apa yang salah?” pertanyaanku.

“Tidak ada yang salah, siapa bilang Armando Montenegro Alfredo Gonzales bersalah?” ka’Arauna.

“Kenapa kalian bisa tahu gitu?”

“Jiwa penguntitku bergentayangan dimana-mana dan kapan saja” ka’Dhavy.

“Kau pikir kami tidak tahu kalau ternyata sosok Armando Montenegro Alfredo Gonzales lagi cari jodoh sekitar aplikasi-aplikasi mana itu” tuan Ahaziah.

“Untung kalau masih gadis atau janda, tapi kalau wanita bersuami 10 atau bahkan 100, mau?” ka’Dhavy.

“Kenapa bisa tahu?”

“Kan jiwa pengutitku meronta-ronta semacam cacing kepanasan di siang bolong” ka’Dhavy.

“Lagian jugakan batal maksudku ga jadi mencari jodoh pakai aplikasi” ujarku.

“Karena batal, jadinya cari jodoh di acara apaan itu namanya lagi?” ka’Arauna.

“Jodohku ternyata di sini” ka’Dhavy.

“Personil terkacau yang pernah kulihat” tuan Ahaziah.

“Lebih pilih Jodohku ternyata di sini atau kami?” ka’Arauna.

“Kalian membuatku depresi seketika” kalimatku.

“Terserah Jodohku ternyata di sini” ka’Dhavy.

“Kami ga akan banyak bicara sekarang” ka’Arauna.

“Buatmu!” ka’Dhavy menyerahkan sebuah amplop.

“Terserah mau dibakar atau apalah” ka’Arauna.

Mereka bertiga meninggalkan saya seorang diri di sebuah ruangan dan entah dimana. “Dwelling Place” membaca tulisan sangat besar dari amplop tadi.

“Carilah pasangan yang memang benar-benar mengerti makna dua kata di atas hingga akhirnya kakimu tidak akan pernah terantuk ataukah tersandung!” membaca sebuah tulisan kecil bagian bawahnya.

Kenapa pernyataan ini membuat seorang Feivel tidak bisa tidur semalaman? Feivel ingin memperbaiki keturunan, itu saja. Kenapa seperti ada sesuatu objek menyesakkan di dalam ruang sana? Apa yang harus kulakukan?

Sepertinya saya butuh pencerahan, tapi dari siapa? Ingatan tentang Adriel yang lagi gempar di kalangan kami tentang caranya mencari jodoh mengudara. Apa yang salah? Saya hanya harus menelepon, kemudian meminta sepenggal khotbah darinya.

“Hai teman, selamat malam” entah bagaimana cerita seorang Feivel sedang memberanikan diri menghubungi manusia paling serius diantara kami semua...

“Please, jangan tutup teleponnya!” kalimatku menahan.

“Bantu saya cara menemukan tulang rusuk yang hilang” ujarku lagi.

“Saya bukan pendeta” balasan Adriel.

“Siapa juga bilang kalau situ pendeta?”

“Lantas?” Adriel.

“Kau sekarang terkenal di antara kami semua, jadi, bantu saya sekarang kalau tidak mereka pasti memakan saya habis-habisan” hidupku seperti pengemis 7 keliling.

“Kalau saya membantu artinya ga gratis dong” Adriel.

“Terserah” teriakan ganas di handphone.

“Kau tinggal menyamar sebagai manusia autisme saja sambil berdoa” Adriel.

“Kau gila” ujarku.

“Kau sendiri minta bantuan, sekarang mau menyerang?” Adriel.

“Saya ingin memakai gayamu saja”...

“Saya peringatkan, jangan sekali-sekali copy paste milik orang lain kalau tidak mau mati cepat” Adriel.

Hal yang terjadi selanjutnya adalah Adriel mematikan panggilan dariku. Menjadi autisme? Memang bisa? Dwelling place artinya sebuah rumah dengan kata lain tempat perteduhan/tempat mendekap. Kenapa juga mereka memberiku 2 kata semacam ini. Tuhan, apa yang harus kulakukan?

Sepanjang hari saya terus memikirkan objek kata itu. Bagaimana kisahku berjalan? Tidak ada yang salah menjadi seorang autisme. Meninggalkan pekerjaanku sebagai penjual ikan keliling. Mempelajari kehidupan anak autisme melalui artikel-artikel dunia medsos. Berjalan ke perpustakaan kota dan membaca buku-buku tentang autisme...

“Tidak ada salahnya mengikuti petunjuk Adriel” celoteh seorang Feivel.

“Sekolah luar biasa” segera berlari mencari pusat sekolah semacam ini di seputaran kota.

Dunia autisme memiliki ceritanya sendiri. Anak mana sih ingin terlahir autis? Keadaan menyatakan sesuatu hal terhadap sebagian dari mereka yang lahir dengan kondisi semacam ini. Apa yang salah dengan siatuasi mereka? “Kenapa saya berpikiran sejauh ini?”

“Saya hanya perlu menjadi sosok manusia autisme untuk mencari jodoh” berusaha menenangkan diri sendiri.

Tuhan, berilah petunjukMU. “Tulang rusuk, kuharap kau segera berdiri di depanku hingga para monster jahanam di atas tidak lagi menyerang” bergulat di dalam doa.

Memakai pakaian bergelantungan, memberi tatapan aneh, berbicara layaknya manusia autisme. “Tuhan, bantu Feivel untuk bertingkah seperti manusia autisme sungguhan” isi doaku.

Berjalan di tengah jalan sambil mendorong sebuah gerobak kecil untuk menjajahkan kue khas tradisional. Tertawa seperti orang bodoh layaknya manusia autisme. “Ku ku kueee beli” gerakan tanganku memainkan sesuatu objek.

Rambut berantakan merupakan ciri khas Feivel sekarang. “Uang ba ba baru kue” ujarku terhadap salah satu pembeli.

Siapa ya nama baruku sekarang? Tidak mungkin juga memakai nama Feivel ganteng. “Leci minta uang” nama itu muncul begitu saja.

“Uang?” salah seorang anak terkejut.

“Be beli kue Leci, minta uang” bolak-balik kata-kata seperti itulah dunia autisme. Sulit mengungkapkan sebuah pernyataan dengan sempurna. 

Saya ingin mengerti makna kata Dwelling place terhadap jalan yang sulit kulewati. Hubungan antara tulang rusuk dan Dwelling place? Entahlah. Tuhan, andaikan seorang gadis berjalan ke arahku bahkan menjadi langganan tetap dan tidak pernah bosan tersenyum ke arahku artinya memang dialah tulang rusuk terbaik. Dia mampu mengutarakan banyak hal dengan cara berbeda saja dari hatinya paling tulus...

“Kenapa saya melakukan hal gila semacam ini?”

“Entahlah”

Melompat seperti anak kecil ketika berjalan sambil mendorong gerobak kecil. Para monster jahanam di atas membuatku menjadi gila. “Kue beli” berteriak-teriak seperti orang bodoh.

Apa jajanan kue hasil kreasiku laku? Masih butuh perjuangan. “Leci, main boleh?” pertanyaanku terhadap sekelompok anak kecil sekitar lapangan.

“Main boleh?” sekali lagi melemparkan pertanyaan.

“Tidak” ujar salah satu dari mereka.

“Bisa main, tapi kue” menunjuk ke arah gerobakku.

“Anak ini mengambil kesempatan dalam kesempitan” mengumpat dalam hati.

“Bagaimana?” ujarnya lagi.

“Rugi, Leci” ungkapku.

“Sekali-sekali beramal biar doa kakak dikabulkan ma Sang Pencipta” kalimatnya.

“Beramal dari Hongkong, yang ada saya rugi keles” suara hati bergema seperti biasa.

“Iya, makan boleh” mengangguk terpaksa.

Bermain bersama anak kecil bahkan bertingkah sama seperti mereka terdengar sesuatu banget bagi seorang Feivel. “Bola lempar” gerakan tanganku harus bisa memainkan peranan autisme sebaik mungkin.

Apa tulang rusuk Feivel akan tiba? Entahlah. Setidaknya saya ingin menikmati hidup untuk sementara waktu. “Nama nama nama siapa?” mencoba berkenalan dengan mereka.

“Kenapa nama kakak seperti nama buah-buahan gitu?” pertanyaan salah seorang anak.

Jawaban seperti apa yang akan kuberikan? Gawat, hancur, menghanyutkan seperti itulah gambaran hidupku sekarang. “Mama leci suka makan” jawaban aneh...

“Maksudnya?” pertanyaan balik darinya.

“Maksudnya mamanya suka makan buah leci makanya dia waktu lahir dikasih nama Leci” anak kecil paling kecil lagi membantu menjelaskan.

“Nama nama nama” menunjuk kacau memakai tangan.

“Kai” salah satu dari mereka memperkenalkan diri.

“Karan” mengulurkan tangannya sambil tersenyum, sedang sisanya berlari pulang ke rumahnya masing-masing.

“Ternyata nama anak tukang palak my cake namanya Karan” berkata-kata dalam hati.

“Karan, ka’Lais membawa batang sapu menuju kemari” Kai memberi kode tiba-tiba terhadap temannya.

“Hancur banyak” teriak Karan segera berdiri ingin berlari...

“Cantik” satu kata buat gadis yang sedang berlari sambil membawa batang sapu.

“Aura cantiknya benar-benar terpancar habis” terpesona menatap ke arahnya.

“Karan, jangan lari kalau masih mau hidup” teriaknya terus berlari mengejar Karan.

Feivel, segera bangun dari tidur! Mereka berdua bermain kejar-kejaran seperti kucing dan tikus. “Be be berhenti...” berusaha berteriak memakai gaya bahasa manusia autisme.

Akhir cerita, dimana mereka berhenti saling kejar-mengejar. “Minum” segera menyodorkan sebotol air mineral terhadap gadis cantik itu.

“Makasi” menarik botol air mineral dari tanganku.

“Pengkhianat kelas kakap” teriak Karan berusaha menarik nafas.

“Haus Karan, minum” segera menarik botol tadi dari tangan gadis yang mengejarnya, kemudian memberikan lagi ke arah Karan.

“Kesetiaan itu mahal, jadi, jangan coba-coba berkhianat” Karan.

“Dasar anak kecil, korban drama” teriak gadis itu menepuk kepala Karan.

“Ka’Lais sirik amat” Karan. Ternyata mereka sepasang adik kakak dengan perbedaan usia sangat jauh. Karan masih menginjak bangku sekolah dasar, sedang kakaknya sudah bekerja banting tulang. Pekerjaan dia apa yah? Entahlah.

Mereka bertiga pergi meninggalkan Feivel seorang diri. “Sampai jumpa” teriak Karan sambil tersenyum ke arahku. Petualangan 77 hari seorang Feivel memberi cerita sedikit berbeda. Tuhan, andai saja gadis itu berjalan sambil tersenyum ke arahku. Kenyataan yang ada, dia pergi begitu saja.

“Feivel harus bersabar” memberi semangat.

Rutinitas menjadi penjual cake tradisional merupakan sesuatu yang harus kulakukan. Memang apa bedanya antara kue dan cake? Biar lebih cool ga kampungan banget, jadi, saya mengganti kata kue tradisional menjadi cake tradisional. “Cake cake cake” membunyikan sebuah lonceng kecil sambil berteriak...

Sikap kekanakan mendorong gerobak kecil sedang kulakoni saat ini. Berjualan sekitaran sekolah berharap seorang guru cantik atau kakak cantik berjalan ke arahku. Hal yang terjadi selanjutnya adalah tidak ada seorangpun gadis ataukah guru cantik berjalan ke arahku. “Hanya beberapa anak kecil, huffftttt” menggerutu dalam hati.

“Ka’Leci” salah seorang anak menegurku.

“Karan” melompat kegirangan. Karan memanggil semua teman-temannya agar membeli my cake hasil buatanku.

“Kalau jualan habis artinya kita bisa bermain lagi” Karan. Tuhan, tujuanku berjualan mencari tulang rusuk, kenapa jadi anak kecil yang lalu lalang ke gerobakku? Adriell, rasakan pembalasanku nanti...

Hari-hari seorang Feivel hanya bercerita tentang dunia anak. Beraktifitas seperti anak kecil dan bermain bersama mereka. Kenapa jadi anak-anak? Kenapa tidak ada satupun gadis berjalan atau sekedar membeli jajanan my cake?

Menghabiskan waktu setelah jajanan my cake habis. Karan membantuku berjualan. Memanggil semua teman-temannya, guru, orang tua agar membeli jajanan my cake. Sekali lagi, tidak ada seorangpun gadis membeli jajanan my cake. Tulang rusuk, masa sampai segitunya seorang Feivel harus mengejar dirimu?

“Tangkap bolanya!” Karan mengoper bola.

Seperti biasa saya harus bermain bersama anak-anak ingusan di lapangan setelah jualan my cake habis. “Jangan mengkhayal terus!” Kai menepuk bahuku.

“Mengkhayal tidak” ujarku.

“Seperti ada masalah” Karan.

“Pa pa pacar, Leci mau pacar” hal tergila yang pernah kulakukan.

“Pacar itu apaan?” Karan.

“Pacaran itu sejenis makanan manis-manis gitu” Kai. Kenapa jawaban mereka pada ngelantur? Membayangkan mereka bisa membantu, ternyata dugaanku salah. Lagian siapa juga yang mau memiliki pasangan hidup seorang autisme? Tetapi, menurut petunjuk Adriel memang seperti ini yang harus kulakukan.

“Buktinya, Adriel menuju sukses mendapat pasangan menurut gosip yang beredar sih, ga tahu kalau betulan” berceloteh dalam hati. Tulang rusuk, dimanakah dirimu berada? Kehidupanku hanya seputaran bermain bersama anak kecil dan bukan gadis-gadis.

“Ka’Lais kemana?” Kai tiba-tiba saja melemparkan pertanyaan ke arah Karan.

“Seperti biasa, bekerja dan bekerja dan bekerja lagi” Karan.

“Kakak Leci harus berterima kasih ma ka’Lais karena sudah mengajar kami berdua untuk terus membantumu berjualan” Kai.

Dua bola mataku terbelalak seketika. Ka’Lais gadis cuek bahkan menegurpun tidak pernah? Kakak perempuan Karan yang cantik itu? Apa ini sebuah petunjuk Sang Semesta? Bagaimana saya bisa mendekat ataukah mengetahui banyak hal kalau dia saja super sibuk maksudku super galak? Tapi lebih galak mana, ka’Arauna atau dia? Jelas-jelas ka’Arauna merupakan jelmaan monster paling mematikan yang pernah ada. 

“Leci main boleh rumah Karan?” sedikit menciptakan skenario pdkt...

“Tapi, ada syaratnya” Karan.

“Uang Leci tidak ada” ujarku.

“Becanda, kakak Leci terlalu serius gitu” Karan. Akhir cerita adalah kami bertiga berjalan menuju rumah Karan. Ternyata rumahnya agak sedikit besar dengan desain klasik baik halaman maupun bagian dalam rumah. Saya tidak pernah menyangka kalau seorang Karan harus menjalani hidup tanpa kasih sayang orang tua. Ayah dan ibunya sudah lama meninggal.

Kakaknya sendiri banting tulang untuk biaya sekolah juga kebutuhan mereka. Ibunya meninggal sewaktu Karan lahir karena pendarahan hebat, sedang ayahnya meninggal di usianya yang baru menginjak 5 tahun. Dia sendiri berada di bangku sekolah dasar kelas empat. Bagaimana seorang kakak berjuang keras membesarkan adiknya seorang diri?

“Cantik foto” menunjuk seorang gadis tersenyum lebar memakai toga sambil menggendong adiknya.

Saya tidak pernah mengira sama sekali kalau ternyata kakaknya merupakan salah satu hakim paling menakutkan. Berjuang membesarkan adiknya sambil mengejar cita-citanya? Sesuatu hal yang secara manusia memang mustahil untuk dilakukan.

“Jagoan kecil sudah pulang rupanya” seorang gadis berpakaian sederhana berjalan masuk ke rumah.

“Ka’Lais tumben pulang cepat?” Karan.

“Kebetulan ga ada kerjaan” Lais.

“Karan sendiri tumben ga dikejar-kejar seperti setan mengejar apalah gitu?” Lais.

“Kakak Leci dan Kai lagi kepengen main ke rumah kalian” Kai.

“Ternyata adikku sudah punya teman baru” Lais.

“Le le leci nama” berkata-kata sedikit gugup.

“Ka’Leci harus mengucapkan banyak terima kasih ma ka’Lais kalau bukan karena permintaannya, kami berdua tidak akan membantumu berjualan setelah pulang sekolah” Kai.

“Kakak Lais, banyak terima kasih” menundukkan kepala.

Dwelling place? Kenapa tiba-tiba saya mengingat dua kata tadi? Entahlah. “Ka’Lais mau masak enak, jadi, kalian berdua harus tinggal beberapa waktu lagi di rumah ini!” gadis cantik itu menatap ke arahku hingga membuat jantungku hampir keluar dari sarangnya.

“Ka’Lais, banyak masak enak” ujarku melompat seperti anak kecil.

“Beres” dia membelai anak rambutku.

“Ke ke kenapa?” berusaha menghindar.

“Kau sudah melewati banyak hal, setidaknya kakak hanya ingin memberi semangat hidup” Lais.

Tuhan, sepertinya saya jauh lebih tua, lantas kenapa dia berkata seperti itu? Semoga saja gadis cantik itu di acc oleh para monster mematikan di atas. Memang dia naksir manusia autisme? “Belum pasti juga kalau dia jodoh dari Tuhan” berceloteh dalam hati. Feivel, jangan terlalu berharap...

 

Bagian 3...

 

Melakoni kisah hidup autisme memang tidak mudah, akan tetapi sosok pria bernama Feivel sedang belajar tentang sebuah cerita unik. Apa ini petunjuk Tuhan tentang tulang rusuk buatnya? “Tuhan, beri Feivel petunjuk kalau dia buatku dan pada dasarnya memang dia akan lulus terhadap beberapa objek” suara hati Feivel bergema seketika menatap ke arah Lais.

“Entah seperti apa ucapannya andaikan sosok manusia autisme mengutarakan perasaan?” gumam Feivel.

“Pasti hidupmu jauh lebih menderita dibanding kehidupanku bersama Karan” Lais tiba-tiba saja berujar sambil duduk manis di samping pria itu.

“Apa Leci punya orang tua?” Lais melemparkan pertanyaan.

“Ada di tempat jauh jauh jauh” Feivel. Sejak peristiwa masuknya nama pria tersebut sebagai orang pilihan Sang Semesta membuatnya jauh terpisah dari keluarga. Seluruh personil organisasi memang sedang menjalani proses pelatihan hingga komunikasi bersama orang tedekat jauh dari pemikiran mereka.

“Kakak Lais sepertinya penasaran rasa jajanan kue milik Leci” Lais.

“Apa dia betul-betul pilihanMU sebagai tulang rusuk terbaik?” deru suara hati Feivel.

“Bagaimana?” Lais.

“Iiii...iii...ya” Feivel.

“Karan pasti tahu alamat tempat kerja Kakak dimana?” dua bola mata Lais berpindah tempat...

“Maksud ka’Lais kalau Karan harus membantu ka’Leci berjualan depan tempat kerja kakak?” Karan.

“Ga juga, Cuma mengantar pesanan buat kakak” Lais.

“Bilang saja berjualan langsung ke inti” Karan.

“Siapa tahu ada yang tertarik jajanan buatan Leci” Lais.

“Kalau kami berdua membantumu artinya komisi harus besar” Kai.

“Iiii...iii...iiiyaaa” Feivel menundukkan kepalanya berulang kali.

“Apa ini sebuah kejutan? Pertama kalinya seorang gadis mau membeli jajanan my cake, mana gadis cantik lagi” ungkapan hati Feivel.

“Tulang rusukku ada di depan mata” sekali lagi ungkapan hati Feivel bergema.

Dia pulang ke rumah kontrakan miliknya dengan hati riang gembira. “Ternyata resep emak membawa keberuntungan abadi” kalimat Feivel bersemangat bahkan tidak sabar menunggu hari esok.

“Emak, sedikit lagi menantumu akan segera berjalan manis ke arahmu” celoteh Feivel.

“Armando Montenegro Alfredo Gonzales, sepertinya suasana hatimu lagi berbunga-bunga” suara tidak asing lagi menggelegar sekitar rumah kontrakan Feivel.

“Dari mana kakak tahu tempat tinggalku?” Feivel berdengus kesal.

“Ada decchh” tiba-tiba saja Dhavy hadir di tengah mereka.

“Dari mana kalian mengambil kunci?” Feivel.

“Ada dech” tuan Ahaziah.

“Kenapa kalian bertiga selalu saja bersama dan selalu mengganggu hidup orang lain?” Feivel.

“Entahlah, jodohku ternyata di sini” Arauna.

“Kalian menyebalkan” Feivel.

“Tidak juga” Arauna mencubit wajah Feivel seketika.

“Armando Montenegro Alfredo Gonzales, apa kau sudah menemukan tulang rusukmu?” tuan Ahaziah.

“Masih dalam proses, bos besar” Feivel.

“Armando Montenegro Alfredo Gonzales, semoga sukses ma tulang rusukmu” Arauna.

“Sampai jumpa di konferensi meja bundar habis bulan ini” Dhavy.

“Btw, petualanganku belum sampai 77 hari keles” Feivel.

“Tetap saja Armando Montenegro Alfredo Gonzales harus menghadiri konferensi meja bundar, understand?” tuan Ahaziah.

“Sepertinya kisah cintamu lebih rumit dibanding Adriel” Arauna.

“Siapa bilang?” Feivel.

“Memang gadis itu akan lulus dan menerima kenyataan memiliki pasangan hidup autisme?” Dhavy.

“Kalau dia mengeluarkan kata-kata menjelekkan ataukah sesuatu objek menyimpang artinya Armando Montenegro Alfredo Gonzales harus mencari tulang rusuk baru” tuan Ahaziah.

“Gadis mana sih yang mau punya pasangan hidup autisme terlebih kalau dirinya berperan sebagai seorang wanita karir sukses?” Arauna.

“Kakak apa saya berhenti harus berhenti dari penyamaran?” Feivel.

“Kalau berhenti berarti kau gagal, lanjutkan saja” Arauna.

“Jangan menyerah, andaikan kau melakukan beberapa tahap ujian dan dia lulus, berarti gadis itu sesuatu pakai banget” Dhavy.

“Kalau tidak lulus?” Feivel.

“Artinya terima kenyataan hidup” Arauna.

“Btw, sampai jumpa habis bulan ini” Arauna.

“Apa susahnya bilang sampai jumpa bulan depan?” tuan Ahaziah.

“Suka-sukaku” Arauna.

Mereka bertiga berjalan meninggalkan rumah kontrakan Feivel tanpa memikirkan perasaannya sama sekali. “Tuhan, belum juga apa-apa para monster jahanam ingin menerkam diriku hidup-hidup” Feivel.

“Apa gadis cantik itu akan lulus?” pertanyaan Feivel dalam doanya.

“Emak, kalau dia tidak lulus artinya calon menantumu yang satu ini batal, huffftttt” Feivel menarik nafas panjang.

Semalam pria itu tidak bisa tidur karena memikirkan percakapan antara dia dan 3 atasannya. Kelopak matanya hitam seketika. Feivel berjalan lesu hendak berbelanja bahan-bahan pembuatan jajanan kue khas tradisional. “Lulus atau tidak?” pertanyaan yang terus saja mengudara.

Semangatnya langsung hilang dalam sekejap mata. “Tuhan, masa Feivel jadi perjaka tua?” rasa kesal dalam hati.

Feivel berjalan lesu hendak melakoni rutinitasnya seperti biasa. Dia seperti tidak memiliki semangat hidup. “Leci jual cake” suaranya serak sulit dilukiskan. Memikirkan sesuatu objek membuat dunianya seolah runtuh seketika.

“Teman kita yang satu ini sepertinya ada masalah” Karan tiba-tiba saja muncul di depannya.

“Apa kau akan menjadi adik ipar kecilku?” suara hati Feivel mengudara.

“Apa kau sakit?” Karan mencoba menjamah kening Feivel.

“Sakit tidak, tapi sa sa sakit disini” Feivel memegang dadanya.

“Jangan-jangan kakak Leci sakit serangan jantung lagi” Kai.

“Lupakan sakitmu, hari ini kita mau berjualan cake depan gedung tempat kerja kakakku” Karan.

Mereka bertiga berjualan sekitar satu jam setelah jam sekolah bubar, kemudian berjalan menuju sebuah kantor mahkamah agung. Dua teman kecilnya selalu setia menemani ketika berjualan. “Kakak, mau coba cake jajanan tradisional paling dramatis?” Karan mencoba menawarkan kepada setiap pengguna jalan kaki sekitar tempat tersebut.

“Lihat, ka’Lais datang bersama temannya” Kai menunjuk sepasang pria dan wanita berjalan menuju gerobak.

“Tuhan, pria bersama Lais ganteng banget” seperti biasa suara Feivel bergema.

“Karan, sudah dapat pembeli?” Lais tersenyum manis.

“Bagaimana kalau kakak saja yang berjualan? Kan jam istirahat kerja” Karan.

“Dasar anak kecil, kurang dihajar” Lais.

“Saya mau mencoba jajanan gerobak ini” kalimat pria yang sedang bersama Lais.

“Silahkan dengan senang hati” suara lembut Lais.

“Apa mereka sepasang kekasih?” desiran hati Feivel.

Mereka berdua duduk manis menikmati jajanan cake tradisional milik Feivel. “Leci, jajanan buatanmu ternyata enak juga” Lais.

“Tolong antarkan jajanan cake buatanmu ke kantorku tiap harinya yah! Ternyata enak” Lais tersenyum sambil menyerahkan selembar uang.

“Ba...ba...baik” Feivel mengangguk.

“Bungkus semuanya, saya beli semua buat teman-teman kantorku” Lais.

“Semua?” Feivel.

“Iya” Lais mencubit wajah Feivel seketika.

“Ba...ba...baik” Feivel berteriak.

Semimggu sudah berlalu menyatakan gadis pertama langganan manusia autisme itu adalah seorang gadis cantik bernama Lais. Beberapa gadis lain mulai menjajal jajanan buatan Feivel sejak pertama kali menginjakkan kaki dalam kantor cukup besar. Dia hampir saja kesasar ketika mencoba mencari ruangan milik Lais di hari pertama.

“Beruntung apa pria yang bisa mencuri hati hakim tercerdas kita Lais” salah seorang wanita membuat sebuah gurauan dalam gedung tersebut.

“Secara Lais kan cantik, cerdas, baik hati, tidak sombong, dan pastinya tidak makan sabun” keusilan wanita lain.

“Lais, ciri-ciri cowok yang kau sukai seperti apa? Secara semua pria dimulai dari model, aktor, pengusaha, pengacara, jaksa, hakim, arsitek, dan segala jenis teman-temannya datang mendekat, tapi yah gitulah...” salah seorang pria melemparkan pertanyaan.

“Dia benar-benar idola” Feivel tidak sengaja mendengar percakapan mereka.

“Ternyata pria minggu lalu itu bukan pacarnya” gumam Feivel.

“Ada dech, rahasia” Lais tersenyum.

“Bagaimana saya bisa bersaing ma mereka kalau begini?” sahutan Feivel sangat pelan.

“Kalau dia menerima isi hati manusia autis berarti sesuatu banget tanpa menyadari banyak hal, tapi rasanya mustahil” ungkapan suara hati Feivel di dalam.

Dia mulai berjalan lesu memasuki ruang kerja Lais. “Jajanan Leci my cake” ujarnya dengan kepala menunduk.

“Apa Leci sakit? Kenapa terlihat letih lesuh begitu?” Lais.

“Tidak” Feivel mulai berjalan ingin meninggalkan Lais.

“Tunggu, wajah Leci pucat” segera menahan langkah Feivel.

“Badan Leci demam” Lais memegang keningnya.

Gadis cantik itu mencoba menuntun Feivel ke sebuah sofa tidak jauh dari tempatnya berdiri. Mengompres selama seharian penuh hingga diapun tidak sadar tertidur pulas. “Dimana saya?” Feivel terbangun dari tidur.

“Sudah malam” melihat ke arah jam dinding.

Lais meminta siapapun agar tidak masuk ke ruangannya sejak tadi. Feivel terkejut ketika sosok Lais tertidur pulas tidak jauh darinya. “Apa saya bisa memasuki ruang pintu hatimu mengalahkan semua pria di luar sana, tetapi sebagai manusia autisme?” menatap wajah Lais yang masih tertidur pulas.

“Leci, sudah bangun?” Lais akhirnya tersadar juga.

“Sudah malam” Lais melihat jarum jam tangan miliknya.

“Kau hanya kasihan” suara hati Feivel seperti biasanya.

“Panas Leci sudah turun” Lais.

“Makasi” Feivel menundukkan kepala, kemudian mulai melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan.

“Tunggu, biar ka’Lais antar pulang” Lais.

“Leci lebih tua, kenapa selalu menganggap Leci anak kecil?” Feivel.

“Siapa juga menganggap Leci anak kecil?” Lais.

“Lantas?” Feivel.

“Lantas apa?” Lais.

“Tidak jadi” Feivel.

“Temani ka’Lais liburan seharian, mau ga?” Lais.

“Ka...ka...kapan?” Feivel.

“Besok” Lais.

“Terserah” Feivel berjalan keluar meninggalkan Lais.

“Ka’Lais tunggu jam 8 pagi di rumah” Lais berteriak keras.

Feivel terus berjalan meninggalkan Lais seorang diri. “Bodoh” setelah tersadar kalau sudah membiarkan Lais seorang diri di kantor, sedang dirinya sudah berada di rumah kontrakan.

Dia mencoba merenung beberapa hal. Dia dituntut untuk menjalani sebuah kehidupan berbeda. “Tuhan, apa yang harus kulakukan?” Feivel berkata-kata dalam kamarnya.

“Bagaimana kalau hati Feivel hancur remuk seandainya ditolak? Memang segampang itu mencari yang baru?” ucapan Feivel kembali.

“Setidaknya saya ingin menikmati banyak hal bersama dirinya sebelum bangkit dari tidur” Feivel.

Dia berusaha melupakan peristiwa-peristiwa ke depan. Tuntutan menjadi autisme memang pilihan hidup sekarang ini dan tidak mungkin juga dia berhenti hanya karena suasana hatinya. Menikmati hidup beberapa saat menjadi keputusan akhir bagi seorang Feivel. “Kau datang tepat waktu” Lais sudah menunggu di halaman depan rumahnya.

“Karan?” mencari Karan.

“Adik centilku lagi les, jadi, temani ka’Lais menikmati hidup sehari!” Lais segera membuka pimtu mobilnya.

Mereka berdua bermain sekitar pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Petualangan lain lagi adalah berada di tempat arena permainan untuk menguji adrenalin. “Rooler coster” Lais berteriak keras.

“Mati banyak” gerutu pelan Feivel.

Dengan terpaksa seorang Feivel mengikuti keinginan Lais. Keringatnya mengucur deras seketika setelah duduk di tempat penguji adrenalin. “Emak emak emak” teriak Feivel dalam ketakutannya.

“Tuhan, tolong Feivel” teriaknya tidak sadar. Beruntung saja suara ribut orang banyak mengalihkan perhatian Lais.

Permainan menakutkan di tempat itu membuatnya ketakutan. Seharian menikmati petualangan bersama Lais. “Hari terakhirku di kota ini” Feivel menyadari sesuatu hal.

“Saya harus kembali ke markas guna pertemuan seluruh personil” detakan jantungnya menjadi tidak karuan menatap Lais berjalan masuk kembali ke mobilnya setelah perjalanan sehari.

“Setidaknya, terima kasih membuatku sadar tentang beberapa situasi” gumam Feivel.

“Apa dia bisa menerima sosok Leci si’manusia autisme?” pertanyaan Feivel.

“Rasanya sangat mustahil” ujarnya kembali.

“Banyak yang ngejar, lantas si’manusia autis ingin masuk jadi pemenang?” Feivel tertawa sinis.

“Tidak mungkin juga menyatakan perasaan dalam kondisi sebagai Feivel artinya melanggar aturan organisasi” Feivel masih saja ngoceh seperti orang gila.

“Feivel, orang pertama yang akan berada di sampingmu bukan siapa-siapa kalau ada masalah, melainkan pasangan hidup” Feivel mencoba berpikir bijak.

“Kalau salah memilih artinya semua akan berakhir bukan hanya kebahagiaan, tetapi banyak hal” dirinya mencoba meyakinkan kembali hal-hal yang akan terjadi. Dia akan kembali ke kota ini setelah konferensi meja bundar.

Mencari Karan dan Kai teman kecilnya untuk pamit sementara waktu. “Leci, kampung pulang dulu” Feivel memeluk 2 kurcaci di depan. Berusaha menjelaskan memakai bahasa autis kalau ada sesuatu di kampung halamannya.

“Kakak pasti balik kesini lagikan?” Kai.

“Leci pu pu pulang pasti” Feivel.

“Karan pasti menunggu kepulanganmu” Karan seolah tidak rela.

“Berkat kalian saya jadi tahu bermain bersama anak kecil seperti apa” Uraian kata Feivel berkumandang jauh di dasar hati.

Dia berjalan pergi tanpa ada kata pamit terhadap Lais. Sepanjang jalan mencoba merenung banyak hal hingga tertidur pulas. “Permisi, pesawat sudah mendarat” salah seorang pramugari cantik membangunkan dirinya.

“Sepertinya anda bermimpi indah” kalimat sang pramugari.

“Sepertinya” Feivel tersenyum kecut.

Pada akhirnya seluruh personil sudah kembali ke markas untuk mengikuti pertemuan menggetarkan kehidupan mereka masing-masing. “Bagaimana petualangan 77 harimu?” Arauna menegur Feivel.

“Belum juga 77 hari keles” jawaban judes feivel.

“Ganas amat jawabanmu” Arauna.

“Selamat datang kembali Nara paling cantik di markas” Brayn menyambut kedatangan temannya.

“Berhenti menegur!” bahasa judes Nara.

“Apa yang harus kukatakan nanti?” Habakuk nampak ketakutan.

“Bagaimana dengan saya?” wajah Adriel terlihat kacau balau.

“Adriel, sudah siap menjabarkan calon pasangan hidupmu?” Arauna.

“Entahlah” Adriel.

“Shine, sepertinya hatimu lagi berbunga-bunga” tegur Dhavy.

“Berbunga-bunga dari Hongkong? Yang ada Shine mati banyak diserang bertubi-tubi sebentar” Shine.

“Segitunya” Dhavy.

Shine tidak lagi memperdulikan ucapan tengil Dhavy. Seluruh personil sudah berada dalam sebuah ruang dimana terdapat meja bundar raksasa di depan, sedang mereka membentuk lingkaran. Adriel menjadi orang pertama yang harus berdiri untuk mempertanggung jawabkan apa yang sedang dijalani...

 

Bagian 4...


 ADRIEL...

 Kenapa juga harus namaku yang pertama di antara puluhan teman-temanku? Apa yang harus kuutarakan? Berkata kalau calon jodohku ternyata ber-IQ rendah? Mereka semua siap memangsa hidup-hidup seorang Adriel.

“Saya ingin berkata kalau gadis yang kutemui manis, selalu tersenyum, terkadang bersifat sedikit maksudku kekanak-kanakan ketika menghadapi masalah” mencoba berbicara.

Terpampang jelas wajah Hava tersenyum lebar memenuhi layar besar dalam ruang ini. “Ketika seorang Adriel penuh luka borok, dia satu-satunya gadis yang mau merawat bahkan mengajarkan sesuatu yang sulit dimengerti” kata-kataku masih terus berjalan...

“Saya tidak pernah menyangka kalau dia sudah bertunangan, tetapi entah kenapa sesuatu dalam diriku berkata kalau tangannya pasti akan kugenggam”...

“Apa yang terjadi selanjutnya?” tuan Ahaziah.

“Pada akhirnya, dia benar-benar putus dari tuangannya karena kasus perselingkuhan. Pasangannya lebih memilih menikah bersama gadis lain” ujarku.

“Lantas?” tuan Ahaziah.

“Kenapa wajahmu murung?” ka’Dhavy.

“Dia gadis ber-IQ paling bawah” wajahku tertunduk seketika.

Semua tertawa lebar seketika. “Sepertinya masalahmu lebih kacau dibanding tidak menemukan seseorang” teriak Shine terus saja tertawa.

“Parah habis” Habakuk.

“Harus dipertanyakan, apa betul dia berasal dari Sang Semesta” Shine.

“Seorang Adriel memiliki IQ paling tinggi di antara kita semua, tiba-tiba jatuh cinta ma gadis IQ terendah?” Brayn.

“Yakin ini dari Sang Semesta” ka’Dhavy.

Semua tertawa tanpa satupun mengerti perasaanku. “Kisah cintamu lebih parah dibanding saya” Feivel terus saja tertawa.

“Siapa suruh kalian semua tertawa?” ka’Arauna.

“Kakak saja tertawa, apalagi kami” Brayn.

Saya sudah perkirakan kejadian seperti ini akan terjadi. “Kalian semua diam” suara menakutkan ka’Arauna berusaha menahan tawanya hingga membuat mereka semua tenang seketika.

“Lantas rencanamu?” tuan Ahaziah.

“Entahlah” jawabanku.

“Bukannya kami mau meragukan, hanya saja kalau seandainya Tuhan sudah membuka jalan, tentu ada banyak pertemuan antara orang-orang penting bahkan permasalahan-permasalahan dimulai dari terkecil hingga gawat darurat” ka’Arauna.

“Apa dia bisa berhadapan, berbaur, mengerti permasalahan, dan lain sebagainya? Kami juga tidak menuntut harus manusia paling ber-IQ, hanya saja jangan paling terbawah” ka’Arauna.

“Kehidupan di atas benar-benar keras, terlalu banyak permainan, bisa saja seseorang memanfaatkan kelemahan paling sulit dipikirkan dan pasanganmu harus cepat pekah” ka’Arauna.

“Situasi sekarang saja kita semua harus berjaga-jaga dan berdoa, apalagi nanti atau ke depannya” ka’Dhavy.

“Memang sekarang kami dan kalian semua masih seputaran begini-begini saja bahkan tidak ada bayangan sama sekali, tetapi ke depan pekerjaan-pekerjaan besar dimulai dari terkecil, menghanyutkan, gawat darurat, hingga paling mematikan akan kita hadapi bersama” ka’Arauna.

“Entah kita semua tetap berada di negara ini ataukah di luar negeri karena alasan penolakan mereka” ka’Dhavy.

“Pemerintahan sekarang memang mereka masih memegang peranan penting, tetapi tidak menutup kemungkinan kalian yang akan berperan penting kelak” ka’Arauna.

“Tetaplah bersabar, semua butuh waktu terlebih proses penerimaan kami dan kalian di tengah bangsa ini” ka’Arauna.

Hal paling sulit untuk saya mengerti beberapa saat, namun seiring berjalannya waktu seolah dua bola mataku mulai terbuka tentang banyaknya objek. Apa yang harus kulakukan sekarang? IQ rendah membuatku terjebak di antara desiran angin topan.

“Feivel, bagaimana denganmu?” tuan Ahaziah.

“Salah maksudku Armando Montenegro Alfredo Gonzales” tuan Ahaziah mencoba memperjelas. Tawaku meledak seketika mendengar nama paling menghanyutkan.

Seluruh ruangan tertawa ganas.  “Kau menertawakan saya sejak tadi, ternyata kisah nama Feivel jauh lebih menghanyutkan” berkata-kata sambil terus tertawa.

“Kombinasi antara nama apa yah?” Brayn masih terus saja tertawa.

“Btw, teman kita yang satu ini maksudku Armando Montenegro Alfredo Gonzales mengikuti salah satu variety show paling terkenal” ka’Arauna.

“Jodohku ternyata di sini” tuan Ahaziah.

Semua orang makin tertawa hebat mendengar kesaksian hidup Feivel. “Kalian semua keterlaluan” Feivel terlihat kesal.

“What?” ka’Dhavy.

“Dasar monster jahanam” Feivel berteriak.

“Tapi, setelah itu namanya berubah menjadi Leci” tuan Ahaziah.

Ledakan tawa makin mengudara seketika.

“Berubah menjadi nama buah-buahan centil” Nara.

“Namamu seperti kurang dibelai” Habakuk.

“Manja-manja berhadiah” Shine.

“Perempuan cabe-cabean pakai banget” meledek Feivel.

“Semua itu karena kau” Feivel berjalan ke arahku untuk menyerang karena marah...

“Kenapa saya?” tanyaku masih tertawa.

“Kau menyuruh saya menjadi manusia autisme” Feivel berteriak sambil mengejar-ngejar...

Konferensi meja bundar berubah menjadi perang nuklir paling sengit. “Sekarang saya harus terjebak dengan kata autisme” amukan Feivel makin hebat.

“Saya hanya asal bicara, dah tahu waktu itu  saya lagi galau” ujarku masih terus berlari.

“Mana saya tahu kalau kau galau 7 keliling” Feivel.

“Berhenti bertingkah seperti anak kecil!” ka’Dhavy berusaha menghentikan kegilaan Feivel. Keringat mengucur seluruh tubuh hanya karena berlari memutari meja bundar raksasa sebanyak 100x putaran. Tidak ada satupun yang berusaha menghentikan Feivel kecuali ka’Dhavy.

Konferensi meja bundar paling mematikan untuk pertama kalinya. “Feivel maksuku Armando Montenegro Alfredo Gonzales maksudku Leci, apa kau sudah menyatakan perasaanmu terhadapnya?” ka’Arauna berusaha menahan tawanya.

Kami semua harus berjuang menahan tawa kalau masih mau aman satu sama lain. “Ini semua karena ulahmu berkata-kata tentang autisme” Feivel masih terus saja mempersalahkan saya.

“Kau seharusnya berterima kasih terhadap Adriel bukannya menyalahkan dia terus” tuan Ahaziah.

“Pertanyaan sekarang, apakah kau sudah menyatakan perasaanmu terhadap gadis cantik itu dalam posisi sebagai si’Leci manusia autisme?” ka’Arauna.

“Belum” jawaban Feivel menundukkan kepala. Pertama kalinya saya melihat temanku yang satu ini bertingkah galau hanya karena seorang wanita? Masalahnya dimana?

“Kau hanya perlu mengucapkan beberapa patah kata” ka’Arauna.

“Masalahnya dimana?” rasa penasaranku melebar...

“Jelas bermasalah dengan perasaannya sendiri” ka’Arauna.

“Memang ada sesuatu hal yang sulit diucapakan?” Brayn.

“Secara, satu-satunya gadis pertama dan selalu menjadi langganan tetap si’Leci ya dirinya” ka’Arauna.

“Masalahnya apa? Kan sudah menunjukkan tanda-tanda jodoh Sang Semesta” ujarku...

“Yakin?” ka’Dhavy.

“Dia saja tidak yakin” tuan Ahaziah menunjuk Feivel.

“Dia cantik, cerdas, pekerja keras, sosok hakim paling ditakuti, baik hati, rendah hati, dan paling penting tidak makan sabun” ka’Arauna.

“Lantas?” Nara.

“Pertanyaan sekarang, kalau si’Leci manusia autisme mengutarakan perasaannya terhadap gadis itu, apakah diterima atau tidak?” ka’Arauna.

“Kan bisa mengutarakan dengan kondisi normal” Habakuk.

“Kalau normal berarti kita semua tidak akan pernah tahu kelakuan, keunikan, kedalaman, sesuatu hal dalam diri gadis itu” ka’Dhavy.

“Justru pada posisi seperti itulah akan ketahuan apakah dari Sang Semesta atau hanyalah keinginan nafsu belaka” tuan Ahaziah.

“Siapa yang mau jadi korban suatu hari nanti, hanya karena masalah pasangan salah-salah dari seorang Leci? Ka’Dhavy.

“Masalahnya, perasaan seorang Feivel sudah kelewat mendalam, jadi, takut menerima kenyataan hidup” tuan Ahaziah.

“Dasar cemen” Habakuk.

“Kau belum pernah merasakan namanya menyukai seseorang, jadi, asal berbicara” sedikit marah melihat tingkah Habakuk.

“Saya takut kalau dia menolak, sedang perasaanku makin dalam” Feivel menundukkan kepala.

“Saya juga di posisi sepertimu, walaupun cerita kita berbeda, hanya saja keadaan memaksa untuk melakukan sesuatu pembuktian” Nara.

“Sebagian dari kita pasti terjebak, hanya saja buang rasa takutmu” Nara.

“Secara wanita karir berprestasi memang bisa menerima manusia autisme tanpa paksaan atau tidak berkata-kata halus atau ganas ketika menolak?” ka’Dhavy.

“Kalau ditolak berarti bukan dari Tuhan dong” Shine.

“Ini masalah perasaan paling sakit” Brayn.

“Serba salah” ujarku.

“Menghanyutkan” Habakuk.

“Lebih parah mana, terjebak dengan kata IQ rendah atau autisme?” pertanyaanku.

“Entahlah” Feivel.

“Nasib kalian berdua menyedihkan amat” sindir shine.

“Dari pada situ sampai sekarang masih begitu terus” Feivel.

Masalah kami berdua memang paling berat pada pertemuan Konferensi meja bundar kali ini. 50% dari seluruh personil memiliki cerita yang tidak rumit-rumit amat. Setidaknya mereka tidak terjebak dengan perasaannya sama seperti kami berdua.

“Kami beri perpanjangan waktu 77 hari buat kalian untuk kembali berpetualang utamanya buat Shine, Habakuk, Brayn yang tahunya Cuma menyerang, tapi belum merasakan sesuatu ya” tuan Ahaziah.

Tuhan, apa terjadi pembatalan jodoh antara saya dan Hava? Sebagian dari personil memiliki cerita berbeda-beda ketika memaparkan kisah pencaharian tulang rusuk masing-masing. Tidak mungkin juga saya mau menceritakan secara rinci satu per satu dari mereka semua. Merenung tentang kisah gadis ber-IQ rendah? Membayangkan banyak hal tentangnya membuat kehidupanku serba salah.

“Apa iya jalan keluar masalah adalah  meminta pembatalan jodoh?” merenung sambil bertanya terhadap diri sendiri.

“Menyedihkan amat” gerutuku.

Memangnya seorang Adriel sudah menyatakan perasaan terhadap gadis IQ rendah itu? Kenapa juga dinding hatiku ingin berjuang mempertahankan? Apa yang salah denganku? Tuhan, apa yang harus kulakukan?

Pergumulan besar seorang Adriel hingga membuatnya tertidur. “Bodoh di mata manusia, tapi di hadapan Tuhan tidak sama sekali” sebuah suara entah berasal dari mana...

“Orang bodoh akan mempermalukan orang yang dianggap pintar bagi dunia”...

“Orang yang terlihat bodoh dan lemah tidak akan selamanya terlihat bodoh dan lemah” pernyataan demi pernyataan berkumandang.

‘Siapa yang berbicara?” berteriak keras.

“Ternyata mimpi” tersadar dari tidur.

Apa ini petunjuk Sang Semesta? Membayangkan banyak memory cerita bersama gadis IQ rendah membuatku tersenyum seorang diri. Kisah cintaku memang rumit kalau dipikir-pikir lagi.

Saya harus mengambil keputusan sebelum petualangan 77 hari dilanjutkan kembali. Pertemuan hari kedua Konferensi meja bundar kembali dilanjutkan. Pembahasan kami masih seputar pencaharian jodoh seluruh personil. Satu per satu dari kami harus berbicara apa pun itu mengenai rencana strategi pencaharian jodoh episode lanjutan dari petualangan 77 hari.

“Saya ingin mempertahankan gadis itu sebagai calon pasangan terbaik” tiba-tiba saja bibir mulutku berujar di tengah mereka.

“Apa ini Adriel yang kukenal?” tuan Ahaziah.

“Kau sudah berpikir matang-matang?” Shine.

“Resikonya sangat besar di belakang” Habakuk.

“Saya yakin bisa mengatasi” kalimatku.

“Beri saya alasan kuat untuk mempertahankan sosok gadis seperti dia sebagai pasangan terbaik!” ka’Arauna.

“Bodoh bagi dunia belum tentu bodoh di mata Tuhan, Apa yang dianggap bodoh bisa saja mempermalukan apa yang dianggap terkuat, ber-IQ, bahkan tidak tersaingi” alasan cukup masuk akal.

“Berapa persen keyakinanmu terhadap pernyataan tadi buatnya?” ka’Arauna.

Saya diam sejenak dan tidak lagi menjawab. “Kalau kau saja kurang yakin, bagaimana kami harus perxaya?” ka’Dhavy.

“Saya yakin 100%” ujarku spomtan dan tegas.

“Jangan buat kami kecewa, lakukan yang terbaik seandainya itu pilihanmu!” ka’Arauna.

“Tentu saja” ucapanku seketika.

Sesuatu yang belum pernah kulakukan, mempertahankan objek paling mustahil. “Adriel harus bisa membuktikan” memberi semangat terhadap diri sendiri.

Perjalanan hidup seorang Adriel memang beda. “Sesuatu banget” Habakuk berjalan ke arahku.

“Entahlah” dua bola mataku masih tetap fokus ke layar laptop.

“Saya belum pernah melihat Adriel lebih memilih mempertahankan seorang gadis dibanding hal lain” Habakuk.

“Entahlah” masih tetap dengan kata yang sama.

“Sosok si’jenius berubah total hanya karena seorang gadis?” Brayn muncul tiba-tiba.

“Kupikir kau lebih memilih hidup tanpa pasangan seperti rasul Paulus, ternyata dugaanku salah” Habakuk.

“Tiap manusia bisa berubah kapan saja” kalimatku.

“Beritahu cara agar bisa, maksudku minimal tidak lagi diserang hanya karena pasangan hidup” Habakuk.

“Bersabar saja”

“Bisa-bisa saya menjadi bahan tertawaan 2x lipat dari Feivel andaikan mengambil jalan salah” Habakuk.

“Berdoa dan jalani sesuatu yang belum dilakukan oleh seluruh personil” kalimatku.

“Sejenis apa?” Habakuk.

“Pikirkan sendiri!” balasku.

 

Bagian 5...


HABAKUK...

Hai! Tahu ga? Hidupku berubah drastis karena sesuatu hal terjadi begitu saja dalam diriku. Seorang dengan masa lalu kelam menjadi salah satu orang pilihan? Sesuatu pakai banget...

Saya tidak pernah membayangkan sama sekali jalan yang sedang kulalui. Ruang gelap itu pernah memiliki cerita luar biasa hebat sekitar jalan setapak. Mantan napi sekaligus pemakai narkoba berada di sini? Masa laluku memang lebih gelap dibanding bayangan pemikiran orang banyak di luar sana.

Lumpur sekitar jalanku terus saja menjadi rantai mengenaskan. Belenggu ikatan mengudara bagai singa kelaparan tanpa ampun.  Kolam hidup hanya bercerita tentang betapa keruhnya lautan itu. Saya tidak mungkin bisa lepas dengan begitu mudahnya tanpa sebuah proses.

Seseorang dipakai oleh Tuhan untuk mengajarkan saya makna sebuah pelita. Dia tidak pernah bosan berjalan ke arahku. Sahabat terbaik yang pernah Tuhan kirimkan. Selalu menjadi pelita dimanapun bahkan kapanpun.


FLASHBACK

“Kau hanya perlu berjalan keluar” Shan mendekap tubuhku.

“Jalan hidupmu dan saya berbeda, jadi, jangan menjadi ustad ataukah biksu ataukah pendeta buatku!” mendorong dia seketika.

Teman kecilku bernama Shan selalu saja datang hanya untuk mengusik alur ceritaku. Dia tidak pernah bosan berdiri bersama senyumannya bahkan ketika seorang Ha berada di penjara berulang kali. Apa sahabatku itu pantas mendapat julukan manusia terbodoh? Entahlah.

“Saya akan menantikan kisah terbaik Ha suatu hari kelak” ujarmya mendekap tubuhku.

“Kelak, sahabatku akan selalu menjadi perangkul terbaik bagi mereka yang sedang membutuhkan dekapan hangat” Shan seolah tidak pernah bosan berbicara ataukah hanya sekedar melemparkan pernyataan semacam ini.

“Alur musik cerita berseni pasti menciptakan nadanya sendiri buatmu kelak” dia kembali mendekap tubuhku.

Apa saya luluh? Apa saya berubah? Jawabannya tidak sama sekali. Kehidupanku makin bermain sekitar jurang paling dalam bahkan tergelap di antara banyaknya ruangan. Cerita kami berdua sama, hanya saja pilihan jalan hidup memang beda.

Lahir dari keluarga yang tidak diinginkan, terbuang, menjadi yatim piatu, tinggal di panti asuhan, menjalani kehidupan sejak kecil hingga masa remaja merupakan kisah kami berdua. Pada akhirnya dua anak remaja memutuskan keluar dari panti dan menikmati hidupnya di luar sana. Tidur di jalan, bekerja serabutan, memungut sisa makanan, mengamen, menghisap batang rokok, minum, mabuk, dan belajar menjadi manusia bajingan adalah kisah cerita kami berikutnya.

Entah apa yang sedang merasuki Shan hingga membuat hidupnya berubah menjadi 360• celcius. Seorang wanita tua berjalan mendekap ke arah Shan bahkan seolah membuatnya melupakan banyaknya memory tergelap. “Dunia kita berdua sudah berbeda” kalimatku segera pergi dari hidupnya.

Persahabatan itu hancur seketika hanya karena dekapan seorang wanita tua. Dia lebih memilih tinggal bersama wanita tua dan melanjutkan sekolahnya. Kehidupanku lebih hancur dari yang kemarin. Mencuri, minum, mabuk, menjadi preman, memakai tato, pemakai narkoba adalah kisah terbaik Habakuk.

Kehidupanku berulang kali berakhir di penjara. Seorang Shan berjalan ke arahku sambil tersenyum tanpa melemparkan kebencian. “Saya akan menunggu waktu dimana Ha mengerti sinar matahari mendekap hangat tubuhnya” senyum Shan kemudian berjalan pulang.

“Kenapa saya harus berjalan atau berlari ke arahmu?” berteriak keras di hadapan Shan setelah keluar dari penjara.

“Karena selamanya Ha dan Shan akan selalu menjadi sahabat terbaik” jawabannya membuatku menangis seketika.

“Apa saya bisa mengerti pelita kecil sekitar jalan setapak paling menyakitkan?” pertanyaanku seketika.

“Tentu saja kalau Ha ingin belajar” Shan mendekap kuat tubuhku.

Hal paling menyakitkan adalah dia mengorbankan nyawanya hanya untuk seorang manusia iblis sepertiku. Sebuah kendaraan roda empat sedang berjalan cepat ke arah kami berdua. Dia mendorong tubuhku seketika dan membiarkan dirinya mati seorang diri.

“Shan” berteriak keras melihat darah segar mengalir begitu saja.

“Ha harus bisa melihat pelita kecil” ujar Shan.

“Ha harus melanjutkan sekolah dan punya masa depan” Shan masih berjuang keras mendekap tubuhku.

Dia pergi untuk selamanya. Seorang Ha sedang belajar tentang uraian embun sekitar alur cerita jalan bernada di sana. Berusaha lepas dari rantai belenggu narkoba memang tidak mudah, tetapi senyum Shan seolah menjadi kekuatan tersendiri.

“Tuhan, maaf atas tiap hal bahkan segala sesuatu paling terkeji sekitar alur ceritaku” menangis keras dalam sebuah rumah doa tempat Shan meluapkan isi hatinya jauh sebelum pergi ke alam lain.

Hati paling hancur berkumandang sejadi-jadinya. Saya sedang berjuang untuk lepas dari belenggu rantai paling menakutkan sepanjang hidupku. Mendapat pukulan demi pukulan dari sekelompok preman bekas teman-temanku dahulu. Dibenci oleh lapisan masyarakat adalah sesuatu hal yang wajar. Tuhan tetap membuatku bernafas sekalipun tangan dan kakiku diremukkan oleh mereka.

Apa saya membalas? Seolah sesuatu menghalangi dua tanganku untuk membalas mereka. “Kau akan tetap selamanya menjadi iblis” tegur beberapa orang sambil terus saja melemparkan pukulan demi pukulan ke arahku.

“Kau tetaplah preman dan jangan keluar dari lingkaran disini!” salah satu temanku berujar di hari yang berikut.

Saya pasti bisa berubah dan sedang berjuang keras untuk tidak memperdulikan ucapan ataukah ribuan kutukan dari mereka semua. Pelita kecil itu tersenyum manis di sekitar jalan setapak yang sedang kulalui. Shan sudah mengorbankan banyak hal sehingga sayapun akan belajar mengerti dekapan hangat sinar matahari di depanku.

Lima tahun kemudian, saya akhirnya berhasil menjadi mahasiswa pada salah satu kampus di negara ini. Tanpa doa Shan semua itu tidak akan pernah terjadi. Seorang mahasiswa tertua di kelas merupakan objek paling unik menurut pemikiranku.

Setahun kemudian, saya harus menjalani kehidupan menakutkan bahkan diperhadapkan banyaknya masalah demi masalah berjalan memenuhi beranda kehidupanku. Seorang pria tua ternyata berada dibalik skenario kisahku setahun belakangan ini. Terbiasa menjalani kehidupan keras seolah membuatku terlihat begitu tenang tanpa rasa ketakutan sama sekali.

Mendapat fitnah, dicaci maki, terkucilkan kembali, bahkan saya harus masuk penjara untuk kesekian kalinya. Sejak kapan saya mengingini istri seseorang? Memang harus kuakui kalau salah satu dosenku memiliki kecantikan wajah di atas rata-rata.

Terus terang, saya tidak pernah berniat menggoda sang dosen tadi. Entah bagaimana cerita juga hingga kami berdua selalu bersama di setiap kegiatan hingga berujung fitnah paling mematikan. Saya juga tidak tahu kalau dia tenyata istri orang. Keadaan yang sebenarnya adalah saya digoda, lebih parah lagi dia mencoba membuka bajunya di depanku.

Entah bagaimana cerita, dua kakiku segera berlari dari ruangan dimana terdapat hanya saya dan dosen cantik itu. Singkat cerita, penjara menjadi tempat terbaik buatku. Hal lebih kacau lainnya lagi adalah saya tiba-tiba saja berada di sebuah pedalaman jauh dari dunia luar setelah keluar penjara.

“Ciptakan satu kehidupan unik di tempat ini selama setahun kalau kau ingin kembali melihat dunia luar” sebuah tulisan terpampang jelas pada selembar kertas.

“Belajarlah merubah pola pikir orang-orang di sini selama setahun kalau kau ingin kembali” pernyataan kedua dari tulisan tersebut.

Kehidupanku benar-benar kacau. Saya harus belajar apa pun itu suka ataupun tidak sama sekali. Singkat cerita, seorang pria tua berjalan ke arahku setahun kemudian untuk menjelaskan banyak hal. “Kau lulus” kata pertama darinya membuatku terkejut dan tidak mengerti sama sekali.

Membayangkan kehidupan menakutkan sekitar pedalaman? Saya hampir menjadi santapan makan siang mereka. Belajar bahasa yang tidak kumengerti untuk berkomunikasi, berpakaian aneh, dan lain sebagainya merupakan rutinitasku. Mereka pemakan manusia hingga membuatku selalu saja terjaga tiap malamnya. Mencoba mencari cara menciptakan kehidupan diantara manusia-manusia pedalaman disini hingga membuatku mengerti tentang hidup.

 

FLASHBACK...

Masa laluku memang beda kalau dipikir-pikir kembali. Sekarang saya dituntut mencari jodoh? “Apa boleh saya masuk?” berbicara setelah mengetuk sebuah pintu.

“Tentu saja” ka’Arauna tersenyum lebar ke arahku pagi ini.

“Saya tidak mengerti sama sekali masalah mencari jodoh dan lain sebagainya” kalimat terpolos...

“Adriel, segera ke ruangan saya!” ka’Arauna segera menelpon Adriel setelah mendengar keluh kesahku.

Beberapa menit kemudian pemuda tampan berjalan masuk ke ruangan. “Ka’Arauna” ujar Adriel.

“Dia tidak mengerti masalah percintaan, apa kau bisa membantunya?” ka’Arauna.

Adriel rasa-rasanya ingin tertawa lebar seketika. “Jangan tertawa kalau masih mau hidup!” kalimatku menepuk kepalanya.

“Kasusmu sepertinya lebih hancur dibanding gadis ber-IQ rendah” ka’Arauna.

“Jangan nyerang gitulah kakak” ujarku.

“Kau sukses membuat Feivel galau 7 keliling, setidaknya bantu dia sekarang” ka’Arauna menatap Adriel.

“Sukses apanya?” Adriel.

“Bantu dia, tidak pakai tolak menolak!” ka’Arauna.

“Tunggu, bagaimana kalau si’Ha mencari cinta sejatinya melalui sebuah peran ya gitulah” Adriel. Panggilan nama Ha mengembalikan ingatan tentang Shan. Satu-satunya sahabat yang tidak pernah bosan memanggil namaku seperti tadi. Senyum Adriel sekarang lebih mirip dengannya.

“Gitulah apa?” ka’Arauna.

“Sekarang lagi heboh tentang kisah hidup LGBT, kenapa tidak mencoba melakukan sesuatu melalui kehidupan begitulah?” Adriel.

“Kau mau saya menjadi perempuan jadi-jadian, maksudmu? Kurang ajar” pertama kalinya memberi umpatan semenjak kepergian Shan.

“Lantas maumu ingin seperti apa?” Adriel.

“Tidak ada yang salah ma ucapan Adriel” ka’Arauna.

“Bukan berarti masa laluku pahit, lantas harus mencari jodoh seperti ini juga keles” ujarku.

“Seandainya ada cewek mau mengajarkan tentang sebuah hidup artinya dia akan memasuki skenario berbeda dalam dirimu” ka’Arauna.

“Betul” Adriel.

“Apa kau tahu?” ka’Arauna.

“Tentang?” pertanyaanku.

“Saya tidak pernah membenci kelompok kaum LGBTQ, bahkan tiap hari sosok Arauna selalu berdoa buat mereka” ka’Arauna.

“Tuhan, jadilah sahabat terbaik bagi kaum LGBTQ dan perempuan pelacur di seluruh dunia ini, dimanapun mereka berada. Keluarkan mereka dari jurang, isi doaku tiap pagi” ka’Arauna.

“Apa yang salah dengan mereka?” Adriel.

“Mereka hanya butuh sahabat sejati sama sepertimu” ka’Arauna menatap ke arahku.

Menyamar sebagai salah satu kaum LGBTQ? Apa memang ini sudah menjadi takdir hidupku? “Ha, semangat!” kedua kalinya namaku disingkat.

“Jangan marah, saya menemukan selembar foto di belakangnya tertulis nama Ha dan Shan” Adriel.

“Kau dapat dari mana?” pertanyaanku.

“Buku harianmu tidak sengaja kau jatuhkan seperti ini” gaya gokil Adriel membuatku tertawa seketika.

“Maaf lancang membacanya, namanya juga orang penasaran” Adriel menyerahkan buku kecil milikku.

“Sekarang kau benar-benar mirip Shan” ujarku.

“Apa kau mau menganggapku sebagai pengganti Shan?” Adriel.

“Dasar bodoh” menepuk kepalanya.

“Saya memang tahu masa lalu si’Ha, tapi kehidupan persahabatannya baru kusadari kemarin” Adriel.

“Manusia paling serius sudah berubah” sindirku.

“Kau sangat beruntung memiliki Shan, tapi sekarang kau lebih beruntung lagi memiliki puluhan Shan di tempat ini” Adriel.

“Happy birthday Ha” suara serentak semua orang dalam markas berjalan ke arahku.

“Ha lupa kalau dia berulang tahun hari ini” Adriel mendekap hangat tubuhku.

“Jangan lupa bahagia!” ucapan mereka serentak.

“Kami semua akan menjadi Shan mulai hari ini buatmu” Brayn.

“Makasi” ujarku terharu.

“Jangan lupa petualangan kalian akan kembali dimulai esok hari” tuan Ahaziah.

Markas di sini mengajarkan hidupku tentang persahabatan. Terima kasih Tuhan, membuatku menjadi bagian dari mereka. Apa pun keadaan yang terjadi kelak, saya tidak akan pernah menyesali semuanya sekalipun kata gagal sepertinya bermain hebat. Perasaanku berkata, kalau kami pasti bisa menembus sesuatu benteng terkuat.

“Petualangan Ha akan dimulai hari ini” bersiap-siap dengan segala pernak pernik.

“Semangat untuk petualangan pencaharian tulang rusuk” teriak ka’Dhavy membuat kami semua saling menatap.

“Bubar semua, silahkan nikmati harimu diluar sana!” teriak tuan Ahaziah.

“Kita belum berdoa” Brayn.

“Jangan karena tidak berdoa, lantas kita semua gagal, terus disemprot habis-habisan” Feivel.

“Bilang saja, situ takut ditolak” Brayn.

“Rasanya sakit pakai banget” Shine.

“Hentikan kegilaan kalian!” Nara.

“Pria tua yang kukasihi, kucintai, dan kuhargai dipersilahkan berdoa” ka’Arauna.

“Saya protes” Feivel.

“Bisa tidak ka’Dhavy atau siapa gitu yang berdoa selain pria tua?: Brayn.

“Kalau saya mau pria tua ini tetap menjadi pemimpin doa, kalian bisa apa?” ka’Arauna.

“Terserah, asal doanya jangan keterlaluan” Feivel.

“Tuhan, berkati kami semua. Lindungi dan sertai petualangan seluruh personil di luar sana. Mereka akan terkena kutuk 7 turunan kalau melakukan penyimpangan jalan. Amin” tuan Ahaziah tanpa basa basi berdoa.

“Mengerikan” Brayn.

“Lebih dari yang kuduga” Adriel.

“Paling mematikan” Shine.

“Seluruh tulangku remuk seketika” ujarku.

“Rasa-rasanya dagingku semacam diblender halus bahkan paling halus” Feivel.

“Saya langsung kena mental” Nara.

“Apa yang salah denganku?” tuan Ahaziah.

“Mereka hanya sirik ma pria tua sepertimu” ka’Arauna.

Kami semua berjalan keluar dari markas. Ada yang menuju bandara, terminal, kapal, dan lain sebagainya. Kebanyakan sih menuju bandara. “Kenapa mengikutiku?” terkejut melihat Adriel berada di sampingku setelah di atas pesawat.

“Bos besar memerintahkan saya untuk mendampingi beberapa hari ke depan” Adriel.

“Bagaimana dengan gadis ber-IQ rendah?” pertanyaanku.

“Jangan mengejek dia!” Adriel terlihat kesal.

“Maksudku seperti itulah, bagaimana dengan dirinya?”

“Hanya beberapa hari, setelahnya saya pergi” Adriel.

“Dasar” sedikit tertawa.

Kami berdua akhirnya berada di sebuah kota tempat dimana memory persahabatan terjalin dahulu. Saya memutuskan mencari pasangan di kota tempat Shan mengajarkan hidupku banyak hal. Waktu tidak akan pernah berputar kembali, setidaknya saya ingin belajar banyak hal.

“Gayamu sepertinya harus diperbaiki” Adriel menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Jangan macam-macam!” mencurigai sesuatu hal.

“Ini perintah bos besar, jadi, jangan coba-coba melanggar!” Adriel mendorong tubuhku setelah sehari kami berada di kota yang penuh memory...

“Kita mau kemana?” tanyaku.

“Jangan banyak bicara!” Adriel.

Akhir cerita, kami sekarang berada di sebuah salon kecantikan. “Hilangkan semua bulu-bulu di kaki, tangan, wajah, ketek, dan lain sebagainya!” Adriel memerintahkan salah satu petugas.

“Tenang saja, kami akan membuatnya mulus lebih mulus dari miss universe” ujar sang pegawai.

Kegiatan kami seharian adalah dunia persalonan. Entah apa di pikiran Adriel hingga memunculkan ide gila semacam ini? “Cantik pakai banget” dua bola mata Adriel tidak berkedip.

“Sebuah mahakarya terbaik” Adriel kembali berkata-kata.

Sejak kapan Adriel si’paling serius berubah drastis seperti sekarang ini? Apa jiwanya tertukar? Tapi, tertukar dengan siapa? “Mba, tolong rambut sambung paling modern bahkan ga kelihatan kalau semua itu palsu” Adriel masih berkata-kata.

Sosok Habakuk berubah menjadi wanita tercantik di kota ini? “Apa ini sa sa saya?” terkejut setengah mati.

“Mahakarya paling abadi dan belum pernah ada” Adriel menatap diriku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Perfect, is the best, miss universepun terlempar karena kecantikanmu” Adriel.

“Kurang ajar” menepuk keras kepalanya.

“Berhenti!” Adriel bersikap serius...

“Baju-bajumu harus diganti” segera menarik tanganku mencari toko pakaian terbesar.

Tangannya sibuk memilah pakaian-pakaian feminim. “Untung saja kau langsing singset, jadi, maharkarya abadi bisa tercipta dengan begitu sempurna” ujarnya setelah kami berbelanja pakaian.

“Baju-bajumu di ransel buatku saja” kalimatnya kembali.

 “Kau sengaja” kalimatku ingin marah.

“Dengar, kalau kau ingin sukses ikuti apa yang kukatakan!” Adriel mencium keningku.

“Saya masih normal” kalimatku.

“Siapa juga bilang situ kelainan keles” Adriel. Apa drama Korea tentang jiwa yang tertukar memang betul-betul bahkan bisa saja terjadi? Jiwa Adriel seperti tertukar. Semua ini membuatku gila seketika.

“Dengar, identitasmu tidak boleh ketahuan terhadap siapapun itu. Ngerti?” Adriel.

“Saya bisa-bisa masuk rumah sakit jiwa karena kelakuan bejatmu” ujarku.

“Demi tulang rusuk yang hilang” bisik Adriel ke telingaku.

Tidak begini juga keles. Saya benar-benar terjebak sekarang karena perbuatannya. “Andaikan seorang gadis menyadari identitasmu dan...” kalimat Adriel terpotong.

“Dan apa?”

“Dan dia ingin mengajari sosok Ha untuk menghancurkan rantai belenggu LGBTQ dalam dirimu, berarti lanjutkan skenariomu yang lebih kacau lagi” bisik Adriel.

“Kurang ajar” untuk kesekian kalinya saya mengumpat tanpa sadar.

“Tidak mungkin juga kau copy paste diriku atau teman-teman lainnya. Nah, cara terjitu bahkan belum dipergunakan oleh personil manapun ya seperti ini” Adriel berbicara pelan.

Demi tulang rusuk, saya bisa apa? Rela mengikuti rencana gila manusia brengsek di depanku agar sang bos tidak lagi berteriak ke arahku. “Jangan sampai identitasmu terbongkar kalau masih mau hidup, ngerti?” Adriel.

Kehidupan apa yang sedang kujalani sekarang? “Terserah kau mau bekerja sebagai apa, intinya bukan jual diri. Ngerti?” Adriel.

Rambut di kepalaku semakin berdiri karena ucapannya. Bagaimana kalau saya melamar pekerjaan sebagai seorang guru? Apa saya akan diterima? Bagaimana saya menjalani hari-hariku sekarang?

“Tuan Ahaziah sudah mempersiapkan pekerjaan terbaik buatmu di kota ini” Adriel menyadari pikiranku.

“Kenapa bisa pria tua rentah itu tahu?” tanyaku.

“Tuan Ahaziah sudah menyimpulkan apa pun tentangmu dan kebetulan beliau punya banyak relasi” Adriel.

 

Bagian 6...

 

Dua pemuda sedang berkomunikasi tentang rencana ke depan. “Namamu bukan lagi Habakuk atau Ha, melainkan Strobery” bisik Adriel.

“Saya ini masih waras 7 keliling” balas Habakuk.

“Intinya kau harus pintar akting dan jangan perlihatkan sisi laki-lakimu!” penekanan Adriel.

“Kenapa harus nama buah?” Habakuk.

“Biar lebih cute, imut, menggemeskan masa Michael Jakson?” Adriel.

“Begini amat hidupku hanya karena tulang rusuk yang hilang?” gerutu Habakuk.

“Begini saja, namamu itu Embun Strobery, oke? Ga pakai menolak lagi!” Adriel.

“Lama-lama saya masuk rumah sakit jiwa betulan” Habakuk.

Mau tidak mau seorang Habakuk harus mengikuti rencana jahat Adriel. Perjalanan hidup dengan kisahnya tersendiri. Berperan sebagai seorang guru tercantik pada salah satu sekolah menengah membuat sosok Habakuk mulai belajar tentang banyaknya karakter anak remaja.

“Kenapa bisa pria tua menempatkan saya sebagai guru di sini?” gerutu Habakuk.

“Mungkin Tuhan mau mengajarkan saya banyak karakter remaja selain mencari tulang rusuk” Habakuk.

Seminggu penuh petualangan dengan peran seorang guru merupakan tantangan. “Apa petualanganmu memang seru?” Adriel berbicara terhadapnya.

“Sangat seru” Habakuk.

Mereka berdua berada di sebuah apartemen sebagai salah satu fasilitas dari sang bos. “Apa kau masih normal?” Adriel.

“Saya ingin mempelajari permasalahan sex dalam dunia anak remaja. Jadi, sepertinya pekerjaan ini cocok buatku” Habakuk.

“Kenapa jadi menyimpang begini?” Adriel.

“Kau penyebab saya harus mengambil peran LGBTQ di tempat tersembunyi, artinya ruang penasaran di alam sana sedang mengudara begitu saja” Habakuk.

“Hubungannya?” Adriel.

“Kaum LGBTQ memiliki satu ikatan rantai terkuat bahkan hanya sebuah mujizat seseorang bisa lepas dari kehidupan seperti itu” Habakuk.

“Hubungannya?” penekanan Adriel.

“Puncak kehidupan mereka memasuki ikatan rantai tadi dimulai usia remaja sekalipun beberapa dari mereka berada pada usia yang masih terbilang jauh dari kata remaja” Habakuk.

“Ingat tujuan utamamu” Adriel.

“Iya, saya juga tahu tujuan utamaku adalah tulang rusuk” Habakuk.

“Kalau dipikir-pikir lagi memang sulit menghancurkan rantai belenggu seperti ini. Ikatan pornografi ataukah sex bebas saja butuh perjuangan habis-habisan” Adriel.

“Berperang melawan sekaligus menghancurkan ikatan rantai belenggu dalam diri sendiri sangat-sangat tidak mudah” Adriel.

“Makanya mereka berjuang keras untuk mendapat pengakuan dunia kalau kehidupan yang dijalani itu normal dan tidak ada yang salah” Habakuk.

“Mereka hanya butuh sahabat sejati, jadi, jangan menjadi hakim” Adriel.

“Permasalahan lepas atau tidak kembali terhadap diri masing-masing, ingin berjuang keras untuk menghancurkan rantai belenggu atau tidak?” Adriel masih berucap.

Mereka berdua hanya sedang bertukar pikiran antara satu sama lain dan tidak ada maksud lain. Tujuan utama yang sebenarnya adalah hanya ingin mencari tulang rusuk, jadi jangan masukkan ke hati. Seorang Habakuk dengan perannya sebagai guru berjuang keras agar sisi maskulinnya tidak terlihat sama sekali. “Untung saja tato milikmu berada di tempat tersembunyi” ledekan Adriel.

“Kau benar-benar merusak sisi maskulinku” Habakuk.

“Demi tulang rusuk” Adriel menepuk bahu Habakuk sambil tersenyum.

“Kau mengajar di kelas sebagai guru apa?” Adriel pertama kali melemparkan pertanyaan.

‘Kemana saja dirimu selama ini? Kenapa baru bertanya? Kupikir kau memang sengaja membuatku berperan sebagai guru musik dan seni” Habakuk.

“Seorang Ha yang super duper cekatan mempelajari masalah, dokumen, isu, permainan, dan lain-lain menjadi guru seni? Ga salah?” Adriel.

“Memang kenapa?” Habakuk.

“Benar-benar talenta tersembunyipun dibabat habis hanya karena tulang rusuk” Adriel tertawa keras.

“Kau dan tuan Ahaziah memang sengaja bersikap usil dengan menjadikan saya sebagai guru seni dan musik” Habakuk.

“Saya tidak pernah bekerja sama ma pria tua di sana tentang permasalahan guru seni, tarian, dan musik. Understand?” Adriel masih tertawa keras.

Entah kenapa sosok Adriel masih terus saja bersikap jahil terhadap sahabatnya. Tertawa di dalam diam tiap menatap pria di depannya berubah menjadi wanita tercantik bahkan sangat cantik. “Kau benar-benar cantik pakai natural” Adriel.

“Berhenti meledek kalau masih mau hidup!” Habakuk berjalan gemulai menuju sekolah. Setelah pelatihan luar biasa hingga sisi maskulin darinya hilang seketika.

Selalu menjadi pusat perhatian ketika berada di sekolah. Seluruh murid laki-laki bersemangat mengikuti kelasnya. “Saingan kita semua ternyata ibu Embun Strobery” ujar salah satu siswi perempuan.

“Masa iya sih saya harus bersaing ma ibu Embun mencari perhatian cowok yang kusukai?” kalimat siswi di sebelahnya.

“Fokus ma pendidikan bukannya pacar-pacaran” Habakuk memotong dialog mereka tiba-tiba.

“Tuhan, semua guru di sini tua-tua keladi dan ga ada satupun janda atau gadis?” kalimat Habakuk dalam hati mencoba mengamati para guru.

“Mungkin saja tulang rusukku salah satu kakak atau tante atau aunty atau nenek dari seluruh siswa-siswi di sini” bergumam sangat pelan.

“Intinya saya harus menjadi guru sekaligus sahabat terbaik buat mereka semua” Habakuk.

Masing-masing murid memiliki karakter tersendiri. Ketika menyelesaikan masalah butuh waktu mempelajari situasi mereka. Seorang Habakuk sepertinya sedang mendalami perannya sebagai guru musik dan seni.

“Mainkan nada C!” menepuk bahu seorang siswa.

“Fokus melihat alur nada seperti apa” Habakuk berdiri di tengah mereka.

“Irama musik bisa terdengar indah, manis, cool, lembut, dan lain sebagainya tergantung dari cara kalian memahami ataukah mengatur semuanya” Habakuk.

“Semuanya ibu? Maksudnya?” pertanyaan seorang murid.

“Seperti memahami ataukah mengatur instrumen lembut, keras, kasar, manis, dan lain-lain” Habakuk.

“Masa Cuma instrument?” pertanyaan murid lain.

“Contoh untuk masalah instrument, beda lagi keles di tempat seperti apalah gitu” Habakuk.

“Memangnya saya menguasai musik?” cetus Habakuk dalam hati.

“Dengar-dengar masa cuti ibu Hope guru tergalak dah habis” seorang murid berkata-kata.

“Ibu Hope? Guru tergalak?” pertanyaan Habakuk dalam hati tidak sengaja mendengar perbincangan para muridnya.

“Menurutmu siapa guru tercantik antara ibu Embun Strobery atau ibu Hope?” seseorang melemparkan pertanyaan.

“Ibu hope masih kalah cantik 100% dibanding ibu Embun” salah satu murid lain menjawab.

“Betul, belum lagi ibu Hope itu guru tergalak, paling angker, kuntilanak, nuklir terkuat sejagat raya” kalimatnya kembali.

“Siap-siap saja” ujar yang lain.

“Persiapkanlah dirimu sambut kedatangannya” ledekan teman di belakang.

“Apa ibu Hope seganas itu?” pertanyaan Habakuk mencoba masuk ke tengah mereka.

“Ternyata ibu Embun mendengar mulut carlota kiri kanan” seorang guru tiba-tiba saja hadir.

“Besok ibu guruku yang paling cantik akan menyaksikan bagaimana sosok guru tergalak di sekolah ini esok hari” kalimatnya lagi.

Pernyataan tersebut membuat Habakuk tidak tidur semalaman. Apa yang akan terjadi esok hari? Bagaimana kisahnya berjalan? Ada banyak pertanyaan mengudara. Dia berjalan ke sekolah tanpa tenaga. Seorang guru berambut panjang memakai sepatu high heels berjalan ke arahnya.

“Ibu guru Embun Strobery?” ucapannya.

“Ya” anggukan Habakuk.

“Saya ibu Hope, salam kenal” wanita itu memegang beberapa buku di tangannya.

“Semua murid berkata kalau dia galak, lantas?” pertanyaan Habakuk dalam hati.

“Berhenti kalau masih mau hidup!” tiba-tiba suara ganas paling menakutkan, namun berusaha terlihat tenang mengudara dari sosok ibu Hope terhadap seorang murid.

“Memang menakutkan” gumam Habakuk kemudian berjalan meninggalkan guru galak itu.

Jantung Habakuk selalu saja hampir keluar dari sarangnya tiap menyaksikan bagaimana ibu guru Hope menghadapi murid-muridnya. “Mau potong sendiri rambut gondrong ini atau saya yang akan memainkan gunting?” ibu Hope seolah-olah ingin memakan hidup-hidup.

“Pelajaran, rumah, dan ibadah harus seimbang” ucapan guru tersebut di dalam kelas.

“Maksud ucapannya?” Habakuk tidak sengaja menguping.

“Jangan jadikan belajar sebagai alasan kalian tidak bisa melakukan beberapa pekerjaan di rumah, begitupun sebaliknya masalah peribadatan” ibu guru Hope.

“Menurut ibu, mana lebih penting antara pendidikan, pekerjaan rumah, dan ibadah?” seorang murid melemparkan pertanyaan.

“Ketiganya sangat penting bahkan tidak bisa dihilangkan salah satunya. Percuma berpendidikan kalau imanmu mati ataukah kalian tidak mengerti pekerjaan rumah seperti apa” ibu Hope.

“Kan ada pembantu” murid lain mengangkat tangan.

“Belajarlah merendahkan hati karena kau tidak akan pernah tahu betapa kerasnya kehidupan” ibu Hope.

“Pernyataannya seperti salah sambung” Habakuk masih menguping dengan setia.

“Ibu Embun ada yang bisa saya bantu?” ibu Hope tiba-tiba berdiri sekitar pintu kelas.

“Ti...ti...tidak sama sekali” Habakuk menjawab sambil bergegas pergi.

Hatinya seperti gelisah tiap membayangkan wajah Hope. “Apa yang terjadi denganku?” Habakuk segera menepuk dada keras-keras.

Hope merupakan wanita super galak hingga seluruh murid ataukah para guru selalu saja ketakutan ketika bertatap muka dengannya. Tidak satupun murid berani mengumpat bahkan paling ternakal sekalipun. “Masukkan bajumu ke dalam celana!” ibu Hope menatap tajam salah satu murid ternakal.

“Jangan sekali-sekali membawa barang seperti ini lagi ke sekolah!” tangannya melemparkan peralatan make-up beberapa siswi.

“Kulit kalian itu masih terlalu remaja, jangan memakai bahan keras!” ibu Hope.

“Memang kenapa?” pertanyaan muridnya.

“Umur masih belasan ataukah dua puluhan, tapi muka nenek-nenek tante girang, mau?” ibu Hope.

“Kami juga ingin cantik seperti ibu guru Embun” kalimat sang murid.

“Gunakan saja bahan-bahan alami untuk perawatan, semua mempunyai waktu dan tidak sekarang. Ngerti?” ibu Hope.

“Memang beda” kalimat Habakuk dalam hati. Beberapa hari belakangan dia terus memperhatikan sosok guru tergalak di sekolah. Terkadang tersenyum sendiri menatap diam-diam tingkah konyol ibu Hope.

“Kenapa detak jantung saya tidak beraturan tiap menatap ke arahnya?” Habakuk menyadari sesuatu.

“Tuhan, jangan katakan kalau saya menyukai guru judes itu?” pertanyaan konyol Habakuk kembali.

Sejenak dia kembali mengingat percakapan antara dirinya dan Adriel. “Tuhan, kalau ada sosok gadis menyadari status jenis kelamin seorang Ha, lantas kemudian mengajarkan untuk keluar dari rantai belenggu artinya jalannya sedang ditakdirkan buatku semata” ucapan doa panjang Habakuk.

Dia berjalan menikmati pemandangan segar kota tersebut seorang diri di hari libur. “Saya tidak mau Adriel mengolok-ngolok apa pun tentangku” membayangkan bagaimana sahabatnya terus saja tertawa.

“Manusia serius itu, selalu saja tersenyum sejak petualangan terakhirnya mencari tulang rusuk” gumam Habakuk.

“Ibu guru Embun Strobery” seseorang berteriak keras dari arah timur.

“Ibu guru Hope” Habakuk terkejut.

“Lagi ngapain?” ibu guru Hope menyapa dirinya.

“Mencari angin segar” Habakuk.

“Mau minuman segar? Biar saya yang traktir” ibu guru Hope menarik tangan Habakuk.

“Detak jantung makin tidak karuan” kalimat Habakuk bermuara di alamnya.

Pria itu salah menilai sosok guru di sampingnya. “Galak di sekolah, tetapi di luar jauh dari kata tadi” suara hati Habakuk berkumandang.

Mereka berdua menikmati matahari terbenam di sore hari. Sejak saat itu hubungan dua orang guru baru saja dimulai. “Saya ingin menjadi sahabat sejati ibu guru Embun Strobery” Hope memulai pembicaraan.

“Kenapa?” Habakuk.

“Kepengen saja” Hope.

Hal tidak terduga adalah sosok ibu guru Hope selalu saja mengajak guru tercantik menikmati pemandangan kota memakai sepeda motor. “Dia tidak segalak itu” ujar Habakuk dalam hati ketika berjalan bersama wanita di sampingnya.

“Ibu Embun Strobery, ada yang ingin saya ungkapkan” ibu Hope tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.

Mereka berdua berada di sekitar sebuah danau jauh dari keramaian kota. Duduk manis menikmati suasana hilir air bersama hembusan angin. “Apa yang akan dia katakan? Terlihat serius” batin Habakuk.

“Tapi, ibu guru Embun Strobery jangan marah” ibu Hope.

“Bicara saja” raut wajah Habakuk sedikit ketakutan.

“Kenapa ibu Embun merusak ciptaan Tuhan yang paling mulia?” ibu Hope menatap serius ke arahnya.

“Saya tidak mengerti maksud ucapan tadi” Habakuk.

“Saya tahu kalau ibu Embun itu bukan wanita original sejak awal pertemuan kita berdua” ibu Hope.

“Bukan original?” Habakuk.

“Tuhan menciptakan seseorang terlahir sebagai perempuan ataukah laki-laki ada maksud dan rencanaNYA dibalik itu semua” ibu Hope.

“Saya tidak mengerti pembicaraan ibu Hope” Habakuk berusaha menghindar.

“Ibu Embun itu laki-laki yang sedang merasa terjebak di tubuh yang salah hingga berujung seperti sekarang” ibu Hope.

“Tuhan, apa dia memang takdirku?” isi hati Habakuk.

“Jangan berbohong, semua orang bisa dibohongi, tapi saya tidak sama sekali” ibu Hope.

“Saya ini wanita, hanya saja terjebak di tubuh pria dan hidupku jauh lebih baik berdandan seperti sekarang bahkan saya tidak pernah menyesal” Habakuk.

“Kenapa juga menciptakan pernyataan seperti tadi?” ibu Hope menggeleng-geleng kepala.

“Embun Strobery, sejak tadi saya cari-cari” sosok Adriel datang segera menarik tangan sahabatnya.

“Mati banyak” kalimat Habakuk dalam hati.

“Dia siapa?” Adriel.

“Ibu guru di sekolah” Habakuk.

“Anda pacar ibu Embun?” ibu Hope.

“Dia pacar terbaik saya” Habakuk memeluk mesra pria di sampingnya.

“Najis” umpatan pelan Adriel seketika.

“Apa?” ibu Hope.

“Pacar saya memang suka begitu, sampai jumpa di sekolah esok hari” Habakuk segera menarik tangan Adriel untuk berjalan pergi.

Jantung Adriel hancur seketika mendengar pengakuan iblis sahabatnya. “Sejak kapan kita berdua pacaran?” pertanyaan Adriel setelah berada di rumah.

“Demi tulang rusuk” jawaban cuek Habakuk.

“Saya manusia normal, bukan manusia aduhai. Ngerti?” Adriel terlihat kesal.

“Dia tahu identitasku kalau saya itu pria bukan wanita” Habakuk.

“What?” mata Adriel terbelalak.

“Jadi?” Adriel masih serius bertanya.

“Dia bilang kalau saya itu merasa terjebak di tubuh yang salah, Tuhan menciptakan seseorang terlahir sebagai perempuan atau laki-laki ada masud dan rencanaNYA dibalik semua itu” Habakuk.

“Tulang rusuk yang lama hilang akhirnya ketemu juga” Adriel.

“Ketemu apanya? Dia ibu guru tergalak, tapi selama denganku di luar ga galak, aneh tapi nyata” Habakuk.

“Kau harus mempersiapkan skenario selanjutnya” Adriel menepuk bahu Habakuk.

“Kau sendiri, bagaimana dengan gadis IQ rendah itu?” Habakuk.

“Para bos meminta saya untuk tidak meninggalkan dirimu sendiri, selain itu saya lagi merenung dan sedang berpikir bijak. Understand?” Adriel.

“Saya bukan anak kecil yang harus dijaga” Habakuk.

“Tanyakan pada mereka bertiga kalau ketemu” Adriel berjalan masuk ke kamarnya. Apa kisah percintaan mereka berdua akan menjadi sebuah cerita?

“Tuhan, apa ibu guru tergalak itu memang calon tulang rusuk atau bagaimana?” pertanyaan Habakuk sambil duduk termenung di meja makan.

 

Bagian 7...


HABAKUK...

Kisah seorang Ha mencari tulang rusuk dengan cara aneh seperti sekarang? Merenung tentang ibu guru tergalak menyadari identitasku? Apa saya sudah gila? “Ibu guru Embun, apa jangan-jangan kau lagi menyamar buat menggoda cewek?” ibu Hope tiba-tiba saja berada di depanku.

“Ibu Hope, tolong jangan memberi tahu semua orang masalah identitasku” ujarku.

“Kenapa?” ibu Hope.

“Karena saya ingin semua orang melihat saya sebagai wanita” jawabanku.

“Benar-benar membelok” ibu Hope menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hal tidak terduga dari pernyataannya. Bagaimana saya harus berkata-kata? Sepertinya dia betul-betul tulang rusuk yang hilang.

“Kenapa jantungku jadi berdebar tidak karuan begini?” berujar dalam hati. Kisah paling kritis sedunia...

Ibu guru tergalak di sekolah seolah ingin mencari sesuatu hal dalam diri Ha. Di sekolah sosok dirinya memang terlihat kuntilanak tujuh keliling, namun di luar sana seolah jauh berbeda dari kepribadiannya. “Pertemuan tenaga pendidik akan diadakan esok, jadi?” ibu Hope melemparkan pertanyaan...

Pertama kalinya saya akan berada dalam perkumpulan tenaga pendidik tingkat provinsi. Pertemuan yang akan membahas banyak hal tentang permasalahan ataukah kualitas para pendidik. Memang ada apa dengan tenaga pendidik? Majunya suatu bangsa tergantung pada kualitas ataukah terobosan yang dilakukan tim pendidik.

Masing-masing guru pada pertemuan kali ini dituntut untuk melakukan presentasi tentang rencana program mereka ke depan di sekolah masing-masing. “Saya tidak menginginkan sistem mengajar dengan cara mengelompokkan paling pintar, setengah pintar, hampir menuju setengah pintar, dan paling bodoh dalam sebuah kelas di sekolah dasar” kalimat sang pemimpin pertemuan.

Kenapa bisa pertemuan di sini membahas sekolah dasar? Seluruh tenaga pendidik di mulai dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat menengah harus berkumpul di sini. Kenapa tidak dipisah? Pertemuan jenis kelompok sama akan dijadwalkan kemudian, sedang pembahasan kali ini berbicara tentang keseluruhan.

Sangat disayangkan dimana seorang pendidik menjatuhkan mental anak dengan pola mendidik seperti yang dikatakan sang ketua. “Anak sekolah dasar terlebih yang dikatakan masih berada di kelas satu masih ingin bermain, butuh cara mendidik tersendiri, memiliki dunianya masing-masing” ujarnya lagi.

“Dikelompokkan seperti ini dalam kelas? Si’kelompok paling pintar akan membentuk keangkuhannya, setengah pintar apalagi paling bodoh dijatuhkan mentalnya habis-habisan” dia masih berkata-kata.

Ucapan sang pemimpin memang ada benarnya apalagi berbicara tentang siswa kelas satu sekolah dasar. Seharusnya seorang guru bijak ketika berada dalam ruang kelas. Kalaupun anda merasa kesulitan menghadapi kelompok murid bodoh, posisikan kursi mereka semua pada barisan terdepan. Jangan ciptakan benteng pemisah antara kelompok terpintar dan terbodoh dalam kelas. Siapapun tidak akan pernah tahu masa depan seorang anak seperti apa.

Terkadang anak yang dikatakan paling pintar di kelas di masa mendatang menjadi seorang berandal bahkan tidak memiliki masa depan sama sekali. Ada pula anak dengan kondisi terbodoh bahkan paling di bawah rata-rata tiba-tiba mengguncang dunia dengan prestasi akademiknya. Jadilah guru paling bijak ketika mendidik, bukan menjadi iblis pemisah paling kejam.

“Pola pikirmu tidak bisa dibawah pada anak yang sedang mengalami pubertas” sang ketua angkat bicara setelah salah satu guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melakukan persentasi di depan.

Guru tersebut ingin menjabarkan sistem pendidikan terlalu dewasa untuk anak usia pubertas. Tidak ada yang salah sebenarnya, hanya saja rasa ingin terlihat paling tercantik/ ganteng dan terpintar sedang merasuki dunia mereka. Pengenalan terhadap lawan dengan kata cinta pertama ataukah cinta monyet menjadi ciri yang tidak mungkin hilang.

Seorang guru harus bisa menguasai lingkup perasaan anak-anak yang sedang memasuki usia pubertas. Memakai metode pengajaran untuk membentuk IQ maupun karakter memang tidak mudah, akan tetapi temukan satu cara ketika berada di kelas demi masa depan depan mereka suatu hari kelak. Para guru jangan selalu merasa tidak diperhatikan sama sekali terlebih sekitar pedalaman. Andaikan salah satu muridmu bahkan sebagian dari mereka sukses membangun negeri, tentunya tenaga pendidik terlebih hidupmu sendiri akan mendapat perhatian penuh melalui tangan mereka kelak.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” ibu Hope melempar pertanyaan ke arahku.

“Ibu guru Hope, silahkan menjabarkan sistem pengajaran anda ke depan!” sang moderator tiba-tiba saja menyebut namanya.

“Saya sedang menerapkan satu metode untuk memancing sekaligus menggali kualitas berpikir anak remaja” ibu Hope mulai berkata-kata di hadapan kami semua.

“Saya akan menyuruh mereka menjabarkan beberapa makna dari sebuah gambar, tulisan, komunikasi kecil, bahkan berita yang sedang bertebaran di dunia media sosial sebelum ataukah menjelang akhir jam pelajaran di kelas” ibu Hope.

“Sebagai penyemangat belajar, maka mereka harus memulai dengan kata yel-yel terlebih dahulu” ibu Hope.

“Anda dikenal sebagai guru tergalak” salah satu peserta langsung memotong pembicaraan.

“Jadilah guru tergalak di tempat semestinya. Tidak menjadi masalah menjalani peran sebagai guru tergalak” ibu Hope.

“Tentu kami semua para guru sulit percaya” salah satu guru berujar.

“Saya galak di tempat seharusnya memang harus galak, tetapi akan menjadi sahabat di tempat yang memang seharusnya murid saya membutuhkan seorang teman. Apa salah kalau seorang guru sepertiku terlihat galak?” ibu Hope.

“Seperti yang kita ketahui bersama, banyak murid tidak lagi memikirkan untuk melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari Sekolah Menengah Umum. Lantas, bagaimana seorang guru tergalak menanggapi permasalahan seperti ini?” sang ketua tiba-tiba saja mengangkat tangannya.

“Saya juga ingin melemparkan pertanyaan sama terlebih jika murid tersebut memiliki IQ di bawah rata-rata ataukah perekonomian menjadi akar utama” salah satu guru kembali berbicara...

“Memang tidak mudah meyakinkan semua murid tentang pentingnya pendidikan terlebih mereka dengan IQ sangat rendah ataukah ekonomi lemah, akan tetapi saya ingin menjadi sahabat mereka dan mengajar tentang satu objek terbaik di luar sana hanya bisa digenggam melalui jalur pendidikan” ibu Hope menjawab lantang...

“Apa pun kisahmu, pendidikan dapat mengubah pola pikir dan lain sebagainya ketika mencoba menyeberangi sebuah lautan cukup menakutkan, seperti itulah ucapan kata-kata yang akan kuberikan terhadap mereka dengan variasi versi berbeda-beda, tergantung siapa di depanku” ibu Hope.

Seorang guru tergalak sedang menjabarkan pemikirannya di hadapan orang banyak. Tuhan, apa dia akan menciptakan alur cerita berirama sekitar jalanku? Saya ingin mencari tahu lebih banyak hal tentang pola pikirnya terhadap dunia luar.

“Ibu Hope is the best” ujarku tersenyum ke arahnya. Berjalan gemulai layaknya seorang wanita anggun sambil membawa sebuah tas kecil.

“Apa kau tidak ingin kembali?” ibu Hope menatap tajam dua bola mataku.

“Kembali?”

“Sudahlah, lupakan!” ibu Hope.

“Saya juga ingin dikenal sebagai wanita, hidup ini hanya sekali sehingga sosok sepertiku harus menikmati hidupnya” ucapanku.

“Apa kebahagiaan terbesarmu hanya menjadi seorang wanita?” ibu Hope.

“Yes, kesempurnaan hidupku hanya bercerita tentang bagaimana saya berjalan memakai riasan make-up bersama stylish feminim tanpa batas” jawabanku.

“Jawaban bodoh” ibu Hope.  

“Kerjakanlah keselamatanmu masing-masing dan jangan berjuang menjadi seorang pendeta buatku!” kalimatku.

Tuhan, andaikan dia tetap sabar dan tidak pernah marah terhadap ucapan-ucapanku artinya irama hidupnya akan menyatu denganku, kelak. Saya sudah berjalan sejauh ini dan tidak mungkin berhenti begitu saja. “Kuharap kau lulus dan tidak mungkin menyerah bahkan menganggap ini sebagai tantangan seorang tenaga pendidik” suara hati berbisik keras.

Saya mulai suka apa pun tentangnya. Bagaimana kalau dia menyerah bahkan bersikap cuek bahkan memalingkan wajahnya? “Sepertinya hari mulai gelap” melihat jam tangan...

“Semoga harimu menyenangkan” ibu Hope menepuk-nepuk bahuku kemudian berjalan pergi.

“Tuhan, setidaknya dia mengatakan sesuatu sebelum pergi” ruang hati bergema di dalam sana.

“Dia terlihat cuek” berjalan lesu mencari taxi.

“Andaikan kau berubah pikiran untuk berjalan keluar dari zona yang dikatakan nyaman buatmu” ibu Hope tiba-tiba saja berjalan balik ke arahku.

“Ibu Hope” ujarku.

“Saya ingin menjadi sahabat terbaikmu untuk menghancurkan rantai belenggu sekitar jalanmu” dia mendekap hangat tubuhku kemudian berjalan pergi.

“Dasar gadis bodoh” kalimatku sambil menatap kepergiannya.

Dia memiliki sesuatu hal yang tidak dimiliki oleh gadis lain. “Sepertinya ibu guru Embun Strobery lagi jatuh cinta” Adriel tersenyum-senyum berhadiah.

“Sejak kapan duduk di sampingku?” terkejut.

“Sejak tadi” Adriel.

“Benar-benar sedang jatuh cinta, sejak tadi pulang langsung ke kamar duduk melamun mirip gimana yah” Adriel mencoba mempraktekkan tingkah lakuku...

“Berhenti menyindir!” ujarku.

“Apa dia cantik bahenol?” Adriel.

“Kurang ajar” umpatanku seketika.

“Sangat-sangat jatuh cinta” sindiran Adriel kesekian kalinya.

“Berhenti menyindir!” kalimat serangan.

Saya harus belajar menyelesaikan masalahku sendiri tanpa melibatkan manusia di sampingku lagi. Kisah percintaan si’Ha baru saja dimulai. Konferensi Meja Bundar kali ini, sepertinya kisahku akan menjadi perhatian seluruh bos dan teman-temanku.

 Saya ingin menjadi sahabat terbaikmu untuk menghancurkan rantai belenggu sekitar jalanmu” entah kenapa ucapannya terngiang begitu saja.

Apa yang harus kukatakan? Kehidupan LGBTQ pada dasarnya memiliki cerita pahit di ruang sana hingga menyatakan sebuah keadaan yang tidak mungkin untuk lepas begitu saja. Kenapa saya jadi benar-benar menghayati peran LGBTQ? Entahlah...

“Guru tercantik di sekolah memang hanya ibu Embun saja” ucapan seorang murid laki-laki.

“Ibu guru Embun paling cantik sedunia mengalahkan mis-misan di luar sana, selamat pagi” sapa kepala sekolah.

“Selamat pagi ibu kepala sekolah” balasku.

Tidak mungkin juga saya berkata kepala sekolahku genit, kenapa bisa? Kan sudah tahu jawabannya. Dia kemana? Kenapa ga masuk sekolah? “Ibu kepala sekolah, apa ibu Hope ga masuk sekolah hari ini?” pertanyaan kacau setelah jam mengajarku di kelas selesai.

“Ibu Hope lagi sakit, mungkin karena diserang para guru kemarin di pertemuan” kepala sekolah.

“Sampai segitunya” ujarku.

“Dia kecapean, kepala sekolahmu ini Cuma iseng bicaranya tadi, gimana sih?” kepala sekolah.

Meminta alamat ibu Hope terdengar kacau, tetapi harus kulakukan. Teknologi sekarang super canggih, tinggal buka google maps, alamat langsung didapat tanpa perlu bertanya kiri-kanan. “Orang Yahudi memang super duper jenius untuk masalah penemuan teknologi” mengetik alamat ibu Hope untuk berjalan ke rumahnya.

“Yang suka boikot-memboikot produk Yahudi, silahkan tinggal di hutan rimba sana” berceloteh membayangkan beberapa peristiwa yang lagi booming pakai banget.

Fanatik boleh fanatik, hanya saja posisikan sesuatu hal di tempatnya dan bijak menanggapi. Siapa tahu saja ada oknum yang sengaja menjebak bangsa kalian memakai objek semacam ini, karena menyadari kelemahan terkacau dan mengambil keuntungan besar. Ada yang mengamuk dengan pemikiranku? Saya kan tidak gila kursi, jadi kalaupun dikecam tidak masalah.

“Perasaanku berkata, kalau kami sudah mempelajari beberapa negara yang akan diajak bekerja sama seandainya penolakan terjadi hanya karena masalah begitulah” bergumam seorang diri sambil mengendarai motor roda dua.

Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Entah mengapa pernyataan tadi gentayangan begitu saja sepanjang jalan hidupku. Andaikan hidup kami tetap menjadi orang kecil, satu hal, saya tidak pernah menyesali apa yang sudah kulakukan.

“Rumah ibu Hope cukup besar juga kalau dipikir-pikir” memandang sebuah rumah di depanku.

Membunyikan bel rumah membuatku sedikit gugup. “Ibu Hope ada?” pertanyaanku setelah seorang pria tua paling menyeramkan membuka pintu rumah.

“Keperluan?” tanpa basa basi langsung inti pertanyaan.

“Saya teman ibu Hope” menjawab pertanyaannya.

“Keperluan?” penekanannya sedikit menakutkan.

“Saya ingin menjenguk ibu Hope yang lagi sakit” jawabku.

“Papi, berhenti menakuti temanku dengan tukang pukul!” ibu Hope dengan wajah pucat berjalan ke tengah kami.

Ternyata dia anak salah satu pengusaha di kota ini. Lebih memilih menjadi guru? Apa dia sakit atau gimana? Wajah papinya terlihat sanger, kejam, menakutkan, tukang pukul 7 keliling. Kenapa masalahku kacau begini? Apa para bos besar menerima anak pengusaha buat jadi pasangan atau bagaimana?

Saya harus diperhadapkan bos besar dan ayah gadis itu. Mengerikan tingkat mematikan. “Ha, tabahkan hatimu!” bergumam sangat pelan.

Rumahnya cukup besar hingga membuatku sedikit tersesat di dalam. “Papi, sekali lagi jangan membuat temanku ketakutan!” rasa kesal ibu Hope.

Ayahnya diam seribu bahasa, kemudian berjalan pergi meninggalkan kami berdua. Apa ayahnya curiga kalau saya ini bukan wanita original melainkan bahan KW? Pihak organisasi menuntut kami mencari tulang rusuk dengan cara tidak biasa seperti kebanyakan orang.

“Wajah ibu Hope sangat pucat” ujarku terlihat khawatir.

“Namanya juga orang sakit pasti pucatlah” ibu Hope.

“Saya lupa” kalimatku. Pada akhirnya kami berdua tertawa. Membawa parsel buah sebagai bentuk perhatian membuatku sedikit salah tingkah. Dia memang beda ketika berada di sekolah dan luar sekolah.

“Saya ingin belajar menjadi sahabat ibu Hope” ujarku seketika di tengah tawa...

“Apa ibu Embun mulai goyah?” ibu Hope.

“Tidak sama sekali, hanya saja saya ingin memiliki sahabat saja dan menurutku ibu Hope kandidat terbaik” ujarku.

Saya ingin melihat sampai sejauh mana seorang guru tergalak bersabar sekaligus berjuang menghancurkan rantai belenggu kaum LGBTQ. Tidak ada yang salah dengan pernyataanku. Suatu hari kelak, persoalan demi persoalan silih berganti menyerang seperti badai besar, sedangkan kami sendiri dituntut untuk dapat berjalan tanpa rasa takut sama sekali.

Dia tidak pernah tahu kehidupan susah itu seperti apa rasanya. Para bos besar akan memakan hidup-hidup sosok Ha ketika memyadari hal seperti ini. Apa yang harus kulakukan sekarang? “Ibu Hope, apa kita bisa bicara empat mata di luar sana?” menyapa ibu Hope beberapa hari kemudian setelah sembuh dan kembali ke sekolah.

“Sepertinya sangat serius” ibu  Hope.

“Ya menyangkut hidupku sendiri” kalimatku.

“Bagaimana kalau kita berdua ke cafe tidak jauh dari sini?” ibu Hope melihat jam tangannya.

Saya hanya mengangguk. Tuhan, andaikan dia mengikuti semua yang kukatakan artinya irama hidupnya berhubungan erat denganku, kelak. Kami berdua duduk saling berhadapan di sebuah cafe tidak jauh dari sekolah. “Rasanya sulit percaya kalau kehidupan yang sedang kujalani ternyata tidak normal, sedang negara-negara di luar sana menyatakan ini kehidupan normal” ujarku memulai percakapan.

“Saya tidak pernah menyangka kalau ternyata ibu Hope berasal dari keluarga berkecukupan” kalimatku lagi.

“Hubungannya?” ibu Hope.

“Saya memiliki rasa trauma terhadap keluarga kaya raya terlebih dikatakan menjadi sahabat, sangat tidak masuk akal” balasku.

“Ibu Embun” dia menatap ke arahku.

“Buat dua bola mataku percaya tentang arti persahabatan dapat menghancurkan rantai belenggu dalam diriku perlahan demi perlahan” ujarku.

“Apa yang harus kulakukan?” ibu Hope memegang dua tanganku.

“Saya ingin melihat ibu Hope tinggal dalam sebuah gubuk kecil tanpa pembantu, rumah besar, dan menjalani segala sesuatunya seorang diri” jawabanku.

“Saya tahu ibu Hope memang seorang guru berintegritas, hanya saja hal seperti itu tidak cukup buatku untuk membuktikan anda bisa menjadi sahabat terbaik yang akan menghancurkan rantai belenggu terhadap kaum LGBTQ sepertiku” lanjutan ucapanku lagi.

“Permintaan konyol” tawanya meledak.

Dia sepertinya tidak mampu menjalani apa yang kukatakan. “Sudahlah, ibu sendiri tidak mampu memenuhi permintaanku” kalimatku tertunduk.

“Kalau saya berhasil membuktikan dapat hidup di sebuah gubuk kecil tanpa kekayaan, pembantu, rumah mewah?” ibu Hope menatap serius.

“Artinya saya percaya ketulusan ibu Hope tentang sahabat yang sedang berjuang untuk menghancurkan rantai belenggu” jawabanku.

“Saya bersedia” ibu Hope tanpa berpikir panjang menyetujui keinginan bodohku. Apa dia benar-benar tulang rusuk yang hilang? Sesuatu di luar akal pikiran seorang Ha?

Dia benar-benar mencari sebuah gubuk kecil sebagai tempat tinggal. Anak orang kaya berani melakukan hal semacam ini hanya karena ingin membuktikan sesuatu hal? Rasanya sulit dipercaya.

Saya yang sakit atau dia lebih sakit lagi? Lebih memilih peran sebagai tenaga pendidik dibanding menjalankan perusahaan ayahnya? Kenapa saya jadi makin penasaran tentangnya?

Seorang wanita tanpa pengalaman dapur sama sekali berani membuktikan sesuatu dalam dirinya? “Gosong” tidak sengaja mendengar sebuah suara di luar gubuk kecil miliknya. Diam-diam sosok Ha berperan sebagai penguntit.

“Saya bukan perempuan manja” ucapan tegas darinya tanpa sadar didengar olehku. Dia terus berjuang melakoni kehidupan yang belum pernah dirasakan olehnya. Tiba-tiba saja sosok manusia tengil Brayn dan Adriel berdiri di hadapanku sambil bertolak pinggang.

 

Bagian 8...


BRAYN...

“Kau harus bisa berpetualang mencari tulang rusuk!” nada perintah ka’Dhavy menatap ganas pertama kalinya.

“Saya tidak mengerti apa itu tulang rusuk” ujarku.

“Kau mencari masalah?” tuan Ahaziah.

“Tidak sama sekali” jawabanku.

“Lantas?” ka’Arauna.

“Saya hanya tidak tahu caranya” kalimatku menundukkan kepala.

“Kau sepertinya harus menemui Adriel di sana, bagaimanapun caranya” tuan Ahaziah.

“Memangnya dia itu dewa tulang rusuk? Sampai segitunya?” menggerutu kesal.

“Pergi atau ingin dibanting?” ka’Arauna.

Saya terpaksa memenuhi permintaan mereka semua dalam keadaan suka ataupun tidak sama sekali. Berada di sebah pesawat selama beberapa jam hanya untuk bertemu langsung dewa tulang rusuk. Kenapa bisa para bos besar menjadi percaya kalau manusia serius itu mampu membantu teman-temannya masalah tulang rusuk tercinta? Saya bisa gila kalau ceritanya seperti ini.

“Akhirnya sampai juga” menarik nafas panjang setelah perjalanan panjang memakai pesawat. Mencari alamat dewa tulang rusuk. Apartemen tempat tinggal mereka berdua terlihat cukup menakjubkan. Cerita pencaharian tulang rusuk kami semua memiliki kisahnya sendiri.

‘Apa mataku kabur atau bagaimana?” Adriel menggosok-gosok dua bola matanya setelah membuka pintu.

“Apa saya berhalusinasi” sekali lagi Adriel berkata-kata.

“Sejak kapan saya mimpi anak gila itu sampai berhalusinasi seperti sekarang?” Adriel masih terus menggosok dua bola matanya.

“Berhenti bercanda!” tegurku terlihat kesal.

“Kenapa kau ada di sini?” Adriel terkejut bahkan baru menyadari kalau ternyata memang bukan halusinasi.

“Bos besar menyuruh saya datang kemari untuk meminta petunjuk pencaharian tulang rusuk” berbisik di telinganya.

“Kau pikir saya Tuhan?” Adriel.

“Memang kau bukan Tuhan, siapa juga bilang kau adalah Tuhan diatas segala Tuhan?” jawaban judes dariku.

“Btw, manusia cantik itu belum pulang-pulang sejak tadi” Adriel bergegas memakai sendal seadanya hendak berjalan keluar.

‘Mau kemana?” teriakku mengejar...

“Mencari ibu guru tercantik di dunia” jawaban ketus Adriel.

“Siapa? Kau sudah berpindah hati?” pertanyaanku lagi.

“Dia ibu guru Embun Strobery” Adriel.

Kami berdua berkeliling kota mencari ibu guru tercantik. “Dapat” teriak Adriel.

“Wajahnya seperti tidak asing lagi, tapi dimana yah?” kalimatku menggaruk-garuk kepala.

“Jelas kenallah” Adriel.

“Seperti siapa ya?” masih berusaha mencari tahu.

“Dia seperti mau mati” Adriel mencoba melihat lebih jelas.

“Mau apa kemari?” ibu guru cantik itu terkejut.

Saya hampir tidak percaya ibu guru tercantik di depan kami. Siapa pernah menduga kisah pencaharian tulang rusuk sampai seganas ini? Saya ikut-ikutan juga seperti Adriel bertolak pinggang. Dewa tulang rusuk menarik tangan ibu guru cantik secepat kilat dengan wajah yang masih terlihat kesal.

“Apaan sih?” ibu guru cantik.

“Kau benar-benar melakoni peranmu? Sampai manja-manja berhadiah seperti ini?” kalimatku seketika setelah tahu dia siapa...

Dia bercerita kalau wanita yang ditaksir sedang menjalani kehidupan sesuai keinginannya. “Sosok Ha ga pernah baper, tapi sekarang kondisinya seperti mau mati?” ungkapku.

Apa jatuh cinta bisa membuat seseorang sehancur, sekacau, sesadis, pokoknya se...se..se...se begitulah? “Berarti dia benar-benar tulang rusukmu, jadi, jangan hidup seperti orang mau mati saja! Ngerti?” Adriel menepuk-nepuk bahunya.

“Semangat” ujarnya kembali.

Bagaimana dengan kisahku sendiri? Apa yang harus kulakukan? “Tujuanmu kemari?” Adriel berbalik arah...

“Semacam mencurigakan” ibu guru cantik maksudku si’Ha.

“Saya diperintahkan bos besar meminta bantuan ma dia” menunjuk Adriel.

“Kau pasti akan terjebak kalau minta petunjuk ma dia” Habakuk menepuk-nepuk bahuku.

“Bos besar maunya dia membantu saya” ujarku.

“Kau lihat bagaimana sosok Ha terperangkap menjadi ibu guru tercantik?” Habakuk terlihat kesal.

“Teman, jangan khawatir sepertinya saya punya ide buatmu” Adriel tersenyum mencurigakan.

“Sepertinya saya batal mencari bantuanmu” ingin segera pergi.

“Mendapatkan tulang rusuk atau tidak sama sekali?” Adriel berusaha menghentikan jalanku.

“Ikuti saja perintahnya, siapa tahu ada petunjuk Ilahi” Habakuk kembali menepuk-nepuk bahuku.

“Kenapa jadi mendukung dia?” pertanyaan buat Ha.

“Entahlah” Ha berjalan seolah tanpa tenaga.

“Dia kenapa?” tanganku menunjuk ke arah Ha.

“Dia itu galau karena cinta, ngerti?” Adriel berusaha menurunkan tanganku.

“Mending kita urus masalahmu” Adriel kembali menarik tanganku dan membiarkan Ha seorang diri.

Kami berdua duduk di pinggir pantai menikmati hembusan angin malam bersama ombak. “Mencurigakan” ujarku melihat Adriel sibuk menatap ke arahku.

“Dengan wajah tampan dan tubuh atletis bak dewa Yunani” Adriel.

“Kenapa dewa Yunani?” pertanyaanku.

“Apa kau pernah membaca novel-novel bertebaran di dunia mayat?” Adriel.

“Hubungannya?”

“Hampir seluruh novel menggambarkan pria sempurna itu seperti dewa Yunani?” Adriel.

”Tapi kalau kita berduakan tidak mungkin juga menyembah berhala”...

“Kan Cuma pinjam kata-kata, resikonya berurusan ma Tuhan dan 3 bos besar kalau menyimpang” Adriel.

“Dasar” ujarku.

“Doa tuan Ahaziah itu benar-benar menakutkan, jadi, jangan macam-macam” Adriel.

“Mau curhat atau apa?” kalimatku.

“Kembali ke masalahmu, sosok sepertimu bisa menjadi pria matang super duper kaya raya 7 keliling untuk mencari tulang rusuk” Adriel.

“Betul juga” kalimatku membayangkan semua gadis berlari ke arahku.

“Tapi kekayaanmu berasal dari pekerjaan haram bukan halal” Adriel.

“What?” berteriak seketika.

“Pelankan suaramu!” Adriel segera menutup mulutku.

“Haram?” masih tidak percaya.

“Seorang pengedar narkoba kelas kakap, memiliki tempat pelacuran, dan pembunuh bayaran” Adriel.

“Kurang ajar, kau itu teman macam apaan?” menepuk keras kepalanya.

“Hello, ini Cuma penyamaran, memangnya betulan?” Adriel.

“Iya juga sih, tapi tetap saja beresiko” ujarku.

“Masa kisahmu harus sama ma kita-kita semua?” Adriel.

“Kau hanya perlu memancing banyak gadis dan membawanya ke hotel atau apalah gitu buat memancing” Adriel.

“Kurang ajar, saya ini masih perjaka masa iya si mencari tulang rusuk sampai segitunya?” Sangat kesal mendengar ucapannya.

“Kau bisa mempelajari karakter sekaligus prinsip banyak gadis keles” Adriel.

“Memang tidak ada cara lain?”

“Memang tidak ada” Adriel.

“Kenapa juga mereka bertiga percaya penuh sosok sepertimu bisa membantu?”

“Kenapa juga mencari saya sampai sejauh ini?” Adriel.

“Entahlah” kalimatku.

Apa saya harus ikut rencana jahat manusia iblis itu? “Jangan mencari tulang rusuk disini kalau kau setuju skenario tadi!” Adriel.

“Memang kenapa?”

“Setidaknya ke daerah lain, biar tulang rusuk kita semua itu beragam suku bangsa” tawa Adriel meledak.

“Dasar”...

“Kalau salah seorang gadis memiliki karakter kuat bahkan berbeda saja dibanding lainnya berarti...” Adriel.

“Berarti apa?”

“Kau harus berpura-pura stroke di usia muda sekaligus bangkrut tujuh keliling untuk skenario berikutnya” Adriel.

“Rencanamu benar-benar iblis mematikan” menyerang dirinya.

“Kau harus belajar dari sekarang berbicara dengan bibir miring 7 keliling, tangan kaki ga bisa digerakkan” Adriel.

Skenario paling mematikan yang pernah kudengar. Lebih ganas dari kisah pencaharian orang-orang pilihan kemarin. Kenapa mencari tulang rusuk sampai menderita segitunya? Apa iya tidak ada jalan lain?

“Pergilah dan jangan kembali kemari!” seolah dia mengusir keras-keras sosok Brayn paling tampan.

Dia memang sengaja membuatku terlihat kacau seperti sekarang. Menjadi seorang pria matang, mapan, kaya raya? Memiliki rumah pelacuran dan berperan sebagai bandar narkoba sekaligus pembunuh bayaran? Hancur apa kisahku sekarang..

Tuhan, sampai segitunya mencari tulang rusuk sesuai keinginan bos jahanam di atas? Merenung jalan ceritaku seperti sekarang membuatku ingin menangis sejadi-jadinya. Saya harus bagaimana?

“Ikuti saja petunjuk sahabatmu itu” sebuah pesan masuk dari personil bos besar.

“Dia bukannya ingin bersikap usil, hanya saja Adriel itu cukup bijak mempelajari karaktermu” ka’Arauna menulis pesan.

Dari mana mereka tahu? Bisa-bisanya manusia serius di sana memberi tahu sesuatu terhadap para bos? Saya harus memainkan peran gila sebagai pria mapan dimana? “Sepertinya saya ikut petunjuk Adriel suka ataupun tidak” menarik nafas panjang.

Tuhan, berikan saya petunjuk tentang daerah tempat mencari tulang rusuk. Memohon-mohon terhadap dua manusia menyebalkan hanya untuk menginap semalam di apartement mereka. “Ingat hanya semalam” cetus Adriel.

“Kenapa kau malah betah tinggal bersama dia? Bagaimana dengan gadis IQ rendah di luar sana? Santai amat” sindirku.

“Jangan sebut dia gadis IQ rendah kalau masih mau nginap di apartement ini! Ngerti?” Adriel bernada kesal...

Mulutku terdiam seketika akibat ucapannya. Kenapa dia terlihat santai 7 keliling? Bodoh amat. Kemana saya harus pergi besok? “Pergilah ke arah timur dan kau akan menemukan jawaban hidupmu!” sebuah suara berteriak keras dalam tidur lelapku.

“Hanya mimpi” segera terbangun dari tidur.

Kenapa seperti angker begini? Jangan-jangan apartement ini berhantu lagi. Hal lebih kacau lagi adalah tanganku seperti diperintahkan atau lebih tepatnya bergerak sendiri mengambil handphone untuk memesan tiket penerbangan ke arah timur.

“Sampai jumpa di Konferensi Meja Bundar berikutnya” berujar terhadap mereka berdua.

“Pergi sana!” Adriel seolah tidak peduli.

“Tunggu” Ha menghalangi jalanku.

“Semoga sukses” memberiku sebuah gelang.

“Tuhan, buat sahabatku yang satu ini jatuh cinta 7 keliling terhadap seorang gadis biar dia tidak menertawakan orang pada KMB berikutnya” Adriel tiba-tiba saja datang merangkul, kemudian memanjatkan doa tidak masuk akal.

“Tuhan, buat dia galau dan baper 7 keliling karena cinta. Amin” kalimatnya lagi.

“Sepertinya kau dan tuan Ahaziah sudah satu roh untuk masalah berdoa” ucapanku berusaha lepas darinya. Mereka berdua mengantar saya ke bandara pagi ini. Petualanganku akan dimulai...

Apa saya akan galau hanya karena cinta? Tidak akan pernah sampai kapanpun. Saya harus bisa menciptakan petualangan tersendiri. Menyuruh bos mempersiapkan rumah mewah di daerah yang baru saja saya injak terdengar menyenangkan juga. Berperan sebagai pria mapan, matang, kaya raya, dan pastinya ganteng pakai banget.

Berperan sebagai pria kaya raya tentunya harus meyakinkan. “Tulang rusuk, apa saya harus bayar harga 7 keliling hanya untuk dirimu?” menggeleng-geleng kepala.

Tuhan, setidaknya jangan sampai saya baper galau hanya karena wanita. Kegiatan pertama yang akan kulakukan adalah terlihat narsis di tempat fitnes. Seorang Brayn harus perfect apa pun yang terjadi. Terlihat cool ketika berolahraga hanya untuk mencari mangsa.

Dengan begitu mudahnya semua wanita dari tercantik hingga terjelek datang mendekat seperti perangko. “Memangnya Brayn playboy cap kadal apa” menggerutu dalam hati.

Memakai jas kebesaran sambil menaiki mobil mewah padahal sebenarnya Cuma disewa saja. Barang mewah tadi sengaja di parkir sekitar taman, pusat perbelanjaan terbesar, halaman fitnes, hotel, dan lain-lain. Semua gadis datang mendekat begitu saja.

Hal pertama yang kulakukan adalah berkenalan, lantas mulai bercakap-cakap, dan terakhir area paling ekstrim yaitu berada di hotel. ‘Kita mau kemana?” seorang wanita cantik tersenyum ke arahku.

“Biasalah” ujarku.

“Tuhan, maafkan anakMU yang satu ini dan kumohon lindungilah keperjakaanku 100%” isi doaku tiap saat.

“Mati banyak” mulai mengumpat ketika sang wanita membuka kancing bajunya.

“Perutku tiba-tiba sakit” segera berlari ke kamar mandi.

Berjuang keras mencari ribuan alasan hanya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Kenapa dia jauh lebih agresif dari sebelumnya?” makianku dalam hati. Berpura-pura kesurupan sambil mencakar-cakar seluruh dinding hingga membuatnya ketakutan.

“Saya butuh darah” berteriak dalam kamar hotel.

“Tidak jadi” seorang wanita cantik lainnya segera mengenakan kembali roknya, kemudian berlari keluar dari kamar hotel dengan tubuh gemetar karena ketakutan luar biasa.

“Untung saya tidak lihat apa-apa” berucap setelah dia pergi.

“Kepalaku sakit sekali” memukul-mukul dinding hotel setelah mangsa lain mencoba duduk mengangkang di atas sofa sambil mengangkat roknya ke atas.

“Kamu kenapa?” mangsa tadi mulai panik.

“Kenapa masih bertanya? Setidaknya keluar dari kamar” kata-kata bergema di dalam sana.

“Saya harus membunuh orang biar sakit kepalaku hilang” berkata-kata sambil berusaha membuka ikat pinggang kemudian memainkannya.

“Tolong lepaskan saya, ma...ma...maaf” dia segera berlari terbirit-birit tanpa mengenakan pengalas kaki.

Kenapa tidak satupun dari mereka memiliki sesuatu yang berbeda saja? Semunya masuk kategori mengerikan, membinasakan, mengenaskan, kucing garong tujuh keliling. “Panas panas panas,” mulai merobek-robek pakaian yang kukenakan sendiri sambil meludah kiri kanan dan menggunting anak rambutku sedikit ketika mangsa berikut membuka bajunya bahkan hanya memperlihatkan bra semata. Dua bola mataku sudah ternodai bahkan kesuciannya sudah diambil.

“Saya harus menggunting rambut” menatap ganas ke arahnya. Dia berlari seketika sambil membawa pakaian di tangangannya keluar.

“Hampir saja” meracau setelah kepergiannya sambil mengelus-ngelus dada. Dompet wanita cantik itu ketinggalan. Bunyi nada dering mengagetkan seketika.

“Bayar hutangmu! Sadar tidak kalau saya juga punya orang tua” seorang wanita berteriak keras bahkan sangat dasyat dari dalam handphone.

“Maaf ini dengan siapa?” kalimatku.

“Anda siapa? Dimana pemilik barang yang sedang anda pegang sekarang?” pertanyaannya.

“Mana saya tahu” ucapanku.

“Jangan mengembalikan handphone miliknya! Harga barang yang anda pegang sedikit bisa melunasi hutang” dia terdengar cerewet.

“Dia juga meninggalkan dompetnya” ujarku lagi.

“Ada uang tidak di dalam?” pertanyaan darinya.

“Ada banyak” jawabanku.

“Kirim alamat anda sekarang!” ucapannya segera ingin meluncur.

Gadis ini terdengar galak juga. Memberikan alamat hotel tempatku sekarang terdengar keren. Sekali-sekali bersikap jahil, tidak jadi masalah. “Permisi” suara seorang gadis mengetuk pintu kamar hotel.

“Dia gadis paling tomboy yang pernah ada di dunia” menatap dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memakai topi terbalik, rambut sebahu, celana jeans puntung, baju kaus tidak beraturan.

“Maaf, dompet dan handphone wanita itu mana?” langsung inti pembicaraan.

“Masalahnya di dunia ini tidak ada yang gratis” ujarku.

“Saya traktir makan, bagaimana?” jawabannya.

“Kapan dan dimana?”

 “Terserah yang penting bukan restoran mahal” balasnya.

“Rumah makan kecil pinggir jalan seberang sana” menunjuk keluar jendela.

Dia hanya mengangguk menyetujui ucapanku. Kami berdua  berjalan keluar meninggalkan hotel. “Namamu siapa?” pertanyaan pertama setelah kami berada di seberang jalan.

“Penasaran banget namaku” sindirnya.

“Shana lulusan cumlaude Cuma jalan berkeliaran saja di sini” seseorang tiba-tiba saja berdiri di depan kami.

Ternyata nama gadis tomboy ini Shana. Dia lulusan cumlaude? Wajahnya tidak terlihat pintar-pimtar banget kalau diperhatikan. “Lulusan Cumlaude, tapi kerjanya Cuma tukang antar galon ma kuli bangunan?” temannya kembali menyindir ganas.

“Mending, dari pada situ kerjanya Cuma jadi mulut ember” Shana balas menyindir.

Kemungkinan besar mereka berdua adalah teman sewaktu kuliah. Saya hanya diam seribu bahasa sambil memperhatikan episode lanjutan dari pertengkaran mereka. Temannya berjalan pergi meninggalkan kami. Kisah hidupnya terdengar menyedihkan.

“Gadis tomboy, mau pesan apa?” pertanyaanku.

“Harusnya saya yang berkata seperti itu keles” ujarnya.

“Saya saja yang bayar” segera menyerahkan sejumlah uang setelah kami berdua melahap santapan makanan terhadap pemilik rumah makan.

“Ga usah” ujarnya.

“Saya yang bayar, tapi situ tetap berhutang ma saya keles” kalimatku.

“Ka’Shana, gawat, mama teriak-teriak di rumah sakit” seorang gadis remaja memakai seragam sekolah berlari hos-hosan seolah sulit mengatur nafas.

“Kenapa ga nelpon saja?” ujar Shana.

“HP ka’Shana tidak aktif terus” kalaimat gadis berseragam.

“HPku lobet” Shana melihat handphone miliknya. Mereka berdua berlari seperti dikejar setan menuju rumah sakit tidak jauh dari rumah makan tadi. Entah kenapa saya juga ikut berlari bodoh mengejar mereka.

Mamanya ternyata sedang menjalani perawatan di rumah sakit kejiwaan. Apa yang sedang terjadi dengan hidupnya? Kesulitam kerja, ditipu teman sendiri, merawat orang tua satu-satunya dalam kondisi kejiwaan berat. Kenapa hidupnya menyedihkan begitu?

“Kenapa hidup kita menderita begini?” adiknya seolah tidak tahan dengan kehidupan mereka.

“Bersabar saja” dia memeluk hangat adiknya.

“Kakak harus berangkat kerja sekarang” Shana tersadar jam kerjanya. Hal terbodoh yang kulakukan adalah saya terus mengekor diam-diam seperti manusia bodoh.


Bagian 9...

 

Shana seorang pekerja keras. Mengantar galon dari rumah ke rumah, menjadi tukang perbaikan saluran air kalau lagi rusak, kuli bangunan, dan lain sebagainya.

Kisah hidup Shana bercerita miris dalam dirinya. Menjadi bulan-bulanan teman-temannya ataukah tetangga. Dia sudah memasukkan lamaran ke seluruh perusahaan, akan tetapi tidak ada satupun mau menerima dengan berbagai alasan kurang masuk akal. Lulusan cumlaude harus gigit jari bahkan menerima kenyataan pahit.

“Kenapa saya jadi penguntit begini?” Brayn terus saja mengekor menyaksikan kegiatan hidup seorang Shana.

“Something pakai banget” Brayn tanpa sadar mengagumi gadis tersebut.

“Benar-benar wonder woman pakai banget” nada ucapannya kembali.

“Kenapa kau jadi penguntit?” seorang gadis menampilkan wajah galak di belakang Brayn.

“Memang ada yang salah?” ujar Brayn tidak sadar...

“Mati banyak” Brayn mulai menyadari siapa di belakangnya.

“Serahkan dompet dan HP milik tante girang itu!” Shana terlihat beringas.

“Saya berikan, tapi tidak gratis” Brayn.

“Kemarin saya mau traktir, tapi kau malah bayar” Shana.

“Gadis tomboy, judes, galak, cerewet ada imbalan ada barang” Brayn.

“Pakai uang? saya juga tidak punya keles” Shana.

“Ngapain juga pakai uang, la saya uang tujuh turunan ga habis-habis” Brayn.

“Jadi?” Shana.

“Kebetulan saya butuh tenaga di tempatku” Brayn.

“Gaji berapa?” Shana.

“Banyaklah dibanding gajimu sebagai tukang galon, kuli bangunan, tukang perbaikan perabot rumah, dan tukang-tukangan lain” Brayn.

“Sebagai?” Shana.

“Pengedar narkoba” Brayn.

“Kurang ajar” teriak Shana mengamuk keras.

“Jangan keras-keras berteriak, ntar polisi datang” Brayn berusaha menghindar.

“Dasar iblis jahanam” Shana makin mengumpat histeris.

‘Memang apa yang salah dengan pekerjaanku?” Brayn juga berteriak.

Hal terkacau lagi adalah menarik tangan Shana, kemudian membawanya ke suatu tempat yang sepi. “Kita mau apa disini?” Shana terlihat takut.

“Ternyata gadis tomboy bisa mati ketakutan begini” Brayn.

“Maumu?” Shana.

“Saya Cuma mau menawarkan pekerjaan bagus dengan uang cukup fanrastis” Brayn.

“Harus bayar kontrakan rumah, adikmu mau lanjut sekolah, kebutuhan hidup, hinaan orang banyak” Brayn.

“Itu bukan urusan hidupmu” Shana.

“Apa kau sanggup menanggung? Lulusan cumlaude kerjanya serabutan ga ada uang?” Brayn.

“Memang berapa total kekayaanmu sekarang?” Shana.

“Setidaknya saya tidak akan pernah merasakan kehidupan susah, tinggal di gubuk, menderita karena masalah ekomomi bahkan hidupku bisa membeli apa saja” Brayn.

“Pekerjaanmu selain bandar narkoba” Shana.

“Saya memiliki rumah pelacuran, tertarik?” Brayn.

“Kurang ajar, dasar manusia iblis” berteriak memaki habis-habisan.

“Saya itu Cuma menawarkan, kalau memang tidak mau ya sudah ga pakai histeris segala keles” cetus Brayn berusaha menghindar.

“Sudah malam, saya mau pulang” Brayn berusaha membuka mobil mewahnya.

“Saya pulang naik apa?” Shana.

“Kau tidak takut kalau saya apa-apakan di dalam mobil?” Brayn.

“Silahkan naik!” Brayn.

“Mana dompet dan HP milik tante girang itu!” Shana.

“Di dunia ini tidak ada yang gratis” Brayn.

“Saya pulang naik apa?” Shana.

“Masuklah!” Brayn.

Gadis itu diam sesaat. “Saya juga tidak akan pegang, kecuali situ mau jual diri ke saya” Brayn.

“Manusia iblis” Shana menginjak keras kaki Brayn.

Mereka berdua akhirnya pulang bersama di akhir cerita. Sepanjang perjalanan tidak saling berbicara satu sama lain. Selama beberapa hari berikutnya Brayn tetap menjadi penguntit. Shana tidak pernah lupa mengunjungi ibunya yang sedang dalam perawatan di rumah sakit.

Seorang Shana berjalan masuk ke sebuah gereja kecil, kemudian menangis keras sendirian di tempat sakral tersebut. “Tuhan, rasanya sakit sekali” air matanya jatuh begitu saja.

“Kalau mengeluh berarti Shana kalah terhadap semua hal di luar” tangisnya makin pecah.

Dia menjadi tukang bersih-bersih sekaligus pengepel terbaik setelah menangis tiga jam di tempat tersebut. “Siang hari menjadi tukang pengantar galon dan kuli bangunan, sedang malam berada di tempat ini menangis sekaligus tukamg bersih-bersih” suara hati Brayn berbisik.

“Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan keras di luar sana?” Brayn masih menatap di tempat tersembunyi.

Brayn masih tetap setia dengan perannya sebagai penguntit. “Gadis tomboy” berlari dengan perasaan khawatir melihat Shana penuh luka karena insiden kecelakaan kecil di tempat kerjanya.

“Kau” Shana terkejut.

“Petengkarannya nanti kita lanjut setelah mengobati lukamu” Brayn berusaha membawanya ke mobil.

“Mau kemana?” Shana.

“Yang jelasnya bukan jual diri, ngerti?” Brayn.

“Kemana?” Shana.

“Rumah sakitlah masa rumah pelacuran” Brayn.

“Saya tidak punya uang” Shana.

“Nanti saya yang bayar” Brayn mendorong paksa gadis itu masuk ke mobil. Beruntung saja luka Shana tidak parah. Mengantar pulang ke rumahnya menjadi kewajiban Brayn.

“Rumahmu gubuk amat” sindir Brayn.

“Berhenti menyindir!” Shana.

“Biar saya saja yang masak” berusaha mengambil alih pekerjaan Shana. Merasa kasihan melihat kondisi gadis di depannya membuat Brayn ingin membantu.

“Makanlah!” Brayn menyodorkan beberapa resep masakannya.

“Ternyata pemilik rumah pelacuran sekaligus pengedar narkoba pintar masak rupanya” Shana.

“Jelaslah bisa masak, kalau tidak tahu masak berurusan ma pria tua jelek” kalimat Brayn dalan hati.

“Ikan bakar bumbu bersama sausnya, sayuran dan nasi langsung dimasak jadi satu, ternyata rasanya enak juga” Shana.

Shana makan dengan sangat lahap hingga bersih tanpa sisa. “Gadis tomboy, apa kau sadar hanya kita berdua di rumahmu?” Brayn.

“Lantas?” Shana.

“Siapa tahu kau tertarik menjual diri ma saya maksudku jual keperawanan” Brayn.

“Dasar pria iblis selalu berpikir kurang ajar” Shana menjambak habis-habisan rambut Brayn.

“Kau pikir saya perempuan pelacur kelas kakap?” Shana terus saja menjambak rambutnya tanpa ampun.

“Hentikan kelakuan gilamu!” Brayn berusaha melepaskan diri.

“Namamu siapa? Sejak awal pertemuan saya tidak tahu namamu” Shana tersadar sesuatu.

“Astaga, Tuhanku, kenapa tidak kiamat dunia baru menanyakan nama?” Brayn.

“Sebutkan nama!” cetus Shana.

“Aldrich, puas?” Brayn.

“Kenapa namanya jadi mirip Adriel?” batin Brayn.

“Kenapa nama Adriel dan Aldrich mirip ma cerita anak kembar dalam novel apa lagi namanya ya?” ungkap Brayn dalam hati.

“Novel Daun kering itu bernilai” ingatan Brayn kuat juga.

“Kenapa bengong?” Shana.

“Saya lagi berpikir cara supaya gadis tomboy di depanku menjual keperawanannya buatku tanpa ada paksaan” jawaban Brayn.

Wajah Shana merah seketika. Dia segera mengambil cabe merah kemudian menggosok habis-habisan sekitar bibir mulut Brayn. “Pedis” teriak Brayn seketika.

“Masih mau?” Shana.

“Kau tidak ke gereja?” Brayn.

“Kenapa bisa tahu?” Shana terkejut.

“Saya itu detektif profesionalitas” Brayn.

“Bukan detektif, tapi penguntit” Shana.

“Apa kau mau ikut? Siapa tahu saja kau bertobat?” Shana.

“Saya heran, kau masih saja mencari Tuhan, sedang Tuhan saja membiarkan hidupmu hancur berantakan” Brayn.

“Dasar iblis” Shana kembali menjambak rambut Brayn.

“Hentikan!” Brayn.

Shana menarik tangan Brayn keluar dan membawanya ke gereja kecil. “Tutup matamu dan minta ampun ma Tuhan!” Shana.

“Kalau Aldrich ga mau?” Brayn.

“Sudah pengedar, pemilik rumah bordil, mulut kurang dihajar, lantas sekarang tidak mau minta maaf ma Tuhan?” Shana.

“Kenapa kau tidak pernah kecewa atas perlakuan Tuhan atas hidupmu?” Brayn.

“Tuhan tidak pernah membuat hidupku hancur berantakan” Shana.

“Ibumu menderita kejiawaan hingga harus mendapat perawatan RSJ, adikmu butuh biaya sekolah, tinggal di gubuk, ditolak seluruh perusahaan padahal lulusan cumlaude, lantas kau masih mau mencari wajah Tuhan?” Brayn.

“Kau saja selalu diejek gagal ma semua orang sekitarmu” Brayn.

“Tuhan tidak pernah merancang yang jahat buatku, hanya saja Shana diajar tentang hidup bersandar dan belajar untuk tidak kecewa apa pun keadaannya” Shana.

“Sampai kapan kau bertahan?” Brayn.

“Sekalipun pohon ara tidak menghasilkan, semuanya terlihat mengecewakan, namun saya ingin tetap berkata Tuhan baik apa pun keadaannya” Shana.

“Dasar gadis bodoh” Brayn menyentil keningnya.

“Bantu saya membersihkan tempat ini!” Shana.

“Imbalannya?” Brayn.

“Pengampunan dari Tuhan” Shana.

Brayn tersenyum kecil mendengar ucapan gadis di depannya. “Apa yang sedang kulakukan?” Brayn menyadari ada yang salah.

“Kenapa saya ikut membantu, bukankah saya lagi akting?” ujarnya dalam hati.

“Kau kerja sendiri!” Brayn berjalan keluar setelah mengepel ruang suci tersebut.

“Kan memang sudah selesai” tawa Shana meledak.

“Sejak kapan saya akrab ma manusia iblis itu?” Shana menghentikan tawanya seketika. Brayn mulai menghentikan kegiatan penguntitnya setelah kejadian tersebut.

Seorang Brayn tanpa sadar memiliki rasa penasaran cukup tinggi terhadap gadis itu. Kisah pencaharian tulang rusuk menyatakan sosok Brayn harus menjalani situasi tertentu. Dia mulai merindukan sifat galak Shana perlahan demi perlahan.

“Dia lagi buat apa?” gumam Brayn.

Brayn mencoba menemui kembali Shana di tempat kerjanya. “Gadis itu tidak masuk kerja hari ini karena sakit” ujar salah satu temannya.

“Apa?” Brayn segera berlari ke rumah Shana dengan perasaan khawatir. Mengemudikan mobil mewah menuju sebuah gubuk.

“Gadis tomboy, galak, judes, cerewetnya minta ampun” Brayn mengetuk pintu rumahnya.

Ternyata Shana timggal sendirian di rumah, sedang adiknya mengikuti ujian akhir sekolah. “Demammu tinggi sekali” memegang kening Shana setelah masuk ke rumah karena pintu tidak terkunci.

Brayn berusaha mengompres Shana agar demamnya turun. Terus berjaga di samping Shana dan merawatnya. Membuat bubur, kemudian menyuapi gadis tersebut pertama kali dilakukan oleh Brayn. “Cepat sembuh” ungkap Brayn memandang Shana yang sedang tertidur pulas.

“Jangan sakit lagi” kalimat Bryan kembali.

“Ka’Shana” teriak seorang gadis membangunkan Brayn dari tidurnya.

“Anda” ujar adik Shana.

“Jaga kakakmu baik-baik, jangan ganggu tidur lelapnya!” Brayn menepuk bahu gadis belia tadi, kemudian berjalan pulang.

Sosok Brayn mulai tersenyum seorang diri tiap mengingat wajah judes Shana. “Apa yang harus kulakukan?” ungkap Brayn dalam kamarnya.

“Sepertinya saya harus melanjutkan skenario berikutnya dalam waktu dekat dan ga boleh ditunda-tunda apa pun yang terjadi” ucaapan Brayn.

Brayn berjalan ke rumah Shana untuk memastikan kondisi kesehatannya. “Ternyata sudah sehat” ungkap Brayn setelah beryemu Shana.

“Terima kasih sudah memberi perawatan buatku kemarin” Shana.

“Tapi ga gratis” Brayn.

“Sebenarnya sih saya bernafsu tinggi menginginkan sosok Shana menjual keperawanannya buatku” Brayn.

“Kau memang cari penyakit” Shana.

“Saya belum selesai bicara sudah dipotong” Brayn berusaha menyumbat mulut Shana memakai tangannya.

“Saya kesini ingin tobat” Brayn.

Akhir cerita seorang Shana kembali tenang seketika. “Saya ingin belajar meninggalkan dunia gelap” Brayn.

“Tobat?” Shana.

“Saya tidak mau lagi menjadi bandar  narkoba” Brayn.

“Saya mau menutup rumah bordil dan membiarkan wanita-wanita itu keluar” Brayn.

“Bantu saya mengerti kalau Tuhan itu baik dan tidak pernah jahat” Brayn.

Shana dengan polosnya duduk menatap serius Brayn. Dia mulai mengajar sosok Brayn tentang hidup dapat berjalan ketika tetap  memandang kebaikan Tuhan tanpa perlu memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitar jalan setapak. “Tuhan, kalau dia mau merawat saya nanti karena stroke artinya hilal tulang rusukku sudah terlihat” ungkap Brayn dalam hati.

“Saya sekarang miskin alias jatuh bangkrut karena meninggalkan dunia hitam” Brayn menangis beberapa hari setelahnya.

Membayar salah seorang dokter untuk diajak bekerja sama dalam sebuah skenario. Brayn yang kaya raya terkena stroke diusia muda karena tidak memiliki uang satu sen pun setelah pertobatannya dimulai. “Maaf, nona Shana dengan terpaksa kami harus menghubungi anda” ujar sang dokter terhadap Shana.

Shana masih belum mengerti apa pun dan siapa yang sedang sakit. Sang dokter menjelaskan kalau seorang pria dalam kondisi terpuruk, stroke, dan tidak bisa menjalani hidup...

“Tuan Aldrich memerlukan bantuan anda” kalimat sang dokter.

“Dia tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya, sedang rumah sakit tidak mungkin bisa menampungnya tanpa biaya sama sekali” ucapan sang dokter.

“Dokter tahu dari mana nomor saya?” Shana.

“Buku kecil ini menunjukkan nama anda dengan sangat jelas” jawaban sang dokter.

Shana dengan terpaksa membawa Brayn ke rumahnya untuk dirawat. “Saya sepertinya bisa jadi gila karena masalahmu”tangis  Shana pecah.

“Kemarin kau bilang ingin bertobat, tapi sekarang kondisimu menyedihkan” Shana masih berkata-kata.

“Kenapa saya tidak bisa membuangmu?” seolah meratapi nasib.

“Tuhan baik Apa pun yang terjadi” Shana berusaha menyeka air matanya.

Dia berusaha untuk tetap merawat pria stroke di depannya. Membersihkan badannya, menyuapi ketika makan, mencuci pakaian Brayn tanpa mengluarkan sepatah dua kata umpatan. Shana berusaha memberi pengertian adiknya Kirey agar bisa memahaminya.

“Seandainya Kirey ga ingat cara kakak merawat ka’Shana, sudah kubuang ke jalan biar tambah mampus sekalian” Kirey adik Shana berkata-kata terhadap pria stroke di depannya.

“Kirey” tegur Shana.

“Betul-betul tulang rusuk terbaik, lantas bagaimana caraku menjelaskan nanti?” Brayn merenung dalam tubuhnya yang terus saja terbaring di atas ranjang.

Sosok Shana sebelum berangkat kerja masih berusaha memijat tangan dan kaki Brayn. “Biar bisa sembuh” senyum Shana.

“Seandainya kau bisa bicara, pasti kau sudah berkata, kemana Tuhan? DIA tidak pernah peduli dengan hidupmu” Shana.

“Tuhan tetap baik buatku sekalipun beban hidupku semakin ganas karena kisahmu harus mendekam di sini” Shana.

Dia tidak pernah mengeluh tentang kisahnya. Rasa-rasanya air mata Brayn ingin terjatuh tiap menatap ke arah gadis tersebut. “Siapa itu si’Centil?” pandangan mata Shana terarah pada handphone milik Brayn.

“Mati banyak, Shine jangan mencari masalah!” kalimat Brayn dalam hati.

 

Bagian 10...


SHINE...

Kenapa manusia itu tidak mengangkat panggilan dariku? Apa dia lagi tidur? Sepertinya tinggal saya dan Brayn saja yang belum menemukan pasangan sesuai harapan. Saya tidak tahu cara mencari jodoh menurut versi 3 bos besar. Tuhan, bantu Shine menjelaskan ke mereka semua.

Apa saya jadikan manusia kacau semacam Brayn menjadi pasangan hidup? Kalau begitu Shine harus kembali ke markas dan bercerita tentang Brayn.

“Saya sudah lama menyukai Brayn” menyusun kata-kata buat pertanggung jawaban terhadap bos besar. Memesan tiket pesawat menuju markas terdengar melelahkan, akan tetapi harus kulakukan. Petualanganku tidak pernah membuahkan hasil.

“Kenapa kembali?” ka’Arauna menatap sarkas ke arahku seketika setelah saya berada di markas.

“Saya menyukai Brayn, jadi, biarkan kami berdua menjadi pasangan sejati” kalimatku.

“Pasangan apanya?” ka’Dhavy menepuk kepalaku dari belakang.

“Brayn sekarang ini lagi menikmati perannya sebagai pasien stroke di usia muda” ka’Arauna.

“Pantas saja dia tidak mengangkat teleponku” menggerutu.

“Artinya dia sudah punya pasangan, berarti Shine sudah tidak punya harapan lagi dong” wajahku benar-benar terlihat cemberut.

“Sepertinya” ka’Arauna.

“Apa kau mau dibantu mencari pasangan?” tuan Ahaziah.

“Mencurigakan” kalimatku.

“Mau atau tidak sama sekali?” penekanan la’Arauna.

“Dengan terpaksa yes” jawabanku.

“Manusia serius, kembali ke markas hari ini, kami akan memesan tiket penerbangan” ka’Dhavy.

“What?” teriak histerisku.

“Jangan salah, Brayn sekarang ada baper galau karena petunjuk darinya” sekali lagi ka’Dhavy menyentil keningku.

“What?” teriakanku makin menggelegar.

“Kebetulan kau ada disini” ka’Arauna.

“Maksudnya?”

“Kau harus membantu kami merakit beberapa alat terbaru sambil menunggu kedatangan Adriel” ka’Arauna.

“Saya sendiri?” kalimatku.

“Nara sebentar sudah ada tu” tuan Ahaziah.

“Kenapa bisa?”

“Bisalah tinggal main perintah atau memakai telepon” ka’Arauna.

“Bosku memang beda” kalimat terbaik buatnya.

Ka’Arauna sedang merancang beberapa alat penting di dunia medis. Kami harus mencari cara tentang perakitan teknologi tersebut. “Selamat siang” akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga.

“Nara cantika, silahkan masuk!” tuan Ahaziah menyambut kedatangannya.

“Selamat sore” Adriel tiba-tiba berjalan masuk sama seperti Nara.

“Ini siang atau sore?” pertanyaanku.

“Menurutmu?” Adriel.

“Kenapa kalian datang bersamaan?” ujarku kembali.

“Menurutmu? Adriel.

“Adriel, kuharap kau membantu kami lagi dengan beberapa alat terbaru” ka’Arauna.

“Yang kemarin saja masih beberapa persen lagi, lantas cari baru lagi?” Adriel.

“Yang terbaru ini kau Cuma membantu sedikit saja, sisanya serahkan ke mereka bertiga” ka’Arauna menunjuk diriku, Nara, dan ka’Dhavy.

“Kerjasama yang baik” Adriel.

“Alat terbaru kakak sekarang tentang?” Adriel.

“Alat scan pendeteksi kulit sebelum melakukan penyuntikan terlebih anak imunisasi” ka’Arauna.

“Kelebihan alatnya?” Nara.

“Alat ini harus bisa mempelajari jenis kulit apa lagi terhadap anak, dan sekaligus akan melakukan desinfeksi sendiri, kemudian penyuntikan, terakhir plester” ka’Arauna.

Sebuah teknologi menyerupai alat scan suhu, namun di dalamnya sudah dirancang sedemikian rupa. Terdapat layar kecil untuk melihat jenis kulit, pembuluh darah, tingkat alergi obat. Di dalam alat scan tersebut juga di desain untuk meletakkan vaksin/ vitamin/ obat KB/ obat alergi/obat lainnya,  kapas alkohol ataukah kapas biasa, jarum spoit, plester. Alat tersebut diprogram melalui tombol untuk proses penyuntikan. Skin test ataukah vaksin BCG memiliki jenis penyuntikan dan spoit tersendiri sehingga di dalam alat tersebut dapat dipasang beberapa jenis jarum spoit.

“Jadi, tinggal menekan tombol untuk mempelajari jenis kulit sekaligus area penyuntikan, kemudian memilih jenis penyuntikan apakah vaksin ataukah suntikan lain” kalimat ka’Arauna memberi penjelasan melalui gambar dan teori.

“Artinya jenis penyuntikan akan diprogram otomatis pada tombol?” pertanyaanku.

“Yes” ka’Arauna.

Alat tersebut harus dalam ukuran yang bisa dibawah kemanapun terlebih area pedalaman. Kenapa area pedalaman? Kegiatan imunisasi sering dilaksanakan bukan. Tenaga yang digunakan dapat berupa baterai ataukah cas melalui listrik / tenaga surya. Sistem kerjanya hanya dengan menempatkan ujung scan ke area penyuntikan. Jika terdapat pembuluh darah maka akan berwarna merah bahkan terbaca dengan jelas pada layar kecil. Sebaliknya jika jenis kulit tebal, sedang, tipis akan terbaca pula dengan memberi warna tanda masing-masing yang telah diprogramkan khusus.

Cara kerjanya yaitu dengan memilih jenis suntikan. Beberapa pilihan seperti vaksin imunisasi, vitamin, skin tes obat/ antibiotik, obat alergi, KB. Metode layar sentuh dapat menjadi alternatif juga dan akan tetap diprogram otomatis, namun ada baiknya jika memakai tombol yang akan tetap diprogram pula. Terdapat tombol kecil dengan warna berbeda-beda untuk membedakan beberapa jenis penyuntikan. Jika memilih jenis vaksin imunisasi artinya dibagi beberapa pilihan lagi seperti Hb0, BCG, dpt, campak, polio suntik, pcv andaikan memakai layar sentuh. Sementara pada tombol-tombol kecil pun sudah diotomatiskan dan diberi label petunjuk perbedaan warna maupun tulisan. Andaikan ingin melakukan vaksin BCG, maka tinggal menekan tombol hijau tulisan BCG. Alat tadi akan melakukan desinfeksi dengan sendiri, dimana akan memerintahkan alkohol swab/ kapas biasa berisi air keluar kemudian mengusap beberapa kali lokasi penyuntikan.

Mengeluarkan Vaksin BCG yang telah di oplos terlebih dahulu sebelum memasukkan botol vial BCG ke dalam alat tadi. Akan menyambungkan langsung antara vial, tabung ukuran, dan jarum 0,05 ml. Cairan vaksin akan keluar dengan sendirinya sesuai ukuran yang sudah otomatiskan sebanyak 0,05. Alat tersebut akan melakukan penyuntikan 15• dengan sendirinya dan akan membuang jarum bekas pakai langsung ke dalam safety box mini melalui selang pembuangan yang sudah tersambung. Melakukan sistem plester dengan otomatisnya setelah penyuntikan.

Bagian dalam ataukah ujung luar alat tersebut akan membersihkan dirinya sendiri alias melakukan desinfektan sendiri memakai kapas alkohol dan membuangnya melalui selang pembuangan tadi yang langsung tersambung ke dalam safety box. Masing-masing vial memiliki tabung ukurannya tersendiri yang bisa diganti tiap harinya kecuali jarum harus pergantian sekali pakai.

“Alat ini sangat penting bagi dunia medis untuk melindungi nakes dari penyakit menular, mengenali jenis kulit, lebih steril, tingkat keamanannya jauh lebih dari standar dibanding manual, menghindari kesalahan penyuntikan hingga menyebabkan abses terhadap pasien terlebih bayi pada umumnya” ka’Arauna.

“Lantas?” Nara.

“Sistem perakitannya dan jenis bahan yang harus digunakan untuk mendesain teknologi ini bos” ka’Arauna.

“Sepertinya alat ini harus dirancang ma Shine” ka’Dhavy.

“Fungsinya saya ngapain disini?” Nara.

“Alatnya ada 3 keles dan semuanya digunakan di dunia medis” ka’Arauna.

“Kami sudah menghubungi beberapa rekan kerja lainnya, tapi bukan geng kalian untuk membantu” ka’Dhavy.

“Memang geng kami itu personilnya siapa saja?” Adriel.

“Seputar Habakuk, Brayn, Nara, Feivel, Adriel, Shine, memangnya siapa lagi?” tuan Ahaziah.

“Personil paling mematikan di antara semua penghuni markas” ka’Dhavy.

“Siapa-siapa saja yang ikut terlibat?” Shine.

“Nefrit,  Nevil, Darel, Nadav” tuan Ahaziah.

“Terserah kalian” kalimat Adriel.

“Alat selanjutnya?” Nara.

“Teknologi kedua, alat pemasangan infus sekaligus pemberian injeksi otomatis sesuai resep dokter” ka’Arauna. Teknologi satu ini berbeda dari sebelumnya.

Ka’Arauna menjelaskan gambaran alat ini. Sebuah alat membentuk bulatan pipih berisi abocath, tabung pengambilan sample darah, alkohol swab, torniket,  hypavix, vial obat untuk injeksi ataupun skin test. Terdapat layar untuk memperlihatkan pembuluh darah vena. Dengan kata lain vena paling sulit dilihat sekalipun akan terbaca. Kesulitan melakukan pemasangan infus sering terjadi pada bayi, penderita diabetes melitus, pasien dengan dehidrasi tinggi, vena terlalu kecil, dan beberapa penyakit tertentu. Pemasangan infus seperti ini juga dapat melindungi nakes dari penyakit menular. Di rumah sakit terkadang persediaan handscoen sangat terbatas, sehingga ketika melakukan tindakan tidak ada perlindungan terhadap nakes. Bagaimana dengan darah yang tiba-tiba saja tersembur keluar, entah karena lupa melepas torniket ataukah permasalahan lainnya? Seandainya pasien di depan mengidap satu penyakit menular?

Tinggal memasang alat ini pada bagian tangan atau kaki untuk mencari vena pembuluh darah lurus dan tidak bercabang. Pemasangan torniket akan terjadi dengan menekan tombol yang diprogramkan. Alat ini akan melakukan desinfeksi dengan sendiri dengan mengambil alkohol swab untuk mengusap area target. Abocath secara otomatis akan masuk pada bagian vena tadi, kemudian darah pasien akan di tampung pada beberapa tabung guna pengambilan sample darah. Torniket akan lepas otomatis, sedangkan selang infus set akan terpasang otomatis pula. Pengaturan tetesan cairan infus akan terprogram sendiri hanya dengan menekan tombol pengaturan tetasan infus per menit. Biasanya dokter menganjurkan 8 tetes/menit, namun tergantung kondisi pasien. Pengaturan tetesan sendiri juga memiliki rumusnya, jadi tergantung keadaan.

“Terkadang tenaga nakes kesulitan melakukan pemasangan infus dan alat ini sangat membantu kalau sudah terancang dengan sempurna” ka’Arauna.

Ka’Arauna menjelaskan kalau terdapat deretan peristiwa di luar sana hanya karena permasalahan pertolongan pertama pada kondisi pasien. Seorang anak bayi berusia beberapa bulan mengalami dehidrasi tinggi hingga menyebabkan nakes kesulitan menemukan vena pembuluh darah dan hal tersebut terjadi di rumah sakit. Pada akhirnya sang bayi dirujuk ke rs lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap tanpa pemasangan infus. Sang bayi langsung dilarikan ke ruang bedah agar vena secepatnya didapat. Kondisi kritis tersebut pada akhirnya membuat sang bayi meninggal dunia beberapa jam kemudian.

Apa ini kesalahan nakes? Entahlah. Pada dasarnya orang tuapun harus menyadari situasi anaknya seperti apa. Kondisi bayi yang memang dalam keadaan kurang cairan, lemah, pucat terkadang sangat menyulitkan seorang nakes untuk mencari pembuluh darah vena terlebih jika bentuknya sangat kecil. Bagaimana kalau peristiwa tersebut terjadi di sekitar puskesmas apalagi paling pedalaman? Tentu lebih hancur lagi.

Diharapkan bagi orang tua, jika mengalami situasi anak dalam kondisi tidak sehat entah karena diare atau apa, usahakan beri anak anda cairan. Paksa sang anak untuk minum dan segera bawah ke rs terdekat. Beri sesendok demi sesendok, setidaknya ada cairan yang masuk ke dalam. Kenapa saya jadi curhat begini?

“Pada alat ini juga terdapat pengaturan otomatis pemberian obat dalam bentuk injeksi” ka’Arauna.

Jadi, bagian dalam alat tersebut terdapat pula sistem pengoplosan antibiotik ataukah obat tertentu. Tinggal menekan tombol pemberian injeksi yang sudah diotomatiskan sesuai waktu yang ditentukan, maka injeksi akan bekerja dengan sendirinya. Terdapat cabang pada selang infus, dimana cairan akan melakukan klem dengan sendirinya untuk mengalirkan injeksi obat sesuai resep sang dokter. Cairan infus akan kembali berjalan setelah injeksi otomatis bekerja. Injeksi rumah sakit terkadang hanya seputar antibiotik seperti cefotaxime, ranitidine, dexamethasone, dan beberapa obat lain untuk kasus-kasus umum. Jauh berbeda dengan kasus penyakit tertentu pasti ada beberapa pemberian injeksi khusus.

“Saya penasaran tanggapan kakak tentang permasalahan kekurangan dokter yang lagi viral” ujarku terhadapnya.

“Sebenarnya sih  permasalahan yang lagi booming itu sifatnya sensitif” ka’Arauna.

“Percuma juga penambahan dokter kalau kualitasnya dibawah standar” ka’Dhavy.

“Menurutku, kalau Cuma penambahan dokter umum sepertinya menambah pengangguran saja. Kenapa bisa? Negara ini tidak kekurangan dokter umum” ka’Arauna.

“Kalau dokter spesialis, saya tutup mata memang lebih dari kata kurang” ka’Arauna.

“Itupun pembangunan sekolah kedokteran khusus spesialis tidak bisa asal begitu saja, kenapa bisa? Ketika permasalahan satu wabah penyakit tiba-tiba muncul di depan mata, pasti seluruh nakes akan kewalahan karena memang membutuhkan penanganan kualitas pemikiran sekaligus tangan dokter-dokter spesialis” penambahan pernyataan ka’Arauna.

Kenyataan yang ada dan tidak bisa disangkal kalau kualitas dokter di negara ini jauh dari standar internasional. Pembangunan sekolah-sekolah kedokteran berkualitas khusus spesialis butuh tenaga pendidik terbaik, perencanaan matang, sistem yang tidak biasa, adanya kolaborasi di beberapa tempat. Pada dasarnya perkembangan teknologi-teknologi di dunia medis memang sangat berperan dan dibutuhkan, akan tetapi untuk penanganan genting/ ruang bedah/ wabah penyakit yang paling berperan adalah kualitas otak dan bagaimana kecepatan kemampuan tangan sang dokter bermain. Ada yang salah dengan ucapanku?

Dalam suatu penanganan pasien gawat darurat, seorang dokter harus cepat melakukan diagnosa andaikan si’pasien sudah berada di ujung maut. Nafas hidup memang berasal dari Tuhan, hanya saja tangan sang dokter harus tetap cekatan. Alat teknologi yang digunakan butuh beberapa waktu untuk memperlihatkan hasil, sedangkan hitungan detik/menit pasien masih bisa terselamatkan andaikan sang dokter cekatan sekaligus IQ’nya bermain untuk menyimpulkan diagnosa bahkan langsung memberi pertolongan dengan benar.

Kebanyakan dokter yang saya lihat kalau pasien tiba, terkadang Cuma diam ditempat dan santai saja. Memang masing-masing memiliki tugas, akan tetapi si’dokter dan nakes lain harus bekerja sama. Kasus permasalahan dokter yang lagi viral sebenarnya sensitif, kenapa? Salah bicara atau mulut keseleo sedikit, ya begitulah...

Pada dasarnya nakes juga butuh organisasi yang bisa melindungi untuk situasi-situasi tidak terduga. Intinya, satu sama lain harus saling pengertian. “Apa boleh saya bertanya?” Adriel.

“Silahkan!” ka’Arauna.

“Seandainya ada organisasi salah satu nakes menyerang dan berkata bidangmu bukan disitu, lantas kenapa menciptakan teknologi-teknologi medis?” Adriel.

“Saya akan berkata terhadap organisasi tadi, ke laut saja dan tenggelam disana dan tidak usah muncul dipermukaan” ka’Arauna.

“Kalau mereka menolak, tinggal kirim keluar negeri, karena di luar sana Tuhan sudah membuat banyak negara antri kalau alat-alat siap luncur ke permukaan” ka’Arauna.

“Kejelekan dokter-dokter disini ya saling menjatuhkan bahkan tidak pernah ingin melihat kemajuan kualitas medis di negaranya sendiri” tuan Ahaziah.

“Setidaknya mereka belajar merendahkan hati, berjuang bersama-sama, saling membentuk, dan pastinya tidak pelit ilmu tentunya dunia medis disini akan maju pesat” ka’Arauna.

“Basicnya kita memang bukan dokter, sedang kalangan dokter saja ditolak apalagi...” Nara.

“Lantas sudah mau menyerang gitu?” Adriel.

“Setidaknya saya pernah sekolah nakes, walaupun ga sampai jenjang tinggi dan memang bukan sekolah kedokteran sih” ka’Arauna.

“Pengalaman kerja jadi tenaga medis gimana kakak?” Nara.

“Rasanya seperti nano-nano manis, asam, asin ramai rasanya” ka’Arauna.

“Maksudnya?” Adriel.

 “Berjalan dari satu kampung ke kampung lain terkadang berteriak atau duduk merangkak sambil berjalan karena pendakian/ jalanan licin 7 keliling, jurang terjal, jalan kaki berkilo-kilo” ka’Arauna.

“Kalaupun naik ambulans, tubuh diguncang 7 keliling karena jalanannya sungguh luar biasa dengan jalan lubang, batu-batuan, hujan, pendakian terjal” ka’Arauna.

“Wow...” Nara.

“Nakes memberi penyuluhan terhadap masyarakat supaya memberi asi ekslusif tiap waktu, kenyataannya bayi baru berusia 3 bulan sudah dikasih biskuit atau makanan bubur yang biasa diperuntukkan bayi usia 6 bulan” ka’Arauna.

“Keren apa” tuan Ahaziah.

“Kalau ada nakes berkata pencapaian asi ekslusif  90%, satu kata buatmu, prettt tujuh keliling” ka’Arauna.

“Kenapa memang?” tanyaku.

“Hello, namanya di pedalaman tidak ada cerita tentang asi ekslusif. Jangankan susu formula, usia 3 bulan bahkan belum 1 bulan sudah dikasih bubur/ biskuit pendamping asi 6 bulan” ka’Arauna.

“Ketika melakukan imunisasi juga benar-benar saya harus berdoa banyak-banyak, kenapa bisa? Salah sedikit saya pasti dimakan ma iblis-iblis di atas” ka’Arauna.

“Memang kenapa?” Nara.

“Masalah bayi diberi MP ASI sebelum waktunya terkadang mempengaruhi kondisi pasca imunisasi, tingkat kebersihan, bahkan memberi sesuatu yang aneh sekitar lokasi suntik seperti daun atau tanah atau air liur juga berpengaruh” ka’Arauna.

“Air liur bukannya anti biotik?” ka’Dhavy.

“Anti biotik sih antiotik, tapi ada keadaan dimana air liur yang digosokkan mempengaruhi keadaan anak” ka’Arauna.

“Serba salah, lepas berarti kita dibilang bodoh, lah kalau lanjut saya bergumul 7 keliling masalah dampak pasca imunisasi. Ada orang tua harus turun kota membayar sejumlah uang obat anak karena demam tidak turun, akhirnya mereka tidak mau lagi anaknya diimunisasi” ka’Arauna.

“Wow” ujarku.

“Sepertinya saya harus didoakan kuat-kuat ma pendeta biar dalam melakukan tugas tanggung jawab sebagai nakes Tuhan lindungi, resikonya benar-benar wow pakai banget” ka’Arauna.

“Pengalaman” Adriel.

“Sebenarnya sih, permasalahan stunting dan  IQ menjadi sesuatu kejadian luar biasa di banyak daerah pedalaman dikarenakan kejadian-kejadian tadi seperti pemberian MP ASI sebelum waktunya, imunisasi, serta beberapa kasus lain” ka’Arauna.

“Kami sudah melakukan penyuluhan, hanya saja kebanyakan masyarakat belum mengerti dunia luar seperti apa dan itu mempengaruhi pemikiran mereka masing-masing” ka’Arauna.

“Lantas gaji?” Adriel.

“Yah, begitulah, resikonya tinggi apalagi berurusan dengan imunisasi atau kebidanan salah sedikit meja hijau, tapi gaji ya menyedihkan sekali terlebih ini di pedalaman” ka’Arauna.

“Sangat miris” ujarku.

“Pengalamanku sebagai nakes itu benar-benar nano-nano pakai banget” ka’Arauna.

“Lanjut teknologi ke-3” Adriel.

“Sebuah alat di dunia kefarmasian” ka’Arauna.

“Berarti sudah beralih tempat ya?” Nara.

“Sepertinya” ka’Arauna.

Ka’Arauna bercerita tentang lemari kotak tempat penyimpanan obat-obatan. Apa yang membedakan dengan tempat lain? Pada kotak-kotak ini akan dibuatkan saluran pipa masing-masing untuk mengeluarkan atau memasukkan obat ke tempatnya. Sebagai contoh pasien memberi resep obat. Pihak apoteker ataukah asisten apoteker tinggal menginput nama-nama obat dan aturan pakainya melalui layar komputer dalam bentuk tablet, puyer, racikan salep. Jika dalam bentuk tablet, maka obat akan keluar dengan sendirinya dari kotaknya melalui saluran pipa tadi tanpa perlu mencari ke dalam.

Etiket obat akan tercetak pula dengan sendirinya yang kemudian langsung membungkus strip ataukah tablet obat tadi. Seandainya dalam bentuk puyer artinya petugas tinggal memilih puyer, kemudian mengetik nama anak, jenis-jenis obat,  setelahnya mengetik berat badan anak. Sebagai contoh, seorang anak berusia 2 tahun dengan BB 10 kg, dalam keterangan resepnya bentuk puyer. Adapun obat resep dokter yang diminta paracetamol, dexa, becom, vit. C, amoxicilin. Masuk ke layar komputer, pilih puyer, ketik nama anak, nama obat dan berat badan anak. Mesin akan dengan sendirinya menghitung jumlah tablet obat yang harus dipuyer. Menarik obat dari kotak masing-masing sesuai dengan jumlahnya, kemudian melakukan penggilingan dan pembungkusan sendiri. Tingkat sterilisasi dapat dijamin.

Adapun jenis obat dalam bentuk puyer akan memiliki kotaknya tersendiri yang sudah dikelompokkan sesuai nama masing-masing. Begitupun sebaliknya dengan racikan salep untuk kulit. Jadi mesin ini memiliki 3 kotak di depan yaitu racikan salep, puyer obat, obat tablet. Layar komputer yang digunakan hanya 1 saja untuk 3 kotak dalam mesin ini yang akan menyambungkan langsung melalui saluran pipa antara gudang stok obat dan mesin.

Salah satu contoh racikan salep, tinggal memilih pilihan racikan salep, kemudian mengetik nama pasien, terakhir mengetik nama salep yang akan diracik. Misalnya, gentamycin dan miconazole dalam tulisan resep dokter. Maka, dua salep tadi akan keluar dari kotaknya dengan sendiri dan mesin akan mengaduk, kemudian memasukkan ke dalam pot yang telah tersedia, terakhir memberi label. Racikan salep dokter itu berbeda-beda, jadi, yang tahu masalah seperti ini hanya petugas apotek semata.

Stock opname dapat diotomatiskan. Tinggal menekan tanggal dan pilihan stock opname pada layar, maka mesin pada masing-masing kotak obat akan menghitung jumlah obat yang tersisa dengan sendirinya. Andaikan terdapat obat masuk artinya petugas tinggal menambahkam jumlah obat pada layar komputer.

“Penjelasan cukup buat kalian” ka’Arauna.

“Tinggal kalian desain dan cari kualitas bahan terbaik untuk perakitannya!” ka’Arauna.

“Kalian harus bisa membagi waktu antara pencaharian jodoh dan perakitan alat ini, selain bidang-bidang lain yang sudah diarahkan jauh-jauh hari sebelumnya!” tuan Ahaziah.

“Adriel sepertinya kau harus membantu gadis centil satu ini untuk pencaharian jodohnya, masalah alat tadi biar kami yang membantunya” ka’Dhavy.

“Kenapa jadi saya lagi?” Adriel.

“Kau itu sudah berhasil membuat orang-orang terdekatmu galau karena cinta, jadi, kuharap kau membantu gadis centil ini” ka’Arauana.

Mendengar ucapan mereka membuatku tersedak seketika. “Mati banyak” kalimatku seketika.

Mereka semua menyebutku sebagai gadis centil. “Kenapa harus dia yang membantu?” cetusku.

“Kalian kan sahabat dalam suka duka” ka’Arauna.

Gara-gara kegalauan Feivel pertama kalinya hingga berujung kami semua harus dibantu oleh manusia serius itu. “Kita bagi tugas selama beberapa hari ke depan sebelum kalian kembali berpetualang” ka’Arauna. Kegiatan kami hanya seputar lab dan di depan komputer untuk mempelajari teknologi terbaru yang akan dirancang.

Beberapa hari ini kegiatam kami untuk sementara waktu hanya di dalam ruangan. “Mesin penggerak seperti ini harus uji coba” ka’Dhavy.

“Saya sudah mencoba menggambar desain tekmologi ini ke objek lebih spesifik pada bagian dalam” Nadav membawa lembaran kertasnya.

“Nefrit, coba pelajari beberapa perakitan mesin!” Nara.

“Baik bos” senyum lebar Nefrit.

“Bagaimana petualanganmu?” goda Nevil ke arahku.

“Kau sendiri gimana?” pertanyaan balik.

“Kasih tahu ga ya” Nevil.

“Jangan membangunkan macan yang lagi tidur” Nara.

“Memang siapa macannya?” Nevil.

“Menurutmu?” Adriel.

 

 Bagian 11...


SHINE...

Mereka semua terlihat menyebalkan. Saya harus berusaha menenangkan diri sejenak. Tuhan, sepertinya saya tidak ingin jadi ledekan terus-terusan. Petualanganku di luar sana memang terdengar kacau...

“Gadis centil, kemari!” tuan Ahaziah.

“Gadis centil, ga pakai lama keles kalau dipanggil” ka’Arauna.

Saya harus menghadap ruang bos besar. “Adriel, menurutmu gadis centil ini harus melakukan apa biar dipertemukan tulang rusuk?” ka’Dhavy.

“Kalian serius menyuruh saya memberi masukan?” Adriel.

“Ya begitulah” ka’Arauna.

“Sepertinya sekarang Adriel bisa disebut pakar cinta” sindiran buatnya.

“Kau berhasil membuat 3 manusia itu galau, berarti kali inipun pasti sukses” ka’Arauna.

“Mengerikan” Adriel.

“Bantu dia!” ka’Dhavy.

“Sabar, saya lagi berpikir” Adriel.

“Bilang saja kau tidak bisa keles” kalimatku.

“Siapa bilang? Saya sudah menemukan ide brilliant” Adriel.

“Jelaskan ide brilliantmu itu!” ka’Arauna.

“Gadis centilku yang paling centil harus menjalani hidup di jalan sebagai orang dalam gangguan jiwa berat” senyum jahat Adriel.

“Lantas?” tuan Ahaziah.

“Kalau ada orang yang datang menolong, merawat, mau menampungmu tanpa berbuat jahat dan memang tulus artinya lanjutkan skenario berikutnya” Adriel mendekap tubuhku sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Bagaimana kalau saya diapa-apakan orang atau laki-laki hidung belang?” kalimatku seakan ingin menolak.

“Makanya gadis centil tidak boleh berperan sebagai ODGJ cantik, ngerti?” ka’Arauna.

“Maksud kakak?” tanyaku.

“Kulit dan gigimu itu harus hitam gelap, palai tompel boroklah separuh wajah, rambut seperti nenek lampir” ka’Arauna.

“Betul sekali” mereka bertiga serentak berkata-kata.

“Selanjutnya ikuti kata hatimu untuk skenario berikutnya setelah Tuhan membuatmu bertemu seseorang yang tulus” ka’Dhavy.

“Bagaimana kalau saya dimasukkan dalam konten orang-orang tertentu?”...

“Itu dia masalahnya” Adriel.

“Gadis centilkan cerdik, tinggal cari provinsi tanpa konten kreator dan mulai menjalankan misi, kalaupun ketemu secara tidak sengaja ya tinggal bersikap jahil dan langsung menelepon markas setelahnya” tuan Ahaziah.

“Bagaimana cara menghitamkan kulit?” tanyaku lagi.

“Tenang saja, kita semua pasi membantu masalah hitam menghitamkan kulit sampai berdaki tebal” Adriel.

“Kenapa ya di negara ini defenisi cantik itu harus putih?” pertanyaan tuan Ahaziah sudah lari ke tempat lain.

“Mereka itu kan pikirannya bodoh  keliling, jadi ya semua gadis berjuang keras seperti orang kerasukan setan pergi suntik putih” ka’Arauna.

“Be your self” Adriel.

“Pembicaraan kalian kenapa larinya kesini?” ka’Arauna.

Objek selanjutnya adalah mereka berusaha membuat kulitku menjadi seperti arang tempurung. “Semoga sukses, gadis centil” Adriel berusaha menahan tawanya melihat ke arahku.

Mereka membiarkan saya berjalan seorang diri menuju bandara. Hampir saja pihak bandara tidak memperbolehkan saya naik karena wajah tertutup. Perasaan identitasku di kartu ini juga rekayasa. Kenapa jadi kacau begini?

Asal mengambil tiket penerbangan tanpa tahu arah tujuan. Tuhan, jauhkan saya dari konten kreator merupakan isi doaku. Sekarang saya berada di sebuah provinsi untuk memulai petualangan mencari jodoh.

Kenapa juga saya menyetujui rencana gila ini? Pada dasarnya, seorang Shine tidak punya pilihan lain selain mengikuti saran jahat dari manusia itu. Rambut kucing garong maksudku nenek lampir, kulit dan gigi semuanya seperti arang, separuh wajah dipenuhi bekas luka menakutkan. Untuk permasalahan wajah sudah ganti versi dari borok ke bekas luka.

Adriel terus saja tertawa ketika saya masih di markas membayangkan sesuatu hal. “Ternyata dia membayangkan wajah imutku berubah menjadi liar” gumamku dalam hati.

Membiarkan air liurku berjatuhan sepanjang jalan sambil berteriak tidak jelas. “Anakku yang hilang” tertawa keras, kemudian menangis seperti orang bodoh di jalan penuh keramaian.

Duduk bersama tatapan kosong di bawah pohon membuatku pada akhirnya tertidur pulas. Hal tergila lagi adalah saya harus berjalan di tempat sampah untuk mencari makanan. Tuhan, sampai segitunya mencari jodoh versi bos besar...

Apa memperlihatkan hasil? Jawabannya tidak sama sekali. Memakai pakaian compang-camping sambil berjalan tanpa arah tujuan tertawa sendirian. “Anakku” kalimat seorang wanita gila.

Mengalami gangguan jiwa berat karena kehilangan seorang anak merupakan kisahku sekarang. Tidak ada seorangpun berjalan ingin menawarkan bantuan ataukah segala macamnya. Perjalanan melelahkan seorang Shine. Bagaimana bisa saya melakukan hal segila ini?

“Orang gila orang gila orang gila” sekelompok anak berteriak-teriak ke arahku.

“Kasihan, dia gila karena kehilangan anaknya” hanya kata itu, tetapi tidak berani berjalan ke arahku.

Siapa juga yang mau menerima gadis gila? Tuhan, sepertinya saya menyerah. Entah kekuatan dari mana membuatku terus memainkan peranan ODGJ. Konferensi Meja Bundar ke depan menyatakan saya harus berdiri untuk mempertanggung jawabkan sesuatu.

“Are you okey?” tiba-tiba saja seorang cowok bule berwajah tampan berjalan duduk manis ke arahku.

Dia mencoba membersihkan kotoran sekitar rambutku. “Anakku, anakku, anakku dimana?” ujarku terlihat histeris.

“Your son? Your little girl?” bahasanya mudah ditebak.

“Anakku” berusaha memeluk boneka.

Air liur terus saja jatuh menetes tanpa jedah iklan. Kenapa jadi bule ganteng yang datang? Setelah memasuki hari ke-14, lantas? Perjalanan panjangku mulai memberi hasil setelah semua orang seolah bersikap cuek...

Apa mereka semua mau menerima kalau pasanganku ternyata bule? Belum tentu juga keles, inikan awal dan tentunya pria bule ini akan pergi. Memberiku sebotol air mineral. “It’s good” senyumnya membantuku minum.

“You look tired” menyadari sesuatu di wajahku.

Kehidupanku memang melelahkan menjalani kisah ODGJ. Dia menyuapi beberapa potong roti ke mulutku. Membelai rambut kusam, berantakan, berdaki, seperti kuntilanak tanpa rasa jijik sama sekali. Kenapa saya jadi grogi begini?

“Anakku pergi” mencoba mengalihkan perhatiannya.

“Anakku dimana?” menangis seketika.

Apa yang dia lakukan? Mencoba membuatku merasa tenang. “I don’t know why I’m doing this?”  kalimatnya membawaku masuk dalam dekapannya.

Menghindari manusia konten, but dapatnya bule? Bisa-bisa saya gila seketika. Dia membawaku ke sebuah toko boneka. “For you” tersenyum manis memberiku boneka baru.

Setelah itu dia berjalan pergi. Mimpi apa saya semalam? Bagaimana kalau dia balik dan mencoba memberi perawatan? “Shine, cobalah berpikir jernih” berusaha bersikap bijak terhadap diri sendiri.

Cowok bule tinggi, cakep, rambutnya pendek, tatapan matanya terlihat tulus. Tuhan, bagaimana kalau saya menyukai dirinya? Dekapan hangat darinya membuatku merasa nyaman. Bagaimana kalau akhirnya saya menginginkan dia?

Apa yang salah dengan pria bule? Saya hanya duduk merenungi diri membayangkan kisahku nanti. Apa tidak ada pria lokal berjalan ke arahku? Jawabannya tidak ada satupun.

“Hi” dia kembali menemuiku keesokan harinya.

“Are you fine?” kembali mendekap hangat tubuhku.

“Anakku cantik” berusaha lepas. Memberontak habis-habisan tidak menjadikan dia ketakutan atau pergi menjauh. Tetap mendekap kuat tubuhku sambil membelai anak rambutku sangat lembut.

Menyuapi makanan ke mulutku. “Delicious?” senyumnya merekah...

Apa dia pergi setelahnya? Jawabannya tidak sama sekali. Membawaku ke apartement miliknya. Tuhan, lindungi Shine apa pun yang terjadi. Mana mungkin dia kepincut ma perempuan dengan bekas luka mengerikan di wajah. “Kenapa saya harus takut?” ucapanku dalam hati.

Dia berusaha membersihkan rambutku. “Don’t be afraid!” ucapannya sangat lembut. Apa dia akan memandikan Shine? Mati banyak. Tuhan, bagaimana ini? Tuhan, Shine benar-bena takut.

Tiba-tiba saja bel apartementnya berbunyi seketika. Seorang gadis sangat cantik berjalan bersama dengannya ke kamar mandi tempatku sekarang. Kenapa saya jadi jealous begini? Wanita yang sedang bersama dengannya sangat cantik.

“Please, help me” ungkap pria bule itu.

“Lantas, sekarang dia mana?” ujar wanita cantik tadi.

Tangan pria bule itu menunjuk ke kamar mandi. “Benar-benar dekil, bau, menyeramkan, dan msih banyak lagi kata-kata paling sulit dijelaskan disini” ungkap wanita tersebut.

“Mau bantu atau tidak?” pria bule itu ternyata bisa berbahasa indonesia.

“Bantu saya bagian rambut, tangan, dan kaki sisanya biar saya yang urus” kalimat sang wanita.

“Baik bos” senyumnya mengacak-ngacak rambut wanita cantik.

Mereka berdua berusaha membersihkan rambutku hingga tidak tersisa kotoran sama sekali. Menggosok tangan dan kaki biar semua daki keluar. Beruntung saja para bos besar memakai ramuan ajaib hingga warna kulit arang tempurung tidak luntur sama sekali. Btw, mereka memakai campuran apaan yah sampai hitamnya luar biasa ga hilang-hilang?

Pria bule ganteng keluar dari kamar mandi, membiarkan gadis cantik memandikanku seorang diri. “Bisa-bisanya pria cuek mengenaskan seperti  Cashel mau memungut wanita gila?” kalimatnya masih terus menggosok tubuhku.

“Dia makan apa sampai tiba-tiba berhati malaikat? Manusia kutu buku, tidak suka bergaul, cuek, tidak punya teman, selalu sendiri waktu traveling” menatap aneh kearahku.

What? Saya harus berhadapan dengan manusia kutu buku? “Selesai” ujar sang wanita cantik.

“Berikan saya pakaian apa saja buat dia pakai!” teriaknya.

“Bajumu saja dari lemari kebetulan ada tinggal” teriaknya.

Apa wanita cantik ini biasa nginap disini? Memang apa yang salah? Kebudayaan bule memang bebas-bebas saja. “Bekas di wajahmu terlihat menakutkan” kalimatnya lagi.

“Kenapa bisa manusia semacam Cashel kepincut orang gila?” pertanyaan kembali wanita cantik. Ternyata nama pria bule itu Cashel.

“Jangan membuat dia takut!” Cashel menarik tangan wanita cantik itu.

“Anakku anakku anakku nangis” berusaha mengalihkan perhatian.

“Kau sudah punya anak?” ucapan wanita cantik.

“Zia, hentikan kelakuan gilamu!” Cashel.

“Anakku dimana anakku?” terlihat histeris dalam tangisan.

Zia itu siapa? Pacar? Sepupu? Adik? “Kenapa sih selalu saja jadi adik paling menyebalkan?” wajah Cashel terlihat marah.

“Harusnya kau berterima kasih, saya sudah mau memandikan dia” kalimat gadis cantik.

Kenapa jadi bertengkar? Tuhan, masa saya penyebab utama pertengkaran mereka? “Anakku” berusaha mengalihkan perhatian mereka.

Bagaimana kalau pada akhirnya saya menyukai dia? Dia mendekap hangat tubuhku berusaha membuatku tenang. “Hati-hati” adiknya berteriak dari belakang.

“Jangan-jangan kau naksir ma wanita beranak itu lagi” sindir adiknya.

“Berhenti membuat dia ketakutan!” Cashel.

“Sebatas kemanusiaan” Cashel.

“Btw, mommy and daddy memintamu kembali” Zia.

“Saya masih mau menikmati travelingku di negara ini, jadi, bilang ma mereka kalau saya belum tertarik pulang” Cashel.

Pertama kalinya seorang bule tidak dibiarkan berkeliaran? Dia datang ke negara ini hanya untuk traveling. “Btw, apa yang membuatmu memungut dia di jalan?” Zia.

“Saya membayangkan andaikan kau atau mommy menjadi dia tinggal di jalan tanpa arah tujuan” Cashel.

“Di luar sana banyak orang gila gentayangan di jalan keles” Zia.

“Seperti sesuatu mendorong tubuhku berjalan ke arahnya tiba-tiba” Cashel.

“Jangan-jangan mahluk gaib” Zia.

“Entahlah” Cashel.

“Saya sudah 2 minggu melihat dia di jalan berteriak, menangis, tertawa sendirian, tiba-tiba ketakutan. Kemungkinan besar memang Tuhan sengaja mempertemukan antara saya dan dia terus di jalan” Cashel.

“Pasti wanita malang ini kehilangan anak, bahkan suaminya mungkin meninggal atau bagaimana” Zia.

“Entahlah” Cashel.

“Dia pasti menderita kalau dipikir-pikir lagi” Zia.

“Sepertinya Tuhan membuatku terus saja gelisah tiap harinya bahkan mengalihkan perhatianku ke dia” Cashel.

Saya baru saja mengenal pria bule di depanku. Apa memang Tuhan ingin menjodohkan Shine dengannya? Budaya bebas dari negara-negara bule menjadi akar permasalahan. Pada dasarnya, tiap negara tidak ada yang suci bahkan tidak akan pernah suci. Negara yang dikatakan beragama, tertutup, memiliki Tuhan kenyataannya memiliki sisi gelap.

Kenapa saya berkata seperti itu? Pergaulannya juga bebas, aborsi dimana-mana, merendahkan kaum perempuan, dan masih banyak lagi sisi gelapnya. Tidak ada satupun manusia sempurna di dunia ini apalagi negara paling suci tidak akan pernah ada. Masing-masing negara memiliki plus minesnya baik dari segi pemikiran, karakter, IQ, kebudayaan, dan lain sebagainya.

Saya tidak katakan bahwa kebudayaan bule itu keren dan tidak jadi masalah diterima-terima saja. Ibaratnya bijak mengambil sisi baiknya dan membuang sisi negatifnya. Tidak semua manusia bule memiliki kehidupan bebas. Saya percaya masih ada beberapa persen mereka dengan kehidupan takut akan Tuhan. Jadi, jangan pernah menjadi hakim karena kehidupan kita sendiri belum tentu lebih suci dibanding mereka di luar sana.

“Sepertinya saya harus membelikan dia baju” Cashel.

Dia benar-benar berbeda. “Tidurlah, kuharap kau lupa tentang hidupmu yang pahit” memperbaiki selimutku, kemudian mematikan lampu dan keluar dari kamar.

Kisah pencaharian jodoh membuatku terjebak seputar cerita pria bule. Shine, bagaimana kalau akhir hidupmu memang benar-benar menyukai dia? Dia berusaha memberiku perawatan. Memanggil dokter spesialis kejiwaan ke apartementnya. “Tuhan, balut luka hatinya apa pun kisah hidupnya” kalimat seorang Cashel mendekap hangat tubuhku.

Dia tidak pernah bosan memanjatkan doa. “Tuhan, jadi sahabat terbaiknya” ucapan itu terucap berulang kali.

“Apa saya segila itu sekarang?” kalimatku tertawa sinis dalam hati.

Cashel menghabiskan waktunya membaca buku ketika berada di apartement. Dia tidak pernah bertindak berlebihan terhadapku. Siapa juga bernafsu ma wajah separuh monster. Saya baru mengerti kenapa seorang Adriel menyuruhku berada pada situasi seperti ini. Kelihatannya dia bersikap jahil, akan tetapi kenyataan yang sebenarnya tidak seperti yang dibayangkan.

Suatu hari kelak, ketika tekanan demi tekanan silih berganti tentunya ucapan pasangan sendiri memiliki kekuatannya di tempat tidak terduga bahkan lebih dari itu. Apa dia memiliki kasih? Hidup ini memang membutuhkan uang tiap berjalan kemanapun, akan tetapi beberapa objek tidak membentuk iramanya hanya bermodalkan uang semata.

Apa dia mengerti defenisi tentang kasih? Mengasihi di tempat tersembunyi tanpa memberi tahu tangan kiri. Cashel selalu terlihat santai dalam mengenakan pakaian. Tidak banyak bicara menjadi ciri khas kepribadiannya.

Memanggil adiknya untuk memandikanku. “Shine, aktingmu cukup pantaslah mendapat piala oscar” ujarku dalam hati.

Keadaan membuat saya harus menjalani kisah tragis seperti ini. “Ini saja tidak cukup membuktikan dirinya” ungkapku dalam hati.

Artinya ruang hatiku mulai percaya kalau Cashel si’bule merupakan jodoh kiriman Tuhan. Bagaimana pula pihak organisasi menanggapi situasi ini? Saya harus berkata apa? Bagaimana seorang Shine mempertanggung jawabkan argumentnya nanti?

Sosok Cashel selalu tersenyum hangat. Membersihkan apartement seorang diri tanpa rasa jenuh tiap harinya. “Saya penasaran ma tingkat kesabaran manusia bule di depanku” gumamku dalam hati.

Sengaja menghambur-hamburkan seluruh barang di semua ruangan, membongkar seluruh isi lemari, dan mengeluarkan isinya. “Anakku ada di dalam lemari” membongkar semua yang ada.

Apa dia marah? Salah satu persyaratan mutlak dari pasangan hidup menurut versi  organisasi berada pada tingkat kesabaran dan sikap tenangnya menghadapi satu objek di depan. “Saya orangnya temprament, jadi, pasangan sekaligus seluruh tim kerjaku harus memiliki tingkat kesabaran juga sikap tenang luar biasa 7 keliling ketika menghadapi apa pun di depannya, sekalipun itu maut tinggal 1 detik lagi menjemput” ingatan kata-kata ka’Arauna berkumandang.

Pasangan itu sangat mempengaruhi semua hal tentang pribadi ataukah emosional masing-masing, jadi, jangan karena ucapan satu kata terdengar menusuk, lantas salah satu dari pasangan kalian masuk dan bermain seolah menjadi pahlawan kesiangan” kalimat penegasan ka’Arauna pada saat itu.

Beberapa hari pekerjaanku hanya membuat seluruh rumahnya berantakan bahkan hingga memecahkan beberapa piring. Apa dia mengamuk? Bagaimana bibir mulutnya berkata-kata menyaksikan hal-hal tidak terduga?

“Dia makin ganas” Zia terkejut melihat kelakuanku.

“Ga usah banyak ngomong!” Cashel.

“Kau mandikan saja dia, setelah Izumi mandi tolong temani dalam kamar seharian untuk sementara waktu!” Cashel.

 

Bagian 12...

 

Cashel belajar untuk bersabar menghadapi kelakuan gadis gilan di depannya. “Dia hanya butuh sedikit perhatian untuk mengembalikan dirinya yang dulu” ungkapan hati Cashel.

“Namanya Izumi?” Zia melongo mendengar kakaknya menyebut sebuah nama.

“Nama  Izumi terdengar menggemeskan” Cashel.

Shine terus saja memeluk bonekanya sambil berteriak. “Anakku” kalimat gadis tersebut.

“Pria bule itu memang beda” suara hati Shine di dalam kamar.

“Masih belum cukup” batinnya mengudara membayangkan beberapa hal.

“Saya penasaran kalau dia diperhadapkan ma wanita cantik luar biasa cantiknya mengudara dengan pendidikan tinggi dan sedikit karakter berbeda saja” mencari cara menghubungi temannya.

“Bagaimana caraku keluar dari sini?” Shine duduk pada pojok kamar.

“Kesempatan emas” ujar Shine pelan melihat Zia tertidur pulas, sedang Cashel sibuk membersihkan di luar.

“Teman, sepertinya saya butuh bantuanmu. Tolong kirimkan seorang gadis cantik, pintar, berpendidikan, karakter cukup baiklah untuk berusaha berkenalan sekaligus menggoda seorang pria” sebuah pesan rahasia masuk melalui sebuah alat yang khusus dirancang untuk berkomunikasi antara sesama personil.

“Kirim dia ke alamat yang saya tulis dibawah ini, pantas buat penjebakan” tulisan pesan Shine kembali.

Sementara di tempat lain salah seorang personil menerima pesan masuk Shine. “Berarti gadis centil sudah mendapat target bahan presentasi Konferensi Meja Bundar nanti?” Nara membaca pesan dari sahabatnya itu.

“Kenapa harus orang lain? Setidaknya saya bermain sedikitlah” gumam pelan Nara.

“Saya dan gadis centil masih harus saling komunikasi karena masalah perancangan teknologi terbaru di markas” Nara.

“Saya penasaran seperti apa sih sosok pria pilihan...” kalimat Nara kembali.

Nara Christabel berusaha melatih diri menjadi seorang gadis cantik. “Dimana dia sekarang?” menyadari kalau ternyata selama beberapa minggu pertemuan antara dirinya dan Brave sama sekali tidak terjadi.

“Saya tetap penasaran bahkan ingin tahu seberapa dalam dia mengerti defenisi tentang apa sih yang tidak buat Tuhan” batin Nara mengudara.

“Tuhan, kalau memang saya bertemu dengannya di kota dimana dua kaki berpijak artinya skenario buatnya akan tetap berlanjut” isi doa Nara dalam ruang hati tersembunyi.

“Ternyata alamat gadis centil dan saya tidak jauh-jauh amat” menyadari dirinya sedang satu provinsi dengan Shine.

Sejauh ini Nara dikenal sebagai seseorang yang selalu berpetualang dari satu daerah ke daerah lain hanya untuk mempelajari dan membuktikan tentang beberapa hal selain permasalahan jodoh yang dibahas. Gadis cantik itu menuju alamat tempat tinggal Shine. Berusaha berdandan secantik bahkan seanggun mungkin.

“Untung saja apartement sebelahnya lagi disewa, jadi, saya bisa menjadi tetanggaku idolaku” tawa Nara meledak seketika.

“Btw, nama terbaruku siapa ya?” Nara baru menyadari sesuatu hal.

“Arelhyind, keren juga” senyum pulasnya.

Menata ruang apartement sesuai seleranya. Selama ini dia hanya menjalani peran sebagai pemulung sampah, petani, tukang sapu jalanan, pekerja serabutan ketika menjalani petualangannya. Sepertinya sosok Nara sedang ingin berganti peran. “Bekerja sebagai manager perusahaan asing, boleh juga” kalimatnya.

“Penasaran” sengaja membawa cake menuju tetangga sebelah. Membunyikan bel pintu karena ingin melihat seperti apa sih sosok pria yang sedang bersama sahabatnya.

“Pria bule? Tidak mungkin” batin Nara.

“Maaf anda cari siapa?” Cashel melemparkan pertanyaan.

“Ternyata pria bule cukup fasih memakai bahasa di negara ini” suara hatinya bergema.

“Saya tetangga baru anda, salam kenal” Nara memberi kotak berisi cake brownis.

“Nama” Cashel.

“Arelhyind, panggil saja Hyind” senyum lebar gadis itu.

“Anak itu mana?” mencoba mengamati seluruh isi rumah.

“Anakku dimana? Anakku anakku” tiba-tiba saja sosok wanita berjalan sambil menangis ke arah mereka berdua.

“Akting paling mematikan” ungkapan Nara dalam hati.

“Kenapa jadi dia yang datang?” Shine menyadari siapa yang sedang berdiri di depannya.

“Dia siapa? Apa istri anda?” Nara.

“Dia terlihat menderita” sedikit penekanan dari Nara.

“Anakku” Shine mencoba mengalihkan perhatian Cashel.

“Saya bisa membantu anda menenangkan dia” Nara.

“Makasi lagi sebelumnya” Cashel.

Gadis itu berjalan ke arah Shine bersama senyum liciknya. “Jangan bertingkah!” bisik Nara sambil menepuk-nepuk bahu Shine.

“Ternyata Izumi ga histeris lagi” Cashel.

“Ternyata nama istri anda Izumi” Nara.

“Bukan” Cashel.

“Saya masih...” Cashel.

“Anakku anakku anakku” Shine mencoba perhatian Cashel sambil berjalan memeluknya.

“Dasar genit” ledekan Nara pelan.

“Maaf, apa anda bisa bersama Izu masalahnya adikku belum datang” Cashel.

“Saya harus keluar buat belanja kebutuhan rumah buat Izu” Cashel.

“Tentu saja senang hati” Nara.

Pria bule itu berjalan keluar meninggalkan mereka. “Kau tidak salah?” Nara menatap tajam Shine.

“Satu-satunya pria yang mau merawat Shine Cuma dia, ngerti?” Shine.

“Jawaban tidak masuk akal” Nara.

“Jangan melemparkan pertanyaan lagi!” Shine.

“Bagaimana kau bisa mempertanggung jawabkan semuanya nanti?” Nara.

“Intinya, bantu Shine dulu. Ga usap berpikir macam-macam!” Shine.

“Gadis bodoh” Nara menepuk kepala sahabatnya.

“Kau sendiri bagaimana dengan kisah cintamu?” Shine.

“Entahlah” Nara menarik nafas panjang.

“Kau sepertinya tidak yakin” Shine.

“Entahlah” Nara.

Mereka berdua duduk sambil menatap satu sama lain. Keadaan membuat dua gadis tersebut berpikir tentang banyak hal. Shine mencoba menjabarkan tentang rencananya terhadap Cashel, sedang Nara sendiri harus pandai memainkan peranannya. “Kau memang beda” sindir Nara.

Seorang Arelhyind harus pandai memainkan perannya mencari perhatian terhadap Cashel. Apa yang  akan terjadi? Sosok Shine ingin mempelajari beberapa karakter pria bule itu hingga sengaja menjebak luar biasa ganas.

“Brave” Nara tidak sengaja bertemu sosok incarannya di kota ini.

“Habis sudah kalau dia mengenaliku” dia berusaha menutup wajahnya.

Pertemuan tidak terduga sedang terjadi di pusat keramaian kota antara dirinya dan Brave. “Apa saya harus kembali berperan sebagai Iyem?” batinnya.

“Sepertinya saya harus membagi waktu” gumam Nara.

“Iyem dan Hyind, boleh juga” ujarnya.

“Kalaupun ketahuan nanti, saya tinggal menambahkan skenario saja” tawanya meledak.

Dia akan menjadi Arelhyind di sore hingga pagi hari, sedang siang harinya berubah menjadi Iyem si’pemulung sampah. Menyadari Brave berada di kota ini dan kembali berpindah tugas. Dia tidak berkeinginan menyapa sosok Brave, akan tetapi dirinya sedang menanti pria itu berjalan ke arahnya.

“Ternyata jiwa petualangmu hebat juga” tiba-tiba saja seorang pria bertubuh kekar sedang berdiri di depannya.

“Saya hampir tidak percaya kalau ternyata kita kembali dipertemukan” Brave menyodorkan botol air mineral dingin.

“Kau” Nara menatap ke arahnya.

“Kenapa saya harus selalu bertemu denganmu?” Brave.

“Kenapa kau bisa ada di kota ini?” Nara.

“Saya dipindahkan” Brave.

“Saya ingin tahu kisahmu dan makna defensi ucapanmu” batin Nara.

Mereka berdua duduk di sebuah taman bermain. “Saya sepertinya butuh bantuanmu” ungkap Nara.

“Baru juga bertemu” Brave.

“Kebetulan kau ada di depanku” Nara.

“Bicaralah, mungkin saya bisa membantu!” Brave.

Nara menarik tangan Brave dan membawanya ke suatu tempat. “Saya ingin tahu apa dia tahan mencium bau sampah di seluruh tubuhku” batin Nara.

Tangan kotor, berbau, dekil terus saja menggenggam tangan pria bertubuh kekar. “Saya ada alergi, jadi, kuharap kau mau membantu kampung kecil di sini” Nara.

“Alergi?” Brave.

“Saya tidak bisa bersentuhan langsung dengan mereka, jadi kau saja yang menolong mereka semua” Nara.

Sekumpulan kecil manusia dengan penyakit kusta tinggal di sebuah pemukiman kecil di kota ini. “Apa kau bisa memandikan anak itu? Orang tuanya sedang sakit” Nara menunjuk anak kecil di depannya.

Pemukiman dimana semua penduduknya mengidap penyakit menular. Kampung ini disebut sebagai kampung kusta. “Apa kau bisa tinggal di sini selama beberapa hari saja?” Nara.

“Dasar gadis bodoh” Brave tersenyum ke arahnya.

“Bisa atau tidak?” Nara melemparkan pertanyaan serius.

“Kalau saya bisa, kenapa? Kalau tidak bisa, kenapa?” Brave.

“Terserah kau” Nara berjalan meninggalkan dirinya tanpa memberi jawaban jelas.

Satu hal yang pasti, dimana Brave diam-diam berusaha untuk tinggal di pemukiman tersebut selama beberapa hari ke depan. Mencoba memandikan anak kecil di depannya. “Kenapa saya mau melakukan hal seperti ini?” kalimat Brave menatap hangat anak kecil tadi.

Brave hanya sedang mengikuti kata hatinya tanpa bermaksud lain. Dia tidak menyadari perasaannya seperti apa sekarang. Nara hanya menatap dari kejauhan apa yang sedang dilakukan olehnya.

“Kehidupan di atas sangat keras bahkan lebih dari kata tadi. Jadi, saya ingin tahu sejauh mana sosok sepertimu bertahan ataukah berpikir bijak ataukah menyimpulkan sesuatu yang dikatakan mustahil” batin Nara.

“Hai” Nara berjalan ke hadapannya.

“Kau datang” senyum Brave.

“Apa kau mau membaca beberapa buku porno, ada lagi film-film porno paling terhot?” Nara tiba-tiba saja melemparkan pertanyaan.

“Polos ataukah berpura-pura polos ataukah memang pada dasarnya sosok Iyem polos-polos berhadiah?” sindir Brave.

“Pilih sesuka hatimu” Nara.

“Saya pernah membaca, tapi sepertinya saya sedang tidak tertarik untuk sekarang” Brave.

“Rahasia gelap Iyem yang belum kau ketahui, suka membaca objek-objek berbau pornografi” Nara.

“Gadis bodoh” Brave menepuk keningnya.

“Apa kau bisa mendoakan saya biar bisa lepas dari jerat pornografi?” Nara.

“Saya bukan pendeta, ustads, biksu, atau sejenisnya. Justru sekarang ini sosok Brave sedang membutuhkan doa karena memiliki sisi gelap pula sama sepertimu” Brave.

“Jawaban bodoh” tawa Nara meledak seketika.

Nara berjalan pergi meninggalkan Brave seperti yang sudah-sudah. Apa sosok Brave mengejar dari belakang? Jawabannya tidak sama sekali. Pemuda berseragam sedang dikejutkan oleh banyaknya objek tidak terduga.

“Apa kau bisa membantuku untuk terakhir kalinya?” Nara tiba-tiba saja berdiri di depan Brave beberapa hari setelah pertemuan kemarin.

“Tentang?” Brave.

“Saya ingin mengerti defenisi ucapanmu tentang apa sih yang tidak buat Tuhan” Nara.

“Jangan bertele-tele langsung ke inti” Brave seakan menyadari sesuatu hal.

“Ikut saya!” Nara menarik tangan Brave menuju suatu tempat.

 “Di dalam sana ada banyak manusia-manusia menakutkan, apa kau bisa mempertanggung jawabkan ucapanmu?” Nara.

“Saya tidak mengerti” Brave.

“Saya ingin sosok Brave masuk ke dalam penjara di sana dan menjadi sahabat buat sekelompok penjahat di dalamnya” Nara.

“Pernyataan bodoh” Brave.

“Kau hanya perlu membuktikan tentang gelap bisa berubah menjadi putih” Nara.

“Kenapa harus saya?” Brave.

“Karena kau orang pertama yang mengatakan tentang kata, apa sih yang tidak buat Tuhan” Nara.

“Apa yang salah dengan ucapanku?” Brave.

“Kau ingin membantuku atau tidak sama sekali?” Nara.

“Entahlah” Brave.

“Ternyata kau sama saja dengan yang lain” Nara berjalan lemas meninggalkan pria di sampingnya.

“Saya ingin membuktikan kalau pernyataanku memang benar dan tidak pernah bohong” nafas Brave tidak beraturan karena berlari mengejar sosok gadis si’pemulung sampah.

Dia benar-benar berjalan masuk ke dalam sel penjara dan sedang belajar menjadi sahabat bagi sekumpulan sampah di dalam sana. Tanpa mengenakan seragam, Brave mencoba menjalani satu situasi hidup. “Saya ingin menjadi sahabat terbaik buat kalian” ucapannya terhadap sekumpulan sampah masyarakat dalam sel tahanan.

Dia mencoba mengajak Nara bertemu dengan mereka beberapa hari kemudian. “Apa kau ingin melihat bagaimana sosok Brave sedang belajar menjadi sahabat terbaik sekumpulan sampah masyarakat?” Brave.

“Tentu saja, sejak hari pertama saya sudah mati penasaran” Nara.

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam sel tahanan. Entah bagaimana cerita hingga para petugas mengizinkan mereka berada di tengah sekumpulan para penjahat kelas kakap. Wajah-wajah menakutkan bersama tato pada tubuh masing-masing membuat bulu kuduk gadis tersebut merinding seketika.

Brave dengan santainya berbicara terhadap sekumpulan manusia menakutkan tadi. Dia benar-benar sedang berjuang hebat untuk mengajarkan arti sahabat. Mendekap hangat tubuh tubuh mereka satu per satu sebelum meninggalkan tempat tersebut. “Terima kasih” ucapan salah satu dari mereka.

“Ketika semua orang hanya menganggap kami adalah sekumpulan sampah, ternyata kau datang berjalan dengan peran sebagai sahabat” ujarnya kembali.

Brave tidak sedang mengintimidasi mereka tentang satu karakter buruk. Perjalanannya juga membutuhkan proses untuk membuat sekumpulan manusia tersebut mengerti bahasa persahabatan. Dia tidak berkhotbah panjang kali lebar kali tinggi. Seorang Brave memainkan perannya dengan versinya sendiri untuk mendekap hangat objek yang dikatakan sekumpulan sampah masyarakat.

“Apa kau mau menjadi pacar gadis pemulung sampah?” Nara menembak pria bertubuh kekar di depannya setelah keluar dari sel tahanan tadi.

“Kau menembak pria?” Brave ingin tertawa.

“Sosok Brave benar-benar membuktikan ucapannya tidak mungkin bohong” Nara.

“Saya ingin kembali tahu kata, apa sih yang tidak buat Tuhan, tentang menembak pria sepertimu, kemudian sosok Brave dapat membuka dua tangannya lebar-lebar buatku” Nara.

“Dasar gadis bodoh” Brave sedikit tertawa.

“Apa kau mau mencoba berpacaran dengan gadis pemulung sampah tanpa rasa malu sedikitpun” Nara.

Brave hanya diam mematung setelah mendengar ucapannya. “Sepertinya kau sudah memiliki pasangan, maaf mengganggumu” kebiasaan seorang Nara berjalan pergi...

“Saya belum memiliki pasangan sama sekali” Brave berteriak keras hingga menjadi perhatian orang banyak.

“Setidaknya, saya ingin mencoba sekali lagi membuktikan satu objek lain terhadapmu” ucapan tersebut membuat langkah Nara terhenti seketika.

“Sekalipun saya memiliki pendidikan rendah?” Nara.

“Sekalipun” anggukan Brave.

Nara sukses membuat seorang Brave takluk seketika. Hubungan yang sedang terjalin tidak lagi sebagai teman, melainkan sepasang kekasih. Gadis tersebut sedang memainkan 2 peran sekaligus. Sore hingga pagi hari berperan sebagai Arelhyind, sedang siang harinya akan menjadi Iyem si’pemulung sampah. Masih tetap berjuang mencari perhatian pria bule bernama Cashel setelah menjalin hubungan bersama Brave.

“Sepeertinya saya mengenal pria yang sedang berjalan membawa gerobak” Nara mencoba mengamati sosok di depannya.

“Manusia tengil” tidak pernah menyangka akan bertemu Feivel. Siapa pernah menduga kisah pencaharian jodoh mereka bertiga ternyata dalam satu kota yang sama.

“Kau” Feivel menunjuk ke arahnya.

“Cake tradisional, boleh juga resep masakan seorang Leci” menggoda Feivel sambil tertawa.

“Jangan mencari masalah!” Feivel.

“Memang saya lagi mau mencari masalah” dua bola mata Nara melihat Brave menyadari keberadaan dirinya.

Tiba-tiba saja Nara menangis sambil menunjukkan wajah frustasi. Beruntung saja tempat mereka tergolong sepi bahkan jauh dari keramaian kota. “Saya malu memiliki pasangan autis sepertimu” tangis Nara pecah hingga Feivel terkejut setengah mati.

Langkah Brave terhenti, di lain tempat Nara berpura-pura tidak menyadari kehadiran Brave. “Apa kau tahu betapa sakitnya memiliki pasangan autis seperti dirimu? Saya bukan lagi istrimu, ngerti?” teriak Nara.

Feivel masih shock bahkan terguncang mendengar pernyataan Nara hingga tidak dapat berkata-kata. “Saya sudah bahagia bersama pria normal, berseragam, baik hati, tampan, jadi, jangan sekali-sekali menyebut kalau kita berdua masih menjadi sepasang suami istri” makian Nara dalam isak tangisnya.

“Saya selalu diejek semua orang karena menikahi pria autisme yang hanya tahu berjualan kue” Nara makin meluapkan emosional.

“Kau sudah menikah?” Brave berjalan ke arah mereka berdua.

“Kau berbohong tentang banyak hal?” Brave masih berusaha bersikap tenang.

“Kau akhirnya tahu kalau saya sudah menikah” Nara.

“Entahlah” Brave mencoba berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.

“Akting paling mematikan” sindir Feivel setelah kepergian Brave.

“Gadis gila” umpatan Feivel.

“Memang kenapa?” tawa Nara meledak. Hubungan yang baru saja berjalan selama seminggu ternyata mengalami cobaan. Nara seolah tidak perduli perasaan Brave akan menjadi sangat sakit.

“Kenapa kau bertingkah menjadi begitu kejam?” Feivel.

“Saya ingin mempelajari lebih dalam karakternya, masih ingin melemparkan pertanyaan?” Nara.

“Gadis gila” umpatan Feivel lagi.

“Memang saya dari dulu sudah gila” Nara.

“Kau benar-benar keterlaluan” Feivel.

“Leci” sosok wanita cantik tiba-tiba saja menegur mereka.

“Mati banyak” umpatan Feivel dalam hati.

“Dia siapa?” Lais melemparkan pertanyaan terhadapnya.

“Le le le ci” Feivel.

“Iyem mantan istrinya” Nara menjawab pertanyaannya.

“Bu bu bukan” Feivel.

“Ka’Arauna sepertinya saya butuh bantuanmu” batin Feivel.

 

Bagian 13...


ARAUNA...

Jalan hidup yang sedang kujalani memang cukup mencengangkan. Menyuruh mereka berpetualang mencari pasangan? Something pakai banget. Jangan melemparkan pertanyaan dalam bentuk apa pun ke arahku...

Bercerita tentang pasangan hidup? Membuat saya teringat terhadap sebuah pergumulan hebat. Sebenarnya, seorang Arauna memiliki papa dan hal tersebut membuat hidupku ketakutan. Apa yang salah? Saya dengan kepribadian tidak menyukai pergaulan luas, suka menyendiri, menghabiskan banyak pemikiran tersendiri di kamar, kurang teman, dan lain sebagainya membuat alur ceritaku memiliki sudut persimpangan penuh misteri.

Sesuatu terjadi denganku hingga kata perawan tua terus saja melekat tujuh keliling. Hubungannya? Saya takut kalau tiba-tiba Tuhan mengambil papa sebelum alur ceritaku bercerita tentang pemberkatan nikah di sebuah gereja. Sebenarnya, sudah lama Tuhan ingin mengambil papa, tetapi saya masih menahannya melalui doa tiap harinya.

“Tuhan, bukan mauku menjalani hidup seperti sekarang ini, hanya saja jangan ambil papa sebelum saya menikah” sebuah pergumulan doa terhebat.

Saya ingin papa berdiri menjadi pendamping ketika pemberkatan nikahku kelak. Terus terang, jurang maut berulang kali ingin menarik orang tuaku satu-satunya dan hal tersebut membuat saya ketakutan. Ingin mencari pria di luar sana? Sama saja berurusan dengan sesuatu hal paling menakutkan.

Bagaimana kalau sosok Arauna belum menikah, lantas Tuhan mengambil papa? Kenapa saya ingin papa berdiri dan menjadi pendamping? Beliau selalu takut kalau anaknya yang satu ini tidak bisa menjalani hidup, selalu sendirian tanpa pernikahan, dan lain sebagainya andaikan dirinya sudah tidak bernafas lagi. Orang tua kandung jauh lebih baik dibanding wali bagaimanapun bentuk wajahnya.

Kenapa saya jadi curhat seperti ini? Lupakan apa yang kukatakan barusan! “Jalan hidup terdengar menyedihkan” ujarku.

Lupakan! Setidaknya saya sedang berjalan pada sebuah pertandingan.

Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu.

Saya memiliki satu kebiasaan buruk hingga membuat semua orang salah paham. Dua bola mataku selalu menyala menatap tajam dengan intonasi ataukah raut wajah sangat mengerikan ketika seseorang berbicara lain ke arahku. Harus kuakui saya memiliki cara bicara terdengar kasar, entah ketika berkomunikasi biasa terlebih berhadapan dengan suatu masalah.

Sebenarnya, saya tidak pernah menatap tajam terlebih hingga mata menyala. Sejak kejadian aneh yang membuatku terikat terhadap beberapa objek menyatakan segala sesuatunya berubah. Awal menjalani kehidupan sesuatu terjadi. Sosok mahluk terbungkus kain putih menyala seluruh tubuhnya dan dua bola matanya menakutkan berdiri depan pintu rumahku. Sebuah suara menyuruh saya membuka pintu. Memberanikan diri melihat siapa depan pintu.

“Darah Yesus” ucapanku seketika setelah mengintip sela-sela pintu rumah.

Apa yang terjadi? Sesuatu dipantulkan hanya dalam hitungan detik ke salah satu bola mataku melalui sela pintu sebelum berlari pergi. Apa itu iblis? Saya juga tidak tahu. Pertama kalinya dua bola mataku melihat mahluk aneh.

Dua bola mataku mengalami perubahan. Tiap saya menatap ke cermin, seolah ada sosok lain menatap memakai dua bola mataku. Mama mengeluarkan cermin dari kamar pada saat itu karena takut dengan keadaanku. Terkadang seperti ada sosok lain dalam diriku sedang menatap memakai dua bola mataku hingga detik sekarang.

Saya selalu melihat wajah gelap beberapa orang di luar sana yang memang terikat dengan suatu kuasa gelap selama beberapa hari sejak kejadian tersebut. Perjalanan mistisku terdengar menakutkan andaikan saya menjelaskan satu per satu secara mendetail

“Tuhan, kirimkan saya lensa kontak biar orang tidak takut melihat dua bola mataku” entah kenapa saya berdoa seperti itu.

Sepertinya pikiranku ataukah memang kenyataan, dimana saya merasakan malaikat pelindung dengan berjubah putih yang terus berjaga di sampingku menghadap tahta Tuhan untuk mengambil lensa kontak sesuai isi doaku. Dua bola mataku seperti memakai softlens pada akhirnya hingga tidak terlihat menakutkan lagi.

Apa mata seperti menyala tajam ada hubungannya dengan peristiwa yang kualami waktu dulu? Permasalahan nada bahasa kasar dikarenakan saya berasal dari lingkungan daerah yang memang memiliki nada intonasi seperti itu. Jadi, biar saya tidak marah juga, tetap orang berpikir kalau saya sedang marah. Keluargaku sendiri berpikir karena sosok sepertiku kurang bergaul, di kamar terus, penyendiri hingga tidak mengerti tentang cara beradaptasi berkomunikasi ke orang lain.

“Itu karena dia belum menikah makanya marah terus ataukah cara bicaranya kasar” salah seorang berbicara di belakangku.

Ucapannya pedis apa. Sangat menusuk. Saya sudah lama menikah keles seandainya tidak menjalani peristiwa seperti ini. Saya ini terikat dengan seseorang yang hidupku sendiri sulit menjelaskan. Bagaimana mau cari pria lain kalau dia menangis saja, saya bisa tahu. Dua bola mataku berkaca-kaca seperti ada air mata jatuh di mata dan wajahku, tapi bukan saya yang menangis.

Permasalahan mata menyala menatap tajam sepertinya sangat berhubungan erat dengan awal peristiwa yang kualami kemarin. Terus terang, saya masih berperan sebagai nakes. Pekerjaan di tempat kerja hampir keseluruhan di handle olehku. Bukan karena saya ingin terlihat selalu jadi nomor satu, jadi semua saya handle. Baik dari segi admin, lapangan, apotek, pasien, situasi ruang kesehatan tetap saya ikut berperan di dalamnya. Saya sudah berusaha membantu sebisa mungkin, tetapi kenyataannya beberapa hal terlebih hanya karena komunikasi ataukah raut wajahku dibesar-besarkan luar biasa.

Saya tidak boleh berkata-kata kasar menurut versi mereka, dan harus menjalani komunikasi sangat halus 7 keliling. “Giliran orang banyak melemparkan kata-kata kasar 7 keliling, saya tidak boleh marah setitikpun” ungkapan hati.

“Giliran saya keseleo bicara sedikit saja atau banyak, wah saya sangat kasar 7 keliling buat semua orang di luar sana. Hebat sekali hidup ini”...

Ketika ada masalah, perselisihan kecil, kesalahpahaman, tentunya nada ucapan intonasi bahasaku terdengar kasar. Mereka sepertinya salah menerjemahkan banyak hal dari hidupku. Kebiasaanku berbicara kasar bahkan ketika berkomunikasi tanpa masalahpun tetap terjadi dan sulit dirubah karena memang sudah mendarah daging. Di tempatku belum ada tenaga apoteker ataukah asisten apoteker, sehingga bos menyuruh saya mengatur ruang tersebut.

Kenapa bisa? Awal saya masuk, ruangan apotek berhamburan. Mereka selalu berkata kalau obat habis, pada hal kenyataannya tidak sama sekali. Permasalahan obat tidak tertata dengan baik, masih berhamburan, bahkan ada yang tersegel dalam kardus menjadi akar masalah kesulitan menemukan banyak obat. Berinisiatif mengatur rapi seluruh obat berbekal pengalaman kerja sebelumnya. Pada akhirnya bos langsung menunjuk saya untuk sementara waktu berperan sebagai koordinator apotek. Karena logat kasar dan memang saya kesal masalah membuat ruang obat berantakan. Tim kerjaku harus mengatur kembali semua obat.

Mereka melemparkan ucapan tidak ada yang berani menyentuh apotek karena saya marah-marah. Belum lagi masalah lain disalah artikan. Permasalahan kegiatan pusling di lapanganpun yang belum berjalan di suatu tempat yang memang sudah berpisah dari faskes tempatku bekerja salah satu personilnya menyerang. Beberapa kali saya sudah sampaikan kapan turun lapangan menghadapi pasien? Kenapa? Karena posisi saya sedang memegang imunisasi hingga harus melatih beberapa nakes di tempat mereka.

Pada dasarnya kepala faskes di sana memiliki karakter yang baik, hanya saja salah satu personilnya melemparkan pernyataan buat saya itu kurang menyenangkan. Kegiatan tersebut memang batal karena sesuatu dan lain hal. Entah karena tekanan kiri kanan dan memang pada dasarnya komunikasiku terdengar kasar, singkat cerita disalah artikan semuanya. Terlebih kondisi dua bola mataku selalu menatap tajam hingga menyala, lengkap sudah...

Saya memang lagi tidak ingin pergi dikarenakan capek dan memiliki beberapa pekerjaan lain saat itu. Pada saat itu saya tetap pergi walaupun dengan kondisi hati kesal. Saya tidak komplain ketika mengharuskan berjalan kiri kanan mengurus permasalahan Admin ataukah pekerjaan lainnya dengan gaji yang tidak seberapa. Hanya saja, posisi komunikasi tidak seperti orang lain belajarlah untuk terima kenyataan hidup. Raut wajah dan tatapan mataku memang sering terlihat marah sekalipun memang saya tidak sedang marah, terlebih kalau saya marah lebih ganas lagi...

Hal paling menyebalkan lainnya, dimana salah satu dari teman kerjaku sulit dihubungi melalui telepon. Kejadian beberapa kali saya ingin bertanya atau komunikasi masalah pekerjaan, tetapi tidak diangkat. “Iya ka” bunyi pesan WA malam harinya. Saya tidak balas-balas. Saking kesal dengan kelakuannya hingga suatu ketika waktu dia menelepon, sayapun sengaja tidak angkat-angkat. Ada banyak masalah yang sedang kupikirkan bukan hanya satu tempat.

Seandainya karakterku memang sangat jelek luar biasa hancurnya, tidak mungkin juga Tuhan membuatku mengalami satu peristiwa sekaligus petualangan luar biasa yang selama ini tertutup rapat. Orang berpikir kalau saya tidak punya masalah bahkan seenaknya mengeluarkan komunikasi buruk. Kenyataannya kehidupanku penuh dengan pergumulan berat kiri kanan. Saya tidak suka mengumbar apa pun tentangku terhadap siapapun. Jangan menilai banyak hal hanya dari luar semata. Terkadang seseorang yang terlihat tidak pernah memiliki masalah, kenyataannya hidup dia jauh lebih berat bahkan sangat menyedihkan.

Anggota keluargakupun terkadang melemparkan beberapa pernyataan menakutkan, seolah-olah saya tidak pernah mau menerima teguran. Di mata anggota keluargaku berpikir kalau saya memiliki karakter buruk bahkan kehidupanku itu paling rusak. Disaat saya butuh dukungan doa karena ketakutan yang sering mengintimidasi tiba-tiba tentang apa yang sedang kujalani, tetapi kenyataannya justru semua menyerang hingga membuatku makin tertekan di tempat tersembunyi  dengan kata paling menyakitkan.

Bukan saya tidak ingin menerima teguran dari siapapun, hanya saja hidupku sudah terlalu banyak masalah. Saya selalu merasa kalau segala sesuatunya harus kujalani seorang diri. Ketika ingin bercerita terhadap seseorang, saya menyadari kalau hidupku hanya akan makin tertekan dan tidak akan mungkin menerima solusi terbaik.

Ketika semua orang di sekitarku menyerang bahkan anggota keluargaku sekalipun melemparkan pernyataan-pernyataan menyakitkan, luapan emosionalkupun berjalan. Pada saat itu saya mencoba untuk tidak menangis. Tiba-tiba saja sepanjang malam dalam tidur lelapku seolah-olah suara hatiku terus saja bernyanyi dengan lembut.

Bukan saya yang bernyanyi, tetapi seakan Tuhan memakai suara hati untuk terus bernyanyi di dalam sana meskipun dalam kondisi tertidur lelap. Jujur, bait pertama ataukah terakhir lagu ini saya tidak pernah tahu sama sekali. “Meskipun seribu tangan manusia menarikku jatuh, namun Tuhan yang belah” kata-kata itu terus berulang kali terucap melalui lagu. Saya mendengar lagu tersebut hanya sekali-sekali saja, itupun terakhir kali di tahun sebelumnya dan lirik keseluruhan sama sekali tidak kuketahui.

Seolah saya diberi kekuatan kalau hidupku tidak seperti apa yang mereka ucapkan. Sekali lagi saya katakan, kalau hidupku terlihat suka marah-marah itu bukan karena belum menikah ataukah perawan tua. Saya punya komunikasi memang seperti inilah. Pasanganku saja yang terikat dengan saya biasa jadi korban, tapi dia tidak pernah marah. Pasangan yang mana? Percaya tidak percaya, Tuhan sedang mengikat saya dengan seseorang. Cemburu, marah, senyum, tertawa, menangis darinya selalu saja Tuhan membuat saya bisa merasakan. Btw, saya bisa merasakan air matanya beberapa hari terjadi sebelum peristiwa pertemuan dengan mahluk aneh di pintu rumah hingga sesuatu dipantulkan ke salah satu nola mataku.

Banyak orang berkomunikasi melalui teknologi. Saya sendiri tidak perlu berkomunikasi seperti itu. Tinggal bicara dalam hati, maka ucapanku langsung tersampaikan. Semua orang akan berkata saya berhalusinasi. Kenyataannya, saya selalu minta tanda dari Tuhan. Andaikan saya berteriak-teriak di rumah Tuhan karena kepanasan dan tidak tahan dengan pujian rohani berarti iblis memang mengikat saya dan kata halusinasi itu lebih dari kenyataan.

Kenapa wajahku terlihat imut dengan umur yang sudah tidak muda lagi? “Tuhan, buat wajahku berbeda saja kalau semua yang kualami kenyataan” isi doaku. Saya berpikir bahwa seseorang yang terikat dengan ikatan kuasa gelap/ iblis/ lucifer memiliki raut wajah menakutkan sekalipun cantik. Tatapan kosong selalu saja bercerita dari seorang yang sedang mengalami gangguan kejiwaan. Saya ingin bukti dan meminta agar Tuhan membuat wajahku berbeda saja, walaupun tidak berada pada kategori gadis cantik. Seiring berjalannya waktu, wajahku tidak mangalami penuaan. Permasalahan kerutan wajah memang tetap ada, hanya saja tetap terlihat awet muda. Teman-temanku semua bahkan jarak belasan tahun terlihat tua 7 keliling dibanding saya.

Saya mengalami permasalahan mistis ketika usiaku belasan tahun. Hidupku sama seperti gadis lain, ketakutan yang namanya gemuk. “Kalau betulan yang saya alami artinya badanku harus kurus terus sekalipun makan banyak” ucapanku.

Akhir cerita adalah saya tidak pernah gendut hingga detik sekarang sekalipun porsi makanku menakutkan 7 keliling. Hampir semua teman-temanku memiliki bentuk tubuh berlemak baik sebelum terlebih setelah menikah pada usia tertentu. Saya kurus itu bukan karena makan hati atau cacingan. Keluarga ataupun orang pikirannya negatif terus ke arahku. Kenyataannya adalah karena saya berdoa minta badan kurus awal menjalani peristiwa ini.

Kenapa saya minta bentuk tubuh kurus? Dikarenakan pada saat itu, saya selalu menganggap wajahku jelek pakai banget. Sudah jelek, pendek, gemuk, miskin, tidak ada sekolah lantas siapa yang mau menikah dengan saya nantinya? “Tuhan, kirimkan saya pasangan hidup orang bule buat perbaiki keturunan” isi doaku jauh-jauh hari sebelum peristiwa tersebut. Mata orang bule berwarna-warni, jadi, anakku nantinya dua bola matanya cantik. Tinggi dan ganteng selalu ada pada diri bule sehingga saya tergiur akan seperti itu.

“Kalau kau bukan jodohku, maka saya mau punya pasangan orang bule” ujarku terhadap seseorang yang Tuhan ikat denganku. Saya biasa merasakan di hatiku kalau dia marah ataukah cemburu karena ucapanku.

“Salah sendiri tidak pernah berjalan ke depanku, sedang saya harus mengalami pembulian 7 keliling kejadian seperti ini” cetusku dalam hati.

“Ternyata ada manfaatnya juga, saya mengalami kejadian seperti ini” tertawa seketika. Tuhan memberi wajah imut-imut, badan langsing sekalipun makan banyak, hobi menulisku bisa tetap kulanjutkan, dan lain sebagainya. Saya juga menjadi percaya diri terhadap penampilan ataukah berbaur akan banyaknya objek setelah peristiwa ini. Kepercayaan diriku tidak pernah ada, akan tetapi seolah Tuhan mengajar saya terhadap banyak hal di sini.

Tidak mungkin juga keles tim kerjaku bisa terbentuk kalau bukan karena peristiwa seperti itu. Kenapa saya jadi curhat begini?

“Apa yang sedang kau pikirkan” tiba-tiba saja ka’Dhavy memberi kejutan di depan.

“Saya lagi mengingat masa lalu bos” ujarku.

“Masa lalu?” ka’Dhavy.

“Semua gara-gara perbuatanmu kelewat menyebalkan” mendorong dirinya, kemudian berjalan keluar dari ruangan tersebut.

“Bos besar, perkembangan sudah sampai dimana?” menyapa tuan Ahaziah di ruang sebelah.

“Seperti yang kau lihat?” tuan Ahaziah.

“Dasar pria tua menyebalkan” meledek pria tua di depanku.

“Kudengar yang sedang bersama Shine sekarang ini, pria bule” tuan Ahaziah.

“Bagaimana tanggapanmu sekarang?” ka’Dhavy masuk seketika di tengah kami.

“Entahlah, tentunya dia harus siap menghadapi masalah besar di depan sekalipun pria bule itu dari Tuhan adanya” ujarku.

“Saya sebenarnya kurang setuju sih, tapi kalau memang asalnya dari Tuhan maka kita semua harus menerima” ka’Dhavy.

“Permasalahan terbesar apa yang akan dia hadapi?” tuan Ahaziah.

“Ucapan orang banyak di luar sana andaikan bangsa ini menerima kita pada akhirnya” kalimatku.

“Memang kenapa dengan orang bule?” tuan Ahaziah.

“Entahlah” kalimatku.

“Beberapa waktu lalu terdapat nada menolak seolah postingan-postingan tersebut ditujukan buatku tentang pernikahan ataukah hubungam spesial dengan pria bule” ujarku lagi.

“Kenapa kau terlalu percaya diri kalau ternyata mereka menyindirmu?” ka’Dhavy.

“Tidak tahu kenapa, saya selalu merasa kalau postingan ataukah pesan mereka di arahkan buatku” kalimatku.

“Membuat film menceritakan karakter buruk pria bule, bahkan salah satu orang terjenius di negara ini seolah makna ucapannya selalu menekankan harus menikah dengan orang lokal sebelum beliau meninggal. Apa dia mengenalku? Entahlah” pernyataanku kembali.

“Seandainya benar buatmu, bagaimana tanggapanmu?” tuan Ahaziah.

“Banyak tulisan berkata, semoga jodohmu pemuda pan***la” kalimatku.

“Bagaimana tanggapanmu seandainya semua itu betul ditujukan buatmu?” penekanan tuan Ahaziah.

“Kenapa juga kalian takut kalau saya berjodoh ma pria bule? Pertanyaan balik buat mereka” menjawab ucapannya.

“Sadis” ka’Dhavy.

“Cemburu?” sindirku.

“Bagaimana kisah gadis centil itu nantinya?” tuan Ahaziah.

“Dia harus siap berhadapan dengan masyarakat apa pun yang terjadi” ujarku.

“Kemungkinan terbesarnya, dikarenakan sebagian dari bangsa ini takut seandainya dia lebih memilih menjadi warga negara asing, dibanding tetap bertahan di bangsa ini” tuan Ahaziah.

“Apa yang salah?” pertanyaanku.

“Permasalahan IQ, kepribadian, talenta yang memang sangat dibutuhkan di tengah bangsa ini” tuan Ahaziah.

“Tentu negara luar akan berjuang habis-habisan untuk mendapatkan dirinya termasuk mendapatkan kita semua” ka’Dhavy.

“Apa pun itu Shine harus bisa menghadapi masalahnya nanti dan tidak mungkin mengorbankan banyak hal kalau bangsa ini memang menerima kita semua, tetapi kalau kita ditolak tetap kata keluar mencari menjadi kunci utama” kalimatku.

Perjalanan hidup tidak ada yang tahu termasuk permasalahan jodoh. “Kita lihat saja penjelasan dirinya pada KMB berikutnya seperti apa” tuan Ahaziah.

“Bagaimanapun juga semua harus menerima kalau kenyataan yang ada menyatakan pria bule itu jodohnya” ungkapanku kembali.

“Btw, pria bule itu bekerja sebagai apa?” ka’Dhavy.

“Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata dia UX/ UI design dan memiliki perusahaan digitalisasi sendiri” tuan Ahaziah.

UX (User Experience) & UI (User Interface) merupakan jenis pekerjaan memiliki hubungan erat dengan digitalisasi, web, Program, aplikasi, software, dan beberapa objek lainnya. “Cukup menantang juga kalau dipikir-pikir” ka’Dhavy.

“Kita akan lihat bagaimana gadis centil bereaksi pada Konferensi Meja Bundar berikut” tuan Ahaziah.

“Bagaimana kisah Adriel?” ka’Dhavy mengalihkan pertanyaan.

“Gadis IQ rendah?” kalimatku.

“Yang satu bermasalah dengan kata bule, sedang satunya lagi bermasalah dengan kata IQ rendah” tuan Ahaziah.

“Saya yakin Adriel sendiri bisa menyelesaikan masalahnya” ungkapku. Tuhan tidak pernah gagal apa pun situasinya, begitupun sebaliknya dengan kehidupan mereka masing-masing.

“Adriel bukan manusia bodoh, lemah, terlebih kurang bijak menanggapi masalah” ka’Dhavy.

“Saya setuju pernyataan bosku satu ini” mengelus-ngelus kepala ka’Dhavy.

“Apa pun itu beri dia kesempatan menyeleaaikan sekaligus mempertanggung jawabkan apa yang dia pilih” ujarku kembali.

“Saya hampir tidak percaya tentang sosok Adriel sulses membuat baper beberapa sahabatnya” tuan Ahaziah. Saya penasaran tentang perjuangan seorang Adriel membuktikan sesuatu yang dikatakan mustahil, tetapi dia tahu harus memegang kunci seperti apa.

 

Bagian 14...


ADRIEL...

Tiba-tiba saja tersedak air ketika minum, Sepertinya para bos besar sedang membicarakan saya sekarang ini. Bagaimana kisahku akan berjalan? “Dia ada di kota ini” melihat seorang gadis sedang bekerja sebagai SPG salah satu pusat perbelanjaan.

“Hava” dua bola mataku tidak berkedip sama sekali.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Di atas gunung Israel yang tinggi akan Kutanam dia, agar ia bercabang-cabang dan berbuah dan menjadi pohon aras yang hebat; segala macam burung dan yang berbulu bersayap tinggal di bawahnya, mereka bernaung di bawah cabang-cabangnya. Maka segala pohon di ladang akan mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, merendahkan pohon yang tinggi dan meninggikan pohon yang rendah, membuat pohon yang tumbuh menjadi layu kering dan membuat pohon yang layu kering bertaruk kembali. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya. Kalimat tadi terus saja bergentayangan di dalam pikiranku.

“Sepertinya saya harus berjuang” bergumam pelan.

Meminta bantuan ibu guru cantik untuk membuat tubuhku dipenuhi bekas luka. “Sempurna” Ha maksudku Embun Strobery menatap ke arahku.

Seluruh tubuh meninggalkan bekas luka akibat luka borok sekitar tubuhku kemarin. Saya harus bisa mengubah hidupnya apa pun yang terjadi. “Hava” menyapa dirinya di tengah keramaian pusat perbelanjaan.

Hava terkejut melihat penampilanku. “Maaf, tidak pernah memberi kabar” ucapanku.

“Kukira kakak tidak lagi ingin melihat ke arah Hava” gadis itu masih sulit mengekspresikan dirinya.

“Bagaimana kabarmu?”

“Baik, kakak sendiri?” Hava.

“Saya sudah bekerja berkatmu” berkata-kata kembali.

“Syukurlah” Hava.

“Saya juga sudah sembuh, sekalipun meninggalkan bekas luka cukup banyak” ujarku.

“Mau makan? Biar Hava yamg traktir” Hava.

“Selalu saja” membalas ucapannya.

Kami berdua menikmati matahari terbenam setelah Hava selesai bekerja. Kenapa saya harus terjebak dengan kata IQ rendah? Bagaimanapun permasalahan tentang siapa yang akan tetap mendekap hangat jalanku kelak ketika semua tekanan bermain menjadi sesuatu sesuatu...

Anggota keluargaku cukup menakutkan. Saya ingin memiliki sebuah kisah cerita berbeda. Apa pun tekanan menakutkan di depanku, setidaknya pasanganku tidak akan semakin menekan diriku ataukah menyalahkan banyak hal. “Kita jalani bersama, saya yakin kau sudah cukup lelah” ucapan kata-kata dari pasanganku kelak tanpa harus mengeluarkan kata-kata menyakitkan.

Karakter pasangan memang akan sangat mempengaruhi banyak hal. Sekalipun anggota keluargaku lainnya melemparkan ucapan-ucapan menusuk seolah karakterku yang memang paling terburuk, namun setidaknya pasanganku tidak akan berlaku demikian. “Kenapa pindah kota jauh dari tunangan?” melemparkan pertanyaan.

“Hava ingin memulai hidup baru” Hava.

“Maksudnya?”

“Tunangan Hava sudah menikah, jadi, gitulah” Hava.

“Kenapa bisa?”

“Lupakan!” Hava.

‘Apa karena Hava bodoh? Maksudku tidak memiliki pendidikan?”

“Sepertinya, istrinya sekarang memiliki pendidikan bagus jauh beda denganku” Hava.

“Kesempatan emas” kalimatku dalam hati.

“Dari mana kakak tahu?” Hava mencurigai sesuatu.

“Cuma menebak saja” ujarku.

“Rasanya sakit pakai banget direndahkan” Hava.

“Kalau begitu kau harus membuktikan sesuatu hal biar semua orang tidak lagi merendahkan dirimu”...

“Caranya?” Hava.

“Melanjutkan sekolah lagi” jawabanku.

“Hava sudah tua sedikit, otak juga dibawah rata-rata, belum lagi biaya pasti mahal” Hava.

“Kalau ada kemauan pasti ada jalan, satu lagi harus Hava tahu kalau mengenal pendidikan tidak mengenal batas usia, ngerti?” balasku.

“Memangnya kakak pernah sekolah?” Hava.

“Tentu saja” jawabanku.

“Lantas?” Hava.

“Karena penyakit borok di sekujur tubuh membuatku menghentikan seluruh aktifitas hingga saya jatuh miskin dan memjadi pengemis” menjawab pertanyaannya.

Berusaha meyakinkan dirinya agar melanjutkan sekolah memang tidak semudah yang dibayangkan. Membutuhkan perjuangan luar biasa untuk membuatnya mengerti tentang pendidikan merupakan salah satu pondasi kehidupan seseorang. “ Kau ingin semua orang berkata bodoh ke arahmu?” terlihat kesal tiap dia berusaha mengalihkan perhatian ke tempat lain.

“Gadis bodoh mengerikan, pantas saja ditinggal nikah tunangannya sendiri” mengejek gadis itu dengan nada serius.

Apa dia peduli? Dia seolah tidak pernah perduli sama sekali. “Gadis IQ rendah, tidak memiliki pendidikan, jelek, hidup lagi” bertingkah seperti anak kecil.

Tuhan, kalau memang dia pasangan yang dikirim olehMU, maka buat dirinya mengikuti saran dariku. Hava akan menjadi bahan tertawaan orang banyak suatu hari kelak. Di lain sisi, seorang Adriel harus bisa mempertanggung jawabkan tentangnya pada Kenferensi Meja Bundar berikut. Beruntung para bos besar menambahkan kembali waktu untuk berpetualang. Kami semua harus melanjutkan petualangan 77 hari.

Tuhan, buat dia mengerti tentang pentingnya wanita berpendidikan. “Gadis IQ rendah, jangan berjalan ke arahku lagi!” terlihat kesal tiap dia berusaha melakukan penolakan.

“Kenapa kakak Debu melakukan semua ini?” Hava.

“Supaya semua orang tidak menganggap rendah sosok Hava” jawabanku.

Apa saya harus jujur? Tidak mungkin juga seorang Adriel berkata-kata tentang kehidupan dalam sebuah organisasi. Tuhan, lembutkan hatinya untuk mencoba memahami peranan penting jenjang pendidikan.

“Sepertinya saya gagal” nada suara sangat lemas berjalan pergi meninggalkan dirinya.

“Kalau Hava kuliah, apa kakak mau membantu?” teriak Hava di tengah hujan deras yang tiba-tiba saja turun.

“Tentu saja” berbalik ke arahnya.

“Hava tidak ingin dianggap rendah ma orang banyak” Hava.

“Kalau begitu Hava harus lanjut sekolah” kalimatku.

Berusaha mencari kampus-kampus terbaik melalui website. Secara manusia, sosok Hava akan mengalami kesulitan, akan tetapi saya percaya tangan Tuhan pasti membuatnya bisa berjalan. “Kakak flu berat” Hava.

Kami berdua diserang flu berat akibat terguyur hujan keras kemarin. “Ternyata kita berdua sama-sama flu berat sekarang” Hava tertawa lebar.

“Kau harus mencoba mendaftar di kampus ini!” menyerahkan sejumlah informasi tentang beberapa kampus terbaik.

“Hava ingin kerja sambil kuliah” Hava.

Rasanya mustahil membentuk dia dengan kata bekerja sambil kuliah. Apa dia bisa membagi waktu? Apa kuliahnya akan berjalan dengan baik tanpa kendala sama sekali? Seribu satu jenis pertanyaan bermunculan begitu saja. Terus terang, sepertinya saya memang meragukan kemampuannya.

Memberikan sejumlah buku untuk dibaca menjadi sesuatu hal paling mutlak yang harus dilakukan olehnya. “Kau harus pandai menyimpulkan beberapa pokok pembahasan di sini!” menegur dirinya.

Hal tergila yang pernah kudengar kalau dia ingin menjadi seorang arsitek. Kenapa terdengar lucu? Apa yang salah dengan mimpinya? Jangan sampai saya menjadi perusak mimpinya. “Tidak ada kata terlambat selagi Hava mau belajar untuk mengejar dan berjuang” memberi semangat buatnya.

“Hava akan belajar percaya ucapan kakak” Hava.

Hari-hariku hanya bercerita tentang perjuangan mengajarkan dirinya cara mengejar mimpi. “Kau harus belajar mengerjakan semua soal-soal ini!” memberinya sejumlah buku berisi soal-soal...

Butuh waktu cukup luar biasa melatih dirinya dengan sejumlah buku di atas meja. Tingkat kesabaran juga harus bermain disini. Jauhkanlah serbanmu dan buangkanlah mahkotamu! Tiada yang tetap seperti keadaannya sekarang. Yang rendah harus ditinggikan, yang tinggi harus direndahkan. Puing, puing, puing akan Kujadikan dia! Ini pun tidak akan tetap. Sampai ia datang yang berhak atasnya, dan kepadanya akan Kuberikan itu.

Tuhan, imanku berkata bahwa Engkau akan meninggikan seseorang yang dianggap rendah. “Apa kau mau ke suatu tempat?” mengajaknya ke suatu tempat di hari libur kerjanya.

“Kemana?” Hava.

“Nanti juga kau tahu” segera menarik tangannya. Perjalanan yang kami tempuh cukup memakan waktu. Sekitar 3 jam mengendarai motor hingga tiba ke tempat tujuan.

Kami berdua berada di sebuah kali dengan air yang begitu jernih. Desain cukup menakjubkan dari kali tersebut memberi kesan tersendiri. Hamparan taman bunga memenuhi sepanjang pinggir kali pada di sebelah kiri dan kanan. Deretan vila membentuk aneka jenis buah tidak kalah seru di bagian dalam taman bunga tersebut. Strobery, jeruk, apel, anggur, pisang, dan lain-lain menjadi desain vila cukup manis.

Anak tangga bersama desain cukup unik berjejer sepanjang pinggiran kali. Jembatan kaca membentuk zig zag sebagai penghubung antara tempat satu ke tempat lainnya. Di bagian sebelah timur pusat kali tempat air bermuara dengan bangunan membentuk setangkai bunga matahari yang terbuat dari kaca. Seseorang dapat duduk manis di sekitar tempat tersebut untuk berenang, menikmati sinar matahari pagi ataukah sunset, selfie, dan beberapa kegiatan lainnya. Pusat kali tersebut juga membentuk setangkai bunga mawar jika dilihat dari atas.

“Jadikan ruang hatimu membentuk aneka buah fruity sekalipun desiran ombak menakutkan terus saja menghantam tanpa jedah iklan” sebuah tulisan terpampang manis tidak jauh dari arus kali tadi.

“Sangat menakjubkan” Hava menarik nafas panjang menikmati suasana kali.

Muara air terdengar berbeda saja ketika dua bola mata terpejam rapat. “Kau bisa mendesain satu tempat jauh lebih dari ini, kalau hidupmu tidak mengenal kata berhenti” memberikan sebuah pernyataan ke arahnya.

“Mengejar mimpi tidak mengenal batas usia, jadi, jangan merasa kecil hati untuk semua keadaan di sekitarmu” ucapanku kembali.

“Hava mau mencoba berjalan” Hava terlihat bersemangat.

Setidaknya dia memiliki kemauan untuk mengejar pendidikan. Akhir cerita adalah Hava lulus di salah satu kampus terbaik. Apa dia lulus dengan begitu mudahnya? Jawabannya tidak sama sekali. Membuat dia mengerti banyak soal dalam waktu singkat membutuhkan tingkat kesabaran sekaligus strategi luar biasa. Dia hampir gagal mendaftar karena pihak kampus menutup pendaftaran. Beruntung saja kami bertemu salah satu orang terpenting di kampus tersebut, jadinya bisa mendaftar langsung langsung tanpa online. Berjuang keras memberi pelatihan-pelatihan tertentu buatnya merupakan sebuah seni, walaupun terlihat mengesalkan.

“Hava, penjelasannya tidak seperti ini” penekanan kalimatku membaca lembaran kertas miliknya.

“Kau harus bisa menciptakan satu gambaran kata paling mempengaruhi antara satu sama lainnya” menjelaskan lagi...

“Perasaan Hava mengambil jurusan arsitek, masa belajar beginian bukannya menggambar atau apa gitu?” Hava.

“Pelajaran ini akan tetap memiliki kaitan dengan dunia arsitekmu itu” menjawab pertanyaannya.

Saya memang memberikan 40%  pelajaran lain, kenapa bisa? Posisi kami yang akan berhadapan dengan situasi-situasi cukup mencekam sehingga tuntutan mempelajari beberapa objek diwajibkan. Saya juga harus mempertanggung jawabkan dirinya pada Konferensi Meja Bundar berikutnya.

Seorang Adriel harus bisa membuktikan di hadapan 3 bos besar dan teman-temanku kalau Hava tidak sedang berada pada kategori gadis ber-IQ rendah. “Ibu guru Embun Strobery” duduk manis di samping Ha setelah kami berdua sudah berada di apartement.

“Kau punya maksud tersembunyi” Ha mencurigai pergerakan sahabatnya.

“Langsung saja menjelaskan maksud dan tujuan berkata manis begini” Ha.

“Tolong ajar Hava salah satu bidang yang sedang kau kuasai saat ini” ujarku memegang erat tangannya.

“Kau gila” Ha berteriak histeris.

“Please” kalimat memohon.

“Misi perjalananku tentang ibu guru Hope saja masih simpang siur, masa saya harus membantumu?” nada kesal Ha.

“Setidaknya ibu Hope memiliki kualitas pemikiran di atas rata-rata, sedang Hava baru mau memulai petualangannya” ungkapan perasaanku.

“Lantas, kalau mengajar gadismu itu, sosok Ha harus berperan sebagai siapa?” Ha.

“Maksudmu?”

“Tidak mungkin saya menunjukkan identitas sebagai pria maco, nanti gimana-gimana” Ha.

“Kalau begitu berperan sebagai ibu guru cantik Embun Strobery saja”...

“Apa kau gila?” Ha.

“Keadaan membuat saya seperti ini” membalas ucapannya.

“Saya harus berjuang mempertahankan Hava di Konferensi Meja Bundar berikutnya” sekali lagi berkata-kata.

“Seorang Adriel terkesan cuek, dingin, tidak pernah perduli apa pum, jenius menjadi pengemis hanya karena seorang gadis? Tidak salah?” Ha.

“Mau membantu atau tidak sama sekali?” rasa kesal memgudara seketika.

“Saya harus mengatur jadwal terlebih dahulu antara mengajar di kelas, pertemuan konseling ibu Hope, mempelajari beberapa alat di sini, dan mengajar si’Hava”  Ha.

“Artinya sahabatku mau membantunya” memeluk keras Ha.

“Hentikan!” Ha berusaha lepas.

“Tadi kau bilang konseling ma ibu Hope, memang ada masalah apaan?”

“Situ sendiri membuat saya jadi manusia LGBTQ, lantas sekarang bilang masalah apaan?” Ha.

“Ibu guru Hope kan lagi menjalani ujian tinggal di tempat kumuh jauh dari pembantu untuk membuktikan sesuatu hal terhadap ibu guru cantik Embun Strobery” sedikit pencerahan ke arahnya.

“Entahlah” gerutu Ha.

Seperti yang telah diketahui bersama kalau ibu Hope sedang menjalani peran sebagai wanita miskin atas permintaan ibu guru cantik. Terkadang saya merasa kasihan terhadap Ha karena terlihat murung. Wanita itu ingin membuktikan kalau dirinya bisa menjadi sahabat untuk menghancurkan rantai belenggu dalam diri ibu Embun Strobery. Tinggal di rumah kontrakan kecil tanpa pembantu, rumah besar, makanan enak, barang-barang bermerk, dan lain sebagainya merupakan kisah ibu Hope sekarang ini.

Kehidupan seperti inilah membuat risau hati ibu Embun Strobery. Di lain tempat, terdapat ayah dari wanita tersebut yang siap-siap akan memakan hidup-hidup ibu Embun Strobery karena memperlakukan anaknya sejahat itu. “Saya selalu gemetar tiap berhadapan dengan ayahnya” mengenang ucapan Ha.

“Kalau tidak membuat putri semata wayangnya seperti itu, ya saya harus siap diblender halus ma bos besar di atas” gerutu Ha.

“Jangan menyerah kawan, semua akan indah pada waktunya demi tulang rusuk” berbisik ke telinganya.

Masing-masing kami sebagai personil memiliki cerita percintaan berbeda-beda. Keadaan mengatakan kalau ternyata alur kisahku sedang berputar di sekitar pusaran air. Saya harus berjuang mengajarkan Hava tentang banyaknya objek.

“Istri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata” Ketika saya ingin menyerah, tiba-tiba saja ingatan akan pernyataan ini bergema begitu saja.

Saya harus membuat Hava tidak mengenal kata berhenti. Permasalahan wawasan dan tingkat IQ di bawah rata-rata memang menjadi akar permasalahan terbesar suatu hari nanti. “Coba lingkari kata yang menurutmu paling berperan dalam lingkaran permasalahan di sini” menyerahkan sebuah buku berisi satu cerita bersama banyaknya akar permasalahan di dalam.

“Kakak, sepertinya ini tidak berhubungan dengan kuliahku sekarang” Hava.

“Akan saling berhubungan, siapa bilang tidak memiliki hubungan?”

Penasaran dengan pemikiran dia tentang pengelolahan uang hingga membuat saya membawanya ke sebuah panti jompo sederhana berisi para orang tua. “Kenapa Hava dibawah kesini?” terlihat mencurigai sesuatu.

“Membantu mereka” jawabanku.

Hal terkacau adalah kami berdua bertemu 2 ibu guru mengesalkan. “Anda sepertinya mirip ma pacar ibu Embun Strobery?” ibu Hope menunjuk ke arahku.

“Mana mungkin, kulit pacarku mulus tanpa bekas luka, yang betul saja” Ha berusaha membantah.

“Mau apa mereka berdua datang kesini?” rasa kesal mengudara dalam hati. Memangnya tidak ada tempat lain apa.

“Jelaskan maksud dan tujuan kalian kesini!” penekanan Ha.

“Temanku Hava mau datang membantu anak-anak disini” jawabanku. Raut wajah Hava terlihat terkejut seketika.

“Ibu guru Hope juga ingin membantu sebagai tenaga sukarela” ibu guru cantik terlihat judes.

Ingin menguji/ melatih calon pasangan masa depan, tetapi berujung pertemuan tidak terduga disini. Entah apa maksud dan tujuan Ha menyuruh ibu Hope. “Kalau begitu kalian berdua berbagi tugas” pernyataan Adriel.

“Saya setuju” Ha tanpa protes panjang.

“Kakak Debu sendiri kerjanya apa?” Hava.

“Kebetulan kakak ada pekerjaan yang harus diselesaikan di luar sana, makanya merekrut Hava biar membantu para lansia disini” menjawab pertanyaannya.

“Setidaknya Hava kembali belajar menjadi manusia untuk kesekian kalinya” senyum Hava.

Ha sengaja mengeluarkan mesin cuci dari panti tersebut hingga membuat mereka berdua bekerja merawat para lansia di dalam selama beberapa hari ke depan. Kepala panti dan perawat yang biasa merawat mereka sengaja di liburkan dengan berbagai alasan.

Mengepel, memasak, mencuci manual, memandikan, membersihkan pup beberapa lansia yang sedang mengalami penyakit cukup parah dan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya merupakan aktifitas mereka berdua selama beberapa hari. Ibu Hope muntah habis-habisan pertama kali membersihkan kotoran pup lansia. “Biar Hava saja yang bersihkan kalau ibu Hope ga bisa” Hava berusaha mengambil alih.

“Kenapa kau mau melakukannya?” ibu Hope.

“Karena ingin belajar menjadi manusia, lagian kakak Debu sudah banyak membantu proses belajar Hava” kalimatnya.

“Memangnya kenapa proses belajarmu?” ibu Hope.

“Otak Hava itu lambat loading, ini saja baru masuk kuliah karena saran kakak Debu” Hava.

“Ibu Hope sendiri gimana? Kenapa mau membantu orang disini padahal ga tahan?” Hava.

“Entahlah, saya Cuma ingin membuktikan kalau hidupku bisa berperan sebagai contoh pendidik terbaik dan bisa menghancurkan rantai belenggu” ibu Hope.

Dialog mereka berdua di dengar olehku. Ibu Hope hanya ingin membuktikan sesuatu hal. “Saya ingin mengajar, tetapi kenyataannya hidupku yang sedang diajar tentang hidup” ibu Hope menarik nafas panjang.

“Kalau Hava memang benar-benar sedang belajar” Hava.

“Benar-benar gadis lugu 7 keliling” sangat gemas mendengar kalimatnya. Rasa penasaranku sangat tinggi melihat mereka berdua menjalani sistem management keuangan dalam jumlah kecil.

Hal yang terjadi selanjutnya adalah sosok Hava memang dapat difungsikan untuk mengelola kondisi keuangan yang dikatakan terlalu mustahil untuk tercukupi. Kemungkinan besar kebiasaan hidup bergelimang harta hingga menjadikan ibu Hope tidak dapat mengatur bahkan berkata jumlah seperti itu lebih dari kurang untuk kebutuhan panti jompo.  

“Apa yang sedang kau pikirkan?” ibu guru cantik duduk di sampingku.

“Apa kau tidak lihat kalau saya lagi mengkhayal?” ujarku.

“Tentang?” ibu guru cantik.

“Raut wajah ibu Hope andaikan menyadari permainanmu” jawaban buatnya.

“Paling terlihat galak mengenaskan 7 keliling” ibu guru cantik maksudku Ha.

“Dia terlihat sangat menyedihkan membersihkan kotoran pup sampai muntah habis-habisan” kalimatku.

“Keadaan menyatakan dia harus menjalani kehidupan seperti itu” Ha. Kisah percintaan kami memang harus berbeda dibanding kebanyakan orang di luar sana. Jangan pernah protes apa pun yang sedang kami rencanakan. Sulit untuk menjelaskan hanya melalui kata-kata, namun seiring berjalannya dua kaki mulai mengerti tentang satu petualangan di sekitar jalan setapak.

 

BERSAMBUNG DI KONFERENSI MEJA BUNDAR 3